Cinta Halalku✔ [BELUM REVISI]

By Mifthahuljannah_

101K 4.6K 91

⚠Genre: SPIRITUAL-ROMANCE⚠ Cinta itu bagaikan kapten dan nahkoda kapal. Apabila mereka tak saling menguatkan... More

#01: Prolog
#02: Pertemuan
#03: Ternyata dia?
#04: Rasa apa ini?
#05: Dokter Aditya Pratama
#06: Ana uhibbuki fillah
#07: Innallaha ma'ashobirin
#08: Keputusan
#09: Khitbah dan jawaban
#10: Terungkap
#11: Sah!
#12: Sajadahku dan sajadahnya
#13: Pasangan romansa halal
#14: Anugerah dan bencana
#15: Kekecewaan
#16: Mengikhlaskan atau mempertahankan?
#17: Kabar penuh luka!
#18: Menjalani takdir
#19: Kembali Bertemu?
#20: Menanti penerus?
#21: Alhamdulillah
#22: La Tahzan
#23: Makna Sebuah Kata
#24: Permintaan Bodoh Annisa?
#25: Pengungkapan Raihan
#26: Kebahagiaan yang tersimpan
#27: Sebuah lagu
#28: Takdir Mempertemukan
#29: Dibalik Rasa Benci
BUKAN UPDATE!
#30: "Aku cemburu."
#31: Nafisah Nadira Humairah
QnA!
#32: Menyerah!
Sapa Readers!
#33: Ragu
#34 : Kematian Palsu?
#36: Cinta Halalku

#35: Terbongkar

445 24 1
By Mifthahuljannah_

"Jangan berharap lebih kepada manusia, karena Allah itu maha pembolak balik hati. Jika kamu berani mencintai, artinya kamu berani menerima sakit hati."

-o0o-

Budayakan vote, follow sebelum membaca. Terima kasih😊

-o0o-

        "Mas, tolong ambilkan popok Nafisah dong." ucap Fatimah, ia sedang menggantikan popok anaknya itu. Sore ini udaranya sangat dingin, jadi anak perempuan mereka tidak akan ia biarkan kedinginan, maka dari itu Fatimah tidak ingin anaknya sakit.

       Seperkian detik belum ada jawaban yang muncul dari suaminya, Fatimah menghela nafas dan melangkahkan kakinya sendiri, pergi mengambil popok Nafisah dan memberi Nafisah asi. Lalu, Nafisah tertidur pulas di sebelah Ummah nya.

       Sementara itu, Adit masih berkutat dengan ponselnya di gazebo rumah. Ia seperti orang yang sedang menahan amarah, sambil sesekali melontarkan perkataan yang sedikit kasar.

       "Annisa, stop menggangguku. Kamu ini gila ya?" ucap Adit setengah berbisik.

       "Plis, Dit. Aku mau kamu ceraikan istrimu. Aku gak suka liat dia bahagia." jawab Annisa disebrang telepon.

        "Kamu emang benar-benar gila ya. Sekian banyaknya lelaki, kenapa harus aku!" kini amarahnya memuncak, naasnya sudah beberapa kali ia memblokir nomor Annisa, namun tetap saja wanita itu bersikekeuh untuk membuat nomor baru dan mengganggu Adit.

       "Of course, aku gila karena kamu, Dit. Andaikan dulu aku tau kalau Raihan itu Abang aku sendiri, pasti aku bakalan terima lamaran kamu. Pasti kita sekarang hidup bahagia, tapi k...." belum saja selesai berbicara, Adit langsung memotong perkataannya.

       "Stop! Aku udah muak ya. Ini terakhir kali aku bilang sama kamu, jangan gangguin aku." kini Adit menutup deringan telepon, lalu ia duduk di gazebo sambil mengusap wajahnya kasar, lalu menimpuk keningnya sendiri merasa bersalah kepada semesta. Ia hanya bingung cara takdir membuat nya ada di keadaan seperti ini.

       Jujur, lelaki itu sudah melupakan masalalunya penuh. Namun yang ia khawatirkan adalah kesehatan istri dan anaknya itu. Adit dan Fatimah mungkin sama-sama sudah melupakan masa lalu mereka masing-masing. Namun cobaan terus menghantam rumah tangga mereka, tidak tahu darimana saja cobaan itu datang.

       "Mas?" panggil Fatimah yang menghampiri suaminya itu dengan wajah kecewa.

       Adit membeku, ia tak tahu bagaimana akan terjadi jika istrinya itu mengetahui kejadian sebenarnya. Adit melirik istrinya itu, lalu tersenyum kikuk.

       "S...sayang, kamu ngapain disini?" tanya Adit sedikit terbata-bata.

       "Loh? Seharusnya aku dong yang tanya. Kamu ngapain disini? Terus tadi teleponan sama siapa, kok marah-marah?" kini Fatimah menghampiri suaminya, menarik ponsel dan membaca nickname riwayat telepon.

       "A...annisa siapa mas?" tanya Fatimah gagu, ia menatap suaminya dengan tatapan tajam.

       Adit merampas ponselnya, lalu menarik Fatimah dalam pelukannya, Adit mengeluarkan punggung Fatimah. "Bukan siapa-siapa, tadi ada salah paham doang." kini lelaki itu beralibi lagi agar istrinya tidak mengetahui semua fakta yang ada diruang rahasianya sendiri.

       Fatimah melepas pelukan suaminya, matanya melirik sambil menaikkan alis satu seakan-akan tak percaya. "Jujur?" lirik Fatimah bertanya, masih belum percaya.

       "Iya sayang."

       Mereka lalu sama-sama masuk ke kamar menemani putri mungilnya itu. Adit sesekali bermain dengan Nafisah, sedangkan Fatimah masih sibuk membereskan kamarnya.

       "Oh iya sayang, kapan buat acara aqiqah Nafisah?" tanya Fatimah.

       Adit menoleh lalu berpikir beberapa detik. "Iya ya, apa minggu aja? Ini kan hari kamis." sahut Adit.

       Fatimah mengiyakan perkataan suaminya sambil tersenyum bahagia, lalu melanjutkan aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga.

-o0o-

       Sore ini, Aisyah dan Arkan pergi keluar berbelanja, berhubung sudah sebulan anaknya lahir, jadi ia bisa keluar menikmati udara segar. Mereka menaiki mobil dan sampai di sebuah mall, tepatnya supermarket untuk belanja beberapa sayuran dan buah.

       Arkan menggendong Absy, anaknya. Sedangkan Aisyah mengikuti suaminya berjalan. Mereka sampai di rak buah-buahan, melihat buah semangka, apel, bahkan anggur yang segar, Aisyah tak segan membelinya.

       "Mas, beli apel ya? Aisyah pengen deh." tanya Aisyah kepada suaminya.

       Arkan mengangguk "ambil aja sayang, kok nanya sih. Uang aku itu uang kamu, uang kamu ya uang kamu." ujar Arkan mengelus puncak hijab istrinya.

       Aisyah tersenyum malu, baru 2 tahun kurang mereka menikah, sudah dikaruniai anak oleh Allah dan dipercayakan menjadi penerima karunia terbaik, kini juga rumah tangga mereka penuh dengan keharmonisan, berbeda dengan Fatimah dan Adit yang terus diganggu oleh orang ketiga bahkan hal lain.

       "Absy, nak. Mau pisang gak?" monolog Aisyah jahil kepada anaknya, sedangkan Absy terlihat anteng dan menikmati perjalanan mereka.

       "Bilang aja umi yang mau, iyakan umi?" kini Arkan membalas ucapan Aisyah, yang menggantikan Absy dalam berbicara. Aisyah hanya bisa terkekeh melihat suami dan anaknya.

       Beberapa menit memilih-milih buah bahkan sayur, pandangan mata Aisyah tertuju pada seorang wanita berhijab, wajahnya sudah tak asing lagi baginya, ia hafal betul siapa wanita ini, ia terlihat sendirian, membeli sayur bahkan mie instan. Aisyah tertegun, ia menarik tangan suaminya, sedikit merunduk agar tidak kelihatan.

       "Sayang, sini." Aisyah menarik tangan Arkan untuk menjauh dari wanita itu.

       "Kenapa sayang? Ada apa?" tanya Arkan bingung dengan perilaku istrinya tiba-tiba.

       Aisyah melepas genggamannya, mengode suaminya untuk melirik ke sebelah sana tadi, lalu berbicara sedikit berbisik. "Mas kenal dia?" tanya Aisyah.

       Arkan melirik, membenarkan perkataan istrinya tadi, namun beberapa kali mengecek apakah tatapan mereka benar atau salah. Tapi mau beberapa kali mengecek, tetap saja mata tak bisa bohong.

       "Itu Annisa? Bukannya dia sudah..." belum sempat Arkan mengakhiri pembicaraannya, Aisyah menarik tangan suaminya kembali.

       "Sayang, aku takut. Kita pulang aja deh." tidak tahu, mungkin feeling seorang wanita memang kuat, Aisyah tiba-tiba merasa takut saat melihat Annisa sendirian membeli sayuran, mengapa wanita itu muncul lagi? Bukannya jelas-jelas kabar kematian baru saja diumumkan? Ah dia sangat misteri.

       "Tenang, Aisyah. Ada Mas disini." ucap Arkan menenangkan suaminya.

       Namun Aisyah begitu ketakutan, ia keluar dari supermarket belanja dan segera membayar belanjaannya. Menuju ke kasir untuk membayar. Ia bisa melihat antriannya sangat panjang, bahkan mereka harus mengantri dan menunggu beberapa saat untuk menghindar.

       Tidak sempat menghindar, takdir malah berkata lain. Tiba-tiba saja wanita itu ikut mengantri tepat dibelakang Aisyah dan Arkan.

       Aisyah menunduk, menarik tangan suaminya dan menggenggam tangan suaminya kuat, ia hanya takut anaknya kenapa-napa sekarang. Feeling Aisyah saat ini sudah ntah kemana-mana lagi.

       "Mas..." desis Aisyah pelan.

       "Ssst" kini Arkan menenangkan istrinya, ia menggendong anaknya dengan kuat, menggenggam tangan istrinya bahkan memeluk anaknya. Mereka aman di tangan sosok lelaki seperti Arkan ini.

       Beberapa menit, hampir saja giliran mereka. Namun Annisa baru tersadar kehadiran Aisyah dan Arkan, ia langsung saja menggunakan masker seolah-olah menghindar. Ia tak mau siapapun tau bahwa dirinya masih hidup. Annisa berpikir dekat dengan mereka sudah tidak aman, karena Annisa pasti tau jika mereka sudah menyadari kehadirannya sejak tadi.

       Annisa mengeluarkan pisau dari kantong jaketnya, perlahan demi perlahan ia mengarahkan pisau itu kearah pasangan romantis didepannya itu. Namun untung saja seseorang menyadari itikad buruk Annisa, lelaki itu langsung menarik pisau ditangan Annisa, lalu berteriak.

       "Awas mas, mba. Wanita ini mengarahkan pisau kearah kalian." teriaknya.

       Seketika keadaan menjadi riuh dan tidak terkendali, Annisa ditahan oleh seorang satpam, bahkan ia digeret dan diikat beberapa waktu agar tidak melarikan diri.

       "Lepas! Jangan macem-macem lo ya!" berontak wanita itu.

       Sedangkan Aisyah dan Arkan langsung pergi menjauh, Arkan yang melihat istrinya hampir pingsan itu langsung membawa Aisyah pergi dari mall, mereka keluar ke basement dengan cepat dan pergi dari sana secepat mungkin tanpa sepatah katapun.

       "Minum dulu, tarik nafas yang panjang." ucap Arkan menenangkan istrinya.

       Aisyah meraih air putih yang ada di kemasan dengan tangan gemetar, ia sudah feeling buruk jika wanita itu akan nekat melakukan sesuatu kepada mereka. Ia terus beristighfar, lalu menyelaraskan nafasnya agar seimbang. Air matanya hampir saja menetes.

       "Mas, Aisyah takut." ucap wanita itu masih trauma.

       "Sst, jangan dipikirin yang tadi. Anggap aja gak pernah terjadi ya, udah-udah cupcupcup." Arkan masih berusaha menenangkan istrinya yang sedang ketakutan itu.

       Beberapa menit reda, Aisyah mengambil Absy dari Arkan, lalu menggendongnya. Sesekali memeluk Absy, takut kehilangan anak pertamanya ini, ia takut terjadi apa-apa kepada  anak tercintanya ini. Untung saja Absy tidak menangis dikala kejadian heboh tadi.

       "Mas, aku harus bilang ini ke Fatimah. Aku gak mau nanti wanita itu nekat juga ke Fatimah." kini, Aisyah mencoba membujuk suaminya.

       "Tapi, kamu yakin?" tanya suaminya sekali lagi.

       Aisyah mengangguk cepat, begitupun juga dengan Arkan, ia membalas anggukan istrinya. Mereka lalu mengendarai mobil dengan kecepatan normal, menuju rumah Fatimah.

-o0o-

       "Assalamualaikum Fatimah." ucapan Aisyah tak sabar memberi kabar ini, ia terus mengetuk pintu rumah, menunggu sang empu datang.

       "Waalaikumsalam." jawab Fatimah, ia membukakan pintu, lalu melihat sahabatnya itu datang, langsung saja ia memeluk sahabatnya itu.

       "Aisyah, mau dateng kok gak ngabarin dulu sih? Kangen ya?" tebak Fatimah riang.

       "Fatimah, aku butuh bicara serius. Kita masuk dulu ya." lalu, mereka masuk ke dalam rumah begitupun dengan Arkan, mereka duduk di ruang tamu, namun nafas Aisyah masih terlihat tergesa-gesa.

       "Syah, kamu kenapa? Kok nafasmu berburu?" kini, Fatimah baru menyadari, keadaan tidak memungkinkan untuk bercanda lagi. Fatimah lari ke dapur dan mengambilkan minuman untuk Aisyah dan Arkan.

        Beberapa menit, ia kembali lagi. Duduk di hadapan mereka. "Ada apa? Pelan-pelan aja jelasinnya, diminum dulu minumannya." ucap Fatimah.

       Aisyah meneguk beberapa tegukan, teh itu membuat hatinya hangat dan tenang.

       "Fatimah, kami habis dari mall belanja sayur dan buah." katanya.

       "Lalu?" tanya Fatimah kembali.

       "Kami, bertemu dengan Annisa." lanjut Arkan, ia stay disamping istrinya itu.

       Beberapa detik, Fatimah malah terkekeh. "Hahaha, Syah mana mungkin sih. Kamu ngelindur? Annisa itu sudah tidak ada, Syah. Jangan bercanda deh." jawabnya santai.

       "Aku serius, Fatimah. Tolong percaya kepadaku kali ini. Kamu tahu kan kalau Annisa itu licik? Bisa aja dia memalsukan kematiannya kemarin. Lalu dia masih hidup dan selalu mengawasi mu." ujar Aisyah.

       "Kamu salah orang kali, Syah." kali ini Fatimah masih berdiri tegak pada pendiriannya.

       "Fatimah, tolong percaya. Dia hampir saja menusuk kami menggunakan pisau tadi, keadaan mall riuh dan tidak aman, makanya kami kesini." kali ini Aisyah masih mencoba meyakinkan Fatimah.

       Tatapan mata Fatimah kosong, ia melihat bayi mungil yang ada di gendongan Aisyah. "K..kamu gak bercanda?" tanyanya masih tak percaya.

       "Wallahi, aku nggak bohong." jawab Aisyah.

       "Berarti, Annisa di ponsel Mas Adit itu...."

-o0o-

Hi, hahaha
Maaf udah lama banget ga upload. Aku beneran buntu banget buat alur sekarang, udah sibuk ujian sana sini, udah mau naik kelas 12 harus belajar yang rajin, kalian jugaaa yaaaa harus rajin-rajin belajarnya biar impian kalian tercapai

Untuk part ini segini dulu ya, besok kalau ga lupa aku up lagi
Malam ini mau belajar, esok ujian🤣

Gimana nih part kali ini?

Syukron💗

Continue Reading

You'll Also Like

7.2M 350K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
16.9M 750K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
3.3M 25.9K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
511K 19.4K 45
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...