The Journey [Greyson Chance L...

Door sekartiktik

73.1K 4.5K 737

Aku percaya bahwa aku bisa bertahan melalui waktu gelap. Ketika semuanya hilang dan aku harus memulainya dari... Meer

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
NEW JOURNEY!

Part 16

3K 160 22
Door sekartiktik

"Elsa.."

Aku menoleh kearahnya "Ada apa?"

"Kau mau laki-laki atau perempuan?"

Aku mengerjapkan mata berkali-kali untuk menjernihkan pikiran ku. Greyson menahan kepalanya dengan sebelah tangannya. Ia menarik selimut ke tubuh ku lalu mengusap lembut wajahku.

"Aku bahagia bisa memiliki mu seutuhnya." Ia membelai lembut rambutku. Aku pun bergeser lebih mendekat kearahnya. Dekupan jantung ku sedikit meningkat ketika tubuh ku bersentuhan langsung dengan tubuhnya tanpa sehelai benangpun. Greyson menautkan jemarinya pada jemariku, membuat cincin pernikahan kami berkilau terkena cahaya lampu yang menerobos dari sela-sela jendela.

*****


Bangun di pagi hari dengan suasana yang berbeda dan kondisi yang cukup berantakan. Ku gerakan sedikit kaki ku dan seketika rasa nyeri mulai merasuki diriku. Aku meringis kecil, mencoba menegakan tubuh. Sinar matahari yang masuk kedalam kamarku membuat ku dapat melihat dengan jelas bercak darah yang berada di atas sprei tempat tidur ini.

Sudut tempat tidur ku bergerak, Greyson tiba-tiba mengecup pundak ku yang hanya di tutupi oleh selimut.

"Selamat pagi," sapanya dengan suara bangun tidur.

Aku mengusap lembut wajahnya dan kini ia menatap kearah bercak darah itu.

"Kau benar-benar masih-"

"Kau pikir apa?!" jawabku ketus.

"Aku hanya bercanda sayang haha," Greyson mengacak-ngacak rambutku.

"Aku akan pergi mandi,"

"Tidak mau bermain dengan ku dulu?" tanyanya dengan wajah cabul

Aku pun menjawab dengan memelototi Greyson yang kini memajukan kedua bibirnya.

Membasuh diri, aku jadi membayangkan kejadian semalam dimana Greyson berada di atasku. Rasa perih pada area sensitive ku sudah berkurang. Selesai membasuh diri, aku merapikan tempat tidur yang berantakan karena ulah ku dan Greyson semalam.

Greyson masih berada di dalam kamar mandi. Jadi ku putuskan untuk membuat sarapan untuk kita berdua.

Sekarang aku harus mengatur ulang semua kebutuhan ku yang semula hanya untuk ku. Aku harus mengatur ulang pengeluaran karena, Greyson masih belum mendapatkan pekerjaan.

"Mencatat apa?" suara Greyson menganggetkan ku. Segera ku tutup buku catatan kecil ku lalu menatapnya yang kini sedang menyesap teh hijaunya.

"Tidak ada," aku tersenyum "Jadi, kapan kau akan mendapatkan pekerjaan baru?"

Ia menggigit roti panggang dengan gigitan besar "Secepatnya. Tapi-"

"Apa?"

"Jika aku mendapatkan pekerjaan di tempat lain, maukah kau ikut dengan ku?"

"Tentu. Selagi aku bisa bekerja di butik."

"Tapi, kita akan segera pindah ke New York."

Aku diam. Ada sedikit rasa sedih untuk meninggalkan Elena. Karena, aku berhutang banyak padanya.

"Aku tidak yakin bisa meninggalkan Elena," suaraku mengecil di ujung. Greyson meremas jemari ku "Jangan khawatir, kau masih bisa bertemu dengannya."

"Tapi...Aku harus membantunya di butik,"

"Elsa, karyawan Elena sekarang sudah banyak. Tidak seperti ketika kau bekerja di Norman. Kau banyak melewatkan peristiwa ketika Elena terpuruk dan sukses sampai sekarang."

Aku menatapnya. Sorot matanya mengatakan kejujuran.

Menghela nafas, aku pun mengangguk kecil.

"Aku berangkat." Pamitku pada Greyson. Ia mengecup bibir ku singkat lalu merapikan piring-piring kotor.

Setibanya aku di butik, Elena langsung menyambut ku dengan antusias..

"Jadi?" Ia bertanya dengan cengiran lebar membuat ku sedikit bingung

"Jadi?" tanya ku balik, Elena memutar bola mata.

"Ceritakan malam pertamamu!"

Kedua pipi ku langsung menghangat. Aku menunduk berusaha menyembunyikan senyum malu ku "Bisakah kau menanyakan pertanyaan yang lain? Aku malu..."

Elena tergelak. Membuat ku bertambah bingung.

"Aku tau itu, pengantin baru memang seperti itu. Yang terpenting kalian tidak membuat ranjangnya rusak seperti adegan film di Breaking Dawn," ledeknya di sertai kekehan kecil.

"Ayolah, Greyson cukup handal," sahut ku dengan senyuman canggung. Elena kembali tergelak. Segera ku berlalu menuju ruangan ku yang sudah di sediakan oleh Elena.

Aku pun kembali menyibukan diri, mencari ide untuk desain-desain baru.

Enam bulan kemudian...

"Sayang, tolong bawakan kardus itu," perintah Greyson. Aku pun dengan hati-hati mengangkat kardus yang berisikan barang-barang milik Greyson.

Kami sedang berkemas untuk kepindahan kami ke New York. Elena dan Calvin juga sedang membantu mengepak barang-barang ku dan Greyson.

Greyson sudah mendapatkan pekerjaan tetap disana. Ia di terima di salah satu perusahaan swasta sebagai akuntan.

Setelah semua barang masuk kedalam mobil, aku dan Greyson beristirahat sejenak. Bulan lalu Greyson kembali ke Edmond untuk mengambil mobil kesayangannya, dan sekarang ia baru saja menyewa mini truk khusus untuk menaruh barang-barang.

"Sering-sering lah berkunjung kesini," ucap Elena di sertai senyuman hangat khasnya.

"Aku pasti akan sering mengunjungi mu jika tiket pesawat sudah murah," sahutku.

"Kau bisa menggunakan kereta," sambung Calvin.

Aku dan Elena berpamitan. Ia memeluk ku sangat hangat. Ku perhatikan wajahnya, ia menangis.

"Elena.." panggil ku. Segera ia mengerjapkan mata lalu tersenyum "Aku akan sangat merindukanmu,"

Aku memeluknya kembali sangat erat. Elena sudah ku anggap seperti kakak kandung ku sendiri.

"Greyson, jaga Elsa baik-baik.."

"Aku akan selalu menjaganya," Greyson memeluk Elena lalu bergantian memeluk Calvin. Kamipun berpamitan untuk yang kesekian kalinya.

Perlahan Moses mulai membawaku dan Greyson menjauh dari frat Elena. Aku melambaikan tangan dari jendela. Semakin lama pandangan ku semakin mengecil dan hilanglah sosok Elena di sertai deruman mesin.

Greyson tersenyum kearahku seraya memutar kemudi. Semilir angin siang menerpa rambut ku membuat ku sedikit merasakan kantuk..

Perjalanan yang melelahkan. Akhirnya kami sampai di depan rumah sederhana bercat putih dan hitam. Aku tertegun setelah turun dari mobil. Mataku masih terpaku pada rumah sederhana yang berada di depan ku ini.

"Ini-"

"-rumah kita," sambung Greyson.

"Grey, kau bercanda,"

Greyson merangkul ku "Tidak ada salahnya kan mengeridit rumah?" ucapnya lalu mencium pipiku.

"Jadi kau membeli rumah ini?"

"Ya, ada apa? Apa kau tidak suka dengan rumahnya?"

"Tidak...tidak bukan itu maksud ku. Aku hanya terkejut kau membeli rumah ini untuk kita. Dan ini indah, aku menyukai rumah ini," cerocosku dengan cengiran lebar.

Aku tidak tau menau soal pembelian rumah ini. Greyson benar-benar menunjukan bahwa ia adalah suami yang baik. Ia tau betul aku sering mengeluh dengan frat yang sempit dan sering kali marah-marah padanya karena ia suka sekali membuat suasana rumah berantakan dengan kertas-kertas yang sudah terlipat-lipat.

Mengambil ikat rambut, aku menguncir rambut ku lalu melepas kemeja yang ku pakai. Segera ku bantu Greyson membawa barang-barang yang ada di mobil. Aku menyeret koper yang berisikan pakaian ku sambil mataku menjelajah ke dalam ruangan.

"Rumah yang cantik," gumamku. Aku menghentikan langkah ku ketika sampai di ruang tamu. Ada banyak pintu disini dan aku bingung di mana kamar ku dan Greyson.

"Greyson?" tidak ada jawaban "Sayang, dimana kamar kita?" teriak ku.

"Pilih lah sesuka mu sayang," sahutnya dari atas. Suaranya yang berat menggema di dalam ruangan ini.

Pun aku melangkah kan kaki memasuki satu persatu kamar yang ada. Ada empat kamar yang di miliki rumah ini. Pilihan ku pun jatuh pada satu kamar yang terdapat di lantai atas. Jendela besar yang terdapat di kamar ini memudahkan ku memandang ke luar jalan dan kamar ini kamar terbesar yang ada di rumah ini.

Dengan semangat aku membawa masuk barang-barang ku dan Greyson, membuka alas penutup spring bed nya lalu menutupinya dengan seprei berwarna putih bermotif bunga.

Ku buka lemari pakaiannya lalu memasukan baju-baju ku dan Greyson.

Merasa lelah, aku mengistirahatkan diri sebentar di kasur. Mataku menoleh ke arah kamar mandi yang terdapat di kamar ini. Aku lupa belum memeriksa kamar mandinya. Segera ku berlalu ke kamar mandi untuk sekedar mengecek.

Ada satu buah bath up beserta shower. Ku putar perlahan keran showernya dan airnya sama sekali tidak keluar. Ku putar ke kanan dan ke kiri dan hasilnya nihil.

"Elsa?" aku terperanjak kaget "Apa yang kau lakukan?" Greyson menghampiri ku. Keringat yang bercucuran membasahi kaus biru tuanya.

"Ku rasa kerannya rusak," jawabku

Dengan penasaran Greyson memutar-mutar keran itu "Ya, kau benar. Kerannya rusak,"

"Kau sudah memeriksa kamar mandi yang lain?" Greyson menggeleng "Baiklah akan ku periksa," Aku melangkah keluar dari kamar mandi lalu turun ke bawah mencari kamar mandi lain yang terdapat di rumah ini. Di susul Greyson di belakang ku/

Ku temukan satu kamar mandi yang berada di dekat dapur. Luasnya tidak seluas kamar mandi yang berada di dalam kamar ku.

Greyson mengikutiku dari belakang. Ia mendahului ku untuk mengecek kerannya.

"Yang ini berfungsi," Ia memutar keran shower itu dan air dingin langsung bercucuran "Untuk sementara kita mandi di sini dulu," Aku mengangguk.

Perlahan aku menyeka bulir keringat yang turun melewati alis tebalnya itu.

"Mau mandi denganku?" tawarnya dengan kedua alis naik turun

"Dasar mesum," ledek ku. Greyson terkekeh kecil lalu mencium kedua belah bibir ku dengan lembut. Ia mendorong ku hingga tubuh ku terangkat di atas wastafel. Semakin lama ciumannya semakin dalam dan dalam lagi. Rambutnya yang basah karena keringat membuat ku semakin gemas menciumnya.

Ia menghentikan ciumannya lalu melepas kaus biru yang sedang ia kenakan. Dada bidangnya menjadi bagian favoritku, meskipun ia tidak memiliki postur tubuh berotot namun, aku selalu menyukainya.

Greyson membantu ku melepaskan pakaian ku. Ia menanggalkan semua pakaian ku sedangkan ia masih mengenakan celana jeans. Hingga akhirnya ia mulai melepas ikat pinggangnya secara perlahan.

Aku pun berlalu menuju shower untuk mengetes apakah air panasnya berfungsi.

Dan tepat sekali air panasnya langsung mengucur dari shower. Jemari ku mulai ku basahi dengan air hangat.

"Tidak boleh mandi tanpa diriku," bisiknya di sertai kecupan lembut pada area leherku. Aku mendesah kecil menikmati sentuhan demi sentuhan yang ia berikan padaku. Oh ia begitu menarik di bawah kucuran air ini.

Greyson membalik tubuh ku lalu mencium ku hingga tubuh ku terdorong ke dinding. Air hangat langsung membasahi tubuh kami berdua. Entah hanya perasaan ku saja atau memang Greyson terlihat lebih panas di bawah kucuran air. Aku mengerjapkan mata berkali-kali agar air tidak masuk kedalam mataku. Dengan gemas Greyson mencium kedua payudaraku membuat ku bergidik geli.

Segera ku tarik ia kedalam pelukan ku. Aku menginginkannya dan ia hanyalah milik ku seutuhnya.

Greyson mengangkat sedikit tubuhku dan dengan sigap dirinya telah menyatu dengan diriku.

"Grey.." teriak ku dengan desahan kecil. Ia membuat tubuh ku naik dan turun seirama dengan gerakan pinggulnya.

"Oh shit, Elsa!" ia mendesah dalam. Sungguh suara desahan Greyson adalah desahan terseksi yang pernah ku dengar.

Air hangat yang membasahi tubuh ku dan tubuhnya membuat ku semakin menikmati permainan ini.

Aku mulai merasakan pelepasanku, segera ku peluk tubuh Greyson erat-erat seraya memutar pinggul ku secara perlahan. Bisa ku dengar Greyson mendesah panjang di sertai pelepasannya. Nafasnya terengah-engah di hadapanku. Ia menurunkan ku lalu mengusap-usap wajahnya yang tersiram air.

"Mau menyabuni ku?" tanya ku. Ia tersenyum dan segera mengambil sabun cair yang sudah ku bawa.

Dengan hati-hati ia menyabuni setiap lekukan tubuhku. Perlahan turun hingga ke pangkal paha. Bergantian, aku pun menyabuninya dengan lembut. Membuat gerakan memutar saat aku tiba di punggungnya. Dan tangan ku berhenti di area pinggulnya. Aku tidak menyadari kalau Greyson memiliki bokong semulus bokong bayi. Dengan keras ku tepuk sebelah bokongnya membuat ia mengaduh dengan kencang

"Elsa, apa yang kau lakukan?" ia menatap ku heran.

"Aku gemas," jawabku dengan cengiran lebar.

Setelah sesi sabun menyabun selesai, aku pun mengambil kimono handuk ku dan Greyson menyambar handuk besar lalu melilitkannya di pinggangnya.

Secara bersamaan kami keluar dari kamar mandi menuju kamar tidur.

******

Pagi harinya aku dan Greyson bergegas pergi keluar menuju toko untuk membeli perlengkapan di rumah. Greyson membawaku ke toko bangunan. Ia membeli tiga kaleng cat berukuran besar. Sedang sibuknya ia memilih warna cat aku beralih ke deretan keran-keran dah shower. Ku pilih bentuk shower yang simpel dan harganya pun terjangkau mengingat kita berdua harus menghemat.

"Elsa, kau suka warna apa untuk ruang tamu kita?"

"Hmm" aku berpikir sejenak "Putih?"

"Putih? Oh baiklah," Greyson kembali berbincang dengan pemilik toko.

Aku kembali menyibukan mata ku dengan melihat-lihat berbagai jenis kloset, keran serta selang.

Selesai berbelanja Greyson memesan makanan cepat saji lalu memakannya ketika kita tiba di rumah.

Selesai makan, aku membereskan piring-piring kotor ini yang kemudian ku taruh di dalam bak cuci piring. Greyson sedang sibuk menaruh beberapa koran di lantai. Aku pun berinisiatif untuk membantunya.

"Kau sedang apa?" tanyanya ketika aku sedang menaruh koran-koran ini di bawah dinding

"Membantu mu. Aku tidak mau membiarkan suami ku bekerja sendirian," ia menyengir lebar lalu memberikan ku satu buah kuas. Kami berdua berbincang santai sembari mengecat sedikit demi sedikit dinding yang catnya sudah mulai mengelupas ini.

"Grey, apa aku boleh membeli TV?" tanya ku.

"Tentu," jawabnya dengan senyum pipi merona.

Saat sedang asyik-asyiknya aku mengecat, seseorang menekan bel rumah.

"Biar ku lihat," sahutku sambil menaruh kuas ini di atas koran.

Aku membuka pintu dan seorang laki-laki bermata biru serta berambut pirang tersenyum ramah kearahku.

"Hai, kau tetangga baru." Sapanya dengan aksen bicara yang sedikit aneh.

"H-hai," sahutku dengan canggung.

"Namaku Niall Horan, senang akhirnya aku memiliki tetangga baru," ia mengulurkan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya sibuk memegang sebuah kotak. Aku pun membalas uluran tangannya. Dan baru ku sadari kalau aku belum menyapa para tetangga yang ada disini

"Elsa Pete-maksudku Chance," sahutku.

"Kau tinggal sendirian-" belum sempat lelaki pirang ini menyelesaikan ucapannya Greyson muncul dari balik ku "Ia istriku," sambungnya dengan wajah datar.

"Oh hai Mr.?" ia tersenyum lebar ke arah Greyson seraya mengulurkan tangannya.

Greyson membalas uluran tangannya dengan senyum yang di paksakan "Greyson Chance,"

"Oh Greyson Chance, aku Niall Horan. Senang berkenalan dengan mu," Mata biru itu beralih kearah ku "Ini ada titipan dari Ibu ku. Beliau menyuruh ku memberikannya pada kalian karena ia sedang sibuk di toko roti," kedua mataku langsung membulat begitu mendengar toko roti.

"Toko roti? Dimana toko roti mu?" tanya ku seraya menerima kotak kue ini

"Ada di perempatan jalan sana tepat di sebelah kanan tertulis Horan's Bakery. Baiklah aku pamit, kapan-kapan mampir ke toko ku," ia tersenyum lalu memutar tumit meninggalkan pekarangan rumah ku "Terima kasih, Niall!" teriak ku. Ia mengacungkan ibu jarinya lalu masuk ke area pekarangan rumahnya.

"Ia terlihat ramah," ucap ku menatap kearah Greyson.

"Bagi ku tidak," sahutnya dengan wajah tertekuk

"Greyson, ada apa denganmu?" tanyaku heran. Moodnya seketika berubah ketika Niall datang.

"Ia melihatmu seperti itu. Jika aku tidak keluar dan memperkenalkan diri sebagai suami mu, mungkin ia sudah merayumu,"

Aku memutar bola mata lalu menaruh kue ini di atas meja "Jangan berpikiran seperti itu," aku menghampirinya yang kembali sibuk mengecat. Ia tidak menjawab pertanyaan ku dan kembali fokus mengecat.

Menghela nafas akhirnya aku memeluknya dari belakang. Menciumi punggungnya dengan gemas dan akhirnya ia tertawa

"Kau memang bisa membatalkan amarahku," Ia berhenti mengecat lalu berbalik kearah ku. Menggelitik perutku hingga aku memohon ampun untuk berhenti.

"Jadi kau cemburu?" iseng aku kembali bertanya. Kami sedang duduk bersila dengan posisi berhadapan.

"Sedikit,"

"Ugh, ternyata kau tipe pria yang cemburuan,"

"Cemburu itu pertanda sayang,"

Aku tersenyum lebar lalu menariknya kedalam pelukanku. Entah, sejak tinggal bersama Greyson, hari-hari ku semakin berwarna. Ia selalu membuat ku tersenyum dengan semua sikap konyolnya serta rasa cemburunya yang terlalu tinggi.


Horan's Bakery, ada yang mau mampir? XP


Bagaimana part ini? Sedih gue silent readernya banyak :( but no problem , gue tetep lanjutin ceritanya kalau ada yang minta muwhaha.

Silahkan tinggalkan jejak kalian dengan komen atau mention gue di twitter @WinehouseChance


lost love

-sekar

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

8.4M 518K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
1M 62.3K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
425K 8K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.