Love From A to D

By meiLucia

1.5M 74.7K 6.5K

"Kesalahan yang gue perbuat kali ini ga bisa dimaafkan semua orang termasuk papa mama yang sangat menyayangi... More

Prolog bg. 2
Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
BAB VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
BAB XIII
Bab XIV
Bab XV
Bab XVIa
Part XVIb
BAB XVII
Bab XVIII
Bab XIX
Bab XX
Bab XXI
Bab XXII
Bab XXIIIa
Bab XXIIIb
Bab XXIVa
Bab XXIVb
Bab XXV
Bab XXVI
Bab XXVII
Epilog
Extra Bab

Prolog bg. 1

91K 2.7K 44
By meiLucia

Hello, gaya penulisan Love From A to D berbeda dengan penulisan Adreana. Harap dimaklumi kalau tidak sesuai dengan harapan kalian.

Buat cerita ini prolog aku bagi menjadi 2 bagian. Disini kalian akan tau kenapa Adela jahat dengan Adre dan alasannya takut pada Dareen.

Makasih buat kalian yang sudah membaca Adreana. Semoga cerita ga mengecewakan buat kalian.

So, Selamat membaca... :)

★***************************************************★

"Kamu anak kesayangan mama. Jangan pernah mengecewakan mama ya" tangan mama mengusap lembut rambutku membuatku nyaman. Apalagi dengan suasana di dekat kolam renang di samping rumah dan udara yang sejuk. Sangat asik buat bersantai sama mama.

"Iya, ma. Dela janji ga akan ngecewain mama"

"Anak mama pintar banget" mama mengecup pipiku. Senang bahagia selalu merasakan curahan kasih sayang mama dan papa yang berlimpah.

"Ma" panggil anak perempuan yang wajahnya mirip denganku berdiri didekat pintu. Ia sesekali menunduk takut menatap mama. Wajah mama yang ramah berganti dingin menatapnya. "E, mama bisa ga besok datang ke sekolah?"

"kenapa? Jangan-jangan kamu membuat masalah di sekolah ya? Dasar anak nakal!" mama berdiri dengan langkah besar mendekatinya dan mencengkram pundaknya.

"e, engga! Guru Adre minta mama atau papa.. aahhhh... sakit ma" jerit anak perempuan itu menangis karena di belakangnya dipukul mama. Aku menutup kedua mataku. Menahan rasa sakit yang selalu saja kurasakan jika ia disakiti.

"Ampun ma!" jeritnya semakin keras disela tangisnya.

"Kamu anak ga tau diri! Buat masalah saja kerjaannya!" tangan mama ga henti-henti memukulnya.

"Nyonya" Suara itu. Aku membuka mataku menatap Bi Lidya yang menghentikan mama memukul anak perempuan itu. "Kenapa nyonya memukul nona Adre?"

"Ini bukan urusan kamu! Lebih baik kamu mengurus rumah!" bentak mama dengan wajah kesal.

"Maaf, bukannya saya ikut campur tetapi nona Adre masih kecil"

"Kenapa kalau masih kecil? Anak ini kecil-kecil sudah bikin masalah di sekolah! Kalau dari kecil tidak di kasih pelajaran bagaimana kalau besar nanti?!"

Perhatianku teralihkan ke arah belakang bi Lidya, anak laki-laki yang lebih tua 2 tahun dariku menatap mama tajam.

"Nyonya, Adre tidak membuat masalah. Itu surat undangan dari guru untuk nyonya dan tuan. Besok ada penyerahan penghargaan untuk nona Adre yang menang lomba sains tingkat SD"

Aku tau dia menang lomba itu tapi aku memang merahasiakannya pada mama karena aku ga mau ikut lomba itu. Ah, menyebalkan! Gara-gara anak laki-laki itu nanti aku pasti diceramah mama.

"Kalau begitu besok kamu yang datang menemani Adre" perintah mama pada bi Lidya.

"Tapi nyonya..."

"kamu mau membantah?" mama menatap tajam bi Lidya.

"Tidak nyonya. Besok saya akan datang ke sekolah nona Adre" Bi Lidya memegang pundak anak perempuan itu yang masih menangis.

"Tunggu, kenapa nyonya tidak minta maaf karena sudah menuduh dan memukul nona Adre?"

"Dareen!" bi Lidya memperingati anak laki-laki bernama Dareen yang menantang mama tanpa rasa takut.

"Kamu makin kurang ajar ya! Lidya urus anak kamu ini!" bentak mama menatap Dareen tajam. Mama sangat ga suka dengan Dareen. Begitu juga denganku. Apapun yang mama ga suka, aku pun sama. Termasuk pada Adre, saudari kembarku.

"Dela" panggil mama membuat punggungku menegang. Tanpa mama ucapkan aku tau kalau mama kesal padaku. Tapi bukan Adela namanya kalau aku ga bisa lolos dari amarah mama.

Aku memasang wajah memerah ingin menangis. "maafin Dela, ma. Dela sudah mengecewakan mama. Dela memang ga mau ikut lomba Sains karena Dela kan ikut cheerleaders jadi kalau Dela ikut lomba itu nanti waktu cheerleaders Dela akan berkurang. Terus posisi Dela sebagai ketua, akan diturunkan"

Mama berjalan mendekatiku "Ya, mama mengerti sayang. Mama juga ga mau Dela sampai turun dari posisi ketua" mama memelukku erat. Daguku bersandar di pundak mama dan membalas memeluknya.

Yes, berhasil! Aku lolos kena marah mama. Di pelukan mama, aku melihat di dekat pintu anak laki-laki yang ga kusuka berdiri di sana dengan menatapku tajam. Huh, bisa apa dia! Aku menjulurkan lidahku mengejeknya.

"Dela sangat sayang mama. Mama Dela is the best" ucapku tanpa melepaskan pandanganku dari anak laki-laki itu sampai akhirnya ia masuk ke dalam rumah. Yes! Aku menang!

"Dela" mama melepaskan pelukan dan menatapku serius. "Kamu jangan pernah kalah dari Adre. Kamu harus yang terbaik dan jangan pernah baik hati sama dia"

Aku sudah hafal dengan nasehat mama. Ga boleh sedikitpun berbaik hati pada Adre dan harus unggul darinya. Walaupun aku masih bingung kenapa aku harus melakukan itu padahal Adre saudariku sendiri.

"Iya, ma. Dela janji" Mama kembali mengusap rambutku dengan lembut. Demi jadi anak kesayangan mama, aku akan menuruti kemauan mama.

****

6 Tahun kemudian

Sial! Kenapa gue terus yang kena hukuman?! Ini semua gara-gara si Dareen! Dari dulu tuh cowok sengaja bikin gue sengsara di sekolah. Awas aja kalau di rumah bakal gue balas!

"Ngapain cuma diam? Kerja!" bentak Dareen dengan nada otoriternya menyuruh gue mengepel lantai sepanjang koridor sekolah dan itu gue lakukan sendiri!

Ugh! Mentang-mentang dia panitia MOS jadi seenaknya aja main nyuruh-nyuruh! Main hukum! Bikin gue kesal! Coba gue yang lebih tua dari dia, bakal jadi bulan-bulanan tuh cowok!

Agh! Ini semua gara-gara papa nyengkolahin gue selalu satu sekolah sama anak pembantu! Dari SD sampe SMA lagi! Mana di sekolah terkenal tempat anak-anak orang kaya! Gue heran kenapa dia bisa popular padahal miskin gitu!

"Masih bengong nih cewek! Kerja!" bentaknya di telinga gue.

Sialan! Sakit telinga gue! Awas bakal gue balas lo! Gue kembali mengepel lantai yang dari tadi ga akan bersih-bersih. Panitia sengaja menginjak koridor yang udah gue pel sampe kinclong dengan sepatu mereka yang kotor. Entah nginjak apaan sampe tanah hitam menempel kayak gitu. Ih, bikin gue jijik.

"Kenapa?" tanya si cowok menyebalkan itu dengan bergaya kayak dia penguasa. "Jijik? Ini sekolah bukan di rumah jadi lebih baik kamu buang perasaan jijik kamu dan kerja!"

"Tapi tetap aja jijik. Gue ga tau mereka injak apaan, ugh" tanah hitam menggumpal membentuk jejak sepatu dan banyak lagi.

"Kerja! Mau kamu merengek juga ga akan selesai. Jangan manja kayak di rumah!" bentaknya sukses bikin kami jadi pusat perhatian. Apalagi 2 kakak kelas sok kecantikan yang dari tadi ngeliat gue dengan sinis.

"Betriace, Alice bisa awasin dia?" panggil cowok menyebalkan ke 2 kakak kelas tadi. Kayaknya dia tau kalo gue ngeliatin mereka bedua.

"Dengan senang hati, Dar" jawab si ikal yang gue ga tau namanya. Entah si Alice atau betriace gue ga peduli. Yang gue tau pasti mereka bakal ngerjain gue.

"Lo tenang aja. Sekarang lo bisa awasin yang lain"

"Makasih ya" ia tersenyum ke dua cewek kecentilan ga bisa nahan senang gara-gara gitu doang.

Dasar cowok sok kecakepan! Tebar pesona segala. Apa sih yang bisa di lihat dari anak pembokat macam dia?!

"Heh anak baru! Jangan bengong aja! Kerja!" mulai para nenek sihir membully dan membentak gue. liat aja. Habis masa orientasi ini bakal gue balas! Jangan panggil gue Adela kalo gue ga bisa balas yang orang lakuin ke gue.

"Jangan sok deh lo mentang-mentang satu rumah sama Dareen!"

"Lo anak majikan mamanya kan? Kita bikin lo jadi pembokat selama 3 hari. Sekarang pel sampe bersih!" bentaknya sambil mendorong gue. Awas bakal gue balas lo bedua!

Gue terus mengepel dibawah bentakan para nenek sihir. Sialan! Bahkan dengan sengaja mereka mengotori lantai yang udah gue bersihin. Hah, ga akan selesai-selesai sampe keringat gue dari tadi bercucuran. Mana gue haus lagi.

Gue melirik ke kembaran gue yang duduk di bangku seberang di lapangan basket. Enak banget tuh anak bisa nyantai. Gue melirik si cowok menyebalkan yang datang membawa botol minuman dingin yang telapisi embun. Ia menyerahkan ke kembaran gue sambil tersenyum.

Ck! Mentang-mentang dia ketua OSIS jadi bisa dengan enaknya bikin kembaran gue ga kerja, ga kena hukuman sekarang di kasih minuman. Gue juga pengen! Gue yang capek harusnya di kasih! Kenapa cuman gue yang di bully? Seharusnya dia yang dibully. Tunggu, kayaknya gue ada ide bagus.

"Kak" panggil gue ke dua nenek sihir yang dari tadi melipatkan tangannya di dada. "Liat deh, itu" gue menunjuk cowok menyebalkan sama kembaran gue lagi asik ngobrol di seberang.

"Kakak ga panas liatnya? Dari dulu mereka pacaran. Kakak ga cemburu?" hihihi, rasain lo, Ad. Bakal kena lo di bully kayak gue.

"Itu ade lo?" Tanya si rambut lurus kayak sapu ijuk dengan nada sinis.

Yes! Rencana gue berhasil! Cewek kalo lagi cemburu enak di panas-panasin. "ehm, iya kak. Namanya Adreana"

"Pantesan kemaren Dareen bilang ga boleh ngerjain tu anak!" Ketus si rambut ikal yang panas tanpa di tahan-tahan. "Kita ga mungkin ngerjain tuh anak"

"bener bisa habis kita di benci Dareen"

Kok mereka malah mundur? "Kakak takut sama Dareen? Kan kalo diam-diam ngerjain ga akan ketahuan"

Dua nenek sihir tersenyum ngeliat gue. tapi kenapa perasaan gue ga enak?

"Dari tadi lo sengaja komporin kita kan?" gue menggeleng kepala. Kok bisa ketahuan?

"Dari pada kami ngerjain ade lo kenapa kita ga ngerjain lo aja. Lo kan kakaknya. Dan kita tau dari dulu Dareen selalu lindungin ade lo jadi ga mungkin kita ngerjain ade lo"

"Tunggu, tapi gue ga pacaran sama Dareen" sial! Baru kali ini gue berasa di ujung tanduk selain sama si cowok sengak. Gue bahkan ga peduli ga pakai bahasa formal dengan mereka.

"Tapi lo kakaknya pacar Dareen. Jadi sebagai ganti lo yang menanggung semua"

Mampus gue! kenapa gue yang kena batunya? "Hei" panggil si rambut ijuk memanggil panitia lain yang berjalan di depan barisan murid baru yang baru datang dari lapangan belakang sekolah.

"lo semua bisa bebas lewat koridor ini. bawa sekalian anak buah lo"

"Oh, oke" panitia cowok teman Dareen yang juga musuh gue senang hati mengajak barisannya berjalan sepanjang koridor.

Sialan! Makin banyak aja pekerjaan gue! "Selamat mengepel" ucapnya sebelum balik ke lapangan basket. Awas aja, gue kerjain tuh orang!

Agh! Gila ga mungkin gue ngepel kayak ginian! Gue ga udah ga peduli yang namanya orientasi ga jelas, yang ga ada gunanya! Saatnya balas dendam!

"Kak, airnya kotor. Izin ganti airnya ya kak" ucap gue sambil memberi senyuman gue yang paling manis.

"Cepat, ganti sana!" perintah si rambut ikal dengan gaya angkuh.

"Makasih kak" gue mengangkat ember berisi air yang sebenarnya beratnya ga seberapa. Gue bahkan kuat menahan berat badan orang lain hasil dari latihan cheerleader dari SD sampai SMP.

Gue pura-pura mengangkat ember itu seakan-akan berat banget. Lalu saat di hadapan mereka, gue mengangkat ember itu tinggi-tinggi dan menyiram dua nenek sihir tepat di wajah mereka. untung air embernya masih ada sisa.

"Aaaaaaa!!!!!" jerit mereka jadi pusat perhatian. Mereka mengelap air kotor bekal ngepel dengan jijik.

"Ups! Ga sengaja" Rasain! Pembalasan gue ga seberapa tuh.

"Lo!" si rambut yang tadinya ikal lurus kena air udah kayak medusa marah luar biasa. "Awas lo ya!" saat mereka melangkah mendekati gue, mereka terpeleset kena genangan air yang licin.

"hahaha.. rasain lo!" ejek gue sambil membawa ember yang berisi sedikit air dengan pasir-pasir menggumpal.

Gue melangkah dengan lebar ke arah teman Dareen yang terlalu terkejut dengan gue yang menuju ke arahnya. "Makasih buat pasirnya!" gue menyiram air kotor itu ke muka teman Dareen yang syok ngeliat gue.

"Heh, Apa-apaan kamu!" Teriak panitia yang lain yang berjalan menuju ke arah gue. bahkan si cowok menyebalkan juga ikut menuju ke gue. sialan! Berasa gue di kepung oleh musuh. Kalo udah kayak gini satu-satunya jalan cuman lari.

Gue menendang kaki teman Dareen yang bisa aja menangkap gue dengan jarak kami yang dekat. Lalu berlari dengan kencang diiringi sorak-sorak di belakang gue.

"Lari lari lari!" teriak teman-teman senasib gue yang semakin menyemangati gue buat lari menuju pagar sekolah.

"Tangkap!" teriak di belakang gue saat ada barisan peserta MOS dengan panitia di depan barisan yang dari halaman depan sekolah ingin masuk ke lapangan basket.

Melihat wajahnya panitia yang masih bingung dengan teriakan temannya jadi kesempatan gue buat berlari melewati barisan itu.

"Del!" panggil Tania yang ada di barisan itu.

"lari!" balas gue sambil melewatinya yang ada di barisan belakang.

"Gila lo!" ia berbalik derap langkahnya mengikuti gue yang berlari ke pagar depan. Ga sia-sia kami selalu latihan lari setiap memulai latihan Cheers dan diet.

"Damn! tinggi pagarnya!" saat kami sudah ada di depan pagar. Untung satpamnya ga ada di tempat.

"Naik ke gue!" Tania melengkukan lututnya. Ga ada waktu buat berpikir. Gue menginjak paha Tania dan menaiki pagar diikuti Tanya yang jago memanjat pagar. Bukan karena dia suka tetapi tuh anak ahlinya bolos dari SMP. Bahkan lebih dulu dia sampai ke bawah dari gue.

"Cepat Del" teriak Tania saat kakak kelas hampir sampai ke pagar. Bahkan beberapa tangan mereka sudah ada yang terulur ingin menarik gue kalo ga Tania pukul dari celah pagar dengan tasnya.

Gue melompat dari ketinggian yang ga seberapa. "Tan" panggil gue ke kakak kelas yang kayak zombie tangannya terulur dari celah pagar pengen menarik kami. Bahkan ada yang berlari ke pos satpam pasti mencari kunci pagar. "Mana botol air lo"

Tania yang udah tau maksud gue menyerahkan botol air ke tangan gue sambil tersenyum senang.

"makasih ya kak atas bimbingannya hari ini" ucap gue dengan senyuman termanis gue terutama ke Dareen, temannya dan dua nenek sihir. Gue membuka botol minuman itu dan menyiram ke mereka semua. tatapan marah dari mereka semua bahkan ada yang memanjat pagar.

Tania merebut botol air yang masih ada sisa dari tangan gue. "Biar tambah semangat!" Giliran Tania yang menyiram mereka. "Yuk, cabut!" Ajak Tania menarik lengan gue berlari sebelum mereka berhasil mendapatkan kunci dan mengejar kami.

Gue ga peduli dengan besok atau saat kami mulai belajar di sana. Gue yakin semua murud baru akan memihak ke gue. Gue, Adela Anderson selalu jadi penguasa dan ga aka nada yang bisa ngerjain gue tanpa gue balas.

****

"Dareen! Kamu itu harusnya menjaga Dela bukannya malah menghukum dia! Kamu malah menyuruh Dela mengepel lagi! Kamu ingin balas dendam pada majikan kamu?!" bentak mama marahhin Dareen. Tau rasa tuh cowok! Biar aja dia berkuasa di sekolah tapi di rumah gue yang berkuasa. Dan sebentar lagi, gue akan jadi penguasa sekolah.

"Kamu liat tangan Dela sampai terkelupas! Dia alergi sabun yang mengandung bahan keras! Apalagi buat pel latai!"

Dareen melihat tanganku yang terulur sudah di beri salep oleh dokter. Bukannya merasa bersalah, dia malah mengejek gue lewat tatapannya. Kalau orang-orang melihat wajahnya datar seperti biasa. Tapi gue, musuh abadi lebih tau dia, jelas banget liat ejekannya seakan senang liat gue kena alergi.

"Ngapain kamu hanya berdiri di situ?" bentak mama yang semakin ga suka dengan Dareen.

"Saya minta maaf" ucapnya dengan nada datar jelas banget kalau permintaan maafnya hanya basa basi.

"Minta maaf saja tidak cukup! Besok saya akan protes ke sekolah biar kamu dan semua teman-teman kamu di hukum!"

Gawat! Bisa ketahuan gue cari gara-gara tadi apalagi sampai ketahuan bolos. "Ma" panggil gue dengan nada manja. "Ga usah ma, nanti yang ada Dela malah semakin dikerjain sama kakak kelas. Lagipula Dela kan udah SMA. Dela pengen mengatasi masalah Dela sendiri, ya ma" bujuk gue.

"tapi sayang.."

"ma" potong gue sambil dengan wajah memelas.

"Iya, mama tidak jadi protes ke sekolah kamu" gue melirik Dareen sambil tersenyum penuh kemenangan. Biar aja dia pikir keras kenapa gue membujuk mama supaya ga protes ke sekolah. Dia ga bakal tau kalau niat gue akan menjadi penguasa.

Dan langkah awalnya, jangan sampai gue terlihat kayak anak manja, tukang ngadu dan di bawah perlindungan orang tua. Gue punya rencana sendiri yang selalu berhasil menjadi penguasa.

"Dela besok jangan sekolah dulu ya. nanti sampai tangan Dela sembuh baru sekolah"

Yes! Gue bebas dari pembalasan dendam kakak kelas gue! 3 hari memang mereka berkuasa sedangkan kami, murid baru masih jadi anak buah bisa di bentak dan di kerjain. Tapi nanti setelah selesai, kami bebas kasih pelajaran dengan mereka.

"Kalo menurut mama itu baik buat Dela. Dela menahan diri buat ga sekolah" gue memasang wajah yang manis gue. Lalu memasang wajah kemenangan gue ke cowok menyebalkan itu.

*****

Akhirnya dalam waktu dua bulan gue berhasil menjadi penguasa angkatan gue melawan kakak kelas yang semena-mena. biar mereka balas dendam pun gue selalu gunain Adre buat mengatasinya. kalo Adre kenapa-napa toh ujung-ujungnya Dareen yang bertindak.

Lagian si Adre udah SMA masih aja nempel sama Dareen. Apa mereka pacaran ya? Tiap kali liat mereka seperti itu, ga di rumah ga disekolah bikin hati gue panas! Bikin gue semakin benci ke Adre. Walopun semua tindakan gue malah berimbas ke diri gue sendiri.

Dan semenjak gue jadi anak SMA, kehidupan gue juga berubah. Gue sering hangout ke klub malam. mabuk-mabukan karena di ajak Tania dan Jenny, teman baru kami.

Dari Jenny, kami bisa bebas masuk ke Klub meski di bawah umur. lagipula dengan meminum minuman berakohol itu, kehidupan gue tenang. damai. meski gue harus sembunyi-sembunyi supaya ga ketahuan papa dan mama.

Gue bangun dari tempat tidur. Perut gue lapar banget. Gue keluar kamar yang suasananya hening kayak ga ada orang. Kemana sih orang rumah? Apa mereka semua ke Gereja ya? Aduh, mana pusing banget kepala gue habis hangout tadi malam. Untung pulang ga ketahuan.

"Bi.." panggil gue ke arah ruang makan tapi tetap aja kosong. Masa gue harus ke kamar pembantu? Selama ini mmana pernah gue nginjak kaki di situ kecuali si Adre emang suka ke sana.

Ah, apapun bakal gue lakuin yang penting perut gue terisi. Gue berjalan kearah kamar belakang yang melewati taman belakang rumah. Langkah kaki gue berhenti di depan pintu berwarna coklat.

Niat gue yang awalnya pengen mengetuk pintu berhenti melihat surat yang mencurigakan di tangan bi Lidya lewat jendela kaca yang ada di sebelah pintu.

Gue berusaha membaca surat itu. Untungnya bi Lidya duduk di kursi, membelakangi gue jadi suratnya bisa gue baca. Surat hasil pemeriksaan dokter? Punya bu Lidya ya. sakit apa dia? Muka gue bahkan menempel ke kaca jendela saking pengen taunya. "sakit jantung?!"

Gue menutup mulut gue dengan telapak tangan. Sial! Gue keceplosan! Bi Lidya juga terkejut ngeliat gue yang ada di depan jendela. Ah, untung penyakitnya ga kumat. Bisa mampus gue kalo jantungnya kumat.

"Non Adela" Bi Lidya bangkit dari tempat duduknya dan membuka pintu.

Kenapa gue merasa bersalah gini ya? Ngintip urusan pribadi orang kan ga boleh. Tapi sebagai majikan wajar dong gue harus tau semua masalah dan pribadi bawahan gue. tenang, lo ga salah, Del.

"Bibi sakit jantung?" Tiba-tiba bi Lidya langsung menarik gue ke dalam kamar. Aneh banget nih ibu-ibu. Bukannya di jawab malah asal main tarik aja.

"Apaan sih, bi?" gue merengut dengan tingkah bibi yang aneh banget.

"Bibi mohon jangan beritahu siapapun ya non. Termasuk Dareen"

"kenapa? Bukannya bagus kalau penyakit bibi banyak yang tau" Tunggu, jangan-jangan.. "atau bibi takut di pecat mama kan kalau tau bibi penyakitan" apa lagi coba kalau bukan itu alasannya.

"Bukan non. Saya hanya ingin Dareen tidak memikirkan penyakit saya"

Entah kenapa, semakin ia sembunyiin, semakin gue pengen ngungkapin. "Ga. Nanti bakal gue cerita sama semua orang di rumah ini termasuk Dareen" gue dapat hal menarik hari ini. pengen liat gimana reaksi si cowok neyebelin itu.

Gue berjalan ke arah pintu ga peduli dengan bi Lidya yang menarik tangan gue, memohon supaya gue ga sebarin penyakitnya.

"Kalau non Dela tetap ingin memberitahu terpaksa saya akan memberitahu Nyonya dan Tuan kalau nona Dela mabuk tadi malam"

Tangan gue berhenti memutar kenop pintu. Gue membalikan badan menghadapnya. Dia berani mengancam gue?

"Maaf non. Saya terpaksa melakukannya tetapi saya ingin nona merahasiakan penyakit saya dan saya akan merahasiakan kebiasaan nona yang akhir-akhir ini sering pulang dalam keadaan mabuk"

"Lo berani mengancam gue?" gue menatap wanita tua itu tajam Ga ibu ga anak sama aja!

"Maaf nona. Bukannya ini simbiosis mutualisme?"

Hah! Pembokat pake sok ngomong simbiosis mutualisme! "Agh! Terserah! Yang penting sediain gue makanan!" gue membuka pintu dengan kasar.

Benar-benar deh tuh pembokat! Darimana sih papa dapat tuh pembantu? Otaknya encer banget. Bukan. Licik banget sama kayak anaknya. Sebenarnya dia pembantu apa mata-mata papa?

Tapi benar juga sih bisa bahaya kalo gue ketahuan sering ke klub malam. Mabuk-mabukan. Tenang, Del. Kartu lo emang ada di tangan dia tapi kartu dia ada di tangan lo. Jadi aman. Benar-benar simbiosis mutualisme.

****

Continue Reading

You'll Also Like

35.4K 5.6K 18
COMPLETED! [ Hajeongwoo | Boyslove! ] "Kata ayah kartu ini bisa beli apa aja. Aku mau beli kamu, berapa harganya?" © ARCAPHILE
135K 5.6K 41
Perhatian! Cerita ini saya private secara acak, mohon follow dulu sebelum membaca.. Jangan lupa vote dan comment yah, karena vote dan comment kalia...
496K 39.4K 53
Molly terpaksa harus berpura-pura menjadi Jane anak dari bos adiknya, menggantikan wanita itu menikah dengan seorang pria. Wajah dan seluruh sifat ju...
Rented Wife By Miu

General Fiction

437K 33.1K 21
Shaka Alastair bersedia membayar Dhara untuk menjadi istrinya. Bayarannya tinggi, dengan kontrak yang jelas dan Dhara juga tak perlu melayani Shaka k...