(Unpub Acak )Ketika Cinta Lew...

By Mommiexyz

1.2M 183K 26K

Sudah cetak. Versi lengkap di KBM app dan Karyakarsa eriskahelmi Ketika Cinta Lewat Depan Rumahmu - Eriska He... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
dua belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima belas.
Enam Belas
tujuh belas
Delapan belas
Sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
tiga puluh tiga
Tiga Puluh Lima
Tiga puluh tujuh
Tiga puluh sembilan
empat puluh sembilan
lima puluh dua
enam puluh satu
open PO
Enam puluh empat
Enam puluh lima- enam puluh enam
enam puluh tujuh
enam puluh delapan
enam puluh sembilan
tujuh puluh
tujuh puluh satu
info penghapusan
bukan apdet

tujuh puluh enam

16.4K 4.2K 1K
By Mommiexyz

Rame banget komen minta apdet. Jangan lupa liatin komen, dong. Kalau sepi, jangan merong-merong. Langsung cus aja ke KK dan KBM. Udah tamat, kok.

Atau beli novelnya langsung yes.

Yaya sama Malik udah di olshop masing-masing. Udah di shopee eriskahelmi juga.

Silahkan cekout. Cuss.

Kalo The Moon Talks, tinggal potong dan semoga besok kirim ke olshop juga. Sabar dikit lagi yes.

Mampir juga ke work eke yang lain, Madu in Training dan Pelangi di Langit Gladiola.

***

Ketika 76

Hingga rombongan mempelai pria keluar rumah dan berjalan menuju mobil pengantin beserta iring-iringannya, Magnolia dibuat senewen oleh ibu dan kakak perempuannya karena mereka seperti menguasai Dimas untuk diri mereka sendiri. Magnolia bahkan hanya sempat memanggil nama abangnya ketika Dimas dibimbing keluar dari pintu rumah. Dimas sendiri sepertinya menginginkan Magnolia berada di sisinya, namun terhalang karena baik Ira maupun Kezia seperti memblokade Magnolia agar tidak mendekat ke arah saudara laki-lakinya tersebut.

Meskipun demikian, Magnolia yang masih berpikir positif kemudian diajak oleh Laura untuk berjalan bersamanya. Sejak selesai menikmati sarapan pagi, Laura memang tidak melepaskan Magnolia sama sekali. Dia bahkan tidak ragu menggandeng calon menantunya dan sesekali membantu memperbaiki helaian anak rambut milik Magnolia.

"Sini, sama Bunda aja. Kita jalan di belakang Dimas." Laura menenangkan hati Magnolia yang sepertinya siap menangis. Dia kemudian berjalan bersisian dengan calon mertuanya, tepat di belakang Dimas, sementara Malik dan sang ayah ikut berjalan di belakang dua wanita tersebut.

Di belakang pun tidak apa-apa, pikir Magnolia. Dia sudah berpikir yang tidak-tidak begitu dijauhkan dari abangnya selama beberapa saat. Magnolia yang merasa canggung harus menembus barisan keluarga Ira, pada akhirnya harus berpuas hati menunggu hingga semua barisan keluar dari pekarangan rumah. Saat itu, Malik sempat dipanggil oleh panita yang mengurusi mobil-mobil rombongan besan dan karena mobilnya sendiri sebelumnya berada di depan mobil pengantin, maka Malik mau tidak mau menggeser kendaraannya tersebut agar bisa memberi jalan pada mobil pengantin untuk lewat.

Mamas ganteng dan gagah banget hari ini. Nggak nyangka lo akhirnya bisa sampai ke titik ini juga. Lo yang selalu sabar ngurus gue yang keras kepala ini.

Magnolia memandangi punggung Dimas. Dia tahu, satu hari sebelumnya, Dimas sudah merapikan rambut. Aroma parfum lembut kesukaan Dimas menguar walau harus berebut dengan berbagai aroma minyak wangi dari orang-orang yang berada di sekitar mereka, Magnolia hapal betul seperti apa wangi tubuh abang kesayangannya.

Jarak dari rumah menuju mobil pengantin yang akan ditumpangi oleh Dimas sekitar lima belas meter. Belum-belum, mama dan Kezia sudah terlebih dahulu mengapit Dimas di kanan dan kiri ketika pemuda tampan itu masuk mobil. Magnolia tidak mungkin duduk di bagian depan karena Pak De Rahman sudah memutuskan untuk duduk di sana, di sebelah sopir, sehingga lagi-lagi dia memutuskan mengalah dan tidak menolak saat Malik mengingatkannya untuk tidak salah naik mobil.

"Sayang, kamu sama aku. Kita bareng Ayah sama Bunda."

Entah dia memang sengaja atau tidak, begitu Malik mengucapkan kata sayang untuk Magnolia, senyum di bibir Laura langsung terkembang sementara Magnolia sendiri memberi kode lewat pelototan kepada Malik agar dia jangan bicara macam-macam di depan orang tuanya sendiri. 

"Ayo. Duduk sama Bunda." Laura yang menggenggam tangan Magnolia membimbing putri sahabatnya itu untuk masuk mobil putranya. Dua abang Malik tidak bisa menemani karena mereka bertugas di luar daerah. Lagipula, keduanya sudah berumah tangga dan agak repot 
harus datang bersama dengan anak istri mereka masing-masing. 

Magnolia tidak bisa menolak saat Laura mengajaknya duduk bersebelahan di bangku belakang. Lagipula, Mobil milik Malik harus segera berangkat karena jika tidak akan menghalangi rombongan iring-iringan yang berada di belakang.

Mereka hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit mengemudi lalu tiba ke rumah mempelai wanita. Sesampai di sana, suasana sudah ramai oleh tetangga yang ingin merasakan kesakralan momen bersatunya dua anak manusia dalam sebuah ikatan pernikahan. Magnolia yang merasa agak gugup merasa bersyukur, keluarga Hasjim tidak meninggalkannya sama sekali. Meski begitu, dia tetaplah seorang adik yang amat ingin bisa bersama dengan sang abang di detik-detik terakhir Dimas melepas masa lajang. 

Tapi, karena Magnolia sadar, saat ini baik Ira maupun Kezia tidak menginginkan dirinya berada di dekat Dimas, dia mesti berpuas hati untuk memandangi abangnya dari kejauhan. Setidaknya, saat mereka sudah berdiri di samping mobil dan menunggu Dimas beserta ibu dan adiknya berjalan ke arah tenda, Magnolia memilih untuk menunggu dalam diam.

"Yaya." 

Suara Dimas yang ternyata melihat adiknya sedang merenung, membuat Magnolia mengangkat kepala. Dilihatnya Dimas dalam perjalanan menuju rumah Inggit diapit oleh Ira dan Kezia yang menolak terpisahkan dari satu-satunya pria di rumah keluarga Hassan tersebut. Magnolia hanya membalas sang abang dengan sebuah senyum dan dia memperhatikan betapa tampannya sang dokter muda dengan untaian melati yang melingkar di lehernya. 

"Yaya dipanggil Dimas." sentuhan Laura Hasjim di punggung lengan kanan Magnolia membuatnya tergagap. Dia tahu abangnya tadi memanggil.

"Disuruh ke sana. Sebelah Dimas." 

Magnolia yang sebelumnya tidak percaya diri untuk berdiri di barisan keluarganya hampir menggeleng, namun, Laura Hasjim yang tahu betapa paniknya sang calon menantu saat ini, kembali membimbing Magnolia dan mengajaknya mendekat ke arah Dimas yang sepertinya tidak peduli dengan perubahan raut wajah ibunya yang nampak kurang senang melihat Magnolia mendapatkan jatah untuk mengiringi abangnya menuju panggung.

"Nggak usah pikirin mamamu." Laura berbisik di telinga Magnolia begitu mereka sudah masuk ke barisan. Dimas sempat menoleh dan mengusap pipi adiknya lalu cepat-cepat berbalik menuju ke arah depan kembali. Sementara itu, Magnolia membalas kata-kata Laura lewat sebuah anggukan. 

"Ada orang yang tidak tahu bersyukur. Ketika mereka diuji dengan sesuatu, lalu kemudian diberi juga kemudahan dan hikmah, tapi tidak memanfaatkannya buat memperbaiki diri. Nah, itulah mama kamu. Suaminya pernah melakukan kesalahan, dia kemudian bertanggung jawab untuk perbuatannya, merawat kamu sebaik mungkin." Laura Hasjim berbisik sehingga hanya Magnolia yang bisa mendengar kata-katanya dalam perjalanan mereka mengiringi Dimas.

"Cuma, papamu sudah punya janji pulang duluan sama Allah sehingga dia tidak bisa melanjutkan tugasnya sebagai ayah. Beban itu diambil Dimas. Bunda tahu kalian dengan baik, anak-anak sahabatku. Gimana kamu berusaha nggak mau nyusahin Ira. Seharusnya bisa jadi ladang amal buat dia merawat dan mengurus kamu dengan baik, tapi dia nggak memilih itu. Kenapa? Karena dia belum mau berdamai padahal orang-orang yang menjadi penyebab kamu ada, sudah nggak di dunia ini lagi. Kamu jangan merasa bersalah karena mamamu nggak mau menerima kamu sebagaimana Dimas dan Kezia, anak-anak kandungnya. Jangan juga memaksa dia untuk terus menerima kamu karena bisa jadi batas seseorang untuk menoleransikan sesuatu nggak sama."

Magnolia menoleh ke arah Laura dan tersenyum mendengarkan nasihatnya. Tetapi, sebetulnya dia merasa agak cemas Ira akan mendengar obrolan tersebut. Sayangnya, sang mama sepertinya terlalu sibuk dengan Dimas dan hiruk pikuk di sekelilingnya yang kini amat meriah sehingga kemudian, Magnolia merasa sedikit lega.

Kata-kata Laura mengingatkan dirinya pada ucapan Dimas bertahun-tahun lalu sewaktu dia dengan keras hati ingin Malik hanya menoleh kepadanya. Nasihat Dimas agar dia lebih fokus kepada hidupnya sendiri, tidak mengemis cinta kepada Malik nyatanya malah membuat Malik sendiri tidak bisa menjauh dari dirinya sama sekali. 

Magnolia menghela napas. Dia lantas teringat kepada Malik kesayangannya yang saat ini ternyata sedang berjalan ke arahnya dengan didampingi oleh sang ayah. Malik tadi meminta Magnolia dan Laura untuk turun terlebih dahulu sementara mereka memarkirkan mobil. 

Magnolia baru hendak membuka mulut supaya bisa memberi tahu Malik posisi dirinya dan Laura pada saat itu ketika Kezia kemudian menarik lengan kiri Malik sebelum memanggilnya dengan manja dan Malik terpaksa berhenti selama beberapa detik.

"Abang, sini aja."

"Di belakang, bareng Yaya sama Bunda." Malik tanpa ragu melepaskan cekalan Kezia lalu dia buru-buru masuk barisan di belakang Magnolia dan mereka bersiap menunggu aba-aba dari keluarga besan untuk mempersilahkan rombongan mereka masuk.

"Ih, nggak asyik."

Laura menggelengkan kepala melihat kelakuan Kezia yang tidak malu berbuat seperti itu tepat di tengah keramaian seperti ini. Bahkan Dimas harus memperingatkan sikap adiknya tersebut sementara Magnolia sendiri berusaha tersenyum dan memaklumi, bukan Kezia namanya jika tidak seperti itu, berusaha membuat Magnolia marah dan terluka padahal dia tahu, sebenci dan semarah apa pun Kezia kepada saudarinya, Magnolia tidak pernah akan mau membalas.

***

Magnolia kira, menangis di depan kamar Dimas karena menemukan pria kesayangannya itu ternyata menyimpan semua kenangan tentang dirinya saat bersama papa dulu, adalah hal yang paling menyedihkan sekaligus mengharukan buat Magnolia. Dia tahu waktu tidak bisa diputar terutama sejak keputusannya meninggalkan rumah. Segera setelah dia pergi, semua jejak bahwa dulu pernah ada seorang anak bernama Magnolia Rayya Hassan menjadi bagian dari keluarga itu, mendadak lenyap tidak berbekas. Siapa sangka, Mamas yang amat dia sayang menyimpan semua tentang dirinya di dalam kamar. 

Kini, menyaksikan Dimas duduk di meja akad, siap mengucap janji suci dengan ayah Inggit membuat Magnolia harus berusaha tetap kuat. Secara logika, Dimas masih menjadi abangnya, tetapi setelah menikah Magnolia tidak mungkin bisa bersikap sama apalagi dia mesti menjaga perasaan Inggit. Dia tidak ingin menjadi seseorang yang egois, tapi membayangkan setelah ini Dimas bakal menjalani sebuah kehidupan baru dengan tanggung jawab tambahan sebagai seorang suami, membuat dirinya tidak mampu menahan haru. 

"Jangan sedih. Kamu masih bisa peluk-peluk aku kalau kangen dia."

Malik yang saat itu memilih duduk di sebelah kiri Magnolia berbisik. Dia sama sekali tidak melirik ke arahnya, tetapi, Magnolia jelas tahu untuk siapa kata-kata tersebut diucapkan. 

Untung saja Laura sedang bicara dengan suaminya sehingga dia tidak perlu meringis menahan malu ketika dokter muda tidak tahu diri itu terus menggodanya. 

"Enakan dipeluk Keke." balas Magnolia. Dia juga tidak mau menoleh ke arah Malik dan lebih suka melihat jalannya prosesi nikah saat ini. Sang penghulu sudah siap membimbing ayah Inggit untuk memulai akad.

Malik tidak membalas dengan ucapan melainkan meraih tangan kanan Magnolia untuk dia genggam lalu pandangan mereka berdua terarah kepada Dimas yang sudah siap membalas ijab yang barusan diucakan oleh ayah Inggit.

"Saya terima nikah dan kawinnya …. "

Magnolia memejamkan mata, menahan napas dan dia merasakan genggaman tangan Malik di jemarinya semakin erat. Karena itu juga, Magnolia lantas membuka mata dan pada saat yang sama, serentak saksi dan hadirin mengucapkan kata sah.

"Alhamdulillah." 

Magnolia mendengar Malik mengucap hamdallah dan setelahnya, pandangan mereka beradu. Magnolia merasa kikuk dipandangi dengan intens seperti itu dan dia berharap bisa menoleh ke arah lain supaya Malik tidak bisa mengetahui betapa gugup hatinya saat ini. 

"Udah sah jadi suami dia." Malik memberi tahu seolah hal tersebut adalah sebuah berita baru yang tidak Magnolia ketahui. 

"Iya. Inggit juga, udah sah jadi bini." balas Magnolia, memberi informasi penting ini supaya Malik tidak kebingungan bila ada yang bertanya dan respon dokter tampan tersebut adalah sebuah senyum gemas dan dia melampiaskannya pada genggaman tangan mereka. 

"Kita kapan?

"Mulai, deh." Magnolia pura-pura tidak mendengar. Dia menarik tangannya dari genggaman Malik tapi gagal. Malik bahkan tidak peduli peringatan Magnolia bahwa saat itu sedang banyak orang dan dia malu diperhatikan seperti itu. 

Untung saja, tidak lama kemudian, Mama dan Pak De Rahman diminta untuk duduk di depan pelaminan. Acara sungkem siap dimulai dan Magnolia yang ikut tegang tidak kuasa berdiri ingin menyaksikan peristiwa tersebut lebih dekat. 

Tapi, bukan hanya dia saja. Kezia yang duduk di bagian depan, dekat dengan kursi yang tadi diduduki oleh Ira sebelum dia pindah duduk ke kursi pelaminan, tanpa ragu berjalan mendekat. Air mata mereka berdua sudah menggenang begitu Dimas sungkem kepada Ira dan Ira sendiri balas memeluk putra sulungnya dengan amat emosional. 

Kesempatan tersebut tiba setelah Magnolia yang berdiri di belakang Kezia menunggu selama hampir lima menit. Dia kemudian diperbolehkan naik ke pelaminan dan memeluk abang tersayangnya. 

"Mamas." Magnolia yang sudah tidak mampu lagi menahan emosi memeluk erat tubuh abangnya. Mata Dimas sendiri sudah basah sejak dia memeluk Ira ditambah dengan Kezia. Kini, memeluk Magnolia, si bungsu yang selalu dia jaga dengan segenap jiwa telah membuatnya makin emosional. Mereka bahkan tidak sanggup lagi bicara dan hanya berpelukan selama beberapa menit hingga akhirnya pelukan mereka harus terpisah karena Dimas dan Inggit harus melakukan prosesi adat lainnya dan Magnolia kembali ke tempat duduknya setelah dia dibantu oleh Malik yang sengaja menunggu di bawah panggung untuk bergabung dengan Laura dan suaminya.

"Bunda ada tisu." Laura menyerahkan sebungkus tisu ukuran saku yang masih baru. Magnolia menerimanya sambil mengucapkan terima kasih. 

"Nggak apa. Udah nangisnya. Sekarang waktunya senang-senang lihat Dimas sudah jadi suami orang. Nanti, pas giliran kamu sama Malik juga kayak gitu." 

Magnolia sempat berhenti beberapa detik karena mendengar Laura menggoda sementara Malik sendiri mengucapkan terima kasih dan tanpa ragu meminta doa kepada sang ibu yang langsung diamini oleh Laura sendiri hingga akhirnya membuat Magnolia tidak mampu berkomentar apa-apa dan berharap dia bisa bersembunyi karena pada saat itu, tetangga mereka yang lain juga ikut menguping dan mengucap amin secara serentak yang segera saja membuat telinga Magnolia bersemu merah.

Tapi, keceriaan di hari pernikahan Dimas ternyata tidak sepenuhnya terjadi pada Magnolia. Menjelang pergantian acara, saat Dimas dan Inggit dibawa ke kamar pengantin untuk sesi foto dan berganti pakaian resepsi, Magnolia yang berhasil mengabadikan beberapa foto di ruang tengah rumah keluarga Inggit, ditarik paksa oleh ibu tirinya ke dekat kamar mandi yang letaknya di bagian belakang rumah hingga mereka hanya tinggal berdua saja di sana. 

"Puas, ya. Lo ngerasa jadi artis, jadi pusat perhatian." Ira mencengkeram kedua bahu Magnolia dengan amat kuat sehingga Magnolia merasa kalau kuku lentik bercat merah cabe milik ibunya menembus ke dalam daging.

"Maaf, Ma. Mama ngomong apa? Yaya nggak ngerti."

Kuku milik Ira kembali menancap dan membuat Magnolia sempat mengernyit, tetapi, dia memilih untuk tidak protes. Ada sebab yang telah memancing emosi ibunya dan Magnolia selama acara memilih untuk duduk di dekat Laura hanya bisa bertanya-tanya dalam hati.

"Lo beneran kayak lonte, goda-goda anak orang. Setan, lo. Gue malu banget! Pake nempel-nempel pula sama Laura." 

***

Continue Reading

You'll Also Like

997K 49.1K 65
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
6.4M 189K 61
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
5.9M 251K 57
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
313K 37.5K 30
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...