CERPEN

By NanasManis98

529K 44.8K 2.8K

Kumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN... More

SALAM MANIS
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CEPREN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA

CERPEN : AURORA

4K 488 18
By NanasManis98

Part 9
_____

Setelah seharian kemarin Ardan menemaninya, Aurora harus merelakan Ardan kembali bekerja seperti biasanya. Ia tak bisa melarang. Tak ingin menjadi egois.

Karena bosan sendirian di rumah, apalagi Aca belum pulang sekolah. Aurora memutuskan keluar jalan-jalan, mengenderai pinky tak tentu arah dengan pikiran yang sejak kemarin menganggunya.

Bukan lagi soal perasaan Ardan. Karena Aurora tak lagi meragukan perasaan suaminya itu.

Kini tergantikan dengan perkataan Alisha yang mengusik pikirannya. Alisha yang menyinggung dirinya dengan terang-terangan jika Ardan bekerja terlalu keras sementara dia tak melakukan apapun.

Kalau saja kartu ATM Aurora tak diblokir ...

Tapi tetap saja, tidak selamanya ia bergantung pada uang orang tuanya, bukan?

Aurora memutuskan singgah di coffee shop favoritnya karena jika ke kafe Shiro, jaraknya lumayan jauh. Nanti, ia terlambat menjemput Aca.

Setelah memesan, ia duduk di bangku tinggi. Meja panjang yang berhadapan langsung dengan dinding kaca. Kedua kaki Aurora menjuntai ke bawah, berayun pelan seraya tatapannya terpekur pada layar ponsel. Mencari lowongan kerja. Menoleh sekilas saat pesanannya diantar, ia kembali mengamati ponselnya.

Kalau melamar kerja di kantor Papi, Aurora tidak menginginkan hal tersebut. Aurora lupa jika ia masih marah pada Papi.

Kembali berpikir.

Apa ia kerja di showroom milik Abi saja? Tapi ....

Aurora tersentak saat merasakan kehadiran seseorang di sampingnya, ia memicingkan mata galak menatap sosok Arsen yang mengulas senyum lebar.

"Nyari kerjaan?" tanyanya mengendikkan dagu ke arah ponsel Aurora. Aurora langsung menyimpan ponselnya dengan posisi layar di bawah. "Nyesel kan nikah sama laki-laki miskin?"

Arsen tertawa, lalu duduk di bangku kosong yang ada di sebelah Aurora. Menaruh satu cup kopi di atas meja. Posisi duduknya miring, menghadap ke arah Aurora dengan menaruh sikut kirinya di tepi meja.

Aurora tidak mengacuhkan Arsen, ia menyeruput minuman di hadapannya.

"Bercanda kali, Ra." Arsen menyengir saat Aurora meliriknya tajam. Arsen menghela nafas panjang. Seraya mengetukkan jarinya di tepi meja. "Ra, kita selalu dipertemukan secara gak sengaja. Itu tandanya apa, ya?"

"Tandanya biar Mas Arsen gamon," ejek Aurora, kini memasang ekspresi mengejek membuat wajah Arsen berubah masam. "Bukan kita gak sengaja ketemu. Mas Arsen ngikutin aku deh."

"Enak aja. Siapa juga yang ikutin lo bocil?" Arsen tersentak dan memekik saat kursinya ditendang Aurora membuatnya hampir saja jatuh. Matanya melotot menatap Aurora yang kini pandangannya datar.

"Bercanda kali, Mas." Lalu tersenyum sinis. Kemudian membuang pandangannya. Arsen mendengus kesal, memperbaiki posisi duduknya.

"Kalau lo mau kerja, di tempat gue aja. Gue butuh karyawan."

"Di mana?" Aurora sedikit tertarik. Saat ini pikirannya dipenuhi, 'pokoknya ia harus bekerja!' Agar meringankan beban Ardan. "Eh kalau di club-nya Mas Arsen aku gak mau. Berarti di restonya Mas, kan?"

Arsen tak menyangka jika Aurora akan tergiur dengan tawarannya. Harusnya ia tak lupa jika sikap Aurora memang kadang mirip anak kecil. Mudah dialihkan.

"Di resto gue. Jadi juru parkir." Ekspresi Aurora berubah kesal membuat Arsen tertawa. Merasa gemas melihat Aurora. Layaknya anak kecil yang sedang marah.

"Nyebelin," Aurora mencebikkan bibir kesal.

"Gue bercanda. Tapi serius kalau lo mau kerja, bisa kok ..."

"Enggak. Enggak mau." Aurora tidak akan tertipu lagi. Ia tidak akan percaya pada Arsen.

Arsen kembali tertawa dengan tingkah Aurora yang merajuk. Benar-benar mirip anak kecil.

"Arsen." Mereka menoleh. Kini sosok wanita tinggi dengan tubuh ideal idaman kebanyakan para wanita.

Aurora langsung berdiri. Kejadian saat dilabrak oleh kekasih Arsen membuatnya sedikit trauma. Ia tak ingin itu terjadi lagi. Apalagi sekarang ia tak ada hubungan apapun dengan Arsen. Tapi, wanita di hadapannya saat ini bukan wanita saat itu. Apa mungkin kekasih  Arsen yang lain?

"Ah ... itu Mbak jangan salah paham dulu. Aku bukan siapa-siapanya Mas Arsen. Mas Arsen yang gangguin aku terus. Jadi, Mbak jangan jambak aku, jambak aja tuh pacarnya Mbak," jelas Aurora panjang lebar lalu menunjuk Arsen yang melongo sementara wanita yang ia duga kekasih Arsen tertawa pelan. "Lagian aku udah nikah. Tapi, dia masih ngejar aku." Aurora menunjuk cincin di jari manisnya.

"Hei bocil! Siapa yang ngejar lo?!" seru Arsen kesal.

Wanita itu makin tertawa melihat ekspresi kesal Arsen.

"Gue bukan pacarnya Arsen." Wanita itu beralih menatap Aurora.

Aurora mengangguk pelan, kembali mengamati wanita tersebut. Cantik. Penampilannya mirip Megumi yang selalu berpakian seksi. Tapi wajahnya sedikit tidak asing. Aurora mencoba mencerna siapa yang mirip wanita tersebut.

"Ya udah kalau gitu gue pergi dulu, Rora." Aurora cukup terkejut saat wanita itu mengetahui namanya, kemudian wanita itu mengerling menatap Arsen yang membuang pandangan ke arah lain. "Dah Arsen. Inget tuh cewek udah punya laki."

Aurora melambaikan tangan pada wanita itu yang terlihat sangat berkarisma di matanya. Kemudian kembali duduk, kini mengamati Arsen yang melihat ke arah luar. Mengamati wanita itu yang masuk ke dalam mobil. "Itu mantannya Mas Arsen, ya?"

Arsen menoleh menatap Aurora dengan pandangan malas kemudian menggeleng.

"Kok mirip sama aku, ya?" ujar Aurora. Ya tidak sepenuhnya mirip. Terlihat sekilas saja. Hanya bentuk hidung juga pipi yang sedikit chubby. Matanya jelas beda karena mata wanita itu agak sipit dan terkesan tajam. Tidak seperti dirinya yang matanya bulat dan terkesan polos.

"Mana ada mirip sama lo, bocil," ejek Arsen.

"Enak aja ngatain aku bocil." Aurora mendengus kesal lalu kembali berujar, "Kok dia tau namaku? Mas Arsen ya yang ngasih tau?"

"Ck!" Arsen berdecak pelan. Ia berdiri. "Kalau lo butuh kerjaan. Datang aja ke butik Bridella."

"Hah?" Aurora menatap bingung Arsen.

"Datang aja, oke." Kemudian Arsen berlalu pergi. Meninggalkan Aurora yang kembali terpekur dengan pikirannya.

●•••●

Usai menjemput Aca dari sekolah, Aurora pulang ke rumah. Berpamitan pada Aca lagi setelah Aca selesai makan.

"Kak Rora mau ke mana?"

"Keluar bentar. Aku tinggal gak pa-pa, kan?"

Aca menggeleng pelan. Lalu dengan malu-malu berujar, "Aku boleh makan cemilan punyanya Kak Rora?"

"Boleh dong. Itu bukan cuma punyanya Kakak, tapi punya Aca, Alisha dan Ardan."

Aca tersenyum lebar dan melambaikan tangan pada Aurora yang mulai berangkat.

Aurora mengendarai pinky menuju butik Bridella. Salah satu butik terkenal yang memiliki koleksi gaun pernikahan yang berharga fantastis. Kalau tidak salah saat Megumi menikah, Megumi memesan gaun pernikahan pada butik tersebut.

Tiba di sana, Aurora bingung.

Lalu berdecak saat sadar.

Bagaimana jika Arsen menipunya? Mempermainkannyaa. Lagian pria itu hanya memiliki dua bisnis. Sebuah tempat hiburan malam juga restoran.

Saat masuk ke dalam butik tersebut. Matanya di suguhkan dengan berbagai gaun pengantin yang mewah. Hati kecil Aurora menjerit. Rasanya ingin mengenakan salah satu gaun tersebut.

"Permisi Kak, Kakak butuh sesuatu?" sapa salah satu karyawan di sana membuat Aurora mengerjap pelan.

"Ah itu ..." Aurora tergagap tidak tau harus mengatakan apa.

"Rora?" Ia menoleh dan menemukan wanita tadi yang bertemu dengannya di coffee shop. Kini mendekat ke arahnya. "Hai," sapanya ramah.

Aurora tersenyum kecil dan mencicit. "Ha-i." Merasa canggung.

"Mari ikut ke ruangan gue." Aurora pun mengekor. Hingga tiba di ruangan tersebut. Yang membuatnya heran karena foto yang di pajang di ruangan tersebut bukan wajah wanita itu, melainkan seorang wanita yang berkulit putih juga dengan seorang pria yang ia yakini sebagai pasangan.

"Pasti lo bingung kan kenapa bukan foto gue yang digantung di dinding?"

Aurora mengalihkan tatapannya pada wanita tersebut yang bersandar di tepi meja seraya melipat tangan di dada. Senyumnya masih senantias terhias di wajahnya.

"Sebenarnya butik ini bukan punya gue. Tapi, karena yang punya sedang asik berkeliling dunia, makanya gue dilimpahkan pekerjaan yang cukup berat buat gue." Wanita itu tertawa. "Makanya gue kelimpungan untuk membagai pekerjaan. Mana yang harus gue dahulukan buat dikerjain dan mana yang harus gue abaikan dulu." Wanita itu kini berjalan mendekat ke arah Aurora.

"Lo mau jadi asisten gue?"

Aurora mengerjap pelan. "Mbak serius?" Matanya berbinar.

"Yup. Gue serius. Oh kenalin, nama gue Aluna. Lo bisa panggil Una."

"Aurora. Tapi, yang manggil saya Aurora cuma Ardan, suamiku. Orang-orang manggil aku, Rora." Aurora menyambut uluran tangan Una.

Una tertawa geli. "Ah pantas aja Arsen bilang kalau lo itu menggemaskan."

●•••●

"Sayang, kok belum tidur?" tegur Ardan melihat Aurora yang membuka pintu untuknya. Karena ada pinky di dalam rumah, maka motor Ardan hanya ditaruh di teras. Tidak lupa mengunci stang motor.

"Nungguin Ardan." Tatapan Aurora tertuju  pada kresek plastik di tangan Ardan. "Itu apa?"

"Nasi goreng. Kamu mau?"

"Ardan belum makan?"

"Udah tadi pas jam delapan. Tapi laper lagi. Mau?"

"Iya, dikit aja. Tiga sendok." Ardan tertawa pelan, ia pun ke arah dapur usai melepas jaket juga menaruh ponsel, kunci serta dompet di kamar.

Aurora makan dengan lahap dan saat sadar Ardan mengamatinya, ia tersenyum malu kemudian meneguk air. "Udah tiga sendok, ya?"

"Lebih juga gak pa-pa kok. Kamu aja yang habisin, aku udah kenyang."

Aurora sumringah, segera menghabiskan nasi goreng tersebut. Masuk lebih dulu ke kamar karena Ardan sedang di kamar mandi.

"Ardan mau dipijitin?"

"Emang kamu gak ngantuk?" tanya Ardan seraya naik ke atas ranjang. Aurora menggeleng pelan. Ardan pun melepas baju kaosnya meminta Aurora memijat punggungnya. Aurora meraih botol minyak zaitun kemudian mengolesi ke punggung Ardan. Duduk di atas punggung Ardan dan mulai memijat tengkuk juga pundak hingga punggung Ardan.

"Ardan suka, gak?" tanya Aurora pelan. Ardan hanya berdehem karena ia sudah sangat mengantuk. "Ardan ...," panggil Aurora tanpa menghentikan gerakan tangannya. "Ardan ..."

"Apa Sayang?" gumam Ardan dengan mata terpejam.

"Gini .... mulai besok aku kerja ..."

"Kerja?" Kesadaran Ardan langsung muncul dan rasa kantuknya hilang. Ia meminta Aurora turun dari punggungnya kemudian beringsut duduk menatap Aurora yang tersenyum salah tingkah.

"Em ... a-aku bosen tinggal di rumah aja." Aurora meraih tangan Ardan kemudian memberikan pijatan-pijatan lembut. "Aku mau kerja juga biar aku ada kesibukan." Lalu tersenyum kikuk menatap Ardan.

"Bukan karena perkataan Alisha, kan?"

Aurora menggeleng. Padahal, memang karena perkataan Alisha. Aurora sadar diri jika ia tak boleh terlalu membebankan Ardan. Ada kesempatan baginya untuk bekerja, jadi ia mengambil kesempatan itu.

"Kamu kerja di mana?"

"Butik Bridella. Aku jadi asisten bos butik itu." Aurora kini tersenyum sumringah.

"Bosnya laki-laki atau perempuan?" tanya Ardan penuh selidik.

"Perempuan."

Ardan pun mengangguk membuat Aurora terlonjak dantan memeluk Ardan. Memberikan Ardan ciuman bertubi-tubi.

"Ardan mau dipjitin lagi, gak?" tanya Aurora kembali menatap Ardan.

"Pijitin adikku, mau?"

Aurora mengerjap pelan. Lalu melirik ke arah pintu kemudian kembali memusatkan tatapan pada Ardan. "Alisha sama Aca udah bobok."

Ardan tertawa pelan, ia meraih tangan Aurora lalu menaruh di 'adik'nya.

Aurora menunduk lalu kembali menatap Ardan dan tersenyum malu. "Aku kira ini terongnya Ardan." Ardan tertawa mendengar perkataan istrinya.

>>>>>>THE NEXT PART 10<<<<<<

Continue Reading

You'll Also Like

380K 21.5K 51
Ragaza anggota inti Red lion yang tidak sengaja membuat anak pertama Pradipta jatuh cinta padanya.
33.9K 4.6K 23
Kim Taehyung yang masih berusia 5 tahun terpesona pada bayi manis bermata bulat dan berkulit putih, dan taehyung kecil menginginkannya dan sejak itu...
790K 108K 76
Ini kelanjutan story Different Soul★DERA☆ ya. kalau berkenan, mampir ke sana dulu~ ________ Bukan hanya menceritakan perbedaan sikap antara Delon dan...
422K 27.6K 38
Kara, atau Askara Bhumi adalah bocah pendek nan polos yang terkesan manis juga imut dengan pipi yang sedikit besisi ditubuh mungilnya. Bocah yang bar...