Hello Max

By virgogerls

856K 79.1K 1K

Percayakah kamu akan transmigrasi? Awalnya, Althaia tak percaya akan transmigrasi yang terjadi pada novel-nov... More

00. •Prolog•
01. •Dunia Lain•
02. •Sadar•
03. •Bertemu•
04. Althaia
05. Maximilian Archard
06. Bertemu lagi
07. Pulang
08. Mata-mata
09. Luka
10. Murid Baru IHS
11. Max dan Dylan
12. Bimbang
13. Bertahan
14. Bahaya
15. Restu
16. Bukan Keluarga Bahagia
17. Mengunjungi Mama
18. Waktu Berdua
19. Malam Bahagia
20. Marah
21. Tak Sengaja Bertemu
22. Fakta Baru
23. Awal Kehancuran
24. Mimpi
25. Damai dan Bahagia
26. Berlalu
28. Maaf
29. Terikat
30. Firasat
31. Bertahan atau Meninggalkan?
32. End
X-tra Part 1&2
X-tra Part 3
announcement+ask
X-tra Part 4+5
Cerita Baru

27. Pilihan

11.5K 1.2K 69
By virgogerls

Hari ini Althaia telah selesai melaksanakan ospeknya. Waktu menunjukkan pukul 11.00 WIB. Seluruh kegiatan telah selesai. Mulai Minggu depan, mahasiswa maupun mahasiswi baru sudah menjalani aktivitas biasa seperti mahasiswa lain. Mengikuti kelas, organisasi, dan kegiatan kampus lain.

Maximilian Archard

Sorry aku gak bisa antar pulang, ada rapat organisasi dan pastinya pulang sore.

Melihat chat yang dikirimkan Max beberapa menit yang lalu, Althaia langsung memesan ojek online untuk pulang ke rumahnya. Ia memutuskan untuk menunggu di depan gerbang kampus.

“Althaia.”

Seseorang memanggil Althaia dengan nada lirih. Namun, pemilik nama masih mampu mendengarnya dengan jelas.

Bola mata Althaia membelalak melihat seorang laki-laki yang sangat ia kenal berdiri tak jauh darinya.

Tanpa sadar, tubuh Althaia bergetar kala laki-laki itu semakin mendekat ke arahnya.

“Bisa kita bicara?”

“Pergi!”

“Althaia, gue mohon.”

“Pergi, Dylan. Pergi!”

Althaia mengedarkan pandangan ke seluruh arah. Berharap tak dapat melihat wajah Dylan yang memuakkan. Kilasan memori masa lalu memenuhi pikirannya, hingga membuat rasa trauma itu muncul.

“Please, gue perlu bicara sama lo.”

Sepertinya keberuntungan memihak Althaia, ojek online yang dipesannya sudah datang. Tanpa membuang waktu lama lagi, ia langsung naik dan memerintahkan tukang ojek tersebut untuk segera pergi membawanya pergi dari kampus.

Sedangkan Dylan yang melihat Althaia menjauh hanya mampu menghela nafas panjang. Kakinya melangkah pergi. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menemui Althaia. Meskipun mendapat penolakan, ia tak akan menyerah begitu saja.

[Hello Max]

Setelah membayar ongkos ojeknya, Althaia langsung berlari masuk ke dalam rumah.

Kedatangannya dengan wajah pucat dan terkesan terburu-buru membuat sang Mama terheran-heran.

“Kamu kenapa? Sakit? Mukamu pucat.”

Althaia terkesiap. Saking pikirannya berkelana kemana-mana, ia sampai tak menyadari keberadaan Mamanya di depan.

“Althaia baik-baik aja, hanya sedikit pusing.”

Mendengar itu, Mama Hani langsung menatap wajah anaknya dengan khawatir. Ia menempelkan telapak tangannya di kening Althaia.

“Kamu cepat istirahat di kamar, Mama akan bawakan makan dan obat.”

“Terima kasih, Ma.”

Althaia langsung pergi menuju kamar. Merebahkan diri di atas kasur empuknya seraya memejamkan mata.

Bayangan wajah Dylan yang datang membuatnya reflek membuka mata. Nafasnya memburu. Kenapa pria brengsek itu tiba-tiba datang dan kembali mengganggunya?

Larut dalam lamunannya hingga tak sadar jika Mama Hani telah datang dengan nampan berisikan makanan dan obat.

“Althaia.”

Althaia menoleh.

“Makan dulu, setelah itu minum obat.”

Althaia mengangguk. Ia memakan sop yang dibuatkan Mamanya dengan lahap. Setelah habis, Mamanya langsung menyerahkan obat dan minum.

“Gak mau ke dokter aja?”

“Gak usah, Ma. Mungkin setelah tidur pusingnya akan hilang.”

“Ya sudah, kalau begitu kamu langsung tidur.”

Sebelum pergi, Hani sempat membenarkan letak selimut yang membungkus tubuh Althaia. Tak lupa memberikan ciuman di kening anaknya.

Sepeninggal Mamanya, Althaia langsung memejamkan mata. Mengarungi alam mimpi.

“Kamu ingin kembali?”

“Kembali ke mana?”

Althaia mengernyit. Matanya memandang tempat sekitarnya yang terlihat sangat indah. Benar-benar indah, seakan tempat ini tak pernah ada di dunia.

Surga, kah? Pikirnya dalam hati.

“Bagaimana Althaia?”

Suara itu kembali memenuhi indera pendengaran Althaia. Tak ada seorang pun di sini. Hanya ada dirinya seorang. Dengan kebingungan yang begitu besar.

“Kembali ke mana?” ulangnya yang belum mendapat jawaban.

“Ke tempat asalmu.”

Pandangan Althaia berubah kosong. Otaknya memikirkan jawaban yang tepat. Rasanya ia tak ingin kembali. Tapi, dunianya bukan di sana.

Bagaimana dengan mereka?” bisik Althaia lirih. Lidahnya seakan kelu untuk mengatakan kalimat tersebut.

“Jangan khawatirkan mereka. Pikirkanlah dirimu, apakah ingin terus terjebak di dunia yang bukan duniamu?”

Jika di awal diberi pertanyaan seperti itu, Althaia akan langsung tegas menjawab ingin kembali. Namun sekarang, rasanya sungguh berat. Terbiasa dengan mereka membuat Althaia nyaman. Hingga melupakan dunia aslinya.

“Aku bingung.”

Althaia menjawab dengan lesu. “Aku ingin kembali, tapi aku tak ingin meninggalkan mereka. Bisakah aku kembali ke duniaku membawa mereka?”

“Tentu saja tidak bisa. Mereka diciptakan bukan untuk hidup di duniamu. Jangan egois, pilihannya hanya ada dua, bertahan atau lepaskan.”

“Waktumu tak banyak, Althaia. Jika kamu memilih bertahan, maka duniamu bukanlah dunia manusia. Namun, jika kamu memilih melepaskan dunia ini, maka kamu akan kembali ke dunia manusia. Melanjutkan hidupmu yang tertunda karena berada di dunia ini.”

“Beri aku waktu lebih lama lagi. Aku hanya ingin memastikan sesuatu sebelum memilih.”

“Baik. Kembalilah.”

Sepasang mata yang terpejam itu mulai mengerjap. Menyesuaikan silau cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. Mulutnya mengeluarkan ringisan kala merasakan kepalanya yang sakit seperti dijatuhi beban berat.

Setelah kesadarannya kembali penuh, ruangan yang didominasi serba putih langsung menyambutnya. Keningnya mengernyit, ini bukan kamarnya. Lalu dimana ini?

Ceklek

Suara pintu yang dibuka membuatnya menoleh. Tatapannya beradu dengan sepasang netra yang juga menatapnya dengan pandangan terkejut.

“Astaga, Althaia kamu sudah sadar?! Ya Tuhan, terima kasih.”

Seseorang yang membuka pintu tersebut adalah Hani. Ia langsung melangkah tergesa-gesa menghampiri ranjang Althaia.

“Ini dimana?” tanya Althaia dengan lirih. Tenggorokannya terasa tercekat untuk membuka suara.

Sebelum menjawab, Hani lebih dulu memencet tombol di samping ranjang Althaia guna memanggil dokter. Tak lupa memberikan anaknya minum.

“Di rumah sakit.”

“Kenapa bisa?”

Seingatnya, ia tertidur di kamar dan memimpikan mimpi yang sangat menyedihkan.

“Badanmu sangat panas hingga kejang. Papa langsung membawamu ke rumah sakit.”

Tak lama, dokter yang menangani Althaia datang. Ia mengecek suhu tubuh Althaia yang ternyata sudah turun.

“Jika suhu tubuhnya sudah normal, pasien sudah bisa dibawa pulang dan rawat jalan.”

“Terima kasih, dokter.”

“Sama-sama, itu sudah menjadi tugas saya. Semoga pasien segera sembuh dan dapat beraktivitas kembali.”

Dokter tersebut pergi. Meninggalkan Althaia dan Mamanya sendiri di dalam ruangan.

“Mama.”

“Kenapa sayang? Ada yang kamu inginkan?”

“Seandainya Althaia pergi, Mama baik-baik aja, kan?”

“Kamu bicara apa sih? Jangan ngelantur, kamu gak akan pergi ke mana-mana. Kamu tetap di sini bersama Mama dan Papa.”

Althaia terdiam. Hatinya diliputi perasaan resah.

“Sebentar lagi Papa dan Max akan datang. Jangan ucapkan itu lagi, Mama gak akan sanggup jika seandainya kamu pergi.”

Althaia mengangguk kaku. Sesuai ucapan Mamanya, tak lama Papa dan juga Max datang menghampiri ruangannya. Setelah Papanya berbicara, kedua orang tua itu pergi memberi ruang untuk Althaia dan Max berbicara.

Max duduk di samping ranjang Althaia. Seraya menggenggam erat tangan kekasihnya.

“Kenapa?” tanya Althaia saat melihat wajah Max yang gusar.

“Aku takut. Aku takut waktu dengar kamu sakit dan dilarikan di rumah sakit.”

“Ini hanya demam biasa,Max. Gak perlu khawatir, aku baik-baik aja.”

Max menghembuskan nafas kasar. Mengecupi punggung tangan Althaia berulang kali.

“Berulang kali aku mimpi kamu akan pergi ninggalin aku. Dan rasanya menyakitkan.”

Tubuh Althaia terdiam kaku. Matanya menatap Max dengan tatapan nanar. Bagaimana ini? Apakah ia yakin dengan keputusan untuk melepas semuanya?

“Gak ada yang aku takutkan di dunia ini, Althaia. Kecuali kepergianmu. Aku gak akan bisa bayangin betapa hancurnya aku seandainya kamu benar-benar pergi. Mungkin aku akan menyusulmu detik itu juga.”

(To be continue)

MAU SAD ATAU HAPPY?

MAU ALTHAIA PERGI ATAU BERTAHAN?

MAU CEPAT END ATAU GAK?

AYO JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN.
BANTU SHARE JUGA YA.


SEE YOU NEXT PART.
50 KOMEN BISA?😺😺😺

Continue Reading

You'll Also Like

8K 612 26
CERITA LENGKAP!! [13+] = Toxic Masa gua sama orang rendahan? Gak Level kali. Tanpa kusadari kata-kata 'gak level' menjadi kata andalanku untuk menola...
556K 21.2K 35
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
111K 15.7K 31
"Sudah gila, malah tambah gila." Seorang Mafia yang menemukan ODGJ lalu merawatnya, bukanya sembuh, malah makin gila. Bukan gila karena hal lain, mel...
6.9M 291K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...