Matahari Dan Bintang

By sirhayani

378K 55.7K 2.7K

SELESAI ✔️ Bintang, cewek yang pernah tinggal di jalanan selama bertahun-tahun, tiba-tiba terbangun di sebua... More

blurb & prakata
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
PART 46
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 51
PART 52
PART 53
EPILOG
Time Paradox (Perjalanan Waktu Selanjutnya)

PART 19

5K 914 18
By sirhayani


PART 19

Cowok itu, Pandu, berdiri sambil tertawa pelan. Hanna langsung menjauh dari Pandu dengan tatapan penuh trauma. Satu-satunya yang Hanna lakukan adalah menatap Bintang penuh harapan meski sampai detik ini dia masih menganggap Bintang adalah rivalnya.

Sekarang Pandu berjalan mendekati Bintang dan berhenti di depan cewek itu sambil tersenyum aneh. "Kalau gue nggak mau minggir, lo mau gabung?"

Bintang hanya menatap Pandu dengan sinis, lalu pandangan Bintang beralih melihat sekelilingnya. Tidak ada benda keras yang bisa dia gunakan untuk menghancurkan kepala mesum cowok di depannya ini. Tidak mungkin dia memukul Pandu dengan bantal empuk berbulu merah muda di atas karpet itu.

Satu-satunya hal yang bisa Bintang lakukan adalah membiarkan tangannya terluka demi memukul hidung cowok di depannya ini.

Pandu mendengkus sebal. "Gue udah mutusin untuk nggak gangguin lo demi Baskara. Jadi, daripada lo keseret mending keluar sekarang dan tutup pintunya."

Bintang menunduk. Diturunkannya celana di balik roknya sampai lutut yang memang sedikit dia gulung, lalu dia mengambil sikap siaga untuk menghajar Pandu.

Tingkahnya itu membuat Pandu tertawa. "Jadi, lo mau ngelawan gue? Dengan tubuh lo yang jauh lebih kecil dari gue? Pffft, yang ada gue cuma ngerasain pipi gue kena pukul bulu ayam."

Bintang sedang berpikir area tubuh Pandu mana yang bisa dia beri tendangan atau pukulan. Dia juga tak tahu apakah Pandu adalah orang yang sigap atau tidak. Bintang kembali menurunkan sikap siaganya, tetapi bukan berarti dia sedang tidak ingin memukul Pandu. Bintang sengaja membuat Pandu lengah. Namun, sebelum Bintang melakukan rencananya, pintu ruangan itu terbuka. Bintang menyingkir dan melihat siapa yang datang.

"Ah, Bos...." Pandu melirik Bintang, memberi peringatan lewat tatapan agar tak membongkar apa yang sudah dia lakukan hari ini. Pandangannya beralih kepada Hanna yang masih menyudutkan diri di ruangan. "Tadi gue cariin lo di sini, tapi nggak ada. Ada yang menyusup masuk ke ruangan lo jadi mau gue usir. Kalau gitu gue balik ke kelas."

Pandu menepuk pundak Baskara, kemudian berlalu pergi.

Bintang sangat ingin menendang leher Pandu dari belakang dan tatapan Bintang yang terus tertuju pada Pandu itu menjadi perhatian Baskara.

Baskara mengarahkan dagu Bintang agar menghadap wajahnya. "Lo kok bisa ke sini?" bisiknya.

"Gue cariin lo di toilet, tapi lo nggak keluar juga gue pikir lo di sini," balas Bintang, sama berbisik agar Hanna tak mendengar percakapan mereka.

Hanna berdeham keras-keras. "Gue mau ngomong sama lo, Bin."

Bintang menepis tangan Baskara di dagunya, lalu menoleh dan menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, lo...."

"Kayaknya kalian butuh privasi?" Baskara mundur, lalu keluar dari ruangan itu dan menutup pintu. Membiarkan Hanna dan Bintang berdua di ruangan itu dalam keheningan.

"Eh, gembel," panggil Hanna.

"Wah, padahal habis kena musibah, tapi masih aja lo nge-bully orang." Bintang mendekat ketika Hanna juga mendekat padanya. Mereka berhenti di tengah ruangan itu, lalu Hanna meraih lengan Bintang dan memeluknya. "Bahkan sekarang lo megang lengan seorang gembel? Mending hapus air mata lo di pipi. Apa mau gue hapusin?"

Hanna berdecak. Dia menghapus sisa air mata di pipinya dengan kasar. "Gue cuma mau bilang makasih ke lo karena lo udah nolongin gue—"

"Siapa yang nolongin lo? Gue nggak nolongin lo." Bintang langsung memotong ucapan Hanna. "Gue cuma kebetulan aja ada di sini dan nggak suka sama kelakuan si berengs*k itu."

"Tetep aja itu namanya lo nolongin gue!"

"Gue nggak nolongin lo!" Bintang tak mau kalah.

"Ya terserah lah. Pokoknya lo habis nolongin gue. Ingat, ya, walaupun gue berterima kasih gue dan lo tetap rival! Gue masih nggak nyerah untuk dapetin Baskara."

Bintang menepuk punggung tangan Hanna di lengannya. "Ya. Kita rival, kan? Nggak usah pegang-pegang gue."

Hanna langsung melepas tangannya dari lengan Bintang. "Gue juga jijik megang gembel."

Bintang menghela napas panjang.

"Mau gue kasih tahu fakta?" bisik Hanna sambil tersenyum kecil. "Walaupun gue nggak berhasil bikin Baskara tertarik ke gue, tapi ... lo bukan cewek pertama yang berhasil jadi perhatian Baskara."

Bintang menaikkan alisnya. Tak penting baginya mengetahui masa lalu Baskara, tetapi Bintang juga agak penasaran dengan itu karena terbersit di pikirannya, apa mungkin ada hubungannya dengan kelakuan gila Baskara sejak pertemuan pertama mereka di koridor sekolah itu?

"Beberapa bulan lalu ada cewek lain yang bikin gue kesel. Lebih bikin gue kesel dari lo. Yang paling bikin gue kesel tuh karena gue bahkan nggak punya kesempatan untuk lihat mukanya kayak gimana." Hanna mendengkus mengingat kejadian-kejadian beberapa bulan yang lalu. Ditatapnya Bintang yang sedang menyimak.

"Tapi gue bersyukur aja sih karena cewek itu udah nggak ada. Udah diusir sama Baskara kali karena nggak guna? Gue mikirnya dia tuh l*nte. Soalnya nginep di apartemen Baskara sampai berapa bulan, ya.... Nggak tahu, deh. Gara-gara berusaha nyari tahu latar belakang l*nte itu gue jadi di blacklist dari apart itu dan nggak boleh masuk bahkan di lobi sekalipun karena Baskara ngelakuin semuanya demi si l*nte."

Bintang pikir Hanna bukanlah tipe yang cerewet seperti geng Barbieberry atau dua temannya yaitu Ola dan Prisa. Namun, melihat wajah serius Hanna dan bagaimana dia bicara dengan penuh kekesalan, membuat Bintang beranggapan bahwa Hanna sedang mengeluarkan unek-uneknya.

Berapa kali kata l*nte keluar dari mulutnya?

Hanna mengarahkan bibirnya di samping telinga Bintang. "Tahu nggak apa yang ngebuat gue agak tenang karena rival gue tuh elo? Karena lo gembel. Keluarga besar Baskara mana mau punya menantu seorang gembel?"

Bintang tak mau mengamuk. Dia memang mengakud dirinya seorang gembel yang numpang hidup di rumah keluarga Shareen. Bintang juga tak sampai berpikir sejauh itu untuk menjadi menantu dari keluarga Baskara karena di pikiran Bintang hanyalah bagaimana agar dia bisa lulus dengan nilai tinggi dan bagaimana hidupnya sepuluh tahun kemudian.

Namun, Bintang tetaplah manusia yang memiliki perasaan.

"Kayaknya lo obsesi banget, ya, sama Baskara?" bisik Bintang dengan suara parau. Suara yang tak dia sangka-sangka terdengar dari mulutnya.

"Obsesi...." Hanna menjauh dan menaruh tangannya di pundak Bintang. "Lo mikirnya gue terobsesi, ya? Ck, lama-lama gue ngelihat lo kayak si l*nte itu. Lo mirip dari jauh soalnya. Tipe Baskara tuh kayak lo, ya? Lo sejenis si l*nte soalnya. Heran, sih. Tapi ya..., bukannya itu bagus? Artinya lo juga bakalan dicampakin Baskara?" Hanna tersenyum kecil. "Gue jadi agak lega. Yang berjuang dari awal emang nggak akan berakhir sia-sia seperti gue. Gue cuma terlalu mahal makanya Baskara nggak ngelirik gue dari dulu."

Bintang menatap Hanna dengan tatapan datar dan secepat kilat tangannya melayang di pipi Hanna dengan begitu keras sampai wajah Hanna tertoleh ke samping.

PLAK. Sekali lagi Bintang melayangkan tamparan pipi di sisi lain, membuat Hanna terkejut sambil memegang pipinya yang baru saja ditampar begitu keras.

"Dari tadi mulut lo nyerocos terus." Bintang sama sekali tak ada niat untuk memperebutkan Baskara bersama Hanna. Dia kesal karena Hanna mengatainya pelacur. Tak apa dirinya dikatai gembel karena Bintang sendiri tak merasa menjadi gembel adalah hal yang hina. "Harusnya lo introspeksi diri. Kenapa dari dulu lo nggak dilirik Baskara padahal lo udah berusaha semaksimal mungkin untuk dilirik dan ngelakuin segala cara? Jawabannya satu; ada yang salah dari lo."

Hanna mengangkat tangannya untuk membalas tamparan Bintang, tetapi Bintang dengan sigap menahan pergelangan tangan Hanna di atasnya.

"Mau tahu kesan gue terhadap lo setelah pertemuan pertama kita?" Bintang tersenyum sinis. "Lo itu nggak tahu diri."

Bintang mendorong tangan Hanna, lalu berbalik pergi dan keluar dari ruangan itu. Saat membuka pintu, dia terkejut melihat Baskara sedang bersandar di dinding sembari bersedekap. Dia pikir Baskara sudah pergi sejak tadi.

Tangan Baskara lalu terulur. "Minta obat dosis rendah."

Sesuai kontrak, Bintang tak bisa melanggar. Dia menggapai tangan Baskara dan bersama cowok itu kembali ke kelas sambil bergandengan tangan.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Continue Reading

You'll Also Like

87.4K 10.3K 60
Dunia itu penuh dengan orang orang manipulatif, terkadang kamu perlu bertindak bodoh untuk selamat. ~Felma Barbara Felma tidak pernah menyangka bahwa...
13.3K 1.5K 34
Comedy-tragedy-romance. Nauna Rosengel mahasiswi yang 2 bulan kedepan akan menjalankan sidang skripsi. Sialnya nasib naas menghampirinya kala semua...
25.8K 2.7K 59
Britney tak pernah menduga, dirinya ini akan terlibat skandal dengan Nathan. Si pangeran sekolah yang hobi renang dengan segala kesempurnaannya. ...
18M 1.3M 69
⚠️FOLLOW SEBELUM DIBACA ⚠️ [Bijak dalam berkomentar dan hargai karya penulisnya, follow sebelum di baca] _________________________________________ Ai...