Matahari Dan Bintang

By sirhayani

379K 55.7K 2.7K

SELESAI ✔️ Bintang, cewek yang pernah tinggal di jalanan selama bertahun-tahun, tiba-tiba terbangun di sebua... More

blurb & prakata
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 51
PART 52
PART 53
EPILOG
Time Paradox (Perjalanan Waktu Selanjutnya)

PART 46

3.5K 682 23
By sirhayani

PART 46

Bintang tak juga bisa mengingat kronologi bagaimana dia bisa berada di apartemen Baskara. Satu-satunya alasan dia bertahan lebih lama adalah karena dia menangis dan memikirkan Baskara setelah melihat pesawat. Dia ingat perasaannya saat itu bukan sebuah perasaan yang membuatnya ingin kabur dari Baskara, tetapi sebaliknya. Ada perasaan rindu dan itu tak masuk akal mengingat Baskara juga tak tahu apa-apa tentangnya.

Dia tak bisa hanya diam di dalam apartemen. Terkurung tanpa tahu dunia luar padahal dunia di luar sana bisa saja membuatnya mengingat banyak hal, tetapi dia tahu Baskara tak akan membiarkannya pergi begitu saja.

Jika Baskara bersikeras untuk tak membiarkannya pergi, maka Bintang terpaksa harus kabur dengan cara yang tak Baskara duga.

Bintang keluar dari kamar disaat matahari belum terbit sepenuhnya. Dia pikir, Baskara belum bangun. Ternyata cowok itu justru sedang berada di dalam dapur dalam kondisi setengah telanjang; hanya mengenakan celana panjang dan bertelanjang dada. Mereka saling pandang dan terkejut satu sama lain.

Ketika Bintang baru akan membuka suara, bantingan pintu kulkas terdengar cukup keras sehingga membuat Bintang mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Tak berani bicara setelah melihat tatapan dingin di wajah cowok itu. Baskara tak mengatakan apa-apa dan melewati Bintang begitu saja menuju kamar.

Bintang berbalik menatap Baskara yang semakin menjauh. Baskara memasuki kamarnya dan neninggalkan suara bunyi cukup keras dari bantingan pintu yang tak sengaja dia lakukan.

Kenapa lagi dengan cowok itu?

Bintang pikir Baskara masih marah karena sebelumnya Bintang memang membahas tentang bagaimana jika dia pergi dari sisi Baskara. Dia tak menyangka Baskara akan semarah ini.

Bintang berhenti dan menatap pintu keluar yang bisa saja dia buka sekarang, lalu pergi sejauh-jauhnya tanpa pamit. Namun, ada beberapa hal yang tak sempat dia pelajari termasuk cara keluar dari gedung apartemen ini. Menggunakan lif atau tangga darurat? Meminta tolong kepada seseorang yang mungkin saja kebetulan memasuki lif yang sama?

Bintang tak bisa mengikuti cara itu. Sedikit saja dia membuat kesalahan pada hal-hal yang tak terduga ke depannya, maka semua akan berakhir jauh lebih rumit. Bintang akan melakukannya dengan perlahan. Lagipula dia tak akan pergi tiba-tiba sebelum membujuk Baskara. Bagaimana pun, kabur adalah opsi paling akhir yang ingin dia lakukan.

Dia tak memikirkan hal lain selain ingin segera bicara dengan Baskara. Dia membuka pintu kamar Baskara tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ditatapnya Baskara yang baru saja terkejut akan kehadirannya yang tiba-tiba. Bintang mendorong pintu kamar Baskara lebar-lebar kemudian melihat Baskara menatapnya dengan tatapan tajam.

"Siapa yang ngizinin lo masuk?"

Bagaimana pun, tatapan itu tak pernah Baskara berikan pada Bintang sebelumnya.

"Maaf. Aku—" Belum berhasil menyelesaikan ucapannya, Baskara mendekatinya dan mendorongnya dengan kasar keluar dari kamar itu. Bintang nyaris terjatuh ke lantai karena dorongan Baskara yang kuat.

"Ka ... mu kenapa?" tanya Bintang dengan suara pelan. Perlakuan Baskara yang tak biasa membuatnya jadi bertanya-tanya dalam hati.

Mereka saling pandang. Bintang tak berani bicara lagi sampai terdengar decakan dari Baskara.

"Bisa nggak lo pergi dari pikiran gue?"

Bintang menaikkan alis tinggi-tinggi.

Baskara memalingkan wajah darinya dan kembali berdecak."Ck, lupain aja," katanya dengan suara pelan. Dia berbalik untuk ke kamarnya dan Bintang segera mengikuti Baskara.

"Tunggu aku mau ngomong sesuatu." Bintang berhasil masuk ke kamar Baskara sebelum Baskara mengunci pintu. "Aku nggak tahu kenapa kamu tiba-tiba sensi sama aku lagi. Aku nggak tahu kamu lagi ada masalah apa. Atau karena kamu masih marah soal gimana kalau aku pergi dari sini?"

Meski cowok itu berbalik menatapnya, tetapi dia tak menjawab pertanyaan Bintang. Bintang menghela napas pelan.

"Soal pertanyaan itu bukan sekadar pertanyaan doang, tapi aku juga mau berusaha untuk ingat kondisi sebenarnya kenapa aku bisa ada di sini. Aku harus keluar untuk cari tahu. Di sini, aku nggak bisa ingat apa pun. Biarin aku—"

"Stop."

"Aku belum sele—"

"Gue bilang stop, sialan!" Meski tak berteriak, tetapi kata-kata Baskara penuh penekanan dan membuat Bintang menciut. Ditambah tatapan Baskara yang asing juga kata-kata kasar yang tak pernah dikatakan Baskara padanya sebelum ini. "KELUAR DARI KAMAR GUE SEKARANG!"

Setelah teriakan Baskara, suasana hening tercipta cukup lama.

Bintang terdiam memandang Baskara dalam keheningan. Dia heran kenapa matanya jadi berkaca-kaca. Pandangannya ke Baskara juga jadi buram. Walau air matanya belum luruh ke pipi, tetapi air matanya sudah menumpuk di pelupuk mata.

Baskara melihat itu dengan terkejut. Cowok itu tak mengatakan apa-apa. Dia mengambil kunci motornya dan berhenti di depan Bintang yang menghalangi jalan.

"Minggir."

Bintang keluar dari kamar itu untuk memberikan Baskara ruang. Meski begitu, dia tak tenang karena tak tahu apa yang salah dari dirinya. Tak mungkin kan Baskara semarah ini karena dia membuka pintu kamarnya tanpa permisi?

Bintang berlari mengejar Baskara dan berhasil meraih ujung kaos cowok itu, tetapi tangannya langsung ditepis dengan kasar. Membuat Bintang mematung. Tangannya terasa kebas oleh tepisan kasar Baskara yang kuat.

"Ck. Jangan sentuh gue." Tanpa berbalik, Baskara meninggalkan kalimat terakhir yang menyakitkan.

Bintang mengepalkan tangannya sambil melihat pintu yang sudah tertutup. Rasa sesak di dada yang membuatnya mengeluarkan air mata karena sikap asing Baskara.

Bintang akan kabur, tetapi sebelum itu dia harus tahu kenapa Baskara marah.

Berbulan-bulan menghabiskan waktu di apartemen hanya ditemani Baskara, Bintang telah merasakan sebuah ikatan yang tak disadarinya kepada cowok itu.

***

Baskara memanggilnya pagi-pagi buta dan saat ini Aska dan Baskara berada di luar gedung apartemen. Hanya saja sudah belasan menit berlalu dan Baskara belum juga mengatakan sesuatu. Cowok itu juga membiarkannya merokok. Meski Aska tahu Baskara bukan seorang perokok, tetapi karena tak tahan akhirnya dia sedikit menjauh dari Baskara untuk menghilangkan penat dengan sebatang rokok yang sudah dinikmatinya sejak dua menit lalu.

Aska pikir Baskara tak akan mengatakan sesuatu. Ditatapnya cowok itu dengan heran. Terlihat jelas di wajah Baskara, terdapat keraguan yang besar. Apa dia ragu mengatakan sesuatu yang dipikirkannya sejak tadi?

"Jadi, apa yang mau lo omongin, Bro?" Aska mengisap rokoknya dalam-dalam.

"Apa wajar mimpiin cewek yang dikenal di dunia nyata?"

"Uhuk!" Aska menekan dadanya. "Uhuk. Uhuk."

Dia terlalu terkejut sampai batuk. Tak mungkin Baskara bertanya serius hanya soal memimpikan seorang cewek, kan? Aska langsung membelalak.

"Bentar. Maksud lo mimpi ... basah?"

"He'em."

"Ohok. Ohok." Batuk Aska semakin parah dari sebelumnya.

Seorang Hari ... mencurahkan isi hatinya akan hal itu?

Dia pikir Baskara itu cowok yang belum pernah mengalami mimpi basah. Aska bahkan pernah berikir bahwa Baskara adalah seorang aseksual.

Aska juga tahu bahwa Baskara belum pernah masturbasi sampai umurnya 17 tahun. Baskara pernah mengakui itu setelah Aska menawari segudang video porno di lapotopnya kepada Baskara. Aska pikir Baskara akan senang, tetapi rupanya Baskara menolaknya mentah-mentah. Pembahasan mengalir sampai pada persoalan masturbasi.

Cowok di depannya ini memang beda dari yang lain, tapi mimpi basah adalah sesuatu hal alami dari tubuh yang tak bisa dia hindari.

"Wajar wajar aja, kok. Itu artinya cewek yang lo mimpiin itu sering lo pikirin." Aska mematikan rokoknya untuk berpikir dengan serius. "Hm..., katanya sih kalau sampai mimpi berhubungan badan, itu artinya lo emang pengin ngelakuin itu di dunia nyata."

Hening. Aska merasakan Baskara sedang menatapnya. Ketika dia melihat Baskara, benar bahwa Baskara menatapnya dengan tatapan penuh peringatan.

Apa dia salah bicara? Aska tak merasa salah bicara, tetapi dua harus memperbaiki kata-katanya sebelum dibunuh.

"Gue bahkan nggak pernah mikir yang enggak-enggak bareng dia," kata Baskara, lalu menatap ke lain arah lagi.

"Ah, haha. Gue tadi salah ngomong kayaknya. Maksud gue, itu artinya lo ada ketertarikan sama dia, tapi ketertarikan itu nggak selamanya soal nafsu seks. Oke? Jadi, jangan khawatir. Itu normal, kok. Normal." Aska mengibaskan tangannya sambil terkekeh sok asyik. Apa yang Aska pikirkan berbeda dengan yang barusan dia ucapkan. Bagaimana pun, yang namanya ketertarikan ada hubungannya dengan nafsu. Kedua hal itu tak bisa dipisahkan satu sama lain.

Aska melirik Baskara. Apa cowok itu sedang tidak ingin mengakui bahwa dirinya menyukai seseorang?

"Udah dua kali gue mimpiin cewek yang sama."

"Uhuk. Uhuk." Aska menunduk dan memukul-mukul dadanya. Tersedak bukan karena asap rokok, tetatpi ludahnya sendiri. "Emang biasanya mimpi cewek lain?"

"Biasanya mukanya nggak jelas."

"Ahaaha." Aska mengibaskan tangannya. Wajar Baskara seperti itu. Selama mengenal Baskara, cowok itu tak pernah memperlihatkan ketertarikannya kepada seorang cewek. "Dah mo balik?"

"Ya." Baskara meninggalkan tempat itu dan kembali memasuki gedung apartemen.

Di dalam lif, dia merenungkan perlakuannya tadi kepada Bintang. Sekarang, Baskara khawatir Bintang akan kecewa kepadanya. Mimpi sialan itu sudah mengganggu pikirannya sampai membuatnya tak ingin dekat-dekat dengan Bintang. Sikap Bintang yang bodo amat berada di dekatnya membuat Baskara semakin frustrasi.

Baskara mengingat ke belakang dan menyadari bahwa Bintang tak takut sama sekali padanya. Apa Bintang tak tahu soal dua manusia berbeda jenis kelamin dalam satu ruang yang sama adalah hal yang berbahaya?

Baskara memang tak pernah sampai ingin macam-macam kepadanya, tetapi karena mimpi yang mengganggu itu membuat Baskara justru takut pada dirinya sendiri.

Apa sudah waktunya dia membiarkan Bintang pergi?

Baskara menatap pintu lif yang terbuka.

Tidak. Dia tidak ingin Bintang pergi meninggalkannya. Dia sudah nyaman dan takut akan kehilangan, tapi Baskara juga tahu tak selamanya mereka bersama. Entah apa yang akan terjadi ke depannya. Akan tetapi, bagaimana pun itu, satu-satunya yang diinginkan Baskara saat ini adalah mengurung Bintang dan tak membiarkannya ke mana-mana.

Jika perlu membawa Bintang ke sebuah tempat terpencil di mana Bintang tak akan bisa lari darinya.

Baskara membuka pintu unit apartemennya dan melihat Bintang yang ketiduran di sofa.

Ada satu hal yang paling terbaik dari semua hal, yaitu membuat Bintang bergantung padanya.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Continue Reading

You'll Also Like

22.9K 1.1K 28
#2melodylan 1-01-2020 #1 erisca oktober-november-desember 2019 #1 melodylan #2 i'myours 29-09-2018 #4 alasan 24-05-2019 "Alda, gue suka sama lo." Sel...
Silent Girl By Indah Thaher

Mystery / Thriller

468K 41.8K 55
Gadis itu selalu sendirian, tidak punya teman dan seperti diasingkan dari kota kelahirannya sendiri. Lalu tiba-tiba saja berita kematiannya datang...
11.8M 735K 55
Sejak orang tuanya meninggal, Asya hanya tinggal berdua bersama Alga, kakak tirinya. Asya selalu di manja sejak kecil, Asya harus mendapat pelukan se...
540K 13.7K 13
Berawal dari ide gila saudara kembarnya untuk bertukar tempat selama satu hari, Bella tak menyangka akan dihadapkan oleh pertandinga basket melawan B...