Sepotong luka

By Dewi_sulstri

41.1K 3.9K 101

Titaniyas Ambara. Wanita malang yang memohon kematiannya pada orang tercintanya, dia lebih memilih mati dari... More

1.
2.
10.
3.
11.
4.
12.
5.
13.
6.
14.
7
8.
15

9.

2.8K 334 12
By Dewi_sulstri

<<JANGAN LUPA FOLLOW& VOMMENT>>

Kasih tau kalo ada typo hehe:v

“Dan mereka pun mati bersama” Seru Fanya menutup buku dongengnya.

Axel menatap Fanya yang sedang memeluknya dengan dahi mengkerut.

“Kenapa mereka mati bersama Mami? Bukankah masih ada kesempatan untuk ratu mencari raja lagi?” Tanya Axel meras bingung dengan ending cerita yang Fanya bacakan.

Fanya tersenyum, mengelus rambut hitam putranya. “Seorang wanita akan sangat sulit melupakan pria nya, hingga mereka memilih untuk sendiri atau pun ikut dengan prianya pergi. Sedangkan seorang pria akan dengan mudah mencari wanita lain dan melupakan yang lama” Jelas Fanya.

Axel mengernyit heran. “Apa semua pria seperti itu Mami? Aku tak ingin menjadi seperti mereka, aku ingin menjadi pria yang memiliki satu wanita untuk selamanya. Contohnya harus seperti Mami”

Fanya terkekeh. “Itu yang menjadi masalah, pria akan mencari sosok sempurna pada wanita yang sama sekali bukan kriterianya. Menimbulkan perdebatan kecil yang berakhir memilih jalan berbeda, jika saja pria itu mau memberitahu seperti apa keinginannya semua wanita pasti akan berusaha menjadi seperti kemauannya ya meski tidak sepuhnya. Sekarang sudah larut cepat tidur!” Tegas Fanya menepuk punggung Axel.

“Tapi Mam masih banyak yang ingin aku tanyakan pada mu” Rengek Axel.

Fanya menampilkan wajah garangnya. “Eh eh tidak mau menurut?”

“Aku tidur”

Dengan cepat Axel memeluk Fanya menenggelamkan wajahnya di buah dada wanita itu. Fanya yang melihat itu pun terkekeh pelan lucu sekali anaknya ini.

Cup

“Selamat tidur pangeran kecil”

Melihat Axel yang sudah tertidur, dengan hati-hati Fanya melepas pelukan mereka. Dari pagi tadi dia belum makan apa-apa karena terlalu kalut sehingga perutnya terus bunyi. Bahkan untuk sekedar mandi saja tidak, bajunya masih sama seperti pagi tadi.

Cup

“Mami pulang sebentar ya? Ax di sini sama kakak suster dulu” Ujar Fanya mencium puncak kepala putranya lalu pergi.

Fanya menutup ruangan putranya pelan agar tidak menimbulkan suara, menghirup udara luar dalam meski baunya sangat tidak enak. Berjalan menghampiri meja resepsionis.

“Permisi?”

“Iya ada yang bisa saya bantu?”

“Tolong tempatkan dua suster untuk menjaga kamar bulan nomor 18” Ujar Fanya sopan.

Resepsionis yang berjenis kelamin perempuan itu segera mencatat kedalam buku tebal.

“B-baik nona, atas nama siapa?”

“Tifanya Cleoleen”

“Baik nona, ada yang bisa saya bantu lagi sebelum mengirim dua suster kesana?” Tanya nya sopan.

“Iya, jangan biarkan siapa pun masuk dan katakan jika putra saya bangun ibunya akan kembali secepatnya” Ujar Fanya.

“Baik nona, apa ada lagi?” Fanya menggeleng kecil.

“Itu saja, untuk biaya gabungkan dengan biaya perawatan. Permisi” Ujar Fanya berlalu pergi.

Melihat Fanya keluar membuat resepsionis itu bernapas lega. “Auranya sangat mencengkram, aku sampai sesak” Lirihnya lalu menghubungi suster sesuai perintah wanita itu.

Tangannya masih gemetar dingin tiba-tiba di kejutkan dengan suara pria yang hampir membuatnya terkena serangan jantung.

“Boleh saya tau siapa wanita tadi”

Resepsionis itu menatap takut pada pria di depannya, dia tidak mengenal pria itu namun melihat tatapan tajamnya membuatnya takut.

“M-maaf tuan, kami dilarang memberi informasi kepada sembarang orang” Sebisa mungkin sang resepsionis bersikap profesional.

Pria itu menyerahkan sebuah kartu dan langsung di ambil oleh sang resepsionis dengan tangan bergetar. Bola matanya membulat, mati sudah.

“Saya bisa dengan mudah menghapus orang seperti anda dalam sekejap” Dinginnya.

“M-maaf tuan, wanita tadi bernama Tifanya Cleoleen” Dalam hati wanita itu terus berdoa akan nyawanya dan meminta maaf telah melanggar peraturan rumah sakit, dan sepertinya dia harus segera membuat surat pengunduran diri.

“Tifanya Cleoleen” Gumamnya tersenyum miring lalu pergi meninggalkan sang resepsionis yang terjatuh lemas.

“Mengapa hidup ku begitu malang, harus berurusan dengan orang penting negeri seberang” Lirihnya.

Sisi lain Fanya mengendarai mobil dengan kecepatan rata-rata, waktu menunjukkan sudah cukup malam 01:30.

Saat asik-asik fokus pada jalanan, sesuatu melintas di depannya membuat wanita itu segera menginjak rem mobilnya.

Bruk

Fanya mengatur napasnya yang tersengal-sengal. “Sial aku sudah mati jangan sampai mati lagi” Geram Fanya langsung turun dari mobil.

Di depan mobilnya terlihat seorang pria jatuh tengkurap tidak berkutik sedikit pun. Fanya sama sekali tidak takut jika pria itu perampok karena dia bisa bela diri, hidup dua tahun bersama Barat membuatnya harus bisa melindungi nyawanya sendiri.

“Bangunlah saya tau anda hanya pura-pura, dan perlu anda ketahui saya orang miskin tidak punya uang” Ujar Fanya dingin menatap pria itu yang masih tidak berkutik.

Matanya melirik kesana-kemari, jalanan cukup sepi. Sampai pandangannya terjatuh pada dua pria bertubuh kekar yang sepertinya sedang mencari sesuatu jangan lupakan juga senjata api di tangan mereka.

“Dia buronan” Lirih Fanya melirik kembali pria di depannya.

Dengan sangat terpaksa Fanya mengangkat pria itu masuk kedalam mobilnya. Sedikit aneh kenapa dia tidak merasa takut ketika melihat darah yang merembes baju pria itu. Tidak mungkin kan traumanya hilang secepat itu, mengingat pasca kejadian Axel saat itu.

Tidak mau ambil pusing Fanya segera membawa masuk pria itu. Setelah berhasil masuk, Fanya langsung menjalankan mobilnya melewati dua orang bertubuh kekar yang sama sekali tidak curiga.

Fanya berniat membawa pria itu ke rumahnya, karena jika kembali ke rumah sakit akan memakan banyak waktu sedangkan tubuh pria itu mulai melemah.

Melirik sekilas kaca spionnya, mengamati wajah pria yang cukup banyak memilki lembap dengan dahi sedikit mengerut.

“Aku seperti pernah melihat wajahnya, tapi dimana?” Gumam Fanya berpikir.

Tak mau repot memikirkan hal yang tak penting, Fanya menghentikan mobilnya telat di depan gerbang rumahnya.

TIN

TINNNNN

Gerbang menjulang tinggi itu terbuka menampilkan pria muda yang berwajah datar, Bramasta.

Fanya langsung memasukan mobilnya, lalu keluar memutari mobil. “Bram, bantu aku bawa dia masuk” Seru Fanya membuka pintu belakang mobilnya.

“Baik nyonya” Balas Bramasta memasukkan kepalanya kedalam mobil.

Mata pria muda itu terbelalak melihat pria yang di dalam mobil bos nya dengan keadaan yang sangat buruk.

“Kakak” Lirih Bramasta.

Dengan cepat Bramasta menarik Klarvis keluar, melihat Bramasta yang kesusahan Fanya ikut membantu membawa pria tak di kenalnya masuk.

“Bawa ke kamar tamu saja” Ujar Fanya saat mereka memasuki rumah.

Dengan hati-hati mereka meletakan Klarvis di tempat tidur yang langsung berubah warna menjadi merah akibat darah pria itu. Fanya memegang tangan Klarvis mengecek nadi pria itu.

“Jantungnya melemah” Lirih Fanya namun masih dapat Bramasta dengar.

“Nyonya apa tidak sebaiknya kita memanggil dokter?” Tanya Bramasta khawatir bahkan Fanya sempat tertegun melihat wajah khawatir pria yang tak pernah berekspresi.

“Tidak ada waktu”

Srek

Bramasta terkejut melihat Fanya yang tiba-tiba menyobek kemeja Klarvis, Bramasta tau betul Fanya tidak handal dalam bidang medis.

“Apa yang anda lakukan nyonya, lebih baik kita memanggil dokter” Panik Bramasta hendak menelpon.

“Jangan banyak bicara, ambil alat dan obat di ruang kesehatan. Tidak ada waktu jika harus memanggil dokter, cepat Bram!” Sentak Fanya menahan luka yang mengeluarkan darah semakin banyak.

Dengan wajah cengo Bramasta keluar menuju ruang kesehatan mengambil alat dan obat yang wanita itu inginkan. Fanya menatap wajah lembap itu dalam.

“Aku mengingatnya, dia pria aneh yang berdiri di depan pintu kamar putraku. Shit jangan bilang dia memiliki niat jahat pada putraku” Lanjut Fanya tersadar dan mulai gusar.

Brak

“Nyonya ini” Bramasta datang membawa kotak yang berukuran sedang.

“Bram, utus beberapa bodyguard untuk menjaga putra ku di rumah sakit!” Tegas Fanya khawatir.

“Baik” Bramasta berlalu menghubungi bawahan Klarvis.

Fanya menatap Klarvis ragu, haruskah dia mengobati pria itu. Menggeleng kuat, jiwanya sebagai seorang dokter tidak mudah membiarkan orang pergi begitu saja.

Membuka kotak tersebut, mengambil sarung tangan berbahan karet di lanjut alat seperti penyapit. Melirik sebentar lalu langsung membersihkan darah pria itu.

Fanya berhasil mengeluarkan satu peluru di perut segera dia menjahitnya dengan sangat hati-hati. Saat hendak mengambil peluru di dada, suara lirihan berhasil menghentikan nya.

Fanya menatap Klarvis yang meringis menahan sakit, perlahan kedua matanya terbuka.

“Shit aku lupa membiusnya” Serunya mengambil obat bius, saat hendak menyuntikkan tangan Klarvis menahan dan menggenggam tangannya.

Mata Fanya masih sangat bagus, Klarvis tersenyum di sela rintihannya. Dia menggeleng kecil.

“Jangan bius, b-biarkan aku merasakan sakitnya” Lirih Klarvis menatap wanitanya sendu.

“Baiklah. Tolong tahan sebentar ini akan sedikit sakit” Balas Fanya segera mengambil alat penjepit itu.

Tak sedetik pun Klarvis mengalihkan perhatian nya pada wanita nya, bahkan rasa sakit yang sempat di rasanya pun sirna ketika menatap wajah itu.

Lihatlah dia wanita ku’ Batin Klarvis bangga.

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 12.4K 33
Jatuh cinta dengan keponakan sendiri? Darren William jatuh cinta dengan Aura Wilson yang sebagai keponakan saat pertama kali bertemu. Aura Wilson ju...
1.1M 74K 47
Daddyyyyyy😡 "el mau daddy🥺"
318 59 6
Glora tidak tau kenapa bisa berpindah ke tubuh wanita yang banyak dibenci ini. Hidupnya yang memulai tenang kini terlihat memuakkan. Pemilik tubuh in...
102K 9.1K 15
Satu hal yang benar-benar Saina sesali hingga akhir hayatnya adalah menyia-nyiakan sang suami yang mencintainya hanya karena sebuah kesalahan berpiki...