CERPEN

Oleh NanasManis98

494K 43.3K 2.7K

Kumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN... Lebih Banyak

SALAM MANIS
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CEPREN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA

CERPEN : UNA

3.3K 414 20
Oleh NanasManis98

Part 3
______

6 tahun kemudian

Una menghela nafas usai memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper. Di hadapannya saat ini ada tiga koper besar yang akan ia bawa pulang. Pulang ke tempat kelahirannya.

Badannya begitu letih karena melakukan packing seorang diri, hingga ia memilih merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamarnya. Mungkin ini terakhir kalinya ia akan menatapnya.

Enam tahun lamanya tinggal di sini, Una tentunya akan merindukan kesehariannya di sini.

Enam tahun yang lalu, Om David ternyata benar-benar membantunya agar ia lanjut S2 bahkan Mami tidak lagi rewel entah apa yang Om David lakukan pada Maminya itu hingga Mami bungkam, tidak lagi merecokinya tentang pernikahan.

Mungkin menurut Mami, waktu dua tahun cukup singkat hingga ia akan kembali lagi ke Jakarta. Tapi, Una telah merencanakan segalanya. Mencoba mengakrabkan diri pada Om David, karena ayah tirinya itu satu-satu harapannya agar ia terlepas dari jeretan Mami yang mengatur hidupnya. Om David yang memang dari dulu ingin dianggap ayah oleh Una tentunya senang. Menuruti segala keinginan Una, bahkan setelah lulus S2, Una tak pulang dan memilih mencari pekerjaan di tempat tinggalnya tersebut. Selama enam tahun ini pun Una tak pernah pulang. Hanya Mami yang sesekali mengunjunginya, biasa dengan Om David. Juga dua saudari tirinya. Meski mereka belum terlalu akrab, tapi seiring berjalannya waktu, Una mulai berpikir terbuka. Dua saudari tirinya tidak seperti saudari tiri Cinderella, jadi ia pun tak memasang sikap acuh pada mereka. Mencoba membuka diri dan mengkarabkan diri.

Saat tiba di tanah air, ia dijemput oleh supir yang Om David siapkan untuknya. Ia termenung. Tiba di rumah, ia langsung beristirahat karena tidak harus menyapa orang rumah yang telah tidur nyenyak.

Barulah keesokan harinya, Una saling tatap dengan Mami. Pagi buta Mami membangunkannya. Harusnya ia tidak lupa mengunci pintu.

Tapi, tetap saja kan.

Meski ia mengunci pintu kamar, Mami tetap membangunkannya.

Hal yang membuat Una heran setelah ia keluar dari kamar mandi adalah saat Mami menyiapkan pakaiannya.

Una saat ini berusia dua puluh delapan tahun. Apa mesti Mami masih menyiapkannya pakaiannya, bahkan pakaian dalam pun?

"Mami ngapain?" tanya Una heran.

Mami hanya menatapnya tajam, lalu menuntunnya untuk duduk di depan meja rias.

Lewat pantulan cermin, ia bisa melihat senyuman manis Mami seraya memijat lembut kepalanya kemudian meraih pengering rambut. Mulai mengeringkan rambutnya.

Jujur saja Una merindukan perlakuan Mami seperti ini. Ia merasa Mami sangat perhatian dan menyayanginya.

Usai mengeringkan rambutnya, Mami mulai menyisirnya.

"Mam, kita mau ke mana?" Melihat Mami yang mulai merias wajahnya, Una tak bisa menahan diri untuk bertanya. Mami sekilas membalas tatapannya lewat pantulan cermin.

"Bukan kita. Tapi kamu doang," ujar Mami pelan, kemudian menekan kedua pundaknya. Mami kini berdiri di belakangnya dan menatapnya lurus. "Sebentar lagi Banyu akan jemput kamu untuk sarapan bareng."

"Banyu?" Una mengkerutkan keningnya.

"Iya. Banyu Caturangga!" ujar Mami penuh penekanan kemudian melanjutkan kegiatannya tadi.

Una kembali diam. Kepalanya kini penuh dengan berbagai pertanyaan.  

Hingga duduk berhadapan dengan sosok pria yang berkenalan dengannya enam tahun lalu.

Banyu Caturangga.

Sosok yang terlihat dewasa juga beribawa. Kalau saja Una tak memiliki 'jam terbang' dalam mengencani seorang pria, sudah pasti ia akan terpesona dalam senyuman manis pria tersebut. Melihat wajahnya saja, ia sudah menebak jika Banyu seorang lady killer. Apalagi dengan menyandang nama 'Caturangga'.

"Emang gak jet lag? Semalem baru aja tiba kan?" tanya Banyu di sela-sela mereka menyantap sarapan.

"Enggak. Semalem tidurnya cukup," jawab Una dengan senyum tipis. Adanya dirinya saat di sini, Mami yang selalu memaksanya pulang membuat Una mendapat jawaban atas berbagai pertanyaan yang sempat menghiasi pikirannya.

Jika 'perjodohan' beberapa tahun yang lalu, yang sempat Mami singgung, benar-benar bukan omongan semata.

"Kamu gak lupa kan sama aku?" tanya Banyu usai meneguk kopinya.

"Harusnya itu pertanyaanku," balas Una seraya meletakkan garpu dan pisau di atas piring. Tersenyum kecil melihat senyum tipis Banyu.

"Well, gak dong. Perempuan secantik kamu susah untuk dilupain."

"Aku sangat tersanjung." Keduanya melempar senyuman.

Mereka melanjutkan perbincangan seputar kegiatan masing-masing. Baru-baru ini Banyu diangkat menjadi CEO Caturangga Corp. Pria itu membicarakan tentang kesibukannya dengan pekerjaannya tersebut. Sementara saat giliran Una, ia juga membicarakan tentang pekerjaan yang pernah di tekuninya selama enam tahun terakhir.

"Kamu tau kan alasan kita sarapan saat ini?"

Una menarug cangkirnya kemudian mengulas senyum tipis. "Perjodohan?"

Banyu mengukir senyuman manis. "Exactly." Banyu kembali diam mengamati Una. "Kamu setuju?"

Una tidak langsung menjawab. "Sebenarnya, Mami atau pun Om David belum ngasih tau apapun soal ini. Aku hanya menebaknya."

Banyu mengangguk pelan. "Aku mengerti." Mereka pun berbincang di luar konteks perjodohan.

Banyu mengantar Una pulang.

Setelah tiba, Una melepas sabuk pengaman dari tubuhnya, ia menoleh menatap Banyu yang tersenyum menatapnya. "Kalau mau keluar jalan-jalan, kamu bisa kok hubungi aku."

"Bukannya Mas sibuk ya?"

Bangu tersenyum geli lalu meraih tangan Una dan mengecup punggung tangannya. "All my time for you." Lalu meminta nomor kontaknya. Una pun memberikan.

Lalu turun dari sana setelah mengucapkan hati-hati di jalan pada Banyu.

Una menghela nafas pelan. Lalu masuk ke dalam rumah yang terlihat sunyi, ia pun langsung masuk ke kamarnya.

Tidak berapa lama ia masuk ke kamar, Mami masuk dengan senyum merekah. "Gimana? Lancar, kan?"

Una hanya tersenyum membuat Mami berdecak pelan. "Jangan bilang kamu nolak lagi?!"

Una pun menjelaskan apa yang tadi ia bicarakan dengan Banyu membuat Mami geram dan menoyor kepalanya. "Bego banget!! Harusnya kamu sudah tau Una! Kamu bukan anak kecil lagi yang harus di jelasin ini itu!"

Mami berkacak pinggang seraya menghela nafas kasar. "Terus responnya Banyu gimana?"

"Dia ngasih aku waktu. Kami juga sudah tukeran kontak." Una diam sejenak. "Mas Banyu tadi juga nawarin, kalau aku mau keluar jalan, bisa hubungin dia." Una tau Mami sedang marah, karena tak ingin membuat Mami semakin murka jadi ia mencoba mendinginkan Mami.

Dan berhasil, kini Mami tersenyum dan menangkup wajahnya. "Ini kesempatan untuk kamu. Banyu itu laki-laki yang tepat untuk jadi suami kamu. Kamu gak usah mikirin tentang biaya hidup. Bisa belanja ini itu. Ke tempat manapun yang mau kamu kunjungin." Kemudian Mami mengusap rambut Una. "Mami yakin Banyu tertarik sama kamu karena dia langsung setuju setelah ditawari perjodohan ini. Padahal banyak lho anak-anak pengusaha lainnya yang ditawarin, tapi Banyu maunya sama kamu."

Entah, Una harus merasa beryukur atau tidak saat ini.

Tapi mau bagaimana lagi.

Sepertinya waktu bebasnya tanpa di kekang Mami hanya berjalan selama enam tahun terakhir ini. Dan saat ini Una kembali di kekang oleh Mami.

●•••●

Una tak bisa mengelak lagi, ditambah Om David pun mendukung perjodohannya dengan Banyu. Sebagai orang yang tau berterima kasih, Una pun menjadi anak yang patuh.

Sejak usia lima belas tahun, hingga saat ini Om David berperan penting dalam hidupnya juga Mami. Ia tak mungkin mendapat gelar S2 dan menikmati hidup di luar negeri kalau bukan karena Om David.

Seminggu setelah pertemuannya dengan Banyu, kedua keluarga pun sepakat untuk  bertemu untuk menikmati makan malam di Ar's restaurant and bar.

Una dalam diam mengikuti langkah Mami dan Om David hingga mereka berada di private room. Di sana sudah ada Banyu dan Om Rahadyan.

Mereka saling menyapa.

"Cuma berdua, Mas?" ujar Om David pada Om Rahadyan.

"Oh enggak, Ambar lagi nemenin Shapira ke toilet. Mari duduk." Mereka pun duduk berhadapan, Mami memberi isyarat agar Una duduk di sebelah Banyu yang kini menarik kursi untuk Una.

Una pun ke arah Banyu dan duduk, tidak lupa mengucapkan terima kasih.

Lalu sosok wanita yang seumur dengan Mami bersama seorang gadis kecil masuk. Wanita bernama Ambar itu merupakan ibu tiri Banyu dan gadis kecil bernama Saphira itu adik tiri Banyu.

Dari yang Una tau, tentunya dari Mami. Bukan hanya Saphira adik tiri Banyu, tapi ada juga laki dan perempuan.

Tante Ambar dengan ramah menyapa Una, ketiga wanita tersebut berbincang seraya menunggu pesanan mereka.

"Saphira kelas berapa?" tanya Mami menatap gadis kecil itu yang sibuk dengan gadget-nya.

"Saphira," tegur Tante Ambar yang membuat Saphira menegakkan kepala.

"Kelas enam, Tante," ujar gadis manis tersebut. Mami tersenyum manis dan memuji betapa bagusnya rambut panjang Saphira yang berwarna hitam legam.

Lima pramusaji masuk dan menyiapkan hidangan pembuka selagi menunggu hidangan utama.

Una berbincang dengan Banyu saat pria itu menawarkan makannya.

"Pa, kok gak ngomong kalau mau ke sini?" Kepala langsung tertoleh ke sosok jangkung yang baru masuk ke ruangan tersebut.

"Mas Arsen!" seru Saphira ceria pada sosok itu.

"Hai manis! Gigimu belum tumbuh?" Arsen beralih pada adik tirinya itu yang langsung cemberut.

"Papa kira kamu gak ada di Jakarta," sahut Om Rahadyan usai meneguk airnya menatap datar Arsen yang malah tersenyum sumringah. Tidak lupa Arsen menyapa Om David juga Tante Nuri, kemudian Arsen beralih ke calon istri kakaknya.

"Halo, gue Arsen, adiknya Mas Banyu."

Una yang sedari tadi menatap Arsen, tersentak ia menatap tangan Arsen yang terulur padanya. Ia pun menyambutnya dan mengenalkan diri.

"Una."

"Gak usah lama-lama," tegur Banyu membuat Arsen melepaskan tautan tangan mereka. Arsen pun beralih ke para orang tua, berbasa basi sejenak kemudian pamit keluar.

"Kenapa?" teguran Banyu membuat Una berhenti menatap ke arah pintu. Ia mengulas senyum dan menggeleng.

Usai membicarakan tentang penentuan tanggal pertunangan Una dan Banyu, mereka pun berbincang hangat. Segala urusan tentang pertunangan di atur oleh Mami dan juga Tante Ambar.

Una pamit untuk ke toilet dulu.

Dan saat ingin kembali, langkahnya di hadang oleh seseorang.

"Long time no see you, Una," Una menegakkan kepala, membalas tatapan Arsen.

"Hm, ya." Hanya itu yang Una katakan, lalu hendak pamit tapi Arsen kembali menghadangnya.

"Lo gak lupa kan sama gue?"

"Enggak."

"Gue gak nyangka kalau calon istri kakak gue, itu elo." Arsen mendengus pelan. Kedua tangannya tenggelam di saku celananya.

"Emang kenapa?"

"Ya, lo berdua gak cocok." Arsen menyeringai menatap Una yang ekspresinya kini malas.

"Kenapa? Kakak lo gak cocok sama gue karena gue bukan anaknya Om David?" Una melipat tangan di dada.

"Eh bukan itu maksud gue." Arsen tertawa. "Mas Banyu yang gak cocok sama lo."

"Whatever." Una memutar bola matanya, ia melangkah melewati Arsen. Saat melewati pria itu, langkahnya berhenti saat mendengar perkataannya.

"Lo gak lupa kan dengan apa yang terjadi enam tahun yang lalu?"

Una dan Arsen kini berdiri bersisian, Una menolehkan kepala dan mengulas senyuman manis. "Well." Kemudian mencodongkan kepalanya untuk berbisik pada Arsen. "It was a great night. I took your virginity."

"Damn," umpat Arsen pelan. Una tertawa merasa terhibur dengan wajah merah Arsen. Ia pun melangkah pergi meninggalkan Arsen yang mendengus pelan.

Sudah ditinggal nikah oleh Aurora, masa Arsen akan ditinggal nikah Una?

Jangan lupakan, ia juga ditinggal nikah oleh Della.

>>>>>>THE NEXT PART 4<<<<<<

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

217K 14.3K 57
Tiada yang rela mengurus Pasha setelah bapak meninggal. Gadis itu terpaksa ikut dengan Winda ke ibu kota. Putus sekolah, mencari pekerjaan dan harus...
98.1K 1.9K 17
[One Shoot] [Two Shoot] 1821+ area❗ Adegan berbahaya ‼️ tidak pantas untuk di tiru Cast : Taehyung (Top) Jungkook (bot) # 1 oneshoot (23/05/2024) #...
170K 353 5
Rasya Oleh Wahyuni

Cerita Pendek

61.6K 4.3K 31
Rasya,Bocah 3 tahun yang berhasil menarik perhatian seorang mafia terkejam dan seorang pengusaha kaya raya