Dated; Engaged [COMPLETED]

By Kaggrenn

916K 95.8K 14.1K

Sekian lama move on, Trinda mendadak CLBK-crush lama belum kelar-melihat mas-mas mempesona berkemeja batik sl... More

d a t e d
d-1 | why we want who we want
d-2 | mirror mirror on the wall
d-3 | back seat of the blue car
d-4 | he showed up, she can't get enough of it
d-5 | can never be friends
d-6 | she'll grow up next summer
d-7 | she can't pass if she doesn't know the code
d-8 | he smells the perfume, and it's obvious
d-9 | she'll break the ceiling
d-10 | when the world revolves around them
d-11 | wishes she came out smarter
d-12 | couldn't have him sit there and think
d-13 | a lightweight drinker, she is
d-14 | in case she needs fresh clothes
d-15 | this is how you fall in love
d-15 | this is how you fall in love pt.2
d-16 | keep your head up, princess!
d-16 | keep your head up, princess! pt. 2
d-17 | they say love is only equal to the pain
d-18 | you could turn my sorrow into a song
d-19 | river flows in you
d-20 | someone who feels like a holiday
d-21 | you're still with me, now I know
e n g a g e d
1 │ nggak jadi mampus
2 │ warming up
3 | sebuah tekad menghapus diri dari daftar hitam
4 | ghibah bapack-bapack
5│tempat kejadian perkara
6 | if the world was ending
additional part 6 | world war
7 | it must be exhausting rooting for the anti-hero
8 │sudah luka, ditabur garam
9 | cari mati
10 | tanggap darurat
11 | pret
12 | sambutan pertama
13 | sambutan kedua
additional chapter 11 | well, this is embarassing
14 | jadi, intinya mah ...
16 | mengejar sang juragan
17 | kampret, tapi mail sayang
18 | mas, kamu nyebelin!
19 | jadinya, couple spa sama siapa?
20 | good, good night
additional part 20 | good good night
21 | curiga tahun depan jadi trilyuner
22 | kukira kau rumah [part 1]
22 | kukira kau rumah [part 2]
23 | maloe-maloe kocheng
24 | di atas langit ada ...
25 | dibayar tunai
26 | are we good?
27 | ada yang tajem tapi bukan piso
Ugh
28 | deal breaker
29 | at the end of the day ...
additional part 29 | bromance hanyalah fatamorgana
30 | hold on
31 | reminisce part 1
31 | reminisce part 2
32 | yang patah ... tumbuh?
33 | str_nger [END]
random marriage life diaries #1 | when neo and aaliyah are just babies

15 | ... seperti itu

11K 1.7K 105
By Kaggrenn


Ditinggal Bude Hari bukannya lega, Mail malah makin susah napas.

Dengan langkah gontai dia kembali ke joglonya, gosok gigi, cuci muka, lalu menyembunyikan diri di balik selimut.

Badannya lemas. Bahkan untuk sekadar mengecek HP, kalau-kalau ada notifikasi penting saja dia nggak sanggup. Setelah percakapan dengan Bude Hari tadi, rasa-rasanya nggak ada urusan apapun yang nggak bisa diundur sampai besok pagi.

~

Tentu saja Mail nggak bisa tidur sama sekali.

Meski sepasang matanya merem, kepalanya jalan ke mana-mana. Padahal kalau ditanya apa yang dia pikirkan, nggak ada jawabannya. Ngambang. Bahkan mengenai kemungkinan hasil obrolan lanjutan dengan Bude Hari besok pagi pun enggak ada, karena sudah dia putuskan untuk nggak overthinking dan menjalani sebisanya.

Begitu terdengar adzan Subuh, dengan mata perih dia paksakan berjalan kaki ke mushola. Dan segera kembali setelah selesai salat untuk bersiap-siap.

Matahari sudah lumayan naik ketika Bude Hari keluar dari joglonya dengan setelan lari.

Dengan basa-basi sekadarnya, Bude mengajak menyusuri jogging track ke arah resort. Lalu berhenti di salah satu gazebo di bawah pepohonan.

"Sudah berapa lama?" Bude bertanya straighforward, setelah Mail duduk di seberang meja. Wajahnya tidak seramah biasanya.

"Hampir delapan bulan."

"Gusti tahu?"

Mail mengangguk. "Baru beberapa hari yang lalu. Tapi kalaupun Gusti nggak tau, saya tetep akan ke sini. Kami pacaran backstreet karena butuh space untuk sama-sama meyakinkan diri, tapi bukan berarti nggak berniat serius."

"Terus reaksi Gusti gimana?"

Mail tersenyum kecut. Pertanyaan-pertanyaan Bude terlalu cepat susul-menyusul. "Dia minta saya jauhin Trinda. Sekarang Trinda ada di tempat Gusti. Rencananya di sana terus sampai Iis melahirkan."

"Gimana menurutmu, reaksi Gusti itu?"

Well, rasanya kayak pertama kali tes wawancara kerja. "Tentu aja saya paham kenapa dia begitu, Bude. Dateng ke sini juga nggak mudah buat saya. Saya sadar record saya nggak bagus. Tapi gimanapun juga, kalau memang serius, ya saya harus berani dateng. Trinda juga paham, pacaran sama saya berarti nggak akan gampang dapet restu. Dia masih muda banget, kuliah juga belum lulus. Karena itu selama ini kita pikir lebih baik keep dulu sampai bener-bener yakin. And now is the time, Bude. Kalau Bude dan Pakde mengizinkan, kita berdua sudah siap ke jenjang selanjutnya."

Bude menghela napas.

Mail ikut menghela napas, bersyukur diberi jeda untuk mengistirahatkan jantungnya, meski masih terlalu dini untuk merasa lega, karena garis-garis kaku di wajah wanita paruh baya di depannya ini belum mengendur.

"Trinda duluan yang suka sama kamu?"

Mail mengangguk tipis, kali ini tidak merasa perlu menjelaskan.

Bude ikut mengangguk. "Bude tau, Trinda kayak gimana. Ngeyelan. Kalau Bude jadi kamu, pasti serba salah juga. Dideketin Dek Trinda, pasti nggak enak kamu nolaknya. Tapi kalaupun kamu nerima dia, pasti sungkan juga sama Bude-Pakde. Belum lagi Trinda manjanya kayak gitu, pasti kamu kerepotan banget selama ini."

Mail menggeleng cepat. "Sama sekali nggak ada yang repot, Bude. Saya sayang sama anak perempuan Bude."

Sekali lagi ada jeda.

Mail bisa menangkap keputusasaan di wajah di depannya.

Dan nggak mungkin dia nggak paham. Kalau dia jadi orang tua, emang dia mau anak gadisnya dapet laki modelan Mail??

"Trinda masih labil, Mas. Sebentar-sebentar ganti haluan. Kamu nggak khawatir suatu saat dia berubah pikiran? Kamu nggak khawatir kamu cuma dimanfaatkan biar dianggep udah dewasa? Tanggung jawab nyelesaiin kuliah aja dia belum bisa. Padahal dia sendiri yang nentuin mau kuliah dan dia sendiri yang nentuin kampus dan jurusannya."

Mail nggak perlu menjawab.

That obviously means 'no'. That's a clear rejection. Only in subtle language.

Selanjutnya, Bude Hari memberikan closing statement. "Kasih waktu dulu ya. Buat kamu, buat Trinda, buat Bude-Pakde, buat mempertimbangkan lagi semua ini. Paham maksud Bude, kan? Buat kamu, susah dateng ke sini. Buat Bude, juga susah bikin keputusan harus nanggepin gimana. Sebagai orang tua, Bude ingin bersikap bijaksana, tapi ini pertama kali Bude ngalamin punya anak gadis. Bude juga masih terus belajar. Dan sejujurnya, pernyataan kamu semalam bikin Bude patah hati. Kamu udah Bude anggep anak Bude sendiri. Bandelnya kamu, Bude tahu semua. Jadi yang bisa kita lakuin sekarang, Bude sepakat dengan Gusti. Kasih waktu dulu buat masing-masing, terutama buat kamu. Coba pikirin diri kamu sendiri, jangan pikirin Trinda. Maumu sebenernya gimana. Beneran sudah mau serius? Kalau udah, apa kamu yakin, Dek Trinda orangnya? Jangan karena udah pacaran lama—Bude nggak akan tanya sejauh apa hubungan kalian—terus kamu merasa hubungan kalian wajib lanjut ke pernikahan sebagai bentuk bertanggung jawabmu. Jangan. Jangan kayak gitu. Memang, dengan alasan apapun, banyak pernikahan yang langgeng dan bahagia. Tapi untuk kamu dan Dek Trinda, Bude nggak mau gitu. Dari awal udah harus plong, nggak boleh ada yang ngeganjel."

Right.

For now, nothing he can do. Sudah bagus dia ditolak baik-baik.

"Saya rencana langsung balik ke Jakarta pagi ini, Bude. Pakde habis dari SG ke Jakarta dulu, kah? Boleh saya temuin di sana, atau menurut Bude, nanti-nanti dulu?"

"Pelan-pelan, Mas. Sekarang lewat Bude dulu udah cukup. Kita obrolin lagi kalau kerjaanmu yang di Bali selesai, skripsi Dek Trinda selesai. Sepakat?"

"Mail mengangguk, sepakat.

~

"Gue udah di kantor." Berjam-jam kemudian, Mail sudah kembali masuk kerja dan mengangkat telepon dari Ilyas, yang memang janjian dengannya selepas jam makan siang.

"Oke, gue sama Bu Ivanka otw. Bentar lagi nyampe."

Seusai bosnya mematikan telepon, gantian Oscar yang nyari perhatian. "Lemes amat? Beneran nggak dapet restu?"

Mail tentu saja ogah meladeni kekepoan PA-nya itu.

"Weekend jadi ke Bandung? Mau dicariin supir?"

Kening Mail mengernyit sedikit. "Nyetir ke Bandung capek nggak? Gue udah lama nggak nyetir jauh."

"Capek, lah. Tiga jam, kalo nggak macet. Elo kan udah jompo. Kecuali kalo Dek Trinda yang nyetir. Tapi kalo pake supir, nanti lo nggak bisa ciuman di mobil. Jadi, pilih mana?"

"Setir sendiri aja."

"Belum tobat ternyata. Okedeh."

Baru juga Ismail menghela napas, Ponselnya bergetar lagi.

Ugh, Mail butuh liburan.


Continue Reading

You'll Also Like

72.2K 5.9K 22
Saat selesai memberi makan seekor kucing dipinggir jalan,Gavin tertabrak motor sehingga para warga membawanya kerumah sakit. saat terbangun,dia dibua...
All in All By Hai You

General Fiction

30.1K 820 16
Tenica pemilik WO yang selama ini selalu profesional. Suatu hari, dia bertemu klien bernama Nuca yang membuatnya emosional. Hingga suatu momen, membu...
The Conqueror By Hai You

General Fiction

16.2K 1.7K 60
Tampan dan mapan. Dua kriteria itu pasti diinginkan para wanita, termasuk Rachel. Pernah dianggap rendah, membuatnya terpacu untuk memiliki keluarga...
232K 12.6K 16
menyukai kembaran sendiri wajar bukan? bxb area awas salpak