Kennand Perfect Boyfriend

By _avocadish_

93.8K 6K 636

'๐ฌ๐ข๐ง๐ ๐ค๐š๐ญ ๐ฌ๐š๐ฃ๐š ๐ข๐ง๐ข ๐š๐๐š๐ฅ๐š๐ก ๐ค๐ข๐ฌ๐š๐ก ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐›๐ž๐ซ๐š๐ฐ๐š๐ฅ ๐๐š๐ซ๐ข ๐ค๐ž๐ฉ๐ฎ๐ซ๐š-๐ฉ๐ฎ๐ซ๏ฟฝ... More

PROLOG
Part : 1
Part : 2
Part : 3
Part : 4
Part : 5
Part : 6
Part : 7
Part : 8
Part : 9
Part : 10
Part : 11
Part : 12
Part : 13
Part : 14
Part : 15
Part : 16
Part : 17
Part : 18
Part : 19
Part : 20
Part : 21
Part : 22
Special parts: Tentang Hazel
Part : 23
Part : 24
Part : 25
Part : 26
Part : 27
Part : 28
Part : 29
Part : 30
Part : 31
Part : 32
Part : 33
Part : 34
Part : 35
Part : 36
Part : 37
Part : 38
Part : 39
Part : 40
Part : 41
Part : 42
Part : 43
Part : 44
Part : 45
Part : 46
Part : 47
Part : 48
Part : 49
Part : 50
Part : 51
Part : 52
Part : 53
Part : 54
Part : 55
Part : 56
Part : 57
Part : 58
Part : 59
Part 60
Part : 61
Part : 63
Part : 64
Part : 65
Part 66
Part 67
Part 68
Part 69
Part 70 [Ending]

Part : 62

505 32 1
By _avocadish_

Happy reading


Abhi baru saja menyelesaikan operasi mendadaknya kini ia baru saja sampai di dalam ruangan nyaman serba putih, kamar yang sudah di desain se-nyaman mungkin untuk anaknya sendiri.

Tapi entah kemana perginya gadis itu, hanya tersisa barang-barang dan Nazel saja yang ada disana.

Untuk Michael dan Alana masih ada di apartemen milik Hazel sekarang.

"Zel, adekmu kemana?" Tanya Abhi, pandangannya sedari tadi mengitari seisi kamar namun pandangannya tetap tak menangkap keberadaan gadis itu.

"Hazel?" Tanya Nazel balik, ayahnya mengangguk. "Gak tau," Nazel mengacuhkan pundaknya. "Tadi pas baru aja datang, ada laki-laki yang kayaknya kenal sama dia, mereka pergi bareng deh."

"Kamu tau siapa laki-laki itu?" Tanya Abhi lagi.

Nazel menggeleng. "Nazel gak tau papa, cuma kayaknya laki-laki itu tau latar belakang papa atau Hazel di Indonesia makanya dikasih izin buat naik ke lantai ini."

Benar juga. Berarti seharusnya Abhi tau siapa sosok lelaki asing yang berhasil menginjakan kakinya di lantai pribadi ini.

"Apa perlu Nazel cari Hazel?" Tawar Nazel yang sudah bangun dari duduknya.

Abhi nampak menggeleng. "Gak usah, biar papa aja yang cari. Kamu mending lanjutin tugas kuliah kamu."

Nazel mengangguk. Dan saat itu juga Abhi berjalan dengan tempo cepat, mencari dimana anaknya berada. Tak apa-apa sebenarnya, hanya saja abhi khawatir dengan siapa Hazel pergi.

Secara, kondisinya harus sangat stabil sebelum dilakukannya operasi pada esok hari.

Abhi sama sekali tak melihat keberadaan Hazel di lingkungan rumah sakit. Sampai akhirnya kini ia ada di depan pintu restoran di dekat rumah sakit itu.

Dan yaa. Ia menemukan Hazel disana, dan benar apa kata Nazel tadi. Hazel memang pergi bersama seorang lelaki.

Abhi tak berniat akan menghampiri gadis itu, hanya saja.. ia akan melihat siapa lelaki dia sebelah anaknya itu.

Akhirnya Abhi memesan kopi, dan duduk tak jauh dari tempat dimana Hazel duduk.

Abhi sedikit mendengar percakapan mereka. Menggunakan bahasa Indonesia, berarti lelaki itu adalah teman Hazel di Indonesia, pikirnya.

Abhi masih tetap berusaha melihat siapa lelaki itu dan pada akhirnya ia mengetahuinya.

Lelaki itu adalah anak dari pasangan Albern Chaiden Edzard Alexander dan Athalia Ednen Adrienee. Anak dari pasangan yang sangat ia butuhkan pertanggung-jawaban.

Abhi masih menahan dirinya, ia tak mau menghampiri Hazel disana. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi dari sana, dan hanya akan menemui Hazel di ruangannya nanti saja.


"Daahh," Kennand melambaikan tangannya, meski sebenarnya hotel yang Kennand pesan tak jauh dari rumah sakit itu, namun, setelah mengetahui Hazel ada disana rasanya tak ingin berpisah lagi, ia takut akan berpisah lama seperti sebelumnya.

"Nanti kita ketemu di tempat yang tadi kita omongin." Lanjut Kennand.

Hazel mengangguk, lalu memposisikan dirinya seperti menghormat, dengan tangan tepat di depan alis. "Siap, bos!"

Kennand kembali melambaikan tangannya, kemudian berbalik dan berjalan menuju lift.

Hazel menghela nafasnya, ada rasa bahagia dan takut mengerumuninya. Bahagia karena berhasil kembali bertemu dengan Kennand, lelaki yang sangat ia tunggu untuk kembali bertemu. Dan rasa takut dengan apa yang akan ia jalani setelah ini.

Hazel memasuki ruangan VVIP-nya, disambut dengan Abhi yang kini tengah menatapnya horor.

Hazel tiba-tiba saja gelagapan, jujur ia agak takut jikalau semisal abhi akan marah atau lebih dari itu. Karena, tadi ia pergi tak izin terlebih dahulu pada ayahnya itu, Hazel hanya izin pada Nazel saja.

"A-ayah, Hazel minta maaf pergi gak izin sama ayah," Ujar Hazel gugup dengan mata yang tak berani menatap ayahnya. "Hazel janji gak akan ulangin lagi."

"Kamu darimana?" Tanya abhi dengan nada serius.

"Hazel dari restoran bawah.." Jawabnya jujur, ia sudah merasa bersalah karena pergi tak izin, ia tak ingin lagi menambah rasa bersalahnya karena berbohong pada ayahnya.

"Sama siapa?" Abhi masih bersuara dengan nada serius.

"Sama temen deket di Indonesia." Hazel menjawab, kini menunduk karena takut dan merasa bersalah.

Kenapa gadis itu ketakutan? Tatapan Abhi yang membuatnya takut, ia tak pernah dipandang setajam ini sebelumnya. Jadi, ini membuatnya sangat ketakutan.

"Nazel bilang laki-laki? Bener?"

"Bener ayah," Hazel mengangguk dengan gemetar.

Kini Abhi bangun dari duduknya, berjalan memutari tubuh Hazel yang kini nampak berkeringat dingin.

"Nama laki-laki itu Kennand? Kennand Akhazan Edzard Alexander, anak dari Albern Chaiden Edzard Alexander? Betul?" Tanya Abhi.

Hazel terdiam beberapa saat. Mengapa ayahnya bisa tahu soal ini. Ia jadi ingat soal Abhi yang bertemu Athalia, nampak tak akur. Apa ada masalah yang tidak Hazel ketahui antara keluarga Edzard Alexander dan keluarga Dirgantara itu?

Hazel tak menjawab, ia hanya berusaha meneguk salivanya. Ketakutan membuat tenggorokannya terasa sangat kering.

"Kamu punya hubungan pertemanan sama dia? Atau hubungan lebih dari teman? Jawab jujur nak, ayah mau kamu jujur sama ayah," Pertanyaan abhi tetap membuat Hazel takut, meskipun nada bicara abhi mulai melembut.

"Untuk sekarang cuma sebatas teman." Jawabnya.

"Sekarang? Yang lalu? Atau untuk selanjutnya, akan lebih dari sebatas teman?"

Pandangan gadis itu semakin menunduk, sekujur tubuhnya sudah pucat. Terlebih lagi keringat dingin yang sedari tadi mengucur seperti orang kegerahan.

"Jangan temuin dia lagi, nak.." Pesan Abhi. "Dia bukan orang yang tepat buat kamu." Lanjutnya.

"Dia baik---"

"Ya. Ayah tau, dia memang anak laki-laki yang mapan, dia anak laki-laki yang baik. Tapi kamu harus tau latar belakang keluarga dia seperti apa,"

"Mungkin kamu bisa deket sama Athalia ataupun Albern yang bersikap lembut sama kamu sekalipun, kamu tau gak mereka bersikap kayak gitu sama kamu tuh kenapa?"

Hazel kembali gemetaran, menggeleng lalu menunduk kembali.

"Karena mereka yang udah bunuh ibu kamu."

Hazel menaikkan pandangannya, menatap ayahnya. Terkejut? Sudah pasti, namun dibalik itu, ada rasa tidak percaya juga.

"Maksud ayah gimana?" Tanyanya gugup, ia benar-benar terkejut mendengar paparan ayahnya tadi.

"Ya itu faktanya. Mereka semua udah bohongin kamu, mereka sembunyiin semuanya dari kamu, padahal yang sebenarnya mereka pembunuh ibu kamu. Ayahnya Kennand, Albern, dia yang udah bikin ibu kamu kehilangan nyawanya."

Hazel kini terdiam mematung, terlalu terkejut mendengar hal ini. Ia tak ada rasa dendam, hanya saja sangat kecewa. Mengapa Kennand tak pernah menceritakan semuanya.

Lagipula kalaupun Kennand menceritakan semuanya, Hazel akan sangat menerima itu. Karena apapun yang terjadi semuanya sudah ada pada garis takdir. Tapi karena Hazel merasa ia telah dibohongi, ia sangat kecewa. Sangat amat kecewa.

"Gimana ceritanya, ayah? Boleh Hazel tau?"

Abhi menipiskan bibirnya, menghela nafasnya berusaha meyakinkan diri untuk memberi tahu yang sebenarnya. Abhi mengerti bagaimana ada di posisi Hazel sekarang, ia akan sangat terpukul dan kecewa. Dan bisa saja gadis itu menyimpan dendam tersembunyi.

Abhi mulai menceritakan kronologi kejadian dari awal mula, Abhi juga menceritakan ini berusaha se-detail mungkin menurut kejadian yang ia tahu dulu.

Hazel mengerutkan keningnya, memahami setiap kata dari cerita yang ayahnya ceritakan.

"..... sehabis Albern denger kalau Nindya gak selamat dari kecelakaan itu, dia kabur tanpa tanggung jawab dan pergi pulang ke Amerika sini. Sampai sekarang dia selalu mengalihkan pembicaraan kalau ayah bahas soal tanggung jawab kematian Nindya."

"Terus istri kedua ayah?" Tanya Hazel. Karena setahu Hazel istri kedua Abhi lah yang telah membunuh ibunya, tak pernah tersirat sedikitpun jikalau ayah dari Kennand yang sudah membunuh ibunya.

"Jujur aja dia juga memang mencelakai Nindya, hanya saja Nindya masih selamat pada saat itu, tapi Nindya lumpuh akibat perlakuan mamanya Nazel."

"Ayah---"

"Zel." Abhi memejamkan matanya, memotong perkataan Hazel. "Ayah tau kamu bakalan se-kecewa apa sama ayah, ataupun keluarganya Athalia, dan bahkan keluarga baru ayah sendiri. Tapi ayah mohon sama kamu jangan— jadi pendendam, kayak ayahmu ini."

"No," Hazel menggeleng kepalanya. "Hazel gak dendam sama siapapun, sekalipun sama ayahnya Kennand yang gak tanggung jawab. It's okay, semuanya udah terjadi gak akan bisa diulang jadi— Hazel ikhlas, bahkan Hazel seneng ayah mau cerita semuanya sama Hazel."

"Lihat anak ini Nindya, anak yang waktu itu saya anggap bukan anak kandung saya, kita yang resmi cerai di hari lahirnya dia, dia anak yang pernah saya sumpahi untuk mati saja daripada harus saya anggap anak.. sekarang dia jadi kesayangan saya, mungkin jika kamu masih hidup kamu akan melarang saya untuk bertemu anak ini. Saya sangat berterimakasih, karena kamu sudah menghadirkan dia untuk saya, terimakasih..." Batin Abhi. Abhi sangat tidak ingin hal buruk yang ada pada dirinya turun pada Hazel. Ia hanya ingin gadis itu tumbuh di atas didikan yang baik, sama seperti didikan keluarga dari Nindya untuk Hazel.

"Ayah?" Hazel melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah Abhi, membuat ayahnya itu sedikit terperanjat kaget.

"Ya? Kenapa? Ada yang sakit?"

Hazel menggelengkan kepalanya. "Gak ada ayah.. Hazel cuma ngantuk, Hazel mau tidur aja sebentar boleh kan?"

"Boleh boleh," Abhi mengangguk. "Justru kamu harus banyak istirahat buat operasi besok, cerita ayah tadi gausah kamu pikirin dulu, oke?"

"Iya.. Hazel gak akan kepikiran cerita ayah yang tadi, tapi—"

"Tapi kenapa?"

"Ayah jangan kemana-mana, ayah disini aja Hazel gak mau sendirian,"

Abhi mengerutkan keningnya bingung, tak biasanya Hazel seperti ini. Biasanya jika gadis itu hendak tidur, maka harus sepi, harus sendirian supaya tak terganggu. Tapi kali ini berbeda, gadis itu malah tak memperbolehkan ayahnya pergi.

"Kenapa? Biasanya kalau mau istirahat kamu usir ayah biar sendirian, biar gak keganggu juga."

"Sekarang enggak, ayah disini aja, jangan kemana-mana." Kekeh Hazel meminta agar ayahnya tetap ada disana.

"Sampai Nazel pulang kuliah?"

Hazel menggeleng. "Enggak, ayah disini aja. Bawa kerjaan ayah kesini, pokoknya ayah jangan kemana-mana, jangan tinggalin Hazel sendirian, Hazel takut.."

"Oke, oke. Ayah bawa kerjaan ayah kesini, dan kamu tidur duluan aja, ayah janji ayah temenin kamu disini."

Gadis itu mengangguk, Abhi nampak tak tega dan sedikit merasa bersalah sudah menceritakan semuanya. Tapi ini yang memang seharusnya terjadi, Abhi tak mau terus-menerus membohongi anaknya.

Sepasang mata yang memerah dan terlihat sangat amat lelah perlahan menutup. Gadis itu bisa terlelap tidur sangat cepat jika ia lelah.


"Gue agak nyesel ya waktu itu dapet biru, capek banget anjir kuliah. Gue nyesel banget seriusan." Ujar Ellio. Remaja lelaki berusia 19 tahun yang bahkan baru saja memulai kuliahnya beberapa bulan lalu, tapi kini, lelaki itu sudah mengeluh.

Langit juga menyahuti, ia duduk di bangku kuliah sebelah Ellio. "Lo kira gue enggak? Ha? Gue juga nyesel, kalau bukan karena masa depan atau orang tua, jujur aja gue gak mau kuliah."

"Kalian tuh gausah ngeluh-ngeluh kayak gitu, coba lihat diluar sana masih banyak yang mau kuliah tapi gak bisa. Dengan alasan gak lolos lah, atau gak ada biaya. Tapi kita? Kita udah bisa kuliah tanpa kekurangan apapun, jadi gak usah ngeluh." Papar Derry nampak memberikan nasehat.

"Tau tuh, kita bersyukur woy bisa masuk universitas negeri mana kita lolos jalur yang banyak orang pengen." Sahut Jio.

Kini mereka tak berpisah lagi, keenam member inti Azgerios kini ada di satu universitas yang sama. Termasuk Jio, tak berpisah seperti masa SMA nya.

"Si Axel kayaknya udah ada ancang-ancang mau selingkuh lagi nih, kemaren dia kenalan sama cewek jurusan sebelah. Senyum-senyum masa, eneg banget gue liatnya." Cibir Derry.

"Woy! Axel! Lo kalau mau selingkuh minimal putusin dulu si Qila, gue kasian sama tu cewek dari jaman apa lo selingkuhin mulu." Satu pukulan cukup keras melayang tepat di atas kepala Axel. Tak lain tak bukan pukulan itu berasal dari tangan Langit yang pro.

"Selagi gak ketauan gak apa-apa, diem aja lah lo pada. Kalau bocor berarti kalian cepu ye."

"Dih sape lo hah? Bapak gue Lo? Ngatur-ngatur, mau kita cepu kek cepi kek serah kita lah, lo aja gak mau diatur apalagi kita!" Cibir Ellio yang kini menatap Axel sinis.

"Buat petisi lah, buat berhentiin si Axel selingkuh."

"Wajib setuju, yang kagak setuju kita unpren saja!"


"Permisi," Seorang perawat memasuki ruangan dengan makanan di nampan juga beberapa obat di sebelah piringnya. "Dokter Anderson memberi saya perintah untuk memberikan ini, pasien harus makan dan minum obat ini sebelum diharuskan tidak makan dan minum sebelum operasi." Jelas perawat itu.

Abhi mengangguk dengan pena yang ia genggam di tangannya. "Simpan saja di mejanya, dia masih tidur nyenyak."

Sebenarnya Abhi sangat tak ingin menganggu tidur gadis itu, tetapi, memang sudah waktunya untuk bangun walau hanya sebentar untuk makan dan minum obatnya pula.

Perawat itu menunduk lenguh, kembali keluar ruangan dengan salam sopan.

Pandangan Abhi kembali pada gadis yang masih terlelap dalam tidurnya, Abhi merasa takut juga tak tenang entah kenapa. Mungkin karena esok anaknya itu akan dioperasi mungkin tidak. Justru, Abhi sangat bersyukur akhirnya operasi itu bisa dilakukan.

Namun, entah kenapa seperti ada yang mengganjal, perasaan tidak enak terus mengerumuninya sejak tadi. Bahkan, ia bekerja pun tak fokus karena rasa itu.

Abhi terdiam hingga belasan menit, memikirkan apa yang mengganjal pikirannya sejak tadi.

Pikirannya itu buyar seketika saat mendengar alat yang berbunyi sebagai tanda adanya detak jantung berbunyi dengan jarak yang panjang. Terdengar sangat lambat dan jauh antara satu detak dengan detak yang lain.

Tanpa berpikir panjang, akhirnya Abhi berjalan cepat menuju anak gadisnya. Memastikan bahwa anaknya itu baik-baik saja. Karena satu yang ia takutkan, ini sering terjadi juga saat Hazel dirawat di rumah sakit Indonesia. Bahkan yang paling membuatnya trauma adalah saat Hazel sempat henti jantung. Ia sangat amat takut gak itu kembali terjadi.

Detak jantungnya melemah. Ya, Abhi menyimpulkan begitu saja. Ia panik sampai berkeringat dingin, ia dengan cepat memanggil Anderson agar lebih pasti dan berharap Hazel akan baik-baik saja.

Beruntung Anderson datang dengan cepat, dengan beberapa perawat yang dipercayainya. Dengan segera mereka mengecek kondisi Hazel yang kini terlihat seperti tengah kesulitan bernafas.

"Siapkan ruang ICU! Sekarang!" Tegas Anderson.

Mengerti dan mencoba untuk tenang agar semuanya berjalan dengan baik. Abhi juga ikut serta dalam persiapan ruang ICU. Apalagi untuk anak kesayangannya. Ia hanya mengatur nafasnya yang memburu dan mencoba menenangkan diri. Yakin bahwa anaknya akan baik-baik saja.

Tatapan matanya seolah tak ingin menatap Hazel. Ia takut benar-benar takut. Ternyata hal yang sedari tadi mengganjal pikiran dan hatinya, semua terasa sangat tidak enak. Mungkin karena ini.

Banyak pasien yang Abhi rawat dengan kondisi yang sama seperti Hazel, jika keadaannya sudah begini lalu kondisinya pun sudah seperti itu. Tak ada cara lain, cukup pasrah, ikuti, dan terima takdir Tuhan.

"Dia kritis, seperti dugaan kita sel kankernya sudah menyebar ke organ tubuh lain." Jelas Anderson lembut dan pelan agar Abhi tak tambah panik.

"Apa yang bisa kita lakukan sekarang?"

"Tidak ada." Anderson menggeleng.

Abhi membulatkan matanya. "Apa maksud dari kata tidak ada? Kita tidak akan melakukan apa-apa?"

"Bukan seperti itu, maksudnya apapun yang kita lakukan akan sia-sia, tak akan berefek sama sekali."

"Apa salahnya mencoba? Saya hanya ingin anak saya sembuh.."

"Jika sudah seperti ini kata sembuh sepertinya sangat mustahil terjadi, Abhitama.. saya tau apa yang kamu rasakan sekarang,"

"Saya bisa merasakan bagaimana hari-hari terasa tak tenang, saya juga punya anak perempuan, dan saya membayangkan jika saya ada di kondisi seperti ini saya akan memilih bunuh diri saja."

"Saya ayah yang gagal.."

"Tidak ada kata seperti itu di dunia, Hazel anak perempuan yang kuat, dia ada di titik sekarang itu adalah suatu keajaiban yang sebenarnya mustahil terjadi juga."

"Jadi jika kata sembuh mustahil, apa itu akan terjadi bila takdir Tuhan berkata lain?"

"Takdir Tuhan sangat indah, apapun yang terjadi itu sudah jalannya kita hanya harus bisa menerima saja."

"Saya gagal, saya kecewa, saya buruk, saya pembunuh, saya tidak bisa melakukannya dengan baik."



P P P

Jangan lupa vote dibawah ini, komen-komen juga ya. Hari Kamis tanggal 28 Juli gak bisa update kemarin, hari ulang tahunku gays makanya kelupaan kau update, hehe sorry ya.

Beberapa part menuju end, gimana mulai bisa terbayangkan endingnya akan seperti apa..

Jangan lupa follow Instagram wp.ayaa_
TikTok dreamxayaa

Papay see you di next part 🐻‍❄️🐻‍❄️

Continue Reading

You'll Also Like

228K 7.6K 39
Cerita tentang gadis manis yang dulu selalu dipandang rendah oleh orang. Gadis sederhana yang terlahir dari keluarga sederhana namun berhasil mengang...
6.8M 286K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
3.2M 518K 63
Nemu anak? Loh, yang tanggung jawab siapa dong? Putra Allard Aditama. Pangillanya Allard, bukan Putra maupun Tama. Si brandalan yang sialnya sangat t...
2.6M 129K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET ๐Ÿšซ "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...