CERPEN

By NanasManis98

494K 43.3K 2.7K

Kumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN... More

SALAM MANIS
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CEPREN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA

CERPEN : SHARMA

3.3K 379 25
By NanasManis98

Part 3
_____

"Hai Mas Re."

Sharma mengukir senyum menatap Regan. Pria itu tak berubah sama sekali, raut wajahnya tetap dingin. Perubahan yang ada pada Regan hanyalah bentuk badan pria itu yang atletis. Sembilan tahun lamanya mereka tak bertemu, bahkan tak pernah berkomunikasi.

Terakhir kali Sharma mengirim pesan melalui gmail saat ia berhasil melahirkan. Tapi, tak ada balasan apapun dari Regan.

Yang membuatnya marah saat itu dan tak pernah lagi mengirim pesan untuk Regan ataupun menghubungi pria tersebut.

Sharma hendak mengajak Regan bicara lagi, tapi pria itu malah melengos pergi. Membuatnya melongo di tempatnya.

Mendengus pelan, ia pun memutuskan untuk bergabung dengan yang lainnya. Langsung melihat Remy yang bergabung bermain bersama si kembar. Memanggil anaknya itu untuk makan saat Aunty Auri menawarkannya makanan.

Sementara itu di dalam rumah. Regan terlihat seperti orang linglung. Mondar-mandir di dapur lalu berhenti.

Tadi ....

Ia masuk ke dalan rumah untuk mengambil ... apa?

Regan tiba-tiba lupa. Menggaruk kepalanya. Ia hendak membawa langkahnya keluar dari dapur, tapi mengurungkan niatnya.

Sharma datang ....

Regan harus apa?

Jari-jarinya mengetuk di tepi meja pantry.

"Lo ngapain?"

Regan tersentak dan hampir saja kelepasan berteriak saat melihat rupa Zian.

Melayangkan kakinya menendang bokong adiknya itu yang tentu saja langsung mengaduh sakit seraya memegang bokong.

"Lo kenapa sih?!" Zian mendelik kesal pada Regan seraya mengusap bokongnya. Ia mencoba melihat ke belakang dan tentu sia-sia. Ia pun melihat pantulan dirinya di kulkas. "Untung aja pantat gue gak langsung tepos. Kesukaannya Kalea nih."

Regan mendengus mendengar perkataan adiknya itu yang kini membuka kulkas.

"Itu suara rame-rame ada apaan?" Zian mendengar suara ramai di samping rumah. Ia menatap Regan yang berdiri diam menatapnya datar.

"Itu apaan di muka lo?"

Zian langsung menyentuh wajahnya. "Masker muka, Mas. Biar glowing." Lalu menyentuh di bawah matanya. "Kalau ini eye mask, biar gak mata panda. Elo sih nyuruh gue jemput tengah malem, bikin bobok cantik gue keganggu. Kalau gue jadi jelek, bisa-bisa Kalea ninggalin gue."

Regan hanya memutar bola matanya malas.

"Uncle, Uncle, Uncle!" Seruan tersebut membuat mereka berdua menoleh, menemukan tiga bocah yang menatapnya.

"Apaan?" sahut Zian seraya menutup pintu kulkas, usai mencolek krim kue yang ada di dalam sana. Bisa dipastikan Mommy akan mengomel jika melihat kuenya tak utuh.

"Ada bola, gak?" tanya Ken.

"Kagak ada. Udah sana lo keluar. Jangan ngerusuh di sini!" sahut Zian. Tiga bocah itu termasuk anak yang nakal.

"Kata Opa Mal minta di Uncle Zian!" sahut Kei.

Zian berdecak pelan. Segera ke gudang untuk mengambil bola, lalu memberikannya pada bocah tersebut.

"Apalagi?!" Mata sipit Zian melotot pada Kei.

"Uncle Zian pake itu di muka biar ganteng?"

"Oh iya dong!" Zian mulai tersenyum lebar. "Biar Aunty Kalea makin cinta sama Uncle."

"Uncle Zian jelek kayak monyet!" cibir Remy yang membuat Kei dan Ken tertawa lalu ketiga bocah itu segera berlari keluar sebelum Zian mengamuk.

"Dasar bocah kurang ajar!" seru Zian. Ia menatap Regan yang menatap ketiga bocah itu yang tertawa riang.

"Calon anak tiri lu tuh nakal banget!"

"Apaan?!"

Zian tertawa, ia menuang air ke gelas kemudian berujar, "Kalian udah ketemu?" Melirik kakaknya yang melengos mengambil gelas kemudian mengisinya dengan air panas dari dispenser. "Jangan jalan di tempat doang Mas Re. Lihat gue nih. Langsung satset-satset!"

"Apaan satset-satset? Lo ama Kalea dua tahun friendzone," sahut Regan sinis.

Zian langsung memicing kesal. "Yang penting sekarang gue sama dia pacaran!" Lalu mendekat ke arah Regan. "Sebenarnya dalam waktu dekat ini gue mau ngelamar Kalea. Gue udah beliin dia cincin. Udah ngomong juga ke bokapnya."

Regan menoyor kepala Zian karena terlalu dekat dengan wajahnya. "Jangan dulu!"

"Lah kenapa?! Iri bos?"

"Pamali langkahin kakak nikah." Regan melewati Zian yang melongo. Tapi, kemudian Zian berkacak pinggang.

"Kalau gue nungguin lo nikah. Bisa-bisa Kalea nikah sama cowok lain. Pertanyaan gue, emang lo mau nikah? Calon aja gak punya ...." Sandal melayang ke arah Zian. Sebelum Regan membantingnya ke lantai, segera ia berlari. "Awas aja ya lu gak nikah tahun ini, gue langkahin lu baru tau rasa!"

Regan hanya mendengus mendengar teriakan adiknya itu.

●•••●

Hal yang membuat Regan kadang rindukan saat masih tinggal di negeri orang adalah suasana ribut di rumah. Dua adiknya dan tentu Mommy. Ada-ada saja yang ketiga orang itu ributkan. Beda halnya dengan Daddy, sunyi senyap. Apalagi ada Pretty. Lebih memilih bermain dengan Pretty dibanding bergabung bersama tiga orang yang sedang ribut.

Saat duduk di sofa, Mauri langsung menempel padanya. Ia membiarkan adiknya itu memeluk lengannya.

"Mas Koko baru masuk kerja hari rabu pekan depan, kan?"

Regan hanya berdehem.

"Te ...."

"Jangan mau Mas!" sela Zian duduk di sebelah Mauri, dengan sengaja mendesak badan Mauri hingga semakin menempel pada Regan. Tentu Mauri memekik kesal, sedangkan Regan mendelik tajam pada Zian yang tertawa.

"Abang!" Hanya satu teguran tersebut membuat Zian segera menjauhkan dirinya, menggeser badannya di ujung sofa. Mauri pun memberikan pukulan bertubi-tubi di lengan Zian. Kakaknya yang sangat-sangat menyebalkan itu. "Jangan lupa umur kamu. Sudah tua, tapi kelakuan kayak anak kecil!" sambung Daddy, tentu dengan nada datar. Kini duduk di sofa untuk dua orang.

Mauri menjulurkan lidahnya mengejek Zian yang ekspresinya memelas.

"Kamu juga, Dek!" Dan Mauri juga kena, membuat Zian berusaha keras menahan tawanya.

"Kalau udah kebiasaan, gak bakal berubah," sahut Mommy bergabung dengan mereka di ruang keluarga tersebut. Mommy hendak duduk di sebelah Daddy, tapi tangan Daddy menghalangi. "Kenapa sih?"

"Pretty mau duduk di sini." Perkataan Daddy membuat tawa Zian dan Mauri meledak. Mommy mendengus keras. Menghentakkan kaki dan duduk di sofa tunggal. Menghunuskan tatapan tajam pada Pretty yang kini melompat naik di sofa yang hendak ia duduki tadi.

"Diem kalian!" sentak Mommy kesal pada dua anaknya.

Regan hanya mampu menghela nafas pelan. Meski perasaannya bahagia karena bisa berkumpul bersama dengan keluarganya lagi, tapi tetap saja wajahnya datar.

Tinggal di luar negeri seorang diri. Orang tua dan saudaranya hanya sesekali datang, itu pun jika hari raya. Atau waktu liburan. Paling lama hanya tiga minggu lamanya. Waktu yang cukup singkat.

Kembali tinggal bersama mereka tentu akan seperti dulu. Tak akan ada yang berubah. Daddy yang pendiam, tapi sekalinya bicara bikin elus dada. Mommy yang cerwet. Zian yang usil dan Mauri yang suka merengek. Hal-hal yang menyebalkan menurut Regan, tapi juga hal yang sangat dirindukan.

"Mas Koko, mau temenin kan?" Kembali Regan menatap Mauri.

"Emang mau ke mana?"

"Ke acara nikahannya temenku." Mauri tersenyum lebar.

"Pergi sendiri aja."

"Ih masa aku pergi sendiri?!" Mauri langsung merengek.

"Sama Zian."

Mauri melirik malas kakaknya yang menyebalkan itu yang kini memangku sebuah toples berisi kue dan fokus menatap layar ponsel.

"Sorry, sorry aja nih. Gue gak mau nemenin cewek yang jidatnya lebar."

Rasanya Mauri ingin melempar mulut kurang ajar itu.

"Jangan ngomong gitu. Nanti Mommy mu tersinggung."

"Daddy mending diem deh. Mommy ngambek tau!" seru Mommy kesal. Daddy hanya mendengus pelan. Lalu meraih Pretty yang langsung meringkuk. Daddy pun berdiri. Suara tawa kembali mengudara. Siapa lagi kalau bukan Zian.

"Daripada aku ngajak ..."

"Mas temenin adikmu itu!" Daddy langsung menyahut, mengurungkan niatnya untuk melangkah. Menatap tajam Mauri yang menyengir. Sementara Regan hanya bisa mengangguk malas.

"Siap-siap lo jadi perawan tua," ejek Zian pada Mauri yang kembali memberikan pukulan di lengannya dengan bertubi-tubi dan mulai merengek.

Regan beranjak. Bisa-bisa telinga menjadi tuli jika mendengar rengekan Mauri terus menerus dan teguran Mommy pada Zian yang tak berhenti menjahili Mauri.

●•••●

Regan telah bersiap, memasang jam tangan di pergelangan tangan kanannya. Berteriak memanggil adiknya yang belum keluar dari kamar. "Mas hitung sampai ..." Adiknya keluar dari kamar. Diam mengamati dirinya.

"Mas Koko! Kita ini mau ke acara nikahan, bukan pemakaman!" ujar Mauri gemas menatap kakaknya yang serba hitam. Seharusnya Regan menggunakan kemeja batik kalau enggan memakai warna lain.

"Mau ditemenin, gak?!"

Mauri mencebikkan bibirnya. Menghentakkan kaki kesal. Kalau pergi sendiri, sudah pasti Daddy tak mengijinkan karena mengira ia akan pergi bersama Kino. Padahal ia dan Kino telah putus.

"Sebentar aja!"

"Ih mana bisa sebentar?!" Protes Mauri karena mereka belum masuk ke dalam gedung, tapi Regan seakan ingin pulang.

Regan mendengus berjalan lebih dulu, Mauri pun menyusul kakaknya. Mereka masuk ke dalam. Mauri celingukan mencari sekumpulan temannya, tapi ia malah melihat seseorang yang menarik perhatiannya.

Menoleh ke arah kakaknya. Ia tersenyum geli melihat tatapan kakaknya.

Ah ternyata ada yang belum move on.

Terkikik, ia pun menggandeng lengan Regan dan membawa langkah mereka mendekat ke arah Sharma. Harusnya tak lupa. Temannya berarti teman Sharma.

"Kak Sharma!" Mauri tau kakaknya tak ingin mereka menghampiri Sharma, merasakan gestur badan kakaknya begitu kaku.

Wanita bergaun berwarna mauve itu membalas tatapannya. Melirik kakaknya dengan malas. "Apa?" Berujar ketus padanya.

Mauri mendelik kesal. Tapi kemudian tersenyum manis. "Kak Sharma dari tadi di sini?"

"Iya. Baru datang lo?"

"Iya ih! Gara-gara Mas Koko nih!" Regan langsung mendelik tajam pada Mauri yang tertawa. Padahal Mauri yang terlalu lama berdandan.

"Ngapain lo ngajak manusia kutub? Yang kemarin ke mana?"

Tawa Mauri semakin meledak. Regan kini memicing kesal pada Sharma.

"Ih jangan gitu Kak. Benci bisa jadi cinta lho."

"Apaan?!" Sharma tentu merasa kesal karena sapaannya siang tadi tak digubris Regan.

"Oh ya? Kak Nora datang juga?" Segera Mauri mengalihkan pembicaraan.

"Datang, tapi udah pulang."

"Kalian gak bareng?"

Sharma langsung tertawa pongah. "Nanti kami dikira lesbian kalau dateng bareng. Lagian Nora bareng si Kalee."

"Terus Kak Sharma sendiri?" Mauri tertawa mengejek. Saat hendak menawarkan Regan untuk menemani Sharma, tapi sosok yang ia kenal kini berdiri di sebelah Sharma. "Kak Benja!" serunya agak terkejut menatap sepupunya itu.

"Oh hai, Mauri," sapa Benja tersenyum ramah. Tapi saat tatapannya tertuju pada Regan, pria itu tak menyapa sama sekali. Secepatnya membuang pandangannya.

"Gue bareng Benja," ujar Sharma seraya memeluk lengan Benja.

"Uiii, apakah kalian ..." Perkataan Mauri berhenti saat Regan menggerakkan lengannya. Membuatnya menatap kakaknya itu.

"Bukannya mau nyari temenmu yang lain?"

Mauri menyengir. Ia pun segera pamit pada Sharma dan Benja. Kedua orang itu juga pamit pulang duluan.

Mauri terkikik seraya melangkah bersisian dengan kakaknya yang wajahnya mengeras saat ini. Ekspresinya berkali-kali lipat begitu dingin. "Mas Koko, kalau cinta bilang aja." Menyenggol lengan kakaknya itu.

"Anak kecil mending diem!" desis Regan kesal.

"Ih apaan anak kecil? Aku udah gede tau."

"Terserah!"

●•••●

Kebiasaan berkumpul bersama untuk mengeratkan tali persaudaraan menjadi rutinitas di keluarga Regan dari pihak Daddy. Meski Daddy hanyalah anak tunggal, tapi ikatan persaudaraan Daddy dengan para sepupunya begitu lekat hingga menurun ke anak-anak mereka. Mereka dekat satu sama lain.

Para anak yang telah memiliki keluarga sendiri. Kali ini acara makan-makan bersama diadakan di rumah Zidny. Wanita yang sedang mengandung tersebut menyambut Regan, Zian dan Mauri.

"Aku kira kamu gak dateng, Re," ujar Zidny mengandung makna sindiran karena kebiasaan Regan yang sering mangkir jika ada acara seperti ini. Apalagi selama sembilan tahun terakhir Regan berada di luar negeri.

"Harus dateng dong Kak. Kan kali ini kita ngumpulnya lengkap!" sahut Mauri. Lalu matanya berbinar kemudian memeluk lengan kakak sepupunya itu. "Kak Nini, bulan ini ada gratisan buat aku, gak?" Mauri mulai merayu Zidny. Wanita yang berprofesi sebagai dokter kecantikan tersebut. Memiliki klinik kecantikan bahkan mengeluarkan produk skincare dan bodycare.

"Jangan malu-maluin deh lo minta gratisan!" sahut Zian membuat Mauri mendelik.

"Kayaknya bulan kemarin ada yang minta gratisan juga deh," sahut Zidny melirik Zian yang langsung melotot. Mauri pun menertawakan kakaknya itu. Regan meninggalkan tiga orang itu. Ia masuk lebih dulu. Mendengar suara ribut di ruang makan.

Hampir saja bola melayang ke wajahnya kalau saja ia tak gesit langsung menangkapnya.

"Remy yang nendang bolanya!" seru bocah berusia lima tahun bernama Dante tersebut. Menunjuk Remy yang langsung bersungut kesal.

"Tapi kan kamu lempar bolanya ke aku!"

"Marahin aja Om! Dia emang nakal!"

"Apaan?!"

"Berhenti! Jangan berantem!" Alisha langsung melerai putra dan keponakannya tersebut. Melempar senyum pada Regan seraya meminta maaf akan kelakuan dua bocah tersebut.

"Om itu siapa, Ma?" tanya Dante karena baru melihat Regan.

"Oh itu tuh Om manusia kutub kamu." Bukan Alisha yang menjawab, melainkan Dayyan, diiringi dengan tawa. Regan mendengus membuang bola ke lantai lalu menarik kursi. Tanpa dipersilahkan.

"Ih Om ini manusia kutub? Temennya beruang kutub?!" seru Remy. Regan mendelik tajam pada bocah itu yang tak ada takutnya sama sekali.

"Remy berhenti main bola. Kita mau makan!" Tatapan Regan tertuju pada Benja. Kedua pria itu saling tatap, tapi kemudian membuang pandangan mereka. Sedangkan Remy protes, tapi Benja menyahut dengan tegas agar berhenti main lebih dulu.

"Nah kumpul lagi nih tiga bocah nakal!" sahut Zian melihat tiga bocah laki-laki yang saling protes karena dilarang main bola.

"Abang makan dulu. Ayo!" Ajak Zidny pada anaknya berusia tiga tahun yang kini guling-guling di lantai. Zidny menatap suaminya yang malah makan duluan. "Biru!"

Biru merengut, ia pun segera beranjak dan menggendong Gavi. Menenangkan putranya itu.

"Gue doain anak lo nanti lebih nakal," sahut Dayyan pada Zian.

"Betul tuh Kak! Waktu kecil kan Mas Abang nakal, Kak Lea tuh juga nakal. Pasti anaknya nanti nakal!" sahut Mauri.

"Biarin aja. Yang penting gue punya anak! Daripada lo nanti jadi perawan tua!"

"Jahat banget!" pekik Mauri kesal. Sudah bersiap menggigit lengan Zian tapi, Zisel segera duduk di antara kakak beradik tersebut.

"Udah. Kalian gak capek apa berantem mulu," sahut Zisel menengahi mereka.

"Mau gue kenalin sama temen gue, gak?" tawar Biru pada Mauri yang langsung berbinar.

"Gak usah!" Regan segera menyahut.

"Ih Mas Koko jangan kayak Daddy deh. Nanti aku beneran jadi perawan tua!" Mauri mulai rusuh.

"Temennya semua tuh gak ada yang beres!" Regan menunjuk Biru yang langsung mendelik.

"Iya deh temennya yang paling baik!" sindir Biru yang tentu tertuju pada Sean yang merupakan temannya Regan.

"Temennya Mas Re aja, Ri," sahut Zisel.

"Ih temennya Mas Koko gak ada yang asik."

"Temennya Zian?"

"Jangan elah!" sahut Zian langsung.

"Kenapa? Temennya Mas Abang gak baik, ya?"

"Bukan temen gue yang gak baik. Tapi lo!"

"Mas Abang!!"

"Yan, Ri. Diem!" tegur Regan membuat dua adiknya itu berhenti bertengkar. Mereka pun makan diiringi obrolan satu sama lain. Kecuali Regan ke Benja, begitupun sebaliknya. Dan Dayyan ke Benja, begitupun sebaliknya. Meski mereka satu tempat, tapi mereka seakan-akan tak di tempat yang sama. Yang lainnya pun tak menegur. Asalkan mereka mau berkumpul seperti ini dan tak terjadi perkelahian. Itu sudah lebih baik.

"Jangan ngerokok di dekat anak-anak!" tegur Dayyan datar pada Benja yang mengeluarkan kotak rokoknya.

Benja melengos. Keluar dari rumah.

"Daddy mau ke mana?!" teriak Remy.

"Mau ngerokok dulu."

Dayyan mendengus melihat Benja. Hal tersebut ditangkap Regan. Sepupunya itu duduk di sebelahnya. Merasa ditatap Regan membuat Dayyan membalas tatapan sepupunya.

"Apa?"

Regan hanya mengendikkan bahu malas.

"Harusnya lo gak kayak gitu ke saudara tiri lo," sahut Biru ikut duduk bersama mereka. Perkataannya tertuju pada Dayyan.

Dayyan mendengus.

"Lo jangan mulai!" tegur Regan pada Biru.

"Gue suka kerusuhan!" Biru tertawa.

>>>>>>THE NEXT PART 4<<<<<<

Continue Reading

You'll Also Like

183K 391 5
864K 24.4K 63
WARNING⚠⚠ AREA FUTA DAN SHANI DOM YANG NGGAK SUKA SKIP 21+ HANYA FIKSI JANGAN DI BAWA KE REAL LIFE MOHON KERJASAMANYA. INI ONESHOOT ATAU TWOSHOOT YA...
337K 1.3K 5
ONE SHOOT 21+ If you found this story, u clearly identified as a horny person. So find ur wildest fantasy here and just let's fvck, yall. Underage ki...
1.5M 32K 23
Yusuf Kuswanto, 35 tahun. seorang duda yg ditinggal pergi oleh istrinya saat melahirkan sang buah hati Ery Putri Kuswanto. anaknya sensitif dengan su...