About You

By fairytls

56K 5.5K 3.8K

[PRIVAT, FOLLOW UNTUK BACA LENGKAP] Trauma terhadap cinta membuat Leone Ice Fox tak ingin menjalin hubungan d... More

A T T E N T I O N
P R O L O G U E
1. Leone Ice Cole
2. Ocean Javiera
3. School
5. Girlfriend? Big No!
6. Ocean is a Germ
7. Freaky Girl
8. What? Mr. Ice
9. Gifts
10. Ck! She's Noisy
11. Damn! Crazy Girl
12. Poor Ocean
13. She's Not Cinderella
14. Physics Olympiad
15. She's Says "I Love You"
16. Family Date
17. Nightmare, Hug, and Hallucinations
18. Denial
19. Angry
20. Can I Eat Your Lips?
21. I Apologize
22. Who's she?
23. I Gotta Go
24. Missing You
25. Musée du Louvre

4. Clubbing

1.8K 198 251
By fairytls

Leone sampai di rumah pukul lima sore. Ia meninggalkan Ocean di toko sepeda usai membelikan sepeda untuk gadis itu.

Leone pergi ke ruang kerjanya, karena ada dokumen penting yang harus ia periksa. Sedang asyik mengetik, tiba-tiba Leone teringat momen di mana Ocean memanjat pohon untuk mengambil sepedanya, hal itu membuat Leone terkekeh geli.

"Lucu." Leone baru sadar apa yang ia katakan adalah kesalahan. Cih, apa yang barusan gue bilang, enggak-enggak, dia enggak lucu sama sekali, batin Leone sambil menggelengkan kepalanya.

Leone melanjutkan pekerjaan tak ingin memikirkan siswanya itu lebih lama. Hari sudah gelap, Leone menutup MacBook beranjak dari ruang kerja menuju kamarnya.

Pintu kamar Leone di ketuk. "Tuan Muda, waktunya makan malam," ucap pelayan. Leone yang baru selesai mandi menoleh ke arah pintu lalu menyahut singkat bahwa ia akan segera turun ke bawah, sehingga sang pelayan beranjak dari depan kamar Leone.

Selesai berganti pakaian, Leone pergi ke ruang makan, di sana sudah ada orang tuanya. Leone segera menempatkan diri duduk di hadapan Lucy.

Lucy menatap putra tunggalnya dengan tatapan sulit diartikan, membuat Leone membalas tatapan sang Ibu lantas berkata. "Kenapa, Ma?"

"Gimana, kamu udah dapat calon istri?" Lucy bertanya dengan semangat, menatap Leone penuh harap.

Leone menghembuskan napas lelah, ia melirik Papanya, sepertinya sang Papa berkonspirasi dengan Mamanya untuk membuat ia tersudut.

"Belum ya? Ya udah, besok pulang sekolah Mama mau kenalin kamu sama anaknya teman Mama."

"Ma, bisa enggak mama berhenti bahas hal itu."

"Enggak bisa, Mama mau bantu kamu supaya bisa melupakan masa lalu kamu dan cepat dapat pasangan."

"Patuhi aja apa kata Mamamu, Leo. Enggak ada salahnya kamu bertemu dulu dengan gadis itu. Siapa tau kalian cocok," ucap Lionel sebelum mengangkat sendok lalu menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Okay, fine." Leone menyerah. Jika Lionel sudah angkat bicara ia tidak punya cara lain untuk menolak selain menuruti keinginan Mamanya. Mulai detik ini Leone harus banyak berdoa agar Tuhan memberikannya wanita cantik dan baik hati.

Selesai makan Leone kembali ke kamarnya membawa perasaan kesal yang tak mungkin ia lampiaskan kepada orang tuanya. Bagaimanapun, tanpa usaha mereka, ia tidak akan lahir ke dunia. Jadi, meski kesal ia pendam sendiri.

Jonathan

Leo, ayo ke club, udah lama enggak minum bareng.

Oke

Karena Leone merasa dirinya butuh hiburan, maka Leone mengiyakan ajakan Jonathan. Pukul delapan malam, Leone keluar dari rumahnya langsung on the way menuju klub, tempat janjiannya dengan Jonathan.

Sesampainya di parkiran bawah tanah klub, segera Leone turun dari mobil Lamborghini putih miliknya, melangkah ke arah pintu masuk klub malam di mana sudah ada Jonathan menunggu di sana.

Leone dan Jonathan saling menyapa, lalu dua penjaga berbadan besar dan kekar mempersilakan mereka berdua untuk masuk ke dalam klub.

Leone serta Jonathan duduk pada stool bar untuk memesan minuman beralkohol. Segera pelayan bar menuangkan red wine pada gelas Leone, kemudian dengan ramah mempersilakan Leone untuk minum.

"Enggak biasanya lo langsung setuju ajakan gue? Biasanya lo banyak alasan kalau gue ajak pergi ke club." Jonathan melihat Leone sedang memutar-mutar gelasnya agar aroma asli dari red wine keluar.

Leone menghirup aroma red wine tersebut sebelum meminumnya secara perlahan. Rasa sepat menjamah lidah Leone sebab kandungan tannin pada red wine yang cukup tinggi, akan tetapi rasa black fruit lebih mendominasi. Leone meletakkan bordeaux glass yang masih menyisakan red wine di dalamnya ke atas meja bar. "Gue pusing di rumah, Mama maksa gue agar cepat nikah."

"Bagus dong, jadi, gimana? Udah ada calonnya?"

"Bagus gigi lo! Masalahnya gue enggak ada calon. Kalau gue enggak nikah secepatnya gue enggak akan dapat sepeser pun harta keluarga. Gila enggak tuh?"

"Bantu gue cari istri, Jo." celetuk Leone membuat Jonathan hampir tersedak red wine.

"Enggak salah lo minta bantuan gue? Udah kayak gotong-royong aja cari istri. Gue enggak bisa bantu, gue aja masih jomblo sampai sekarang."

"Gue liat Viona suka sama lo. Kalau gue jadi lo, udah lama gue sikat."

"Gue enggak suka sama, Viona."

"Jangan terlalu pemilih, Leo, nanti lo sampai jadi kakek-kakek enggak dapat pasangan. Lagian Viona cantik, sexy, pintar, walaupun agak galak."

Di sisi lain tiga orang remaja baru saja memasuki klub. Dua diantaranya terlihat mengoyang pelan kepalanya menikmati dentuman musik.

"Mampus, Bro. Liat, di sana ada Pak Leo sama Pak Jo," tunjuk Lucanne mengarah kepada Leone dan Jonathan.

"Gimana, kita pulang aja?" Panik Louis.

"Santai aja, ini bukan di kawasan sekolah," cetus Draco.

Draco, Lucanne, dan Louis mendekat ke bar. Mereka duduk di sebelah Leone dan Jonathan. Kemudian Draco memesan tiga cocktail.

"Minum juga, Pak?" sapa Lucanne basa-basi.

"Kalian? Ngapain kalian di sini." Jonathan menunjuk ketiganya. Kemudian ia berdecak tiga kali sambil mengeleng kepala menatap mereka. "Seharusnya kalian belajar di rumah, bukan keluyuran di sini!"

"Cepet pulang! Nanti dimarahin Mama lho," sambung Jonathan mengibaskan tangannya.

"Mirror, Pak. Bapak juga bukannya nyiapin materi buat ngajar di sekolah besok pagi, tapi malah senang-senang di sini," sindir Louis.

"Yang sopan kamu sama guru," tunjuk Jonathan pada Louis.

"Bapak enggak usah nunjuk-nunjuk gue dong." Louis menggeser pelan tangan Jonathan dari depan wajahnya.

"Udah, Jo. Biarin aja mereka." Lerai Leone.

"Enggak bisa, Leo. Tiga bocah tengik ini harus diberi pelajaran agar tau sopan santun sama yang lebih tua."

"Berisik!" ucap Draco usai meneguk habis cocktail miliknya.

Dari tempat duduknya Draco menatap tajam ke arah Jonathan. "Di sini bukan lingkungan sekolah, jadi Bapak enggak punya hak ngatur kami!" sinis Draco.

"Pak Jonathan bukan mau ngatur kalian, tapi lebih baik kalau kalian giat belajar daripada keluyuran di club malam," balas Leone.

"Terserah kami mau pergi ke mana, Bapak aja boleh senang-senang di club terus kenapa kami dilarang?" Draco menaikkan sebelah alisnya menatap Leone serta Jonathan remeh.

"Anak enggak punya etika! Begitu cara kamu bicara sama guru kamu." Jonathan maju menarik lengan Draco membawa Draco keluar dari klub.

"Lepas sialan!" Draco memberontak agar dilepaskan.

Sampai di luar Jonathan melepaskan Draco. "Pulang sana," usir Jonathan.

Draco tak membalas dan langsung melayangkan tinju menghantam pipi kiri Jonathan membuat Jonathan hampir terjatuh lantas meringis menahan sakit.

Saat Draco meremat kerah kemeja Jonathan berniat memukul Jonathan lagi, Leone segera menahan tangan Draco. "Apa kamu enggak pernah diajarin sopan santun sama orang tuamu?" Leone menghempas tangan Draco.

Draco tertawa sinis. "IYA! Gue enggak pernah diajarin sopan santun sama orang tua gue. Kenapa? Jadi masalah buat lo."

"Pantas aja kelakuanmu begini."

"Enggak usah bicara soal orang tua gue! Urusi aja rumor lo yang beredar itu. Gue dengar lo homo, gue tebak, penis lo pasti enggak bisa berdiri kalau liat vagina," cetus Draco membuat tawa Lucanne dan Louis pecah di belakangnya.

"Saya emang enggak suka dekat dengan perempuan."

"Leo, yang benar aja? Tobat, Leo, tetap pada jalan yang lurus." Jonathan menatap Leone tak percaya sambil menekan sudut bibirnya yang terkena pukulan Draco.

Draco berdecih jijik di depan Leone. "Ayo pergi ke club lain," ajak Draco kepada teman-temannya.

"Omongan lo tadi enggak bener 'kan, Leo? Lo masih suka perempuan 'kan? Lo enggak homo?"

Leone mendengus mendengar pertanyaan beruntun dari Jonathan. "Tenang aja, gue enggak punya penyimpangan seksual. Enggak suka dekat sama cewek bukan berarti gue enggak suka cewek."

"Baguslah." Jonathan akhirnya mengelus dada lega. "Pulang aja, Leo. Rahang gue sakit, gue udah enggak semangat mau minum-minum," lanjutnya.

***

Di perjalanan pulang Leone tak sengaja melihat Ocean di pinggir jalan sedang mengayuh sepeda pemberiannya. Habis dari mana gadis itu, pikir Leone.

Leone melaju pelan membututi Ocean hingga Ocean sampai di depan rumahnya. Ia sedikit khawatir, ingat sedikit! Apa lagi sekarang hampir tengah malam.

"Lama banget sih lo pulangnya!" ketus Sarah saudara tiri Ocean.

"Emangnya kenapa kalau gue lama pulangnya?"

"Kenapa lo bilang? lo pikir siapa yang mau masak? Asal lo tau, perut gue sama Mama udah kelaperan dari tadi nungguin lo. Cepet masak! Habis itu kerjain tugas sekolah gue," perintah Sarah seenak jidat.

Ocean memutar bola matanya malas. "Iya, nanti gue kerjain kayak biasa."

"Awas aja enggak lo kerjain! Besok tugas gue harus dikumpul." Sarah berbalik masuk ke dalam rumah disusul oleh Ocean usai parkir sepedanya.

Melihat Ocean sudah memasuki rumah, barulah Leone beranjak pulang.

"Oii! Cepet masak!" Sarah berteriak dari luar kamar Ocean.

Ocean meletakkan tasnya di atas kasur dan beranjak ke dapur. Keadaan seperti ini sering terjadi jika sang Ayah tidak berada di rumah maka Ibu tirinya dan Sarah berlaku seenaknya pada Ocean. Saat ini Pak Jimi bekerja di sebuah proyek pembangunan apartemen. Berangkat pagi pulang malam, jadi wajar ia jarang berada di rumah.

Ocean membuat masakan seadanya dengan bahan yang masih tersisa di dalam kulkas. Selesai memasak ia meletakkan makanan ke atas meja makan. Bu Mary dan Sarah langsung duduk.

"Jangan duduk! Kamu enggak boleh ikut makan sama kami. Tunggu kami selesai, baru kamu boleh makan," cetus Bu Mary menghentikan pergerakan Ocean yang akan duduk.

"Hush-hush, pergi sana, kerjain tugas gue dulu." Sarah mengibaskan tangannya seperti mengusir kucing.

Ocean kembali ke kamar duduk di kursi meja belajarnya. Pertama ia mulai mengerjakan tugas milik Draco. Dilanjut mengerjakan setumpuk tugas milik Sarah.

Tak terasa satu jam berlalu. "Akhirnya selesai juga." Ocean mengangkat tangannya ke atas, meregangkan tulang punggungnya yang terasa kaku karena terlalu lama duduk.

Perut Ocean berbunyi, ia lapar. Ocean keluar kamar. Di dapur ia tak menemukan Bu Mary dan Sarah, mereka pasti udah pergi ke kamar, batin Ocean. Ocean membuka penutup makanan, ia bergeming menatap semua piring telah kosong, tidak ada lagi makanan yang tersisa, mereka menghabiskan semuanya.

Ocean menatap perutnya, miris. Ia harus menahan lapar lagi malam ini. Setidaknya sampai besok pagi hingga ia bisa makan enak di kantin sekolah.

"Sabar ya cacing," gumam Ocean sambil mengelus perut ratanya. "Aku janji besok kamu bisa makan enak di kantin sekolah. Malam ini kita harus nahan lapar lagi." Ocean menepuk-nepuk pelan perutnya.

Perut Ocean berbunyi seolah cacing diperut Ocean membalas perkataan gadis itu. "Okay cacing, let's go kita tidur." Ocean memutuskan segera tidur agar ia tidak merasakan perih diperutnya akibat rasa lapar.

Spam next di sini→

Continue Reading

You'll Also Like

85.9K 1.7K 5
Tidak ada deskripsi...!!! Bagi yang penasaran silahkan dilihat dan dibaca sendiri.
589K 23.1K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
1.7M 117K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
966K 14K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+