CERPEN

By NanasManis98

530K 44.8K 2.8K

Kumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN... More

SALAM MANIS
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CEPREN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA

CERPEN : AURORA

4.2K 503 28
By NanasManis98

Part 11
______

Pagi-pagi buta Aurora bangun, bahkan sebelum Alisha yang biasanya selalu lebih dulu bangun. Menjelajahi dapur. Aurora akan mencoba membuat omelet bakso sosis. Bermodalkan tutorial dari youtube. Setiap langkah ia ikuti. Mulai dari menyiapkan bahan-bahan juga segala peralatan masak. Matanya sana sekali tak berpindah dari layar ponsel.

Alisha yang keluar dari kamar dan masuk ke dapur. Terdiam menatap istri kakaknya itu. Mengamatinya entah ingin membuat apa. Memutuskan tidak mengacuhkan Aurora, ia memilih masuk ke kamar mandi.

Di sisi lain, tepatnya di kamar. Beberapa saat kemudian, Ardan mulai bangun. Ia menggerakkan lengan kirinya dengan memutar karena merasa pegal Aurora menjadikannya bantal semalam.

Melihat tidak ada Aurora di kamar, ia segera keluar. Aroma masakan langsung tercium di hidungnya. Ia segera ke dapur dan menemukan Aurora yang memindahkan sesuatu dari wajan ke atas piring. Ditemani Aca yang telah mengenakan seragam sekolah sedang menyiapkan peralatan makan.

"Ardan," sapanya ceria. Ardan menatap sarapan di atas meja lalu menatap Aurora yang tersenyum cerah.

"Kamu yang masak?"

"Iya. Tadi juga dibantuin Aca bikin teh." Aurora mengusap kepala Aca yang kini tersenyum bangga. Ardan ikut tersenyum. Memanggil Alisha untuk sarapan bersama.

Saat mencoba omelet tersebut, ia berhenti mengunyah dan membalas tatapan Aurora yang mengamatinya dengan senyum tertahan. Ekspresinya seakan menunggu dirinya untuk memuji masakan Aurora.

"Ini belum mateng," ujar Alisha seraya mendorong piring di hadapannya. Memperlihatkan omelet yang sudah ia cabik-cabik. Bagian dalam omelet itu masih setengah matang.

Ekspresi Aurora langsung sendu, punggungnya merosot. Ardan menelan. Lalu tersenyum menenangkan. "Aku juga suka kok telur yang gak terlalu mateng." Menepuk pelan punggung tangan Aurora. Ia melirik Alisha yang memutar bola mata malas. "Alisha emang gak suka telur setengah mateng. Aca suka, kan?" tanya Ardan pada Aca.

Aca mengangguk, gadis kecil itu memisahkan potongan bakso juga sosis. Lalu memakannya dengan cara terpisah.

Senyum Aurora kembali terbit.

"Kalau gak bisa masak, gak usah sok-sok'an."

"Ica!" tegur Ardan pada Alisha.

"Emang bener, kan?!"

"Mending kamu diem. Aurora belum bisa masak. Yang penting dia usaha, daripada gak sama sekali." Ardan kembali menatap Aurora yang tersenyum tipis. "Kalau belajar lebih giat lagi, lama kelamaan bakal bisa masak kok."

"Makasih Ardan," ujar Aurora lirih. Ia meraih tangan Ardan yang menepuk tangannya lalu mengenggamnya erat.

●•••●

Aurora menoleh saat mendengarkan desahan lelah yang keluar dari mulut Una. Dengan sigap ia membuka kulkas lalu memberikan minuman dingin untuk bosnya itu.

Una yang tengah bersandar kembali duduk tegap. Menerima botol minuman dari Aurora. "Makasih Rora,"

"Sama-sama, Mbak."

Una mengamati Aurora yang masih terlihat bersemangat meski seharian ini mereka ke sana kemari menemui klien. Apalagi mereka sempat menghadapi klien yang banyak maunya. Meminta saran, setelah dikasih malah berujung debat membuat Una menahan diri untuk tidak menjitak kepala kliennya tadi.

Ya perbedaan usianya dan Aurora tidak terlalu jauh, tapi energi di antara mereka jauh berbeda. Una merasa jompo karena terlalu gampang lelah, sedangkan Aurora yang semangatnya sama sekali tak berkurang.

"Lo gak ada capeknya, Ra?" tanya Una tertawa melihat Aurora yang kini kembali terpekur oleh notebook juga iPad di tangannya. "Kerjain besok aja. Kerja sama gue santai kok. Mending lo minum-minum deh ama gue."

Aurora beranjak dari tempatnya dan mengambil botol minuman dingin dari kulkas lalu bergabung duduk bersama Una. "Minum-minum kayak gini, kan?" tanya Aurora seraya mengacungkan botol minuman teh tersebut lalu mengajak Una bersulang. Kemudian meneguknya. Una kembali tertawa merasa terhibur dengan tingkah Aurora.

"Lo gemesin banget. Lebih gemesin dari keponakan gue."

Aurora menyengir malu. "Ardan juga bilang gitu."

Una tersenyum kecil, ia kembali bersandar di punggung sofa. "Gue capek banget. Lo gak capek sama sekali?"

"Enggak. Aku seneng kerja bareng Mbak Una. Selain nanti dapet gaji, aku juga gak bosen tinggal di rumah." Aurora mengulas senyum lebar. Lalu meneguk minumannya lagi. "Ah segarnya!" serunya layaknya model iklan minuman segar yang membuat Una tersenyum geli.

"Kalau aja lo gak punya laki, udah gue ajak lo ke club. Kayaknya asik deh kalau kita bareng ke sana."

Mendengar kata 'club' membuat Aurora berujar, "Ke tempatnya Mas Arsen?"

"Lo pernah ke sana?" tanya Una heran. Tapi, kemudian mengangguk pelan setelah mengingat cerita Arsen dan juga saat Aubree melabrak Aurora di club milik Arsen.

"Pernah bareng temen-temen. Bareng Mas Arsen juga. Tapi duluuu, sebelum aku nikah," jelas Aurora.

"Minum apa di sana?"

"Orange squash. Buatannya Mas Arsen enak." Aurora mengulas senyum tipis.

"Lo kenapa gak benci sama Arsen?" tanya Una. Ia juga tau apa yang terjadi pada Arsen dan Aurora di masa lalu.

"Buat apa benci sama Mas Arsen?"

"Karena dia udah nyakitin lo."

Aurora diam sejenak dan Una menunggunya. "Waktu itu aku kira Mas Arsen bisa buat aku lupain Ardan." Aurora kembali diam, kini tatapannya menerawang. "Terus aku coba, tapi gak bisa. Dan aku sadar kalau aku terkesan cuma jadiin Mas Arsen pelarian. Aku merasa bersalah."

Tatapan Aurora kembali ke Una. "Rasa bersalahku hilang gitu aja ke dia karena ternyata dia gak serius sama aku. Terus aku mikir, kenapa coba aku harus sakit hati ataupun benci Mas Arsen, padahal kita sama-sama cuma saling memanfaatkan? Kalau aku lakuin hal itu, aku terkesan jahat dan manipulatif. Aku gak mau kayak gitu."

Lalu Aurora tersenyum kecil. "Aku ngasih pelajaran ke Mas Arsen, biar dia gak main-mainin perasaan perempuan lagi. Soalnya aku aja yang waktu itu gak terlalu serius, rasanya tetep sakit. Gimana kalau perempuan yang serius udah berharap lebih, pasti rasanya sakit banget."

Una merasa takjub dengan Aurora. Dibalik sikapnya yang polos, ternyata pemikiran wanita itu cukup dewasa. Yang membuatnya semakin tertarik untuk berbincang dengan Aurora.

"Lo anaknya Pak Satrio Bumi Pratama owner TravelSaN, kan?"

Aurora mengangguk pelan.

"Ah terus kenapa lo gak kerja di sana? Atau kalau gue jadi lo, gue gak bakalan kerja. Tinggal ongkang-ongkang kaki aja."

Aurora tersenyum sedih. "Papiku gak restuin hubunganku dengan Ardan."

"Lho kenapa?" tanya Una heran. Apa ini yang membuat Arsen masih gencar mencoba mendekati Aurora karena pria itu tau jika hubungan pernikahan Aurora dan suaminya tak direstui?

"Perbedaan status sosial." Aurora tersenyum getir. "Aku gak nyangka kalau Papi gak restuin hubunganku dan Ardan karena Ardan gak sekaya Papi. Padahal Ardan udah lakuin segala cara biar dia terlihat pantas dan mampu bersamaku, tapi tetap aja Papi gak mau lihat perjuangannya Ardan. Tanpa mau tau apa yang bikin aku bahagia."

"Jadi lo nikah tanpa restu Papi lo?"

Aurora mengangguk. "Cuma Mami sama Abangku yang hadir di pernikahanku waktu itu."

Kening Aurora mengernyit saat Una bertepuk tangan. "Lo hebat."

"Hah?"

"Lo hebat, Ra. Tau keputusan apa yang lo ambil dan gak biarin orang lain ngatur lo meskipun itu Papi lo sendiri." Una memberikan senyuman bangga membuat Aurora ikut tersenyum. "Emang sih orang tua kadang mau anaknya ikutin kemauan mereka tanpa mereka sadari kalau keinginan itu gak bikin anak mereka seneng." Tatapan Una berubah melamun. "Gue iri sama lo. Umur lo baru dua puluh dua tahun, tapi lo udah berani ambil keputusan sendiri dan nentang Papi lo. Sedangkan gue yang umurnya hampir tiga puluh, masih aja mau nurutin keinginan orang tua."

"Ya udah Mbak Una ikutin aku aja." Una tersentak, tidak menyangka Aurora merespon perkataannya kemudian ia tersenyum kecil.

"Lo ngajarin gue jadi anak pembangkang, ya?"

"Ih enggak kok." Aurora tersenyum malu. "Tapi, pembangkang sesekali gak pa-pa kok."

Una tertawa lepas.

●•••●

Ardan turun dari boncengan temannya. Mengucapkan terima kasih pada temannya itu yang telah mengantarnya untuk menjemput Aurora.

Tatapan Ardan bertemu dengan seseorang yang berdiri di teras butik tersebut. Menatapnya dengan pandangan pongah. Seperti biasanya.

Ardan tidak mengacuhkan pria itu. Aurora berkata padanya untuk masuk saja ke dalam dan menunggu sejenak karena Aurora sedang ada kerjaan.

Saat hendak melewati Arsen begitu saja, pria itu menghalangi. Menggeser tubuh ke menutupi arah ke pintu kaca. Kini keduanya saling berdiri berhadapan.

"Lo tau gak kenapa orang tuanya Rora gak restuin lo sama anaknya?"

Ardan hanya diam, menatap datar Arsen.

"Karena lo miskin. Harusnya sekarang Rora gak perlu kerja. Gak perlu capek-capek bangun pagi terus pulang sore. Gak perlu argh!"

Arsen langsung memekik saat rambut bagian belakangnya dijambak, ia menoleh dan menatap terkejut Aurora yang melakukan hal tersebut.

"Sstt Mas Arsen jangan hina suamiku! Jangan sok tau dengan apa yang aku rasain! Jangan bikin Ardan overthingking!"

"Astaga Ra! Rambut gue entar rontok!" keluh Arsen berusaha melepaskan tangan Aurora dari rambutnya.

Aurora melepaskan, lalu memicingkan mata pada Arsen. "Awas ya kalau cari masalah lagi!" ancamnya. Lalu kembali tersenyum cerah pada Ardan yang melongo. "Ardan, ayo kita pulang."

"Ah iya." Ardan meraih tangan Aurora dan mereka melangkah ke arah parkir. Aurora sempat menoleh dan menatap Arsen yang mengusap kepalanya. Memberikan juluran lidah pada pria itu.

Una yang melihat kejadian itu pada Arsen tertawa yang membuat wajah Arsen semakin masam.

●•••●

"Ardan, jangan dengerin yang Mas Arsen bilang, ya?" ujar Aurora memelas karena takut jika Ardan marah. Sejak memboncengnya Ardan hanya diam hingga tiba di rumah.

"Dia kok ada di sana?"

Aurora menyengir kikuk. "Mas Arsen itu calon adik iparnya Mbak Una."

"Terus ngapain dia di sana?" Ardan mengulang pertanyaannya. Nadanya jauh lebih tegas dari sebelumnya kini duduk di tepi ranjang sementara Aurora tetap berdiri seraya memilin tangannya.

"Em ... gak tau. Mungkin mau lihat-lihat baju pengantin. Ah atau mau jemput Mbak Una."

Ardan mendesah kasar. Sudah menebak apa tujuan pria itu datang ke sana.

"Ardan jangan marah," ujar Aurora dengan nada yang memelas.

"Sini." Ardan kini tersenyum lembut menepuk tepi ranjang di sebelahnya.

Bukannya duduk di sana Aurora malah duduk di pangkuan Ardan dengan posisi miring. Memeluk leher Ardan. "Ardan jangan marah, ya?"

"Enggak kok Sayang. Aku marahnya gak ke kamu, tapi ke Arsen."

"Tapi udah kubalas kok. Pasti dia gak bakal macam-macam lagi ke Ardan."

Ardan tersenyum geli. Rasa amarahnya hilang seketika karena istrinya tersebut.

Lalu Aurora mendekatkan bibirnya ke telinga Ardan, kemudian berbisik, "Nanti kalau bikin dedek pake kondom glow in the dark, ya?"

Ardan tertawa, dengan gemas menggesekkan puncak hidungnya dengan puncak hidung Aurora. "Enakan gak pake kondom, Sayang."

"Gitu ya? Padahal aku udah beli lho." Lalu mata Aurora memicing curiga. "Kok tau enakan gak pake kondom?"

Ardan tertawa. "Kata temenku. Rion juga pernah ngomong sama aku. Katanya kalau gak mau sampai jadi dulu, lebih baik gak dikeluarin ke dalam daripada pake gituan."

Aurora mengerjap pelan. "Ardan minta tips ke Bang Rion?"

Ardan tersenyum malu. Meski usia Orion lebih muda tiga tahun darinya, tapi iparnya tersebut lebih dulu menikah dan berpengalaman, jadi ia berguru padanya.

"Kalau aku minta sarannya ke Gumi," ujar Aurora terkikik.

"Ah pantas."

"Pantas kenapa?"

"Kamu akhir-akhir ini mesum."

"Tapi Ardan suka, kan?"

"Suka dong." Keduanya tertawa bersama.

●•••●

"Kok Alisha gak keluar makan?" tanya Aurora pada Aca. Karena Ardan keluar, maka makan malam hanya ada mereka bertiga di rumah. Tapi, Alisha sedari tadi mengurung diri di kamar. Apa Alisha masih mengalami nyeri haid?

Apalagi tadi pagi ia melihat Alisha begitu lesuh.

"Kak Ica gak mau." Aca mengendikkan bahu pelan lalu duduk di kursi.

"Alisha sakit?"

"Iya. Tadi Aca lihat badannya Kak Ica merah-merah semua."

"Apa?" Aurora melotot terkejut. Rasa cemas langsung menelingkupi dirinya. Dan langsung mengingat Nora.

Ia pun beranjak, lalu masuk ke kamar Alisha dan melihat Alisha sedang tidur. Perhatiannya tertuju pada rahang Alisha yang di pasangi plester luka.

Tidak ingin menganggu Alisha yang tidur. Aurora kembali keluar dan makan bersama Aca.

"Ca, temenin Kakak ke apotek, ya? Sekalian kita beli martabak."

Aca pun ikut dengan Aurora. Mereka singgah ke apotek dulu. Aurora membeli perlengkapan P3K. Lalu lanjut ke penjual martabak.

"Aku kepengen makan martabak telur," gumam Aurora menatap lapar penjual martabak. Padahal ia tadi sudah makan.

Ditemani Aca duduk di bangku untuk menunggu pesanannya. Sosok Sherina yang baru turun dari motor menarik perhatiannya karena wanita itu menyapa Aca.

"Hai Aca, mau beli apa?"

"Emang kamu penjual martabak?" Sherina mendelik kesal pada Aurora yang bertanya dengan nada polos. "Kok pertanyaannya kayak gitu?"

"Gue gak ngomong sama lo," ujar Sherina kesal.

Aurora memutar bola matanya kini ke arah penjual martabak yang melakukan atraksi. Melempar adonan ke udara. Lalu ia menatap Aca. "Kakak juga mau kayak gitu," ujarnya pada Aca.

Aca tersenyum mendengar perkataan Aurora.

"Gak bisalah. Lo kan gak pinter masak," sahut Sherina mencibir.

"Aku gak nanya kamu," balas Aurora memicing kesal menatap Sherina yang tersenyum sinis.

"Mau bakar dapurnya Ardan lagi? Gak usah sok mau masak deh." Tatapan Aurora kini datar. Membiarkan Sherina menghinanya. "Lo gak cocok tau jadi istrinya Ardan. Heran gue kenapa Ardan mau sama lo. Apa karena lo kaya? Ah tapi kayaknya enggak deh, soalnya kan lo udah dibuang orang tua lo."

Aurora berdiri, kini menghadap ke arah Sherina. "Kamu tau kenapa aku dan Ardan menikah padahal hubungan kami gak direstuin?" Tatapan Aurora lurus. "Karena aku dan Ardan saling mempertahankan hubungan kami. Gak kayak kamu dulu. Kamu biarin Ardan bertahan sendiri, berjuang sendiri. Padahal harusnya, hubungan itu tentang dua orang. Makanya Ardan gak mau pertahinin kamu, karena kamu gak mau diajak pertahanin hubungan kalian dulu."

"Lo ...."

"Ah yang aku bilang bener, kan? Jadi, kalau kamu ada malunya hilangin niat kamu buat rusak hubunganku dengan Ardan. Jangan jadiin status 'janda' makin buruk di mata orang-orang karena kamu mau rebut suamiku."

Sherina bungkam. Aurora mendengus remeh lalu mengambil pesanannya, menarik Aca menuju ke motor lalu pulang.

>>>>>>THE NEXT PART 12<<<<<<

Continue Reading

You'll Also Like

902K 7.3K 25
one-shot gay ⚠️⚠️⚠️ peringatan mungkin ada banyak adegan 🔞 anak anak d bawah umur harap jangan lihat penasaran sama cerita nya langsung saja d baca
72.2K 6.8K 20
Ryan, seorang pemuda yang terpaksa harus menjadi figuran yang merangkap menjadi antagonis licik karena tidak mau mati dua kali. bertransmigrasi ke se...
30.3K 5.8K 25
KUSUS BXB !! jangan nyampah !! salah lapak block account !! jangan cerewet sama alurnya ! ini dunianya author ! riders hanya perlu menikmati ! saran...
72.5K 6.2K 13
NOT BL ❗❗❗ bagaimana rasanya bertransmigrasi menjadi bayi yang baru lahir. "ANJIR MASA JADI BAYI LAGI... MANA BARU BROJOL HUWAAAA" 20 juni 2023