Brothers - SKZ x BTS

By kimmacaa

18.3K 2.8K 510

[Family] Stray Kids x BTS --- Lim Namjoon, seorang pebisnis batu bara juga seorang Ayah dari delapan orang an... More

Prolog.
Pemeran #1
Pemeran #2
01 : Disuatu Pagi Tentang Menjadi Seorang Kakak
02 : Hyunjin Yang Bimbang
Special Hyunjinnie's Birthday!
03 : Chris Yang Meragu
04 : Cita-Cita, Badai, dan Kap Mobil
05 : Kekacauan Karena Kepergian Hyunjin
06 : Turunkan Egomu, Chris
08 : Sebuah Izin
09 : Adik Yang Baik
10 : Adik Yang Baik (2)
11 : Bertemu Teman Daddy
12 : Sepenggal Masa Lalu
13 : Balas Budi, kata Kakak yang Khawatir
14 : Bad Dream
15 : Masa Lalu Changbin
16 : Pencarian
17 : Kecurigaan Seungmin
18 : Perjuangan
19 : Tentang Mommy dan Masa Lalu
20 : Jimin dan Misinya
21 : Mimpi Buruk Dari Masa Lalu
22 : Kakak Yang Khawatir
23 : Perihal Memaafkan
24 : Rumit
25 : Sebuah Kekecewaan
26 : Rasa Takut
27 : Kabar Buruk Hyunjin
28 : Rasa Cemas Sang Ayah
29 : Berdamai
30. Perasaan Felix
31. Apa sih keluarga itu?
32 : Feeling unworthy
33 : Jisung's Past
34 : Rasa Sayang Seorang Ayah
35 : Hubungan Yang Kembali Membaik
36 : Chaos

07 : Seni atau Bisnis?

428 80 18
By kimmacaa

Hari ini adalah hari terakhir Namjoon libur. Dia berencana mengajak anak-anaknya untuk makan malam bersama di sebuah restoran. Sudah lama sekali mereka tidak pernah keluar bersama. Yah, anak-anaknya tumbuh dewasa dan disibukkan dengan urusannya masing-masing juga dirinya yang selalu disibukkan dengan urusan kantor.

Dia sudah menelepon Chris dan Lino untuk pulang lebih cepat. Sementara Changbin sedang dalam perjalanan pulang. Anak-anaknya yang sekolah pun sudah berada di rumah. Hari memang masih sore, tapi Namjoon ingin anak-anaknya berkumpul di rumah lebih dulu sebelum berangkat.

Kakinya yang terbalut sandal rumahan menuruni tangga dengan langkah pelan. Dia baru saja selesai mengunjungi kamar Felix, Jisung, dan Seungmin yang baru saja pulang sekolah. Menyuruh mereka untuk istirahat sebelum berangkat nanti.

Saat melewat ruang TV dia melihat Jeongin sedang membaca buku sambil duduk santai di sofa. "Ayen, tidak istirahat di kamar?" Namjoon mendudukkan dirinya di sebelah Jeongin. Menarik atensi si bungsu yang langsung menoleh kearahnya.

"Bosan. Kapan kita berangkat Dad?" Jeongin total menghentikan kegiatan membacanya. Menyimpan bukunya di meja kemudian menyambar jus jeruk yang tadi dibuatkan Bibi Nam.

"Malam nanti, tunggu Chris dan Lino Hyung menyelesaikan pekerjaannya," jawab Namjoon. Matanya meneliti sekeliling, mencari keberadaan Hyunjin. Padahal tadi Hyunjin pulang bersama Jeongin tapi Namjoon tidak menemukan keberadaan anak itu di dalam rumah. "Lihat Hyunjin Hyung tidak?"

Jeongin mengangguk. Menyimpan gelas yang isinya tinggal setengah kembali ke atas meja. "Dia di halaman belakang, sedang melukis. Sepertinya inspirasinya sedang bagus."

Jawaban itu membuat Namjoon tersenyum. "Terimakasih. Kalau begitu Daddy ke belakang dulu ya." Pamitnya setelah mengusap rambut Jeongin dengan sayang.

Pemandangan sosok yang sedang melukis membelakanginya dinaungi langit yang berwarna jingga langsung menyambut Namjoon begitu ia membuka pintu belakang. Tubuhnya terpaku sejenak menikmati pemandangan yang sudah lama sekali tidak terlihat di rumah ini. Hyunjin disana, duduk bersila di pinggir kolam renang dengan berbagai alat lukis yang berserakan di sekitarnya. Tangannya sibuk menorehkan warna-warna hangat pada kanvasnya. Persis seperti warna langit yang menaunginya.

Persis seperti Keira. Dulu, biasanya Namjoon bisa menikmati pemandangan ini hampir setiap sore. Ah tidak, biasanya hanya setiap langit cerah dengan semburat jingga sampai berubah keunguan. View kesukaan Keira.

"Sedang melukis apa?"

Kegiatan Hyunjin berhenti sejenak untuk melihat siapa yang datang. Walaupun dia yakin jika itu suara Ayahnya. Hyunjin menarik kedua sudut bibirnya. Menggeser sedikit duduknya, memberi ruang agar Namjoon bisa duduk di sisi kirinya. Sisi kanannya penuh dengan berbagai macam kuas dan cat air.

"Sore ini langitnya cerah. Terlihat indah sampai saat di sekolah tadi aku tidak sabar untuk pulang dan melukisnya," jawab Hyunjin dengan antusias. Dia kembali melanjutkan lukisannya dengan senyum yang tidak luntur. Serius, selain melukis, kebahagiaannya yang lain adalah melihat Namjoon di sisinya. Dia selalu suka setiap kali Ayahnya itu menyimak setiap ucapannya, memuji setiap lukisannya dan menatapnya penuh rasa bangga seperti sekarang.

"Namu, ayo keluar! Bantu bawa alat-alat melukisku ke halaman belakang. Langitnya sedang bagus sekali. Ayo, jangan malas-malasan nanti mataharinya keburu tenggelam."

Suara Keira begitu saja melintas di otaknya kala melihat Hyunjin yang fokus dengan lukisannya. Bayangan istrinya yang berlari ke dalam rumah dengan heboh, mengambil alat lukisnya dengan tergesa, tak lupa meneriaki Namjoon agar segera membantunya. Begitu saja membawa kenangan-kenangan tentang Keira merasuki kepalanya. Membuat Namjoon tersenyum miris. Padahal Hyunjin sama sekali tidak ada hubungan darah dengannya. Kenapa anak itu selalu mengingatkannya pada Keira?

"Kau begitu mirip dengan Mommy-mu," lirih Namjoon. Matanya terpaku pada lukisan Hyunjin yang hampir selesai.

"Mommy?" Hyunjin tersenyum canggung. "Aku hanya anak angkat, Dad. Aneh rasanya jika aku dimiripkan dengan sosok yang bahkan belum pernah kutemui."

Ya, memang aneh. Seharusnya dia berkata seperti itu kepada Chris atau Felix. Bukan pada sosok di sebelahnya yang sama sekali tidak ada hubungan darah dengannya maupun Keira. "Kalian sama." Namjoon menghela nafas. Menerawang jauh ke ujung cakrawala. "Sama-sama suka melukis. Bahkan ciri khas lukisan kalian hampir mirip. Apa mungkin kau kebetulan muridnya Mommy ya?"

Hyunjin terkekeh pelan. Merasa lucu mendengar perkataan Namjoon. Saat dia diadopsi sosok Mommy itu sudah tidak ada lagi di rumah ini. Hanya Lino dan Changbin yang sempat merasakan kasih sayangnya. Chris dan Felix sudah pasti, mereka adalah anak kandung dari Namjoon dan Keira.

Selama ini Hyunjin hanya bisa melihat hasil lukisan Keira sambil membayangkan akan seindah apa hidupnya jika bisa melukis bersama sosok Mommy yang selama ini diinginkannya.

"Kau merindukannya Dad?" tanya Hyunjin. Menatap Namjoon dengan penasaran. Tidak biasanya Namjoon membahas Keira seperti ini.

"Ya, sangat." Namjoon melirik sekilas untuk memberikan senyum tipisnya sebelum kembali mamandang langit. "Tapi lukisanmu sedikit mengobatinya."

Kedua alis Hyunjin terangkat. "Benarkah?"

"Hm. Mommy Kei suka melukis langit sore seperti ini. Makanya, setiap melihat lukisanmu Daddy selalu merasakan jika itu adalah hasil tangan Mommy Kei."

Hyunjin terdiam sejenak. Pantas saja Namjoon selalu suka dengan semua lukisan yang Hyunjin berikan. Tiba-tiba saja sebuah pertanyaan besar muncul di kepalanya.

Kenapa Chris tidak menyukainya? Kenapa Chris selalu tidak suka dengan semua yang Hyunjin lakukan?

Kenapa Namjoon bisa merasakan kehadiran Keira setiap kali melihat lukisannya sementara Chris bahkan tidak sudi melihat apalagi memuji lukisannya?

"Baguslah jika seperti itu. Nanti jika Daddy rindu dengan Mommy minta Hyunjin lukiskan langit saja ya agar rindunya bisa terobati." Ucapan itu ditutup dengan sebuah senyum polos yang langsung membuat Namjoon mengusak poni Hyunjin. Tawa keduanya terdengar. Menyaingi suara dedaunan kering yang terbawa angin.

Si kepala keluarga melirik arlojinya sekilas. "Sudah ya melukisnya. Kita harus segera bersiap-siap. Ayo! Daddy bantu bereskan." Namjoon langsung bangkit begitu Hyunjin mengangguk kemudian dia membantu Hyunjin merapihkan alat-alat melukisnya.

...

Suasana ruang VIP di Restoran mewah itu cukup ramai sebab ada keluarga Lim di dalamnya. Sesuai janjinya, Namjoon membawa anak-anaknya makan di restoran milik temannya. Dia memesan ruang VIP dengan meja makan panjang yang kursinya bisa untuk 12 orang. Ruangan ini hanya diisi oleh keluarga Lim saja, sengaja karena Namjoon tahu anak-anaknya akan berisik jika sudah disatukan dalam satu ruangan.

Mereka menunggu makanan disajikan sambil mengobrol tentang banyak hal. Sesekali akan terdengar candaan dari Jisung dan Seungmin yang akan mendapat respon beragam dari yang lainnya.

"Tahu tidak? Tadi malam Changbin Hyung berkeliaran di rumah hanya menggunakan celana dalamnya saja." Jisung berseru heboh mengundang tawa keluar dari semua orang yang duduk di meja itu. Tak terkecuali Namjoon yang merasa geli sendiri membayangkannya.

"Jisung!" Changbin yang merasa dipermalukan langsung melayangkan tatapan protes kepada adiknya itu. Semalam itu dia haus dan malas memakai celana. Berpikir itu sudah larut juga jadi dia turun ke dapur tanpa memakai celananya, tapi sialnya dia harus bertemu dengan Jisung di dapur dan berakhir dipermalukan seperti ini.

"Ah, Changbin Hyung kan kalau tidur memang tidak pakai celana." Itu adalah respon dari Hyunjin yang pernah memasuki kamar Changbin saat tengah malam dan hampir berteriak seperti seorang gadis kala melihat kakaknya tidur hanya menggunakan kaos dan celana dalam saja. Sejak saat itu, Hyunjin memutuskan untuk tidak pernah lagi mengunjungi kamar Changbin saat jam tidur.

Suara tawa riuh semakin terdengar ditambah beberapa ejekan untuk Changbin. Sementara si oknum yang dibicarakan sudah memasang wajah masam. Merasa sangat terpojokkan. Padahal kan itu bukanlah tindakan kriminal. Dia terbiasa seperti itu sejak kecil dan sialnya kebiasaan itu susah sekali dihilangkan.

"Changbin, apakah benar?" Chris yang sedari tadi tidak banyak berkomentar menatap Changbin tidak percaya.

"AHH..." Changbin mendesah keras. Mengerutkan alisnya dengan raut putus asa. Dia malu bukan kepalang. "Memangnya kenapa? Tidak merugikan siapapun juga kan," belanya.

"Bagaimana jika Bibi Nam tiba-tiba masuk dan melihatmu seperti itu Hyung?" Pertanyaan polos dari Jeongin membuat mereka terdiam sejenak. Saling beradu pandang sebelum kembali menyemburkan tawa yang terdengar lebih memekakkan telinga.

"Mungkin Changbin Hyung langsung mengubur dirinya di halaman belakang," jawab Seungmin asal. Disetujui oleh anggukan dari Felix dan Lino.

"Hey, sudah sudah. Lihat wajah Changbin sudah merah seperti itu. Kasihan dia." Namjoon berucap menengahi walau dengan tawa-tawa tersisa. Walaupun dia merasa terhibur dengan candaan anak-anaknya tapi melihat wajah merah Changbin membuat dia kasihan juga.

Changbin berdesis. Menatap satu persatu saudaranya dengan tatapan siap membunuh. "Awas kalian! Aku juga akan membuka aib kalian satu persatu setiap kita kumpul seperti ini!"

...

"Namjoon, what's up man?" Suara heboh disusul dua orang pria yang memasuki ruang VIP membuat keluarga Lim kompak menoleh ke sumber suara.

"Seokjin!" Adalah Namjoon yang pertama kali merespon. Bangkit dari duduknya untuk memberi pelukan pada sosok yang dia panggil Seokjin.

"Maaf aku baru bisa menyambutmu. Restoran sedang ramai." Seokjin berucap setelah pelukan terurai. Iya, dia Kim Seokjin pemilik restoran mewah ini. Juga teman semasa kuliah Namjoon dulu.

"Tak apa Jin, santai saja. Menjadi pemilik dari restoran yang pernah dikunjungi Presiden memang melelahkan ya?" canda Namjoon. Mengundang tawa dari bibir tebal Seokjin.

Setelahnya dia berganti memeluk sosok lain di belakang Seokjin. "What's up, Kookie?"

"Paman, aku bukan Kookie lagi!" protes pria yang Namjoon panggil dengan sebutan Kookie. Bibirnya yang tertanam piercing mencebik tak suka. "Aku Jungkook. Kim Jungkook. Atau biasanya teman-teman memanggilku JK."

"Bocah banyak gaya." Suara Seokjin menginterupsi Namjoon yang akan merespon. Pria berjas abu itu memberi lirikan sinis kepada keponakannya. Sementara Jungkook hanya memutar bola matanya.

"Ah aku lupa." Namjoon memutar tubuh untuk menghadap anak-anaknya. "Lim-deul, perkenalkan ini Kim Seokjin teman Daddy sekaligus pemilik restoran ini." Namjoon merangkul Seokjin.

"Halo, Paman," sapa mereka bersamaan.

Seokjin tersenyum. Dia melirik Chris. Diantara anak-anak Namjoon yang lain, Seokjin memang mengenal Chris lebih dulu sebab mereka sering bertemu saat pertemuan perusahaan. Juga Chris adalah teman kuliahnya Jungkook. "Sibuk dengan perusahaan, Chris?"

Chris menghentikan suapannya untuk menatap Seokjin. "Iya Paman. Penjualan sedang naik turun jadi aku harus fokus agar semuanya kembali stabil."

Decakan kagum begitu saja keluar dari bibir tebal Seokjin. Kemudian tatapannya beralih pada keponakannya, wajah ramahnya berubah sedetik kemudian. "Aigoo andai saja anak nakal itu bisa seperti Chris yang begitu pintar dalam mengurus perusahaan."

"Memangnya Jungkook tidak?"

"Pebisnis mana yang men-tatto penuh lengannya seperti itu? Si tengil Jungkook lebih memilih hidup bebas dari orangtuanya dan menjadi beban di rumahku seperti seorang pengangguran."

Selalu saja seperti itu. Jungkook berdecak sebal. "Nyenyenye..."

...

Jeongin beberapa kali melirik pemuda bernama Jungkook. Mengeluarkan decakan kagum kepada sosok yang sedang mengobrol dengan Chris itu. Tatto yang hampir menutupi seluruh lengan kanannya. Badan besar dengan otot-otot yang terlihat keras. Bahu lebar yang terlihat kuat. Piercing yang menancap di bibir dan juga alisnya. Oh, jangan lupakan rambut hitam yang terlihat sudah panjang hingga pemiliknya harus mengikatnya ke belakang. 

Terlihat sangat keren di mata remaja belasan tahun itu.

Si manusia tatto itu sedang mengobrol dengan Chris yang duduk di sebelahnya. Jungkook duduk ujung –di tempat Namjoon tadi dan Chris duduk di dekatnya, bersebrangan dengan Hyunjin. Sementara Namjoon dan Seokjin pergi untuk membicarakan hal penting.

"Jadi, benar-benar tidak berminat ke dunia bisnis?" tanya Chris dengan nada menyindir. Melihat perubahan signifikan pada rekan seperjuangan saat kuliah di Australia. Dulu, Jungkook adalah anak rajin dan penurut. Jauh dari hal-hal berbau kenakalan yang melenceng dari ajaran keluarganya.

"Bisnis itu membosankan Chris. Sangat tidak cocok dengan diriku."

"Kalau begitu, dulu kenapa kuliahnya diteruskan? Kenapa kau tidak pindah ke jurusan yang kau sukai saja?"

Jungkook menghela nafas. "Kau tahu sendiri bagaimana keluargaku. Dulu aku tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Sekarang aku sudah besar, sudah tahu apa yang terbaik untuk diriku sendiri. Rasa-rasanya aku tidak akan pernah bisa menemukan diriku jika aku terus menurut pada aturan keluarga."

Chris mengangguk. Menenggak Champagnenya sebelum membalas. "Jadi apa jalan yang kau pilih sekarang?"

"Aku menjadi fotografer. Itu menyenangkan karena aku bisa bebas mengekspresikan diriku. Pergi kemanapun yang aku mau. Membuat aturan sesuka hatiku. Dan yang paling penting aku tidak dilarang untuk bertatto." Jungkook terkikik di akhir. Dua gigi kelincinya menyembul malu-malu.

"Tidak mau mencoba membantu mengurus perusahaan Ayahmu? Atau restoran milik Pamanmu ini mungkin. Kau berpotensi di bidang bisnis Jung." Chris berucap seperti itu bukan semata-mata iseng. Dia tahu bagaimana kemampuan Jungkook saat kuliah dulu. Pria itu memiliki potensi besar untuk terjun ke dunia bisnis sepertinya.

Jungkook tertawa renyah. Memusatkan tatapannya pada Chris yang menunggu jawaban. "Untuk apa aku bertahan pada sesuatu yang tidak aku sukai? Membiarkan diriku tersiksa karena tidak bisa melakukan apa yang aku sukai. Uh, itu menjengkelkan sekali, tahu."

Tubuhnya dia tarik, bersandar sepenuhnya pada sandaran kursi. Matanya masih terpaku pada Chris. Tatapannya serius. "Aku menyukai fotografer sejak dulu. Tapi kedua orangtuaku menentangnya. Aku tidak punya pilihan lain ketika kuliah jurusan bisnis walau hatiku ingin sekali menolak. Menyesal juga kenapa aku dulu mau membuang waktu untuk sesuatu yang tidak aku sukai. Jika bisa mengulang, aku ingin mengganti waktu kuliahku dengan belajar fotografi."

"Kau bisa mencoba untuk menyukai bisnis kan. Jujur saja, aku sangat menyayangkan keputusanmu itu. Aku tahu kemampuanmu, Jung, kau bisa menjadi pibisnis hebat, bahkan mungkin lebih hebat dari Ayahmu."

Jungkook berdecih. "Walau lebih hebat dari Ayahku pun pasti rasa bangganya berbeda. Karena apa? Karena hidupku disetir untuk menjadi seperti itu. Melawan keinginanku sendiri untuk mengembangkan diri di bidang fotografi." Jungkook menepuk pundak Chris. "Kau sebenarnya bisa menjadi sepertiku, Chris. Aku tahu dirimu."

Chris terdiam. Perkataan Jungkook merambat ke dalam dirinya. Membawanya pada masa-masa sebelum kuliah dulu. Chris adalah sulung di keluarga Lim. Tentu besar harapan setiap orang agar Chris bisa meneruskan perusahaan kendati dia memiliki mimpinya sendiri. Dirinya ibarat Putra Mahkota yang garis hidupnya sudah ditentukan. Sudah pasti menjadi Raja seberapa besarpun usahanya untuk mencapai mimpinya sendiri. Dan Chris bukan tipe pembangkang jika sudah berurusan dengan Ayahnya.

Jungkook maju. Menumpukan sikutnya di atas meja. "Chris, jika kau mengerjakan suatu hal yang kau sukai maka hasilnya pasti akan lebih bagus karena kau pasti melakukannya dengan sepenuh hati."

Percakapan kedua orang dewasa itu tak luput dari pendengaran Hyunjin yang duduk di sebrang Chris. Diam-diam, sambil pura-pura sibuk dengan ponselnya, Hyunjin menyimak dengan baik setiap kata-kata yang keluar dari kedua orang itu.

Hal yang disukai dan tidak disukai ya?

Hyunjin sangat suka melukis. Dia sangsi Chris akan mengizinkannya untuk masuk ke sekolah yang dia inginkan. Melihat bagaimana reaksi kakaknya itu setiap melihat dirinya melukis membuat ia patah semangat.

Dia tidak suka bisnis. Sama seperti Jungkook. Sementara Chris sangat menyukai dunia bisnis. Sama seperti Namjoon. Yang mana keduanya adalah orang yang tidak ingin Hyunjin kecewakan. Karena diantara anak-anak Namjoon, hanya Chris yang menggeluti dunia bisnis. Namjoon pasti ingin anaknya yang lain turut mengurusi perusahaannya.

Hyunjin bimbang. Tapi kemudian suara Jungkook terngiang-ngiang di kepalanya.

"Untuk apa aku bertahan pada sesuatu yang tidak aku sukai?..."

Apa pilihannya sudah benar jika dia lebih memilih dunia seni ketimbang dunia bisnis? []

Hai!

Terimakasih sudah membaca, jangan lupa vote dan promosikan cerita ini ke temen-temen kalian ya ~

See u next chap!

16/04/2022

With love, Kim Maca


Continue Reading

You'll Also Like

66.8K 8.8K 95
This is just fanfiction, don't hate me! This is short story! Happy reading💜
144K 9.5K 41
KIM TAEHYUNG narenda, yaitu mafia yg terkenal dengn kekejamannya JEON KOOKIE liviendra, yaitu seorang namja cantik yg ditinggal mati kedua orang tua...
716K 56.2K 40
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
226K 20.2K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...