Live a Calvin Life ⁽ᴱᴺᴰ⁾

By permissiontohigh

50.9K 5.7K 747

Calvin punya cara untuk menciptakan bahagianya sendiri. ⚠️ 𝘢𝘯𝘨𝘴𝘵 More

A Glimpse
2. New Partner?
3. Grandpa dan Bunda
4. Bahagia itu sederhana, katanya.
5. A Trap
6. Bad Day(s)
7. Long Story Short
8. Sorry?
9. It's just the beningging
11. One step closer
12. Big bro 👊
13. Well deserved
14. Calvin dan Jiwa-Jiwanya
15. Sepupu Baru
16. Staycation
17. Vakansi
18. Painful Truth
19. Too Much
20. Kusut
21. Papa | End of S1
| Road to Season 2 |
CALV Season 2
- Sequel Calv -

10. Step-by-step plan

1.9K 244 23
By permissiontohigh

Tyan sedang sibuk-sibuknya. Emosinya pun mudah tersulut. Beragam strategi sudah dilakukan一mendekati Regan salah satunya, juga menerima bantuan Harsa dan Joe demi informasi tambahan mengenai perilaku anak tiri Shelvia itu. Namun, mereka belum bisa mengambil langkah lebih jauh sebab 'kunci' sebagai bukti utama masih hilang.

"Jangan sok menggurui saya! Tugasmu cuma cari IT yang bisa restore data rekaman CCTV! Kalo saya mau melibatkan polisi udah dari awal saya lakukan, tapi saya lebih tau masalah ini daripada kamu!"

"Nggak ada yang nggak bisa!" Dia pijit dahinya, pening karena sang tangan kanan terlalu lamban.

"Panggil petugas monitor CCTV sekolah itu, suruh menghadap saya besok," pungkasnya, memutus panggilan secara sepihak. Tangan bebasnya lantas memukul setir mobil guna menyalurkan emosi.

Bolak balik kantor dan rumah sakit sudah menjadi rutinitas Tyan sampai apartemennya jarang dihuni. Telepon pintarnya pun sibuk setiap saat. Urusan kantor, urusan penyelidikan, dan urusan Calvin. Saking mendesaknya semua urusan, Tyan bisa membalas pesan sambil berjalan.

Brukk

Naas, dia kurang memperhatikan jalan sampai menabrak seseorang. Tyan tidak merasa bersalah. Dia sedang emosi, jadi dia anggap orang itu lah yang salah karena tidak menghindarinya. Sudah siap dengan kata-kata, tapi urung melihat sosok si penabrak.

"Mbok? Habis ketemu Calvin?"

Dia Mbok Iyem. Basa-basi Tyan tidak dijawab malah tangannya digenggam.

"Di sini ada video yang bapak harus lihat. Saya ambil diam-diam dari Regan. Sempet saya buka di warnet dan isinya ternyata punya den Calvin."

"Den Calvin nggak salah pak. Tolong jaga den Calvin dan maaf saya cuma bisa bilang itu karna saya nggak bisa lama-lama," lanjutnya.

Wanita paruh baya itu langsung pergi setelah menyerahkan flashdisk tanpa beri kesempatan Tyan untuk bertanya. Firasat Tyan berkata baik. Langsung dia hubungi Basta, berkata akan mendatanginya yang sedang mengerjakan sesuatu.

Andai dia tau, pucuk dicinta ulam pun tiba. Benda itu adalah milik Calvin yang sempat ditahan Regan.

一 •°•°•°• 一

Calvin benar-benar menurut. Semua aktivitasnya dilakukan di kamar. Untuk keluar saja perlu izin dari Tyan, apalagi ke sekolah. Kamarnya sampai dijaga bodyguard. Bermain ke poli anak dan taman misalnya, ada dua penjaga yang mengawasi.

Entah apa alasan Tyan semakin protective, yang penting Calvin tidak mau menjadi anak nakal pembangkang, membuat sang paman kecewa, dan berakhir meninggalkannya. Cukup orang tuanya saja yang pergi. Calvin tidak sanggup jika kembali ditinggal.

Beberapa hari lalu Basta membelikannya sebuah kamera. Katanya supaya Calvin bisa mengabadikan kenangan baru untuk menimbun kenangan buruk.

Sekarang anak itu sedang semangat-semangatnya memotret. Semua penjuru rumah sakit sepertinya sudah terbidik. Bodyguard yang seharusnya menjaga pun turut menjadi sasaran.

Di area bermain dia membaur bersama anak-anak. Hingga mood-nya tiba-tiba berubah. Duduk di ayunan yang mengayun pelan, mendadak Calvin merasa hampa. Kelihatannya saja enjoy dan bahagia, padahal mulai timbul rasa bosan.

Dia teringat teman-temannya. Iri karena mereka bebas melakukan apa yang mereka mau, sedangkam Calvin tidak. Terlebih ketika di grup percakapan bersama Harsa, Jonas, dan Noah mereka menceritakan betapa lelah nan memusingkan kuliah serta mengerjakan tugas. Namun, pusingnya Calvin justru berbeda.

Regan nekat itu benar adanya. Beberapa hari sulit menghubungi Tyan dan Calvin, dia pun mendatangi kantor Tyan. Bermodal status 'keponakan' dia bisa dengan mudah mencapai ruangan si petinggi.

"Om Tyan udah janji mau ajak Regan belanja trus main di games station."

"Hari ini nggak bisa, saya mau meeting."

Bocah itu tetap mengekori setiap pergerakan Tyan mencari berkas, lalu ke kursi kebesaran, dan kembali lagi ke rak berkas-berkas.

"Om mau ingkar janji lagi? Sebelumnya om juga janji nganter sama jemput Regan sekolah, tapi nggak bisa alasannya ke luar kota. Kok berubah gitu sih? Regan ada salah?"

Terus mengoceh, tidak peduli wajah kusut Tyan yang tengah pusing karena banyaknya masalah.

"Kata Bunda nggak boleh pilih kasih lho om. Kemarin-kemarin om udah sering sama Calvin sekarang gantian sama Regan. Janji deh nggak bakal nyusahin. Walaupun punya asma Regan kuat kok, nggak sok lemah trus dikit-dikit drop."

Setumpuk berkas dibanting ke meja hingga Regan terlonjak di tempatnya berdiri一di belakang Tyan.

"SAYA BILANG NGGAK BISA, SAYA ADA MEETING PENTING. Merhatiin nggak sih kalo orang ngomong?"

Cukup sudah kesabaran Tyan. Toh dia tidak perlu lagi berpura-pura baik setelah yang diincar sudah berhasil dia peroleh.

Regan menunduk takut. "Maaf," cicitnya semantara Tyan menghembuskan napas berat.

"Kalo mau adu janji, bukannya saya udah pernah bilang jangan ke kantor saya dan kamu setuju? Trus jaket itu. Kamu janji mau ngembaliin sehari setelah saya pinjemin, kenapa masih dipake terus?"

Matanya memindai jaket jeans kesayangan yang selain dirinya, hanya boleh dipakai Calvin. Waktu itu terpaksa dia pinjamkan sebentar ke Regan karena anak itu mengeluh kedinginan.

"Om marah gara-gara itu?"

Tidak. Lebih dari itu一batin Tyan.

Waktu Tyan akan terbuang sia-sia jika terus menanggapi Regan. Sedangkan dia harus menyiapkan laporan penting untuk meeting.

"By the way, kok aku nggak pernah liat Calvin sekolah lagi ya?" tanya Regan bersikeras tidak mau pergi.

"Buat apa dia ke sekolah? Calvin udah sekolah sendiri."

"Nggak sih, rasanya sepi aja nggak ada dia. Om 'kan tau kami mulai deket."

Diam-diam Tyan mendengkus dan tersenyum miring. "Kamu kangen?" bertanya meski sibuk membolak-balik kertas.

"Iya."

"Kangen beneran 'kangen' atau kangen ngerjain?"

Regan bungkam, tubuhnya menegang seketika. Pertanyaan biasa, tapi ada makna ambigu yang tersirat.

"Nevermind," kata Tyan. "Calvin nggak akan ke sekolah lagi, jadi nggak usah dicari."

Tyan berdiri, lalu berjalan ke arah pintu dan membukanya. Dia gerakkan kepala berisyarat meminta Regan keluar terlebih dahulu diikuti dirinya.

Mereka berpisah setelahnya. Tyan langsung pergi bersama asisten, sementara Regan ditinggalkan tanpa kata pamit. Sambil melihat punggung Tyan menjauh, dada Regan bergemuruh emosi. Jadi, Calvin berhasil mengambil Tyan kembali darinya? Jelas Regan tidak akan rela begitu saja.

⚠️ sensitive content

Dia keluar dari toilet setelah membuang air kecil dan menemukan orang lain di kamarnya, duduk di ranjang memberi punggung.

"Oh," sosok tak asing bagi Calvin itu pura-pura terkejut, meletakkan pigura ke nakas, kemudian memutar badan. "Sorry gue nggak ngabarin dulu. Mau ngasih surprise aja sih buat lo; saudara tiriku tersayang."

Bagaimana pula dia bisa masuk sedangkan pengamanan di kamar itu ketat? Calvin syok dan marah, tapi dia berusaha memasang wajah datar agar Regan tidak merasa menang.

"Kamar lo bagus juga. Lebih kaya apartemen elit sih ini dibanding kamar rawat. Saking seringnya lo drop atau jangan-jangan emang lo tinggal di sini?"

"Mau apa lo," Calvin sedang malas berbasa-basi.

Namun Regan malah terkekeh pelan nan menjengkelkan. "Nggak sabaran banget. Lo nggak lupa 'kan kita masih punya perjanjian? Well, gue kasih lo keringanan karna gue nggak mau disalahin kalo lo mati. Dan lagi, harusnya lo makasih ke gue. Lo udah ngilang, ganti nomer dan blokir semua akses komunikasi kita, tapi gue masih berbaik hati jengukin lo."

"Perjanjian kita selesai. Gue nggak takut lagi sama gertakan lo. Dari segi apapun, gue lebih unggul dan harusnya lo yang hati-hati."

Regan tarik satu sudut bibir, menyeringai. "Good luck then. Gue udah kirim hadiah lewat AirDrop. Boleh lo cek. Let's see siapa yang seharunya 'takut'."

Sesaat setelah Regan menutup pintu dari luar, Calvin mengambil ponselnya. Sengaja tidak dia pasang password agar cepat mengabari nomor darurat saat mendesak.

Cepat-cepat dia buka yang tadi dikirimkan Regan tanpa izin. Hatinya mencelos kala memutar 30 detik dari 2 menit durasi video. Jantungnya terjeda, membuat dadanya tercekat, sakit, dan oksigen bak menghilang.

Ponselnya terjun bebas karena tangannya bergetar hebat, dibarengi tubuhnya jatuh bersimpuh seraya memukul-mukul dada. Namun, justru menambah sesak.

"B-bunda," menjadi rintihan saat sakit kian menghujam dan tubuhnya terkulai di lantai.

Calvin baru diselamatkan oleh bodyguard yang berniat mengecek si bos kecil sekaligus mencari Regan. Dipanggil lah bantuan, termasuk Hendrik untuk segera menangani Calvin. Napas anak itu pendek-pendek, matanya memejam, dahinya mengernyit dalam merasakan sakit. Hendrik menggeleng dan kentara cemas selama memeriksa.

一 •°•°•°• 一

Tyan marah besar dengan bodyguard yang dia pekerjakan untuk menjaga kamar Calvin. Bisa-bisanya mudah tertipu oleh Regan yang mengeluh sesak napas dan butuh pertolongan segera. Anak itu ditinggalkan di depan kamar, memberinya peluang walau jelas tau dia lah target utama yang dilarang mendekati Calvin.

Mereka; Hendrik, Tyan, Basta, dan dokter spesialis paru tengah membicarakan kondisi Calvin saat Kinanti berteriak Calvin muntah darah. Kini kesayangan mereka itu kritis dan harus dipantau 24 jam di ICU.

"Pak saya udah nggak bisa nahan lagi. Kalau Pak Tyan masih ragu, biar saya yang maju," kata Basta setelah bersama Tyan keluar dari ruangan Oka.

"Saya bukannya ragu, tapi sedang berhati-hati," Tyan tak kalah bersungut-sungut. Bukan Basta saja yang cemas, marah, dan sedih, dia juga.

"Terlalu lama, pak. Bapak dengar kata Dokter Oka selain di paru-paru, gumpalan darah di otak Calvin harus diperhatikan lebih. Calvin punya autoimun, pak. Pembekuan trombositnya nggak terkontrol dan bisa mempercepat pembesaran gumpalan.

Saya juga setuju dengan dugaan tim dokter soal penyebab gumpalan itu dari trauma kepala一memarnya keliatan jelas."

"Tapi belum tentu Regan yang melakukan."

"Lalu siapa lagi? Kalaupun kecelakaan, pasti Harsa sudah memberitahu kita."

Ada hening yang mencekam di antara keduanya. Hingga Basta kembali berbicara, "Apa Calvin harus buta dulu baru kita mulai bertindak?"

Membuat Tyan menatap nyalang si orang kepercayaan. "Jangan asal ngomong kamu."

"Kenyataannya cepat atau lambat Calvin akan mengalami itu."

Tyan tarik kerah kemeja Basta. Pikirannya sedang kalut, malah ditambah prediksi konyol menurutnya. "Calvin akan baik-baik aja!"

"Tidak kalau bukan fisiknya saja yang sakit, tapi mentalnya juga."

Tyan memicing tajam dan Basta mengeluarkan ponsel milik Calvin. Terputar video yang diduga penyebab Calvin collapse.

Sebuah sex tape antara dua orang berlawanan jenis, mengenakan seragam SMA.

Semakin diteliti, aktor dan aktris dalam cuplikan itu adalah Shelvia dan Otis. Paling membuat Tyan geram, nama filenya tertulis 'anak haram'.

°

°

Sabar, tenang, tarik napas ... buang ulangi sampe Regan dapet karma. Dikit lagi kok 🤏

♡♡

Continue Reading

You'll Also Like

A K A S A By Gem.

General Fiction

8K 637 19
"bunda, ini lili putih kesukaan bunda. sebenernya Akasa nggak suka lihat bunda tidur di dalem tanah sendirian kayak gitu. bunda sendirian di dalem sa...
89.7K 10.2K 42
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
14.4K 2.7K 37
[Sekuel INSPIRASA] Pernahkah kamu membayangkan bagaimana orang-orang melanjutkan hidupnya sepeninggal insan terkasih yang tidak akan pernah kembali p...
5.5K 666 15
Ravi sangat menyayangi adiknya, begitu pula dengan Ian yang menyayangi dan menghormati sang kakak Namun hal itu tak berlaku lama, mungkin hanya secui...