Bad & Crazy School (End)

By Nanaaruby

482K 72.4K 3.3K

CERITA INI ADALAH CERITA SURVIVAL, DAN SUDAH BERISI SEASON 1, 2 DAN 3 [High School Of The Elite] Ditengah kek... More

Season 1 - Crossroads
01 - Danaus Plexippus
02 - Rhopalocera
03 - Papilionidae
04 - Pieris Rapae
05 - Vanessa Cardui
06 - Damascena
07 - Rosa Chinensis
08 - Rosa Rubiginosa
09 - Rosa Multiflora
10 - Rosa Sempervirens
11 - Aconitum
12 - Petunia
13 - Cicuta
14 - Black Dahlia
15 - Lobelia
16 - Asphodel
17 - Tansy
18 - Houseleek
19 - Rue Flower
20 - Amaranthus
• • - - -/• - - - -
• • - - -/• • - - -
• • - - -/• • • - -
• • - - -/• • • • -
{BC-25} • • - - -/• • • • •
• • - - -/- • • •
• • - - -/- - • • •
• • - - -/ - - - • •
• • - - -/- - - - •
{BC-30} • • • - -/- - - - -
31 - Eglantine Flower
32 - Corvus
End of Mission
• • • - -/• • • - -
• • • - -/• • • • -
{BC-35} • • • - -/• • • • •
• • • - -/- • • • •
Season 00:02 - The Mirror
01 - Fake
02 - Fake
03 - Fake
04 - Fake
05 - Fake
06 - Fake
07 - Fake
08 - Fake
09 - Fake
10 - Fake
11 - Two Zero
12 - Two Zero
13 - Two Zero
14 - Two Zero
15 - Two Zero
16 - Two Zero
17 - Two Zero
18 - Two Zero
19 - Two Zero
20 - Two Zero
21 - Twenty
22 - Twenty
23 - Twenty
24 - Twenty
25 - Twenty
26 - Ninety Nine
27 - Ninety Nine
28 - Ninety Nine
29 - Ninety Nine
30 - Ninety Nine
31 - Ninety Nine
32 - Ninety Nine
33 - Choose Your Fighter
Season 00:03 - Wheel of the Day
02 : Viola odorata
03 : Narcissus
04 : Bellis perennis
05 : Lilium Regale
06 : Rosa Canina
07 : Delphinium Staphisagria
08 : Gladiolus
09 : Aster
10 : Tagetes erecta
11 : Euphorbia Pulcherrima
12 : Epipogium Aphyllum
13 : Nelumbo Nucifera
14 : Corvus Validus
15 : Lycoris Radiata
16 : Kaeru
Rencana terbit
Back Story B&C

01 : Dianthus caryophyllus

2.8K 442 10
By Nanaaruby

Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki.

×××××××××××××

Setelah 1 bulan lamanya, semua siswa harus segera kembali ke asrama. Pemberitahuan mengenai ujian juga telah disebarkan melalui surel khusus ke jam tangan mereka. Dari surel tersebut, ujian kali ini akan lebih berfokus pada ujian kemampuan akademik dan mungkin juga akan berlanjut ke ujian non-akademik.

Gedung sekolah bahkan telah dipenuhi siswa yang baru saja tiba. Ada yang bahkan hanya menggunakan piyama, hoodie saat tiba digedung sekolah. Pemandangan berbeda juga mulai terlihat. Biasanya, tatapan sinis sering mereka tunjukkan satu sama lain, tapi kali ini, mereka bahkan bercanda satu sama lain.

Ini karena hasil ujian tak akan ditukarkan dengan aliminasi. Jika gagal memenuhi target angkatan, setidaknya mereka memenuhi target individu atau pribadi agar bisa lulus dari sekolah tersebut. Walau begitu, tingkat kecemasan mereka malah jauh lebih meningkat, karena bayangan tak lulus, akan mulai menghantui mereka. Jika tak lulus, mereka akan mengulang kembali seperti saat pertama kali masuk ke sekolah ini. Bayangkan saja, bagaimana perjuangan mereka untuk bisa berada diposisi ini.

Beberapa siswa yang baru saja tiba, membuka percakapan, yang menunjukkan ke gelisahan merek.

"Aku pikir akan bersantai, tapi aku resah dengan hasil ujianku nanti."

"Benar, aku bahkan menghabiskan waktu sebulan untuk belajar."

"Aku dengar, tingkat kesulitan soal tahun ini berbeda dengan tingkat kesulitan soal ujian sebelumnya."

"Kali ini, kita akan lebih banyak menguras isi otak kita."

"Bukan hanya itu. Pikirkan saja, nilai minimum ujian sebelumnya ialah 90. Tapi sekarang, turun menjadi 50."

"Sudah jelas, ujian ini pasti sangat sulit. Melihat nilai minimum yang ditetapkan oleh sistem."

Saat para siswa tengah berbincang. Kirei yang baru saja tiba, mencuri perhatian mereka. Walau menutup wajahnya dengan topi dan masker, lalu ditutupi lagi dengan topi dari hoodie berwarna hitam yang ia kenakan. Para siswa masih bisa menebak jika dia adalah Kirei.

"Sayang sekali, dia malah berpihak pada tahun ke 3." keluh kesah seorang siswa laki-laki itu.

"Jangan bicara begitu, ini bukan salahnya kan?"

Sella yang menyadari jika itu Kirei, langsung menahan Kirei, dengan menelentangkan kedua tanganya.

"Oi, mentang-mentang telah pindah haluan. Kau tak ingin menyapaku?" celetuk kesal Sella.

"Aku sedang tak ingin bicara dengan siapa pun. Katakan saja, apa yang ingin kau katakan?" gumam Kirei

"Ah, maaf. Apa kau benar-benar akan berpihak pada tahun ke 3?" tanya Sella

"Kau lihat saja nanti. Fokuslah dengan ujianmu. Kau bisa dalam masalah nanti." jawab Kirei

"Hmm." gumam Sella

Kirei kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Sella yang masih menatap ke arahnya.

"Sikapnya benar-benar dingin. Padahal hanya sebulan, sifat aslinya kembali lagi." ucap Sella, sembari mengelus dahinya.

Berbeda dengan semua siswa yang bersantai. Kirant malah mengintip Elen yang sedang melakukan drifting dengan mobil dilintasan. Akan tetapi, Elen masih bisa menyadari hal itu, dan segera menghentikan aktifitasnya. Ia kemudian keluar dan berpura-pura tak melihat Kirant.

"Anu, Elen!" langkah Elen terhenti saat Kirant memanggilnya.

"Kau lagi? Kali ini, apa lagi?" gumam Elen, seolah tak tertarik berbicara dengan siapa pun.

"Kenapa kau berkhianat dan memilih bergabung dengan angkatan tahun ke-3?" tanya Kirant

"Oh itu? Bukankah ujian sudah selesai? Jadi seharusnya, hal itu tidak bisa disebut sebagai sebuah pengkhianatan. Lagi pula, aku lelah dan ingin bersantai." jawab Elen

"Eh?"

"Kau terlalu fokus pada dirimu sendiri. Cobalah untuk bersosialisasi dan mencari rekan atau teman. Ujian kali ini, tak akan fokus pada nilai angkatan. Tapi individu, aku harap kau tak seegois dulu." ucap Elen ke Kirant, yang sedang serius menatap Elen.

"Hmm! Itu?"

Walau tak dipungkiri, mereka akan tetap berkompetisi. Manusia memang sangat melekat dengan kata 'egois'. Apalagi kompetisi sudah seperti naluri bawaan manusia (human need). Ditambah lagi, mau tidak mau atau suka tidak suka, hal itu juga diciptakan oleh lingkungan. pikir Elen, setelah memperhatikan Kirant.

"Aku kembali ke asrama, jika tak ada lagi yang ingin kau katakan." ucap Elen.

"Apa kau ingin mengatakan jika kompetisi tak dibutuhkan dalam hal ini? Ujian tetap ujian, semuanya harus jujur dalam mengerjakannya." ucap Kirant

"Sepertinya kau salah paham. Tapi, semuanya tergantung pola pikirmu. Bila menempatkan kata 'kompetisi' secara netral, maka kompetisi juga dapat memiliki makna yang sama seperti kata 'kolaborasi'. Sama halnya ketika menilai 'kolaborasi' bisa menjadi sangat negatif ketika masuk dalam konteks 'kerjasama korupsi'." jelas Elen lalu meninggalkan Kirant begitu saja.

"Apa hanya aku yang terlalu memikirkannya? Sampai aku terlihat seegois itu?" balas Kirant

langkah Elen terhenti lalu berbalik menatap Kirant.

"Itu bukan salahmu, juga bukan salah cara berpikirmu. Hanya saja, dunia ini tak lagi menjadi tempat tinggal bagi orang seperti itu. Dulu, sebelum masa depan seperti ini tiba. Jika kau tak memenuhi standar kehidupan yang ada, maka kau akan dianggap gagal. Sekarang, jika kau kembali ke masa lalu. Kau mungkin akan berada di posisi paling atas dan akan menjadi standar bagi orang lain untuk menilai diri mereka, dan juga kehidupan orang-orang disekitar mereka. Kau akan jadi yang paling sempurna. Tapi sekarang berbeda." jelas Elen.

"Ya, memang berbeda." ucap Kirant

"Berhenti memaksa dirimu untuk membuat orang lain terkesan padamu, sampai kau melupakan sesuatu yang sebenarnya lebih berharga dari penilaian orang lain padamu. Perubahan akan terus ada, dan semua orang akan berada diposisi itu. Jadi, lakukan sesuatu yang kau anggap akan memberikan kesan dan ketenangan untuk dirimu sendiri. Pilihan ada padamu. Aku pergi, segera kembali dan beristirahatlah." jelas Elen

Kirant memandangi Elen hingga menjauh dan menghilang dari pandangannya.

××××××××××××

Sementara itu, Dylan tengah memainkan sebuah rubik sembari memikirkan sesuatu. Sangat serius sampai rekan-rekannya tak ada yang berani menyapanya.

Dari hasil pengamatanku selama ini. Kirei cukup mengawasi Elen. Kini anak itu sudah berada dikendaliku. Dengan itu, aku bisa mengalahkannya dengan mudah. Setelah berhasil aku kalahkan, aku bisa menggunakannya untuk mengalahkan Xavier.

"Anu, Dylan?" ucap seorang siswa laki-laki.

"Hah! Kenapa lagi?" geram Dylan

"Kami sudah mengumpulkan anak-anak itu."

"Oh ya? Bagus." balas Dylan

Dylan kemudian mengikuti siswa laki-laki itu menuju ke sebuh ruang disudut gedung paling belakang.

"Oh, jadi kalian yang membocorkan anggota yang akan ditiadakan ya? Kalian selalu saja melakukan sesuatu yang menentang." ucap Dylan dengan lembut, namun sebenarnya dengan ekspresi yang begitu menakutkan.

"Maafkan kami! Kami terpaksa melakukannya."

"Terpaksa? Karena kalian, kita hampir kalah dan jadi budak mereka. Kalian memang sampah yang harus aku bakar." tekan Dylan

"Ku mohon! Kami benar-benar terpaksa."

"Diamlah!" gertak Dylan

Dylan langsung menendang kepala siswi itu hingga darah mengalir deras dari hidungnya. Kemudian, ia menginjak-injak tubuh siswi lain tanpa ampun.

"Hah! Sial! Aku bahkan hampir mati karena ulah kalian. Karena itu juga, Xavier membuatku dipojokkan." kesal Dylan, yang membuat siswa lain, hanya menunduk ketakutan.

Para siswi itu tampak ketakutan sampai tubuh mereka gemetar. Apalagi, mereka telah membuat masalah yang besar dengan Dylan, yang memiliki jumlah pendukung yang lumayan banyak.

Namun saat sedang memberi hukuman. Xavier dan rekan-rekannya tak sengaja lewat dan melihat kejadian tersebut. Diantara Xavier, Kirei juga berada di sana dan seketika menarik perhatian Dylan.

Dia sangat kasar, sesuai dugaanku. Elen, kau pura-pura tidak tau atau kau sedang merencanakan sesuatu? pikir Kirei, sembari memperhatikan tindakan kasar Dylan.

"Bukankah, itu terlalu kasar?" ucap Helena dengan seringai menggoda.

"Kenapa? Kau ingin menggantikan mereka?" celetuk kesal Dylan

"Heh! Kau sedang melampiaskan kebodohanmu pada mereka ya? Kasian sekali." balas Helena.

"Sudahlah, kita kembali." ucap Xavier.

Dylan tampak sangat kesal, sampai ia menghancurkan meja hanya dalam satu kali pukulan saja. Kemudian ia menatap layar handphonenya dan mengirim pesan pada Kirei.

Sampai kapan kau akan
mengekor padanya dan
berpura-pura? Jika kau tak
mau menunjukkan jati dirimu.
Akan kubuat kau menunjukkannya.
Anak itu, aku tau kelemahannya.
Bukankah itu akan sangat menyenangkan?

Kirei menatap datar pesan itu. Kemudian membalasnya.

Apa yang kau inginkan?
Aku akan meladenimu. Tapi,
lakukan dengan serius
dan jangan buat aku menyesali
karena telah membuang waktuku untuk itu.


Dylan tertawa lepas saat membaca pesan Kirei. Walau begitu, sebenarnya jawaban itulah yang ingin ia dapat dari Kirei.

Xavier cukup menyadari hal itu, hingga ia meminta rekan-rekannya untuk pergi lebih dulu. Meninggalkan ia dan Kirei ditempat itu.

"Sebenarnya, aku terkejut saat tau kau sampai tereliminasi. Padahal, aku cukup penasaran dengan kemampuanmu. Ditambah lagi, kau adalah ketua osis."

"Lebih tepatnya, mantan. Kau bisa melakukan transfer jika kau mau. Aku tak akan menguntungkan apa pun." balas Kirei

"Aku hanya ingin kau serius dalam ujian dan tidak berpihak pada tahun pertama lagi. Jika sampai kau melakukannya, aku tak akan segan membuatmu menyesali hal itu." ucap Xavier dengan nada mengancam ke arah Kirei.

Saat Xavier meninggalkannya, Kirei menatap handphonenya lalu menatap Xavier.

Kenapa mereka mewaspadaiku? Jadinya terasa canggung kan? Padahal, aku hanya ingin menyelesaikannya dengan tenang. pikir Kirei, kemudian menghela nafas pelan.

××××××××××××××

Semua siswa telah mulai mempersiapkan diri mereka untuk ujian yang akan datang. Perpustakaan bahkan telah dipenuhi dengan dua warna seragam. Akan tetapi, perpustakaan lebih didominasi dengan black Uniform. Karena hanya angkatan tahun pertama yang masih memakai dua warna Uniform.

Satu siswa saja, sampai meminjam belasan buku dan ditambah dengan soal ujian sebelumnya. Walau mereka tau, jika soal ujian sebelumnya tak akan cukup berpengaruh. Bahkan ada yang sampai pingsan karena terlalu lelah.

"Sial! Aku hanya ingin belajar agar lulus ujian, bukan belajar untuk mendekatkanku dengan kematian." celetuk kesal Sella, sembari membuka lembar buku dengan kasar.

"Bukan hanya perpustakaan, gedung uks mungkin akan penuh." balas Sinb, yang tak kalah lesunya.

"Kau benar, bahkan obat untuk menghilangkan kecemasan sampai habis." sambung Sella

"Kau mengomsumsinya?" ucap Sinb, yang langsung duduk tegak, setelah bersandar ke kursi.

"Ah tidak, aku awalnya ingin. Tapi tidak jadi mengomsumsinya kok." jawab Sella, mencoba membela diri.

"Baguslah." balas Vettel

Namun sebenarnya, Sella sangat cemas. Diantara siswa yang lain, ia menjadi salah satu yang cukup bermasalah dalam ujian. Dan itu terus terbukti disetiap hasil ujiannya.

"Sin, aku akan belajar dikamarku. Aku ingin tidur lebih dulu." ucap Sella

"Bisa-bisanya kau masih sempat tidur." balas Sinb

"Hehehehe, mau bagaimana lagi?" lanjut Sella

"Baiklah."

Sella kembali ke kamarnya sembari membawa tumpukan buku dari berbagai jenis mapel yang akan diujiankan. Sebenarnya, ia kembali bukan untuk tidur. Tetapi, ia hanya tak ingin ada orang lain yang melihatnya.

"Tubuhku!" ringis Sella

Sella seketika mengambil botol obat dan segera meminumnya agar lebih tenang. Menatap sendu semua buku di depannya. Ia sedih, karena ia tak seperti siswa lain yang mudah memahami mapel yang ada.

"Kau pasti bisa, Sel! Semangat!"

Mencoba menyemangati diri sendiri adalah hal yang mudah untuk dilakukan saat ini. Itulah yang pertama harus Sella lakukan. Akan tetapi, ada saat memang kita akan merasa sangat lelah dan mulai menyalahkan diri sendiri.

Sella mulai menandai dan meprint beberapa data atau hal-hal penting yang akan ia pelajari. Tak peduli, sebesar apa rasa ngantuk menyerangnya. Ia bahkan sampai menampar dirinya sendiri agar tetap terbangun. Dinding kamar Sella, juga dipenuhi note kecil yang ia tempel.

Bukan hanya itu, mencoba segala jenis cara belajar, juga sampai ia lakukan. Sekarang, ia bahkan menghafal rumus fisika dengan cara berteriak.

"Ah, mencoba memahami rumus malah makin menyulitkanku. Menghafalnya, baru saja aku pindah ke rumus lain, aku sudah lupa dengan rumus yang baru saja aku hafalkan."

Sella membuka jendela kamarnya dan ternyata malam telah tiba. Ia bahkan tak menyadari hal itu.

"Pantas saja, rasanya aku akan mati. Otak dan perutku sedang tak bisa bekerja sama."

Sella kemudian hendak keluar dan terkejut saat Vettel, Michael dan Miyazaki telah berdiri di depan kamarnya.

"Oaaaaaa ...." teriak Sella karena terkejut.

"Selamat malam!" sapa Miyazaki.

Miyazaki, Vettel dan Michael langsung masuk begitu saja ke kamar Sella. Seketika terhenti saat melihat note hingga kertas dimana-dimana.

"Kau sangat belajar keras?" ucap Vettel

"Apa itu makanan?" ucap Sella

"Makanlah, seharian kamarmu terkunci. Aku pikir kau sudah mati." ucap Michael lalu menyajikan makanan yang ia bawa untuk Sella.

"Bagaimana bisa kau menghafal semua ini? Dari pada menghafalnya, lebih baik kau mengerjakan soal sebanyak mungkin." ucap Michael, tetapi Sella sudah terlihat lesu dan sulit mendengar masukan.

"Kau bisa mati jika begini." ucap Miyazaki

"Jangan katakan itu. Aku belajar bukan untuk mendekatkan diri ke maha kuasa." balas Sella sembari menyantap makanan itu.

"Akan aku bawakan soal-soal yang telah aku kumpulkan. Jika ada yang tak kau mengerti, kau bisa tanyakan pada Mike." ucap Vettel, yang langsung mendapat lirikan maut dari Michael.

"Aku pikir kau yang akan membantuku. Dasar!" cetus Sella

"Oh ya, obat apa ini?" ucap Miyazaki.

Melihat itu, Sella terkejut dan hendak berdiri untuk mengambil itu. Namun tatapan tajam Michael dan Vettel membekukan tubuhnya.

"Itu, hanya cemilanku saja." bisik Sella.

"Kau sudah gila! Jangan-jangan, kau mengomsumsi ini selama sebulan?" tegas Vettel

"Apa yang harus aku lakukan? Tubuhku lebih gemetar saat bertemu soal ujian dari pada pria tampan diluar sana." balas Sella dengan ekspresi sedihnya.

"Hah, Sella! Berhenti mengomsumsi itu. Jika ada yang sulit, katakan saja padaku." ucap Michael.

Sella mengangguk, namun sebenarnya ia masih menyimpan beberapa botol yang sama ditempat lain.

"Kenapa kau tak mengatakan, jika kau dalam kesulitan, Sella?" gumam Vettel, kemudian membersihkan dan merapikan kamar Sella.

"Makanlah yang banyak. Berhenti mengonsumsi obat itu." ucap Michael sembari menyuguhkan beberapa makanan lagi, ke hadapan Sella.

"Iya, maaf. Tapi otakku tak memilih bermain, dari pada belajar." celoteh Sella

Miyazaki yang mendengar itu, berusaha menahan tawa.

"Ketawa saja." ucap Sella

"Buahahahah."

Miyazaki dan Vettel sontak tertawa terbahak-bahak bersama. Namun, lirikan maut Michael, membuat keduanya seketika terdiam. Sementara itu, Michael sendiri tengah menahan tawanya, melihat Sella yang sangat lahap dengan makanan dihadapannya.

Continue Reading

You'll Also Like

1.8K 1K 22
Disaat malam tiba kami diharuskan untuk menjaga para warga dari serangan para penghisap darah. Tidak peduli meski kami harus kehilangan nyawa kami se...
604 188 46
SINOPSIS : Menceritakan tentang misteri kematian yang sering di alami oleh Rachel (Stevanya Racheyla). Misteri itu ada semenjak anak baru yang pindah...
1.4K 356 21
Berawal dari suatu kejahatan hingga menuju ke suatu misteri yang harus diungkapkan, interwoven mengisahkan perjalanan beberapa karakter yang selalu d...
1K 170 24
Mengapa begitu sulit membedakan ilusi dengan kenyataan? Keysha Arasya Barata, layaknya manusia seperti biasanya, tidak ada yang spesial pada diri Key...