Apaqa suda pada kangen mail?
Mail menggeleng-geleng. Menolak syarat nggak jelas yang disampaikan kedua temannya. "Yang lain, lah. I'm not a kiss and tell type, you know? Kasian Trinda."
"Elah." Ehsan melambaikan tangan, kelihatan eneg mendengar ucapan Mail.
Zane menyahut, "Skip the kissing part. It's not like we want to know anyway."
"Noh. Jilat ludah sendiri. Nggak inget gimana dulu lo jadi ketua sidang waktu Bos Onta ketauan nyembunyiin Sab di apart-nya? Privasi juga nggak tuh? Anggeplah ini lo dapet karma."
Babi. Mail nyumpah dalam hati. "Kegoblokan zaman baheula masih aja diinget-inget. Ya anggeplah itu contoh buruk. Nggak perlu dilestarikan. Life keeps moving forward, isn't it?"
"Dah lah. Pulang sono. Jangan ngamen di sini. Ngamen kok nggak mau nyanyiin lagu yang diminta tuan rumah. Situ sopan?"
"Bangsat, bangsat." Mail ketawa. Mau kesel, tapi ingat memang dirinya pernah jadi yang paling nyebelin di antara mereka semua. Wajar lah kalau teman-temannya dendam. "Awas ye lu berdua. Kalau sampai ntar gue lebih tajir dari kalian, semisal kalian butuh bantuan gue, nggak bakal gue bukain pintu."
"Lo doain klan Abram bangkrut apa gimana? Kalau ngelihat jumlah aset lo yang sekarang, plus kemampuan bisnis lo, kayaknya mustahil lo bisa menjatuhkan bisnisnya Jeffrey Hawkins. Lagian, jahat amat jadi temen. Masa nyumpahin temen miskin."
Zane berlagak shock mendengar ucapan Ehsan itu. Sampai menutupi mulut dengan tangan segala. "Gue udah tau dari dulu sih, kalau Bapak Mail ini bukan pria baik-baik. Tapi kok ya mulutnya keji amat. Nggak pernah lho gue kepikiran doain yang jelek-jelek buat teman sendiri." Cowok itu menggeleng-geleng tak habis pikir, lalu menoleh ke Ehsan. "San, gue punya Macallan 25. Ambilin deh. Kita minum berdua buat ngilangin stress. Si anjing nggak usah dikasih."
Ehsan segera cabut ke tempat cellar Zane berada.
Dilihat dari gerak-geriknya yang sudah nggak canggung lagi, agaknya dia sudah sering datang ke sini.
Emang bener ya, kayaknya Mail doang nih yang lupa temen. Dia baru sekali ini mengunjungi Zane. Itupun karena butuh.
"Wow? Beneran 25. Executive Decision. Berapaan, nih?" Ehsan benar-benar datang dengan dua gelas saja. Sungguh tega.
"Hampir dua puluh."
"Anjing! Minum ini muka gue auto glowing."
Zane segera meletakkan sebutir es batu ke masing-masing gelas sementara Ehsan membuka segel whiskey-nya. "Lo di tempat si anjing dikasih Macallan 18 doang, kan? Udah gitu diungkit-ungkit mulu, lagi."
"Yoi. Taik emang."
Dijelek-jelekin di depan muka, Mail cuma bisa diam dengan muka dan kuping panas. Soalnya emang fakta.
Ya gimana, Ehsan dateng kalau mau mabok gratis doang kayaknya.
Selama beberapa saat kemudian, Mail membiarkan dua temannya minum sendiri, sampai kemudian Zane bilang kasihan dan meminta Ehsan mengambilkan satu gelas lagi.
Tapi Mail nggak nafsu. Dia bisa beli sendiri.
"Nanti gue cerita, lo nggak jadi invest. Gue ama Trinda yang rugi." Dia ngoceh, berusaha mengembalikan fokus teman-temannya ke topik awal.
Ehsan yang jadi juru bicara Zane sementara si tuan rumah menghirup minumannya dengan khidmat. "Kan doi nyanggupin untuk 'mempertimbangkan', Bunda. Gila aja langsung deal kayak beli rumah Barbie! Udah deh, kalau nggak bisa nyanggupin syaratnya, langsung ke Bimo aja. Biarpun gue yakin, Bimo nggak bakal lebih welcome juga. Elo sih, baperan. Masa temen dateng baik-baik, dianggep aja kagak. Kalau dibales, nggak enak, kan? Inget, roda itu berputar, Bro."
"Oke. What do you want to know?"
"Lihat, lihat coy. Dia menjual privasi pacarnya dengan mudahnya."
"Bangke." Mail senewen.
Zane menggeleng-geleng. "Sebenernya udah hilang minat sih. Kelamaan negonya."
Ehsan ketawa-ketawa. Jarang-jarang Mail bisa di-bully soalnya.
"Jangan gitu, dong, Kawan. Masa jauh-jauh dia nyamper ke sini nggak dihargain sama sekali."
"Oke, gue yang nanya ya." Zane terpaksa melanjutkan yang terlanjur dia mulai. "So, when? When did it all begin?"
"Nggak lama setelah Agus-Iis nikah."
"Woy??" Kali ini Ehsan shock beneran mendengar jawaban Mail itu. "Waktu itu bukannya tuh anak mau dijodohin sama lo, Zane?"
"Bercanda doang itu." Mail nggak terima pacarnya dibilang mau dijodohin dengan orang lain.
"Enggak, nggak bercanda. Orang gue pernah lihat ada foto Bude, Pakde, Trinda, pergi makan sama Onta dan Bapak Captain America."
"Emang iya?" Kegocek juga si Mail. Soalnya Trinda emang nggak pernah cerita. "Makan doang, kan? Mana mau Onta dijodohin? Ama bocil, lagi."
"Bocil juga lo pacarin!"
"Well ... is not that she's minor. Tapi kan Zane nggak demen sama yang age gap-nya kejauhan."
"Pembelaan mulu nih. Padahal dianya lagi grooming. Tapi nggak mau ngaku dosa."
"Ya ngapain juga ngakuin dosa ke elo?"
Zane berusaha menengahi. "Itu apaan? PDKT-nya? Terus jadiannya?"
"Nggak lama setelahnya."
"Ckckck. Bro, we don't really care who you date, whose child you groom. But Trinda? Just like Agus, we feel stabbed in the back. We already consider that child our own lil sister, are't we? Or is it just me?"
~
Mail mendengar suara Zane lamat-lamat.
Tu anak pamit mau cabut. Dengan serangkaian pesan-pesan yang Mail balas dengan gumaman tanpa mencerna ucapan temannya itu lebih lanjut.
Dan entah berapa jam kemudian, Mail baru terbangun lagi.
Sudah siang.
Berkat nggak bisa tidur selama di Jogja kemarin, Alhamdulillah tadi malam dia berhasil tidur cukup panjang dan cukup nyenyak.
Mungkin karena hasil akhir dari obrolan ngalur-ngidul semalam adalah Zane akan serius mempertimbangkan kemungkinan dirinya membeli properti yang dia tawarkan, makanya Mail merasa sedikit beban di pundaknya berkurang? Atau karena dia tidur di kasur yang katanya seharga enam puluh jeti? Agaknya Mail sudah harus mempertimbangkan investasi ke kasur demi kesehatan tulang di masa tua.
Sadar apart sudah kosong dan nggak ada makanan sama sekali, cowok itu mencari-cari handphone untuk order sarapan.
Sayangnya, ponselnya mati dan butuh bermenit-menit lamanya dia mengobok-obok ruang kerja Zane demi menemukan charger.
Dan ketika ponsel itu menyala, ratusan notifikasi datang membanjiri.
Mail langsung merasa mulas.
Dikliknya satu nama di daftar pesan masuk. Lalu dia baca dengan seksama.
[TRINDA]
Mas ke SG? Di mananya? Ketemu siapa? Sampe kapan?
Aku balik besok siang.
Mas? Mau ketemu nggak? Nginep di tempatku? Atau udah dibookingin hotel ama si Oz?
Helloow?
Auk ah.
Mas? Oz bilang, Mas ketemu Zane? Nginep di sana kah?
Ugh.
Baiqlaa.
Mas jangan bilang kamu ke SG gak bawa charger HP??
Ya Allah, pacarku gini amat.
Besok sarapan sama doi juga kah? Mau balik bareng? Kamu belom beli tiket kan? Aku beliin tiketnya.
Oy.
Malangnya nasibku.
Udah siang nih. Haven't you woken up yet?
Ugh.
Sampe kapan sih di sini? Gak kangen apa?
Oke deh. Aku udah mau otw ke airport, nih.
Sampe ketemu di Jkt.
Mas, aku bete.
Mas, kamu nyebelin.