Love For Eleanor

By FatimahIdris3

1.1K 807 528

Kutulis kisah ini untuk banyak orang. Untuk mereka yang pernah terluka dan ragu untuk kembali membuka hatinya... More

BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24.1
BAGIAN 24.2
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30

BAGIAN 31

2 1 0
By FatimahIdris3

Diaz menatap pantulan dirinya dicermin. Menarik nafas dalam dengan senyum lebar diwajah tampannya. Yang terjadi kemarin sudah terhapus terbawa mimpi. Sekarang Diaz ingin melanjutkan kembali hidupnya. Blazer JetBlack Combi White Stripe melekat pas ditubuh atletisnya.

"Tok... Tok... Tok" Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Diaz.

Dengan langkah ringan, Diaz berjalan berniat membuka pintu. Seorang wanita hamil berdiri tepat didepan kamarnya saat Diaz membuka pintu.

"Tampannya pria didepanku ini!" Seru wanita itu sambil menangkup wajahnya dengan kedua tangan.

Diaz tersenyum salah tingkah. Pasalnya yang memujinya saat ini sudah berstatus istri orang. Kalau bukan, sudah pasti Diaz sudah jatuh hati. Apalagi melihat paras cantik dan imutnya wanita ini.

"Ahraaaaaaaa!" Teriakkan yang menggema diseluruh rumah itu memudarkan raut wajah berbinar wanita didepan Diaz.

Wanita didepan Diaz yang tidak lain Ahra itu memutar matanya jengah.

"Ish... Mengganggu kesenanganku saja" Gerutu Ahra kesal.

Diaz terkikik geli "Cepat temui dia, jangan sampai si budak cinta itu mengamuk" Katanya.

"Biarkan saja, jangan pedulikan dia" Ahra kembali menatap Diaz tanpa peduli Sharga yang lagi-lagi berteriak memanggil namanya.

"Diaz, hari ini aku ikut denganmu ya. Aku ingin menemui Fai dan El" Kata Ahra menyampaikan maksudnya kenapa dia berada didepan kamar Diaz saat ini.

Diaz mengernyit bingung. "Memangnya ada apa dengan Sharga? Dia bisa mengantarmu bertemu Fai dan El"

Ahra mengerucutkan bibirnya. "Ck, si Gorila itu melarangku pergi keluar rumah, katanya takut terjadi sesuatu dengan kandunganku, bla bla bla"

"Wajar saja, usia kandunganmu masih terlalu rentan, apalagi kemarin kau juga mengalami hal yang kurang menyenangkan, Sharga hanya tidak ingin kau dan keponakanku terluka" Kata Diaz bijak.

Ahra menghembuskan nafas panjang. Ternyata tidak semudah itu membujuk Diaz yang jelas-jelas berada dipihak suaminya.

"Aku akan meminta El datang agar kau tidak kesepian" Lanjut Diaz yang tidak tega melihat wajah sedih Ahra.

"Tapi..."

"Tapi apa?" Sharga muncul sambil melipat tangannya didada. Menatap tajam sang istri yang sangat susah dinasehati.

Ditatap seperti itu, membuat Ahra menciut. Tubuhnya perlahan bersembunyi dibalik punggung Diaz.

"Apa susahnya kali ini kau menurut pada suamimu ini, aku melarangmu keluar karna tidak ingin terjadi sesuatu padamu dan anak kita, sudah cukup kejadian kemarin membuatku khawatir setengah mati jangan lagi ada kejadian lain" Sharga mengacak rambutnya frustasi.

"Diaz..." Ahra meremas jas yang dipakai Diaz dengan kuat. Berharap pria itu membantunya.

"Ehem... Sharga, aku minta ma'af atas kejadian kemarin yang mungkin membuatmu sangat mengkhawatirkan Ahra dan bayi dalam kandungannya. Tapi tidak bisakah kau memberi Ahra sedikit kebebasan. Mungkin dia bosan berada dirumah" Kata Diaz membela Ahra.

"Tapi..."

"Bukankah wanita hamil tidak dibolehkan stres? Aku rasa tidak ada salahnya Ahra pergi ketempat Fai untuk sejenak menghilangkan stresnya. Lagipula, kau bisa menemaniny juga disana" Lanjut Diaz yang tidak memberi Sharga kesempatan untuk membantah perkataannya.

Sharga diam sebentar. Tampak keraguan diwajah tampan itu. Ahra yang masih berdiri dibelakang tubuh Diaz menatap penuh harap.

Sharga menghembuskan nafas sebentar sebelum berucap. "Kemarilah Ahra, suamimu bukan Diaz tapi aku. Aku terlihat seperti suami yang kejam melihatmu malah bersembunyi dibelakang Diaz begitu" Sharga mengulurkan tangannya kearah sang istri, Ahra.

Ahra masih diposisi yang sama. Membuat Sharga sedikit kesal. Entahlah sejak hamil, Ahra sedikit membuatnya pusing. Terkadang menjadi wanita penurut dan kadang menjadi pembangkang seperti saat ini. Diaz menoleh kearah Ahra yang berdiri dibelakangnya. Diaz menghembuskan nafas lelah.

Sudah tinggal bersama pasangan suami istri itu, membuat Diaz hafal sifat keduanya. Ahra dengan kekanakannya dan Sharga dengan kepossesivannya.

"Hem Ahra, aku harus pergi. Kau tidak akan menahanku lebih lama lagi kan?" Diaz menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sebenarnya tidak tega meninggalkan wanita hamil itu bersama Sharga. Walau Sharga suaminya, Diaz tau wanita itu bosan hanya diam dirumah.

Tapi Diaz yakin setelah dia pulang nanti, Ahra akan bermanja-manja lagi pada Sharga dan menampakkan wajah cerianya.

"Aku benar-benar tidak boleh ikut ya?" Tanya Ahra penuh harap.

"Ti..." Baru saja Diaz ingin menjawab pertanyaan Ahra, Sharga sudah mendahuluinya.

"Kau pergi denganku saja, ayo sini" Sharga masih mengulurkan tangannya kearah Ahra.

Dengan cemberut, Ahra meraih tangan Sharga. Keinginannya untuk ikut Diaz bertemu kedua sahabatnya pupus sudah. Jika dia terus membantah perkataan suaminya, bukan tidak mungkin dia akan dikurung seharian didalam kamar.

"Baiklah, selesaikan masalah kalian. Aku pergi" Pamit Diaz lalu melangkah meninggalkan sepasang suami istri itu.

🌺🌺🌺

"Dia kenapa?" Tanya Aro yang memperhatikan El sejak beberapa menit yang lalu. Heran karna wanita itu terus menyunggingkan senyum seperti orang kurang waras.

Fai mengangkat bahu tanda tidak tau. Mereka bertiga saat ini ada di restoran milik Fai. Hanya tinggal mereka bertiga karna karyawan Fai sudah pulang beberapa menit lalu. Rencananya hari ini mereka akan menonton. Sebenarnya hanya El dan Diaz. Tapi karna permintaan El yang katanya sedikit canggung, maka dia meminta Fai dan Aro menemaninya.

"Apa penampilanku aneh?" Tanya El meminta pendapat Fai dan Aro.

"Penampilanmu tidak aneh, sikapmu yang aneh" Jawab Aro sambil meminum jus yang tadi sempat dibuatnya.

El mengerutkan keningnya bingung. "Memangnya ada apa denganku?"

"Berhentilah tersenyum tidak jelas, kau seperti baru pertama kali berkencan saja" Celetuk Fai yang dari tadi bermain game diponselnya.

"Hehehehe aku gugup, karna masalah kemarin, aku sempat marah-marah pada Diaz. Sempat tidak mempercayainya juga" Ada nada penyesalan dalam setiap kalimat yang El katakan.

"Kalau salah, ya minta ma'af" Kata Aro menasehati.

El mengangguk, membenarkan perkataan Aro. Nanti El akan minta ma'af pada tunangannya itu.

Beberapa menit kemudian, sosok Diaz muncul.

"Ma'af sedikit terlambat dan ma'af membuat kalian lama menunggu" Ucap Diaz dan langsung mencium kening El.

Diperlakukan seperti itu, tentu membuat El salah tingkah. Belum lagi penampilan Diaz yang membuat El terpesona. Kenapa semakin hari Diaz semakin tampan dimata El. Kenapa juga dulu dia sempat berlaku kasar pada orang yang saat ini berstatus tunangannya itu.

Fai memutar matanya jengah. Sudah terlalu sering melihat hal serupa dengan apa yang dilakukan pasangan didepannya ini. Baik Sharga ataupun Diaz sama saja.

"Kau datang hanya sendiri?" Tanya Aro sambil celingak-celinguk mencari seseorang dibelakang Diaz.

Diaz mengangguk. "Tadinya Ahra ingin ikut, tapi kalian tau sendiri seperti apa Sharga"

"Ck, apa salahnya membiarkan Ahra ikut denganmu? Bukankah selama ini dia selalu menuruti larangan Sharga untuk tidak keluar tanpa didampingi pria itu. Sharga keterlaluan" Gerutu Fai.

"Ahra terlalu berharga untuk Sharga, tentu saja dia akan menjaga Ahra dengan segenap jiwanya, ya walaupun sedikit berlebihan" Sahut Aro.

"Hmm... Bagaimana kalau malam ini kita menginap ditempat Sharga? Hitung-hitung mengunjungi Ahra. Dia pasti bosan hanya menghabiskan waktu dirumah akhir-akhir ini" Usul El sambil menatap satu persatu orang didepannya.

"Aku juga tadinya ingin meminta itu pada kalian" Sambung Diaz.

Aro dan Fai tampak berfikir. Fai jelas tidak keberatan. Dia tidak memiliki kesibukan lain selain di restoran tentunya. Berbeda dengan Aro. Tidak ada yang tau tentang kehidupan pria itu sebenarnya.

"Aku minta ma'af, malam ini aku tidak bisa. Ada hal penting yang harus aku kerjakan" Kata Aro akhirnya.

Fai dan El tampak bingung. Setau mereka, selain di restoran Aro tidak memilikiki kesibukan lain. Setelah pulang dari restoran, pria itu biasanya langsung ke tempat kost dan tidak lagi keluar kost. Berbeda dengan dua wanita itu, Diaz paham apa maksud dari perkataan Aro.

Diaz sangat merasa bersalah karna tidak bisa membantu Aro. Dia terlalu sibuk dengan masalahnya sendiri hingga melupakan niatnya untuk membantu Aro.

"Ya sudah, tidak masalah. Semoga hal pentingmu cepat selesai" Kata Diaz sambil menepuk bahu Aro.

Fai menghembuskan nafasnya. Kalau Aro tidak ikut menginap, sudah dipastikan hanya dia yang tidak ada pasangan. Entahlah Fai mungkin sudah mulai terbiasa dengan adanya Aro. Sejak adanya Aro, hidup Fai rasanya lebih berwarna. Akan hampa dan sepi jika pria itu tidak ada.

"Tidak perlu memasang wajah sedih begitu, jika urusanku selesai aku akan menyusul... Hm" Ucap Aro dengan mencubit pipi Fai gemas.

Perlakuan manis Aro itu tentu membuat Fai salah tingkah. Jangan tanya bagaimana keadaan jantungnya sekarang. Seperti ingin keluar dari tempatnya hingga Fai berharap tidak ada yang mendengar degup jantungnya.

"Ehem... Jadi sekarang kita ke bioskop dulu?" Tanya El membuyarkan lamunan Fai.

"Tentu, seperti rencana awal. Double date kita!" Seru Aro bersemangat.

Fai yang mendengar itu langsung memukul kepala Aro. Lalu tanpa rasa bersalah, langsung meninggalkan Aro.
Aro berdecak sambil mengusap-usap kepalanya yang tadi dipukul Fai.

"Ck... Kalau tidak kasar, bukan Fai namanya" Gumam Aro sambil melangkah menyusul Fai.

Diaz dan El yang melihat kelakuan kedua sahabat mereka hanya geleng-geleng kepala.

"Mereka lucu sekali" Kata El tersenyum penuh arti.

Diaz hanya membalasnya dengan menganggukkan kepala. Melihat reaksi Diaz yang hanya biasa saja membuat El gemas sendiri.

🌺🌺🌺

Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, El dan Fai menginap dikediaman Sharga. Hal itu membuat Ahra senang. Sejak kedatangan kedua sahabatnya, Ahra sibuk bercerita. Sharga yang melihat itupun sangat berterima kasih pada mereka. Setidaknya Ahra aman didalam rumah.

"Ekhem, boleh kupinjam El sebentar?" Tanya Diaz yang entah sejak kapan berdiri diambang pintu kamar Ahra dan Sharga.

Fai berdecak tidak suka. Bukan karna kegiatannya bersama El dan Ahra terganggu. Tapi pemilihan kata yang diucapkan Diaz terasa mengganggu ditelinganya.

"El bukan barang untuk apa dipinjam" Ucap Fai sengit.

El menghela nafas. Tidak ingin sang tunangan dapat omelan panjang dari sahabatnya, buru-buru El mengajak Diaz keluar dan meninggalkan kamar Ahra dan Sharga.

"Kau ini" Kata Ahra seraya memukulkan guling kearah Fai.

"Apa? Aku benarkan?"

Suara mereka masih sempat terdengar oleh El dan Diaz meski keduanya sudah sedikit menjauh dari kamar itu. El hanya pasrah, sahabatnya yang satu itu memang terlalu blak-blakan jika bicara.

"Ma'af" Cicit El tidak enak hati didepan Diaz. Tau benar jika Diaz tidak bermaksud menyamakannya dengan barang.

"Untuk?" Tanya Diaz heran.

"Ucapan Fai yang sedikit.... "

"Ah itu... Tidak masalah, aku juga merasa bersalah"

El mendongak menatap Diaz yang tersenyum kecil. Semakin tampan dan El menyukai senyum pria didepannya itu.

"Jangan melihatku begitu, aku takut kau semakin jatuh cinta padaku" Kata Diaz setelah berhenti tersenyum.

El mendengus mendengar perkataan terlalu percaya diri Diaz.

"Jadi, kenapa meminjamku tadi?" Tanya El sengaja menekan kata meminjamku.

"Oh ya.... Tunggu sebentar" Diaz merogoh saku celana panjangnya. Mengambil sesuatu disana.

Sebuah kotak perhiasan berwarna coklat terulur didepan El. Diaz tidak langsung membukanya.

El mengernyitkan dahinya. Seolah bertanya "Apa ini?".

"Coba buka" Perintah Diaz.

Perlahan El membuka kotak perhiasan itu. El menutup mulutnya dengan mata berkaca-kaca setelah mengetahui isi dari kotak itu. El menatap Diaz penuh haru.

"Kau menyukainya?" Tanya Diaz sambil mengeluarkan benda didalam kotak perhiasan itu.

El menganggukkan kepala dan tidak bisa berkata-kata karna terlalu bahagia. Lalu tanpa bisa disangka oleh Diaz, El langsung menghambur kedalam pelukan pria itu. Diaz sempat tertegun mendapat pelukan dari El yang secara tiba-tiba. El begitu erat memeluk tunangannya itu. Betapa dia merasa disayangi dan dicintai oleh pria itu.

Diaz membalas pelukan El tidak kalah erat. Mencium berulang kali puncak kepala El. Entah sejak kapan rasa sayang dan ingin selalu melindungi wanita dipelukannya ini tumbuh. Mungkin inilah yang orang-orang sebut cinta. Rasa yang entah sejak kapan menguasai hatinya.

Baru kali ini Diaz merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Pertama kali pula dia merasa nyaman berada didekat seorang wanita. Berlebihan mungkin tapi itulah yang Diaz rasakan saat bersama El.

Diaz melepaskan pelukannya. Memberi jarak sedikit untuk menatap wajah manis El. Seketika Diaz panik melihat kedua pipi El basah karna air mata.

"Kenapa menangis, hm?" Tanya Diaz sambil mengusap pipi basah El dengan ibu jarinya.

El menggeleng. Dia terlalu terharu hingga semua kata-kata yang ingin disampaikannya hilang begitu saja.

"Terharu?" Tebak Diaz yang tidak mendapat jawaban jelas dari El.

Lagi-lagi El hanya menjawabnya dengan mengangguk.

Diaz tersenyum melihat respon El. Betapa menggemaskan tunangannya ini. Diaz kembali membawa El kedalam pelukannya. Kembali menghujani El dengan kecupan penuh sayang dikeningnya.

Setelah bisa menguasai dirinya, El mendorong sedikit tubuh Diaz. Memberi jarak meski tidak terlalu jauh. Kedua tangannya masih berada tepat didada bidang Diaz. Keduanya saling menatap dengan penuh cinta.

"Mau kupakaikan?" Tanya Diaz.

"Tentu" Kali ini El bisa mengeluarkan suaranya meski terdengar seperti bisikan ditelinganya. Tapi Diaz tentu bisa mendengarnya dengan jelas.

Diaz mengulurkan tangannya. Memasangkan benda berupa kalung dengan liontin berbentuk bunga matahari itu dileher El.

"Cantik" Puji Diaz setelah selesai memasangkan kalung itu.

"Terima kasih" Ucap El yang kembali ingin menumpahkan air matanya. Tangan lentiknya menyentuh liontin itu.

"Kenapa liontinnya bunga matahari?" Tanya El tersadar bahwa bentuk liontinnya bunga matahari.

"Hmm... Kau ingin jawaban jujur atau jawaban bohong?" Tanya Diaz menggoda El.

"Tentu saja aku ingin jawaban jujur" Jawab El dengan wajah cemberut.

"Baiklah... Jawaban jujurnya aku hanya tertarik saat melihat lukisan bunga matahari disuatu tempat. Lalu aku meminta salah satu kenalanku membuat design bunga matahari ini"

"Benarkah? Hanya itu?" El merasa tidak puas dengan jawaban Diaz.

"Ya hanya itu"

"Kalau jawaban bohongnya?" Tanya El yang penasaran.

"Bunga matahari itu indah seperti dirimu" Jawab Diaz asal.

El cengo mendengar jawaban Diaz. Apa-apaan pria ini, tidak ada romantisnya sama sekali.

"Ck tidak romantis sama sekali" Kata El sambil memukul pelan dada bidang Diaz.

Diaz tertawa mendapat pukulan dari El. Memang kenyataannya Diaz tidak pandai merangkai kata. Terlalu lama menyendiri membuatnya tidak bisa mengungkapkan kata-kata yang mengarah ke hal-hal berbau romantis.
"Ma'af ya, apa yang kukatakan memang benar. Bunga matahari itu indah seperti dirimu itu memang kebohongan. Kau lebih indah dari bunga matahari atau bunga manapun bagiku. Juga... " Diaz sengaja menggantung kata-katanya.

El menatap Diaz, menunggu kelanjutan perkataan pria itu.

" Bunga matahari itu melambangkan kesetiaan yang abadi. Ku ingin kau percaya aku akan setia padamu. Aku berharap kisah kita abadi hingga maut memisahkan kita. Kau mau kan menemaniku hingga akhir hidupku?" Diaz menatap kedua mata El.

"Apa kau meragukanku? Harusnya aku yang bertanya begitu, maukah kau menemaniku hingga akhir hidupku?"

"Tentu saja aku mau. Kau yang pertama bagiku dan akan menjadi yang terakhir pula dalam hidupku. My Queen, pemilik hatiku" Diaz mencium kening El lama. Lalu turun kekedua mata El. Kemudian hidung El yang tidak terlalu mancung. Kedua pipi berisi El juga mendapat ciuman Diaz. Mendapat perlakuan manis itu, membuat El begitu senang.

Diaz menghentikan kegiatannya saat tepat didepan bibir El.

"You are mine and only mine" Setelah mengatakan kalimat itu, Diaz memiringkan kepalanya. Mencium bibir lembut El penuh kelembutan. El membalas ciuman Diaz. Mereka larut dalam suasana romantis itu tanpa menyadari Ahra dan Fai yang menyaksikan dari jauh.

"Astaga! Mataku ternodai" Seru Ahra heboh sambil menutup matanya.

Fai memukul kepala Ahra dengan kertas yang entah didapatnya darimana.

"Jangan sok polos, kau lupa kalau sudah melakukan hal yang lebih dari itu dengan Sharga" Kata Fai sambil melirik perut buncit Ahra.

Ahra hanya cengengesan dengan wajah tanpa dosanya.

"Sudah mengupingnya, ayo makan dulu" Suara Sharga yang tiba-tiba sudah berdiri disamping Ahra mengalihkan perhatian keduanya.

"Ayo Ahra, keong diperutmu butuh makanan untuk tumbuh" Ucap Fai seenaknya. Dia melangkah mendahului Ahra dan Sharga.

"Yang kau sebut keong itu anakku Fai, kalau kau lupa" Sergah Sharga tidak terima calon anaknya mendapat panggilan Keong dari Fai.

"Kan belum ada nama, jadi kupanggil keong saja" Kata Fai dengan wajah menyebalkan.

Sharga kesal dan kalau saja Fai bukan sahabat dari istrinya, sudah dipastikan Sharga akan menyumpah serapahinya. Ahra hanya bisa mengelus lengan Sharga berharap bisa menenangkan emosi Sharga. Fai dan mulut pedasnya memang tidak bisa dipisahkan.

🌺🌺🌺

Fyuuuuuuuuuuh akhirnya bab ini selesai juga. Moga suka ya guys dengan bab ini walau kagak jelas.

Jangan lupa vote dan komentnya. Salam manis dari author imut heheheheheheh.

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 3.5K 15
Ingin cerita lebih lengkapnya lagi, Silahkan klik Link di profil saya... πŸ™πŸ™πŸ˜Š
525K 19.3K 30
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
Hostium (END) By Keila

General Fiction

1.2M 58.2K 47
Reanka adalah gadis pendiam dengan sejuta rahasia, yang hidup di keluarga broken home. Di sekolahnya ia sering ditindas oleh Darion Xaverius. Reanka...
13.1M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...