Kennand Perfect Boyfriend

By _avocadish_

93.8K 6K 636

'๐ฌ๐ข๐ง๐ ๐ค๐š๐ญ ๐ฌ๐š๐ฃ๐š ๐ข๐ง๐ข ๐š๐๐š๐ฅ๐š๐ก ๐ค๐ข๐ฌ๐š๐ก ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐›๐ž๐ซ๐š๐ฐ๐š๐ฅ ๐๐š๐ซ๐ข ๐ค๐ž๐ฉ๐ฎ๐ซ๐š-๐ฉ๐ฎ๐ซ๏ฟฝ... More

PROLOG
Part : 1
Part : 2
Part : 3
Part : 4
Part : 5
Part : 6
Part : 7
Part : 8
Part : 9
Part : 10
Part : 11
Part : 12
Part : 13
Part : 14
Part : 15
Part : 16
Part : 17
Part : 18
Part : 19
Part : 20
Part : 21
Part : 22
Special parts: Tentang Hazel
Part : 23
Part : 24
Part : 25
Part : 26
Part : 27
Part : 28
Part : 29
Part : 30
Part : 31
Part : 32
Part : 33
Part : 34
Part : 35
Part : 36
Part : 37
Part : 38
Part : 39
Part : 40
Part : 41
Part : 42
Part : 43
Part : 44
Part : 45
Part : 46
Part : 47
Part : 48
Part : 50
Part : 51
Part : 52
Part : 53
Part : 54
Part : 55
Part : 56
Part : 57
Part : 58
Part : 59
Part 60
Part : 61
Part : 62
Part : 63
Part : 64
Part : 65
Part 66
Part 67
Part 68
Part 69
Part 70 [Ending]

Part : 49

634 51 1
By _avocadish_

Happy reading


"let's break up, kita akhirin semuanya hari ini"

Gadis itu berucap, Kennand hanya bisa mendengar bagaimana kata yang tak ingin ia dengar terucapkan dengan jelas sekarang.

"Kamu ngomong apa si? Segampang itu?"

Tentu saja ini berat, bagaimana seorang Kennand berhari-hari tak tidur hanya karena memikirkan bagaimana cara menyatakan perasaannya pada Hazel tapi sekarang, hubungannya seperti diujung tanduk.

"Apa karena masalah ini?"

Hazel menggeleng pasrah, ia sendiri tak percaya ia sudah mengatakan kata itu.

"Ini.. bukan karena itu" suaranya mulai melemah.

"Zel, tolong jangan kayak gini, tarik omongan kamu sekarang"

Hazel menggeleng, itu keputusannya. Ia yang berhak atas apapun yang ia katakan.

"Buat apa? Itu keputusannya."

"Tapi karena apa? Kamu bilang bukan karena masalah foto tadi"

Helaan nafas terdengar dengan samar, Hazel berjalan ke depan menuju ujung atau pembatas dari balkon itu.

"Ini terlalu berat, kamu mungkin udah denger tadi di ruang kepala sekolah"

"Amerika?" Ucap Kennand yang melangkah mendekat.

"Ya.." Hazel mengangguk. "Itu terlalu jauh."

"Terus kenapa kalau jauh? Kita masih bisa pake teknologi" Kennand mulai terlihat menyerah, bagaimana raut wajah khawatir tercipta disana.

Hazel menggeleng. "Keputusan aku udah bulat"

"Zel, enggak, enggak. Oke, aku tau kamu marah, kamu mau ngejauh silahkan, tapi jangan hubungan ini yang jadi korbannya"

Hazel mendengus sebal. "Terus? Yang kamu mau kayak gimana Ken? Pekerjaan kamu berlebihan!"

"Kasih aku kesempatan satu kali aja, aku bakal usaha buat ganti partner kerja aku, aku janji."

Kennand benar bersungguh sungguh, itu hal yang sangat tidak disengaja. Ia sadar itu berlebihan. Tapi ia tak akan melakukan hal itu jika tidak dipantau ayahnya sendiri.

Yaa, ayahnya memantau di cafe saat itu, jadi mau tak mau Kennand harus bersikap seperti itu.

Bahkan Hazel pun tak bermasalah tentang partner kerja Kennand seorang wanita. Yang ia permasalahkan adalah attitude wanita itu benar-benar minus sekali.

"Kesempatan? Itu bukannya suatu hal dimana kalau aku lengah kamu bakalan lakuin hal yang sama,"

"Zel, gak---"

"Dan!" Hazel memotong Kennand saat akan berucap. "Kamu bakal mohon-mohon lagi habis itu supaya aku kasih kamu kesempatan lagi, basi!"

Kennand tak memperdulikan itu, ia menarik tangan Hazel untuk berada dalam dekapannya.

Dekapannya sangat nyaman, Hazel suka itu. Bagaimana mungkin ia akan melepaskan ini. Sepertinya bagaimanapun keadaannya Hazel tak bisa lepas dari Kennand.

Dekapannya nyaman dan hangat, wangi lelaki itu benar-benar melekat, sungguh.

"Zel.. kamu itu obat, jangan pergi"

Ohh, sungguh Hazel haru pertama kali mendengar Kennand bersuara lirih seperti itu. Ia harap ini bukan sebuah pencitraan.

"Aku harus pergi" Hazel berusaha melepaskan dekapan itu, walau ia masih menginginkannya.

Mau sekeras apapun usaha Hazel untuk melepaskan dekapan itu, akan sia-sia sepertinya.

"Yang aku mau, yang aku pilih, cuma kamu, kalau kamu pergi aku ikut kemanapun itu" lirih Kennand.

Kennand tak mau kehilangan untuk kesekian kalinya. Apalagi Hazel, ia sangat tak mau kehilangan gadisnya itu.


Hazel mengelap wajahnya dengan tissue. Ia menyesal sekali, apa yang dilakukannya hari ini benar-benar berlebihan.

Mungkin Kennand memang salah disini, tapi ini baru sekali, dan Hazel sudah bereaksi seperti itu. Ia menganggap dirinya gila.

"Hmmhh," gadis itu menghela nafasnya. "Lo gila Hazel!" Makinya pada diri sendiri.

"Lo berlebihan, nyesel kan lo bilang itu tadi?!" Ia memaki-maki dirinya sendiri. "Untung Kennand gak mau putus sama lo, coba kalau tadi dia mau putus sama lo gitu aja"

"Lain kali pikir pake otak sebelum ngomong itu!"

Hazel seperti tidak akan habis memaki-maki dirinya sendiri. Entahlah, semakin dekat waktu pemberangkatannya ke Amerika. Dirinya benar-benar kacau.

Seakan-akan semuanya tak merestui kepergiannya, termasuk dirinya sendiri yang sebenarnya tak mau pergi ke Amerika. Tapi ini mungkin yang terbaik.

Setelah memastikan dirinya sudah benar-benar tenang, ia memutuskan untuk kembali ke dalam kelas. Jam pelajaran pertamanya ia lewatkan begitu saja.

Tapi Qila bilang, jam pelajaran pertamanya kosong. Alias gurunya tidak hadir, Hazel sedikit bersyukur.

Ia melangkah dengan cepat, sedikit berlari, ia tak ingin kehilangan jam pelajaran keduanya. Karena meladeni otaknya yang sedang kacau.

"Tumben lo bolos jam pertama Cel? Darimana?" Cecar Qila begitu Hazel sampai di kelasnya.

Nafas gadis di depannya itu masih memburu. "Abis maraton, apa habis dihukum?" Tanyanya lagi.

"Enggak," Hazel menggeleng cepat. Tangannya terurai menarik kursi dibelakangnya.

"Cel--"

"Sebentar, kepala gue pusing" timpal Hazel yang kini sudah menelungkupkan kepalanya pada meja dengan kedua tangan yang ikut menutupi wajahnya.

Mungkin Azlan lupa memberi tahu soal ini. Abhi pernah bilang kalau Hazel akan mengalami anemia secara tiba-tiba. Karena kondisinya yang semakin menurun.

Hazel terlalu stress akhir-akhir ini. Sampai ia kurang memperhatikan keadaannya. Atau mungkin ia lupa soal sakitnya?.

"Cel," panggil Lia pelan karena ia paham keadaan. "Darah" ucapnya pelan, ia tak mau siswa lain mendengarkannya.

Qila yang mendengar itu pun langsung menoleh ke arah Hazel yang masih saja menelungkupkan wajahnya.

Hazel mengangkat pandangannya, ia juga merasakan sesuatu yang sudah membasahi pipinya.

Awalnya ia sendiri juga bingung, ini darah darimana? Sampai akhirnya ia sadar, tangan kirinya perih sedari tadi, mungkin dari sana. Ini salahnya, luka dengan 11 jahitan itu tak ia tutupi perban.

Kennand menarik tangannya terlalu kencang tadi, mungkin karena Kennand juga khawatir ia lupa dengan luka di tangan Hazel yang masih dibilang jauh dari kata sembuh.

"Lo abis ngapain Cel?" Qila mulai panik, ia mengubrak-abrik isi tas nya untuk mencari dimana ia meletakkan tissue.

"Yang ditangan itu lo lap sendiri aja, gue agak ngilu, lagian lo kenapa gak dipakein perban si?"

"Gue lupa" jawabnya santai.

"Kok bisa lupa? Cel, gue khawatir ah"

"Akhir-akhir ini gue stress, gue suka iseng cabutin jahitannya"

Qila dan Lia membulatkan matanya, ada rasa ngilu dan tak percaya juga, ternyata orang segembira Hazel bisa melukai dirinya sendiri.

"Lo kenapa gitu Cel? Kan kalau ada masalah lo bisa cerita sama kita" ucap Qila yang masih mengelap meja Hazel.

"Itu, gue gak tau masalahnya yang mana, soalnya kebanyakan"

"Mau masalah lo ada satu juta sekalipun, kita siap dengerin masalah lo, asalkan jangan lukain diri lo sendiri"

"Nanti kalau gue ke Amerika, sering-sering telepon gue ya, biar gue gak kebablasan"

"Kebablasan maksudnya gimana?"

"Mungkin kalau gue udah berani ngelakuin yang kayak gitu, kalau gue udah gak sadar, gue bisa bunuh diri"

"Hazellia!" Tegas Qila. "Lo kalau udah ngomong kayak gitu, gue telepon tiap detik ye"

"Tapi bayarin pulsa gue" lanjutnya.


"Cuyy, si Kennand kemana? Bukannya kita udah janjian di WhatsApp buat ke markas?" Ucap Ellio yang tengah berbaring di lantai dengan kancing seragam yang terbuka.

"Udah skip aja" timpal Jio.

"Lah, napa?"

"Gak kenapa-kenapa, dia kan udah kerja di kantor ayahnya, dia sibuk"

"Iya juga"

"Oh Ji, Hazel baik-baik aja kan?" Tanya Axel tiba-tiba.

"Sejauh ini baik" jawab Jio sembari mengangguk-anggukan kepalanya.

"Dia mau pindah sekolah lagi?"

"Enggak, sekolahnya gak pindah cuma nanti semua pelajarannya di share online"

"Berarti Kennand bakalan LDR, kasiannya"

"Mendingan pisah aja udah" ujar Jio yang hampir membuat semua yang ada disana terkejut.

"Kenapa? Lo gak kasih restu apa gimana?"

Jio menggeleng. "Kennand gak kayak yang kalian pikirin"

"Maksud lo? Kita kan udah jadi temen deket bertahun-tahun, kenapa gitu?"

"Gini, mereka belum punya.. apa ya, pengalaman lah, jadi sama-sama egois menurut gue, mau itu Hazel atau Kennand"

"Gak sampai dukung mereka putus juga"

"Gue gak dukung itu, maksud gue tuh, gue tau Hazel dari kecil lah ya, dia bisa dibilang baperan gitu masalah kecil aja dia baperan,"

"Terus hubungannya? Bukannya rata-rata cewek tuh emang baperan ya?"

"Enggak Hazel tuh selalu punya reaksi yang berlebihan, padahal itu masalah tuh kecil gitu, dulu ya kalau gue liat sekarang dia udah mulai bisa kontrol"

"Mereka lagi ada masalah?"

Jio mengangguk. "Gue gak tau, mereka sekarang putus atau enggak"

"Masalah apaan?"

"Itu biar jadi privasi mereka, tapi gue yang liat pake mata kepala sendiri, kalau Hazel putusin Kennand, itu wajar"

"Jir, baru berlayar udah karam lagi"

"Mereka pacaran udah lama, hampir setengah tahun"

"HAH?!"

"Kalian aja yang gak tau"

"Berarti kalau selama itu, harusnya mereka udah bisa saling ngerti lah"

"Gak akan, hubungan mereka terlalu tertutup"

"Jir lah, aing yang potek gini"

"Hazel kapan pergi ke Amerika?"

"Bulan ini"

Semuanya tiba-tiba menjadi tidak mood sekarang, couple kebanggaan mereka ternyata sudah hampir karam.

"Jadi hayang modol gini, denger mereka putus"

Ucap Derry saat semuanya benar-benar tengah hening.


Kennand mengubrak-abrik berkas yang tertumpuk di mejanya. Perasaannya tak tenang hingga pekerjaannya menumpuk tak terpegang.

"Hmmhh" Kennand mendongak, menghela nafasnya panjang, sedikit memijat pelipisnya yang terasa pening.

Ia memencet salah satu tombol di telepon yang terletak di meja kerjanya.

"yes Ken? do you need help? we can call Gabriel"
(Ya Ken? Apa kamu perlu bantuan? Kamu bisa memanggil Gabriel)

Suara ayahnya terdengar.

"That's not it dad, I can't finish it today, I want to go home"
(Bukan itu ayah, Ken gak bisa selesain semuanya hari ini, Ken mau pulang)

"Alright, just go home, just rest, don't get sick okay"
(Baiklah, pulang ke rumah, istirahat saja, jangan sampai sakit okey)

"Thank you dad, Ken will be home now"
(Terimakasih ayah, Ken bakal pulang sekarang)

"You're welcome, be careful on the way dad will go to your apartment later"
(Sama-sama, hati-hati di jalan, ayah akan mengunjungi apartemen mu nanti)

Kennand mematikan itu, ia segera memakai jas nya dan membereskan barang-barang miliknya.

Meraih kunci mobil dan berjalan menuju lift pribadi.

Setelah masuk ke dalam mobilnya Kennand berniat menelepon bundanya dulu, kalau bundanya ada di rumah Kennand akan membelikan makanan terlebih dahulu.

"Bunda, bunda di apartemen?"

Tanya Kennand memulai panggilan, biasanya, bundanya memulai percakapan terlebih dahulu dengan lembut. Tapi ini tidak.

"Enggak, bunda diluar"

Bahkan nada bicaranya pun jadi berbeda, Kennand jadi takut masa dulu terulang lagi, bundanya sangat keras padanya.

"Dimana?"

"Bunda lagi sama Hazel, kamu gak usah ikut-ikutan pulang ke rumah aja"

"Bunda--"

"Matiin aja Ken, bunda lagi sama Hazel jangan ganggu, nanti bunda telepon kamu lagi"

Panggilan telepon itu benar-benar terputus. Apa tadi bundanya bilang, ia bersama Hazel? Sangat mencurigakan.

Kini Kennand semakin diraup rasa bingung. Terlalu berat jika harus pergi ke markas, kemarin hari Kennand sempat ada perdebatan dengan Jio. Itu membuatnya terlalu merasa gagal.

Kennand mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Sebuah tempat cincin warna putih dengan sedikit hiasan berwarna emas. Benar-benar cantik dan elegan.

Dibukanya tempat cincin itu, ada sebuah cincin yang sangat cantik. Dengan sebuah berlian kecil di bagian tengah. Tentu saja dengan harga yang sangat fantastis.

Tadinya Kennand akan memberikan cincin itu pada Hazel di hari dimana hubungan mereka tepat 6 bulan lamanya.

Tapi mungkin tidak akan terjadi, 2 hari lagi hubungan mereka tepat 6 bulan, dan ada masalah yang bisa dibilang serius.

•jangan lupa minum obatnya cantik..
•buka blok nya..
Zel, I really need you as my medicine
•maaf ya bidadari cantiknya Kennand, aku salah
•kalaupun gak kamu bales seenggaknya baca aja ya sayang..
I really love you, don't leave my life ok?

Ya, walaupun itu sia-sia. Pesan itu tak akan sampai pada Hazel karena nomornya yang telah diblokir Hazel. Tapi setidaknya ia melakukan rutinitasnya yang selalu spam chat pada Hazel setiap saat.

Seharusnya Kennand tak stress dan banyak pikiran seperti ini menjelang ujian kelulusannya. Yang tentu saja akan mempengaruhi nilainya.

Tapi, pikirannya tetap berputar-putar dalam hal yang sama. Seolah seperti papan tulis putih yang dicoret-coret menggunakan spidol permanen yang sangat sulit hilang.


"Abang, Acel pulang" ucapnya saat berada di ambang pintu.

"Duduk disini" titah Azlan dengan suara formal.

Hazel menurut, agak khawatir dengan Nada bicara Azlan yang seperti itu.

"Kamu baik-baik aja? Kamu mau pergi ke Amerika bukan karena ada masalah?" Tanya Azlan lagi.

"Bukan," Hazel menggeleng.

"Kamu gak coba-coba nyelakain diri kamu sendiri? Hm?"

"Enggak," Hazel menggeleng lagi.

"Abang mau liat tangan kamu" tatapan mata Azlan menatap raut wajah ketakutan itu. Seperti ada yang Hazel sembunyikan.

Hazel menyerahkan tangan kanannya dengan gemetar, ia berusaha mati-matian agar tidak kelihatan sedang ketakutan.

"Satu lagi"

Hazel seperti masih nampak menyembunyikan tangan kirinya. Ia takut Azlan tahu kalau Hazel melepas jahitan pada lukanya dengan sengaja.

Dengan tangan yang gemetaran juga bercak darah di telapak tangannya yang sudah sedikit mengering, akhirnya Hazel memperlihatkan tangan kirinya yang membuat Azlan sedikit ngeri.

"Kamu apain? Kenapa gak ditutup lukanya dek?" Tanya Azlan khawatir.

Alih-alih merasa sakit, ngilu atau yang lain, gadis di depannya itu tersenyum tipis. "Kenapa? Ini gak sakit"

Azlan bergidik ngeri, kenapa adiknya jadi horor begini, bahkan dari tatapannya seperti bukan tatapan Hazel yang biasanya.

"Dek, kok serem?"

"Acel serem?"

Azlan mengangguk tanpa ragu. "Heeh, kenapa nada ngomong kamu jadi kek setan-setan di film horor?"

"Abang kenapa?"

"Kamu yang kenapa? Serem tau dek, apa nanti kamu bakalan berubah jadi zombie kayak di drakor itu?"

"Apasi? Gak jelas"

"Lagian kamu tangannya begini, nada ngomongnya begitu, tatapan kamu jadi serem"

"Biasa aja perasaan"

"Kamu gak kesambet kan dek?"

"Kesambet apa? Acel gak kenapa-kenapa, Abang aja yang aneh"

"Kayaknya kamu harus mandi dulu, terus tutup lagi itu lukanya, ngeri"

"Iya, yaudah Acel mau mandi dulu"

"Eh! Sebentar-sebentar"

Langkah kaki gadis itu terhenti saat mendengar suara Azlan yang menghentikannya.

"Kamu gak main cutter cutter itu? Di badan kamu kan?"

"Apaan tuh?" Hazel memasang ekspresi wajah yang bingung.

"Itu loh apa namanya," Azlan memperagakan gerakan seperti tengah memotong sesuatu. "Apa sih, barcode nah itu"

"Abang tadi periksa tangan Acel kan? Gak ada apa-apa tuh bersih mulus" ujarnya memamerkan tangan mulus itu.

"Yaudah sana mandi"

Hazel menaiki setiap anak tangga dan masuk ke kamarnya, ia tak rebahan dulu seperti biasanya, tapi langsung mandi karena merasakan tubuhnya yang juga lengket karena keringat.

Membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mandi, mungkin cukup lama tapi ini waktu mandi paling sebentar yang Hazel lakukan.

Sebelum itu ia melihat pahanya dari pantulan cermin, penuh luka. Bahkan paha dengan warna kulit cerah itu sudah penuh sayatan sekarang.

"Maaf Abang... Acel harus bohong" gumamnya melirih pelan.

Akhir-akhir ini ia benar-benar sangat kacau, stress pada intinya. Ia memerintahkan Qila dan Lia agar spam panggilan telepon adalah supaya Hazel tidak senekat sekarang.

Padahal dulu ia janji seberat apapun masalahnya tak akan sampai pada hal yang menyangkut mencelakakan dirinya sendiri.

Jadi bukan hanya terus menyakiti luka yang belum sembuh, Hazel melakukan self harm yang lain yaitu, pahanya sendiri dengan pisau dapur, bukan lagi cutter.

Ini membahayakan memang ia juga tau, tapi terkadang tubuhnya tak bisa terkontrol hingga sampai melakukan itu.

Alasannya mengapa pada bagian paha? Kalau di bagian tangan Hazel takut abangnya melihat. Dan kalaupun memang berbahaya, entah mengapa sesudah melakukan itu ia jauh lebih tenang.

Tapi seharusnya, jangan sakiti diri sendiri Tuhan maha penyayang bukan? Tuhan tidak tidur, bahkan mungkin saja lebih baik menceritakan semuanya pada Tuhan daripada harus menyakiti diri sendiri secara perlahan.







Udah Senin lagi, puasa udah semingguan. Jadi pengen cepet-cepet lebaran.

Tadinya dengan niat di bulan April ini ceritanya udah end. Ternyata terpotong ujian tatap muka jadi waktunya habis buat belajar. Makanya agak telat kayaknya.

Mungkin cerita ini gak akan ending di bulan April tapi bakal berusaha buat secepat mungkin. Karena kalau udah ending aku mau fokus promosi.

'udah ending belum?'
'kalau udah end kabarin'
'endingnya happy atau sad?'

Nah, untuk memperjelas pertanyaan yang biasanya muncul di konten promosi. Jadi lebih baik aku buat cerita ini end dulu baru fokus promosi.

Walaupun promosi makin kesini makin susah buat rame, tapi gak apa-apa, gak ada usaha yang mengkhianati hasil

See you jangan lupa follow Instagram wp.ayaa_ dan tiktok dreamxayaa.

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 99.5K 44
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 24.3K 10
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
665 77 20
"Dia adalah obsesi, harapan, bahkan bintang tak tergapai," mereka berkata lantang. Tapi bagi gadis itu, si 'dia' tidak lebih dari sebuah kenyataan pa...
5.5M 568K 82
Bagaimana ketika Syila ditemukan takdir bahwa ia harus tinggal satu atap dengan seorang laki-laki yang ternyata juga most wanted di sekolah baru nya...