Kennand Perfect Boyfriend

By _avocadish_

93.8K 6K 636

'๐ฌ๐ข๐ง๐ ๐ค๐š๐ญ ๐ฌ๐š๐ฃ๐š ๐ข๐ง๐ข ๐š๐๐š๐ฅ๐š๐ก ๐ค๐ข๐ฌ๐š๐ก ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐›๐ž๐ซ๐š๐ฐ๐š๐ฅ ๐๐š๐ซ๐ข ๐ค๐ž๐ฉ๐ฎ๐ซ๐š-๐ฉ๐ฎ๐ซ๏ฟฝ... More

PROLOG
Part : 1
Part : 2
Part : 3
Part : 4
Part : 5
Part : 6
Part : 7
Part : 8
Part : 9
Part : 10
Part : 11
Part : 12
Part : 13
Part : 14
Part : 15
Part : 16
Part : 17
Part : 18
Part : 19
Part : 20
Part : 21
Part : 22
Special parts: Tentang Hazel
Part : 23
Part : 24
Part : 25
Part : 26
Part : 27
Part : 28
Part : 29
Part : 30
Part : 31
Part : 32
Part : 33
Part : 34
Part : 35
Part : 36
Part : 37
Part : 38
Part : 39
Part : 40
Part : 41
Part : 42
Part : 44
Part : 45
Part : 46
Part : 47
Part : 48
Part : 49
Part : 50
Part : 51
Part : 52
Part : 53
Part : 54
Part : 55
Part : 56
Part : 57
Part : 58
Part : 59
Part 60
Part : 61
Part : 62
Part : 63
Part : 64
Part : 65
Part 66
Part 67
Part 68
Part 69
Part 70 [Ending]

Part : 43

838 60 10
By _avocadish_

Happy reading


"Abang~ Acel mau keluar" ucap Hazel memohon pada Azlan, agar membiarkannya keluar ruangan hari ini.

"Gak boleh adek"

Hazel menarik kemeja bagian belakang Azlan. Ia agak memaksa kali ini, karena memang sangat bosan berhari-hari hanya diam dan berbaring saja.

Azlan menghela nafas sebelum ia berbalik, melihat adiknya yang masih tidak mau melepaskan tarikan kemeja bagian belakangnya.

"Sebentar aja Abang"

"Enggak, mending nonton lagi tuh Korea Korea itu"

Akhirnya Hazel melepaskan tangannya yang menarik kemeja Azlan. Lalu, menyilakan tangannya di depan dadanya.

"Kalau Acel mati sebelum Abang ajak keluar--"

"Heh! Ngomongnya!"

"Yaa makanya ayo keluar, sebentar aja"

Azlan menggeleng, terkekeh tidak ingin mengizinkan adiknya ini keluar. Ia masih trauma dengan kejadian dimana detak jantung Hazel yang hilang begitu saja.

"Yaudah kalau Abang gak mau, Acel sendiri aja"

Meskipun cukup sulit untuk bangun, karena tangan satu terhubung infus dan tangan yang lainnya masih terbalut perban tebal. Ia tetap bersikeras ingin keluar.

Azlan berdecak. Lelaki itu memang tak habis pikir pada adiknya yang sangat keras kepala.

Lihat saja sekarang, bahkan adiknya sudah berhasil berdiri sendiri tanpa batuannya.

"Bisa jalan rupanya" ledek Azlan.

Hazel tak menggubris itu semua, ia pergi ke arah kaca, takut-takut ia terlihat jelek. Karena belum mandi hari ini.

"Acel gak lumpuh! Gak perlu bantuan Abang, Acel bisa sendiri!" Ucap Hazel dengan pedenya.

"Nah, nah, mau jatuh kan"

Bahkan gadis itu bingung sendiri, kenapa badannya dipakai berjalan sedikit saja sudah sangat sakit. Ia jadi bingung, sebenarnya ia sakit apa penuaan dini.

"Yaudah oke, kita keluar cuma sebentar tapi" akhirnya Azlan menuruti kemauan Hazel.

Sebenarnya karena tak tega, Azlan tau Hazel pasti bosan disini, yang ia temui setiap hari hanya perawat yang bolak balik mengirim obat.

"Ya gak nangis juga, kan udah Abang bolehin keluar"

"Siapa yang nangis?!"

Tak berbohong, Azlan sudah melihat mata yang berkaca-kaca, mungkin jika tidak Azlan hapus, sebentar lagi bulir itu akan jatuh begitu saja.

"Katanya gak nangis, ini kenapa nangis?"

Sekarang, gadis dengan tinggi jauh dibawah Azlan itu sudah menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Azlan, dengan isakan pelan yang terdengar.

"Ya.. Abangnya.. tadi marah" ucapnya dengan suara tenggelam di sela-sela isakannya.

"Siapa yang marah?" Azlan terkekeh pelan.

"Ab... Abang"

Lelaki itu hanya bisa menghela nafas dan menahan tawa kecilnya. Ia tahu dalam keadaan sakit, kita pasti lebih mudah terbawa suasana, atau mood yang hancur tiba-tiba.

"Abang gak marah, kata siapa Abang marah? Hah?"

"Tadi.. ngomongnya.. kaya orang marah"

"Kapan?"

"Ta.. tadi"

"Gak marah, kapan Abang marah?" Azlan menggoda.

Hazel tak menjawab ia malah semakin menenggelamkan wajahnya, dan mengeratkan pelukannya pada kakak laki-lakinya itu.

"Yaudah, yaudah, tapi kamu mau keluar gak bisa jalan kek gini, mau gimana keluarnya?"

"Abang, Acel gak lumpuh kan?" Tanya Hazel yang kini berubah menjadi nada panik, ia baru terpikir hal ini sekarang.

"Mana ada lumpuh, kamu bisa berdiri gini, cuma emang gak bisa jalan normal, dari faktor obat, nanti juga bisa normal lagi"

"Berarti gak lumpuh kan?"

"Enggak, yaudah sekarang mau keluar gimana? Mau Abang gendong, derek, atau pake kursi roda?"

"Mau pake jet pribadi" jawabnya santai dengan wajah yang masih menempel pada lengan Azlan.

"Gimana ceritanya dah, kita pake kursi roda aja ya?"

"Tuh kan, Acel lumpuh beneran"

Azlan rasa, Hazel sekarang seperti mudah terbawa suasana, bahkan hal seperti ini saja bisa membuatnya menangis. Hilang sudah jiwa kelakian dari Hazel kalau sudah begini.

"Emang kursi roda cuma buat orang lumpuh aja?"

"Di sinetron"

"Yeee, makanya jangan nonton gituan, lagian jadi orang percayaan amat"

"Acel mau jalan aja"

"Emang bisa?"

"Bisa nih," gadis itu menggerakkan kakinya pelan. "Acel gak lumpuh ternyata"

"Lagian yang bilang kamu lumpuh siapa, eneng, ngawur aja kelakuan emang"


Sudah cukup lama Hazel diluar, jujur Azlan sudah mulai bosan. Pasalnya adiknya itu tak melakukan apa-apa ia hanya duduk dan diam saja.

"Kalian liatin apa?" Tanya seorang dokter pada dua orang perawat yang memperhatikan Azlan dan Hazel dari jauh.

"Eh, selamat siang pak" hormatnya pada Abhi, menundukkan kepalanya tanda hormat tadi.

"Saya tanya kalian liatin apa?" Tanya Abhi kekeh.

"Anu, ini pak, saya.. euu, saya mau nanya boleh?"

Abhi mengangguk. "Boleh tanya aja, mau tanya apa?"

"Itu," tunjuknya pada Azlan. "Adeknya pasien di ruang VIP yang bapak rawat kan?"

"Mereka berdua?"

Dua perawat itu mengangguk. "Kalau bapak kasih izin, boleh saya tuker ruangan saya? Jadi ke ruangan mereka?"

"Mereka anak-anak saya"

Ucapan itu cukup membuat dua perawat itu kaget. Mereka berdua kira, Abhi hanya memiliki satu anak yang tinggal bersama istrinya di luar negeri.

"Anak bapak? Anak kandung maksudnya pak?"

"Iya," Abhi mengangguk. "Mereka anak kandung saya, dari istri pertama saya,"

"Jadi karena mereka anak-anak saya, kalian gak perlu tukar ruangan juga, kalau saya kasih perintah jalani saja, bisa dimengerti?"

Dua perawat itu mengangguk dengan semangat dan antusias tinggi. "Baik, bisa dimengerti pak"

"Cuma anak laki-laki saya sudah punya calon istri, jadi kalian jangan incar adeknya ya, anak perempuan saya masih suka cowok soalnya"

•••

"Ayolah dek, masuk. Pegel ini"

Azlan menggerakkan kakinya tak nyaman, ia memohon agar Hazel mau kembali ke dalam.

"Dibelakang Abang kan ada kursi, ya duduk" balas Hazel santai.

Azlan menolehkan pandangannya ke belakang, ternyata benar ada kursi disana. Kenapa ia tak lihat dari tadi kursi sebesar itu.

"Lagian ngapain si, cuma diem gitu doang, gak ada kerjaan banget"

"Tuh marah lagi"

"Astagfirullah, gak marah loh, cuma ngomong, Abang gak boleh ngomong?"

"Ngomongnya jangan marah" sepasang mata indah itu kini mulai berkaca-kaca kembali.

Langkah kaki jenjang kakaknya mulai menghampirinya, menatap manik mata itu. Tapi Hazel memalingkan pandangannya.

"Abang gak marah loh"

"Abang marah, Abang udah gak mau urusin Acel lagi kan?"

"Siapa bilang?"

"Ya Abang marah terus dari tadi"

"Lagian siapa yang marah si? Gaada yang marah dari tadi perasaan"

"Itu apa?"

"Itu ngomong you know ngomong? Berbicara? Tau?"

Hazel hanya mengangguk polos, menghapus air matanya sebelum terjatuh.

"Yaudah, Abang cuma ngomong, gaada yang marah, gaada juga pikiran Abang capek urusin kamu"

Sepasang manik mata gadis itu menatap kakaknya yang tengah berbicara, lebih tepatnya mengoceh. Walaupun terlihat sedikit lucu, tapi Hazel ada rasa takut juga.

"Coba dari kapan kamu tinggal berdua sama Abang?"

"Kelas tiga SD"

"Nah itu tau, sekarang kamu berapa tahun? Delapan belas kan? Udah hampir 10 tahun Abang urusin kamu, gak pernah bilang capek,"

"Tapi kalau ngerasa capek ya pasti, Abang manusia, tapi karena Abang tau kamu gak seberuntung Abang yang pernah hidup terus diurus sama ayah ibu, jadi Abang tau apa yang kamu rasain"

Hazel hanya menunduk, mendengar dengan jelas penjelasan panjang yang dilontarkan kakaknya itu.

"Ayah masih ada? Iya, masih ada, tapi Abang yakin kamu gak mau anggap ayah masih ada kan?"

Hazel mengangguk.

"Abang juga gitu sebenernya, jadi jangan ngerasa Abang capek ngurusin kamu, sampai kapanpun itu, Abang gak akan capek urusin kamu, sampe kamu sembuh Abang pasti urusin kamu"


Setelah memastikan adiknya yang terlelap tidur, Azlan kembali ke arah sofa untuk menghampiri Kennand.

Yaa, lelaki itu sudah sangat akrab dengan Azlan, bahkan jika melakukan panggilan telepon bisa ber jam-jam entah apa yang mereka bahas.

Tak lupa, Kennand juga membawa apple pie kesukaan Azlan.

Tadi ia juga sempat mengobrol dengan Hazel sampai 2 jam. Bahkan Azlan menggeleng lelah, bisa dibayangkan betapa menyedihkannya Azlan disana, hanya bisa menatap momen adiknya.

Sedangkan dirinya tidak bisa. Zhiva cukup sibuk akhir-akhir ini jadi mereka berdua jarang bertemu.

"Kamu gak mau makan?" Tanya Azlan pada Kennand.

"Tadi sebelum kesini, Ken udah makan duluan"

Ken. Nama itu yang Azlan pilih untuk menjadi panggilan calon adik iparnya. Karena menurutnya kalau memanggil dengan kata Kennand, itu terlalu panjang.

"Kamu gak sibuk kan?" Tanya Azlan lagi, kini mulutnya penuh dengan porsi nasi goreng yang tengah ia makan.

Lelaki di sebelahnya itu menggeleng. "Enggak"

Tok~ Tok~

Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Azlan berdecak kesal, pasalnya ia tengah sangat amat menikmati nasi goreng di tangannya.

"Ken aja yang buka" Kennand hendak berdiri namun segera ditahan oleh Azlan.

"Abang aja, anak miliader diem aja" sahut Azlan dengan mulut yang masih mengunyah nasi.

Kennand kembali duduk, ia malah merasa tidak enak dipanggil miliader oleh kakak dari pacarnya sendiri.

Pintu itu terbuka menampilkan seorang perawat yang sepertinya suruhan ayahnya.

"Maaf, saya diberi perintah untuk memanggil Azlan ke ruangan pak Abhi sekarang"

"Kalau boleh tau ada urusan apa ya?"

"Saya kurang tau kalau soal itu mas, saya hanya diberi perintah saja tidak diberi tahu untuk apanya"

"Baik, saya ke ruangannya sekarang"

Azlan menoleh memanggil Kennand.

"Ken,"

Hanya dengan satu panggilan saja, Kennand menoleh.

"Jagain Hazel sebentar, Abang harus ke ruangan dokter". Perintah Azlan itu dibalas anggukan kepala Kennand.

"Tapi jangan macem-macem, awas malem-malem berduaan"

Kennand mengangguk lagi.

Suara pintu tertutup terdengar jelas. Ternyata rumah sakit, mau seramai apapun orang di dalamnya, suasananya tetap sepi dan menakutkan.

Bahkan hanya suara helaan nafas saja sangat terdengar jelas.

Langkah kaki lelaki tinggi itu melangkah, berjalan mendekat menuju sebuah kursi di sebelah gadis yang tengah terlelap itu.

Tangannya bergerak begitu saja , seperti tanpa persetujuan dirinya sendiri. Tangan berurat itu perlahan mengusap dan merapikan rambut yang menutupi wajah gadisnya itu.

Menatapnya dalam-dalam hingga tersirat begitu saja pikiran, bagaimana kalau akhirnya takdir memisahkan dan memaksa mereka agar tidak bisa bahagia bersama.


Sebenarnya Hazel tau, ayahnya mengatakan dengan inti. Waktunya di dunia tak akan lama lagi.

Bahkan hari ini pun ia memaksa agar bisa pulang ke rumah.

"Satu hari lagi dek, ya"

"Gak!" Gadis itu menolak cepat. "Gak mau!"

"Terus kalau sakit lagi gimana? Kamu belum sembuh, belum fit"

"Ya gak mau, Acel mau pulang"

"Tapi kamu harus janji sama Abang, gak kerumah sakit lagi?"

"Iya, lagian siapa mau balik sini lagi"

"Jangan ya? Sembuh ya abis ini?"

"Iya Abang, Acel sembuh abis ini"

Azlan mengacak-acak rambut adiknya itu, merangkul pundaknya dan menepuk nepuk pundak kecil itu sebanyak lima kali.

"Abang semalem nangis ya?" Tanya Hazel tiba-tiba.

Pagi ini mata kakak laki-lakinya itu terlihat sembab, bahkan mungkin tadi sekitar pukul 2 pagi, Hazel melihat kakaknya itu sedang menangis, entah apa alasannya.

"Enggak tuh, semalem kan ada Kennand mana berani Abang nangis depan Kennand, mau ngapain coba"

"Udah gak ada Kennand"

"Enggak, ngida-ngida sekali"

"Lagian mana mungkin, Azlan yang seterong ini nangis-nangis"

Walaupun benar Azlan menangis, lagi-lagi bukan tanpa alasan. Ayahnya memanggil Azlan ke ruangannya tadi malam.

"Kalau kondisi Hazel gak ada peningkatan, ayah bakal bawa Hazel buat tinggal sama ayah di luar negeri, biar dia dapet perawatan disana"

Begitu katanya, bagaimana tidak bingung jika menjadi Azlan..

Jujur saja Azlan ingin menolak, tapi lagi-lagi ini keselamatan adiknya. Hazel juga pasti tidak akan menerima tawaran ini bukan?

Tinggal bersama perempuan yang sudah menghancurkan keluarganya dulu, sudah bisa ditebak pasti Hazel tak mau menerima itu.

Ia jadi bingung, disisi lain ia ingin menjaga perasaan adiknya, apalagi di zaman sekarang mental seseorang itu sudah tidak bisa di remehkan lagi, apalagi yang menyangkut hancurnya sebuah keluarga.

Tapi jika Hazel tak mendapatkan perawatan yang sesuai, ini akan memperburuk kondisinya.

"Ayah gak bisa bilang ini benar, karena ayah juga manusia pasti punya kekeliruan, tapi waktu dia gak akan selama itu ada di dunia"

Kata yang benar-benar membuatnya down, kata ini juga yang membuatnya bingung, jika ia memaksakan kehendaknya untuk membiarkan Hazel tetap ada bersamanya, itu bisa menghambat kesembuhannya.

"Abang harus apa dek?" Ucap Azlan dengan nada menyerah. Baru kali ini terasa kembali ingin menyerah saja.

"Apanya?"

"Kalau kamu ikut ayah mau?"

"Maksud?"

"Kamu ikut ayah tinggal di luar negeri, buat dapet perawatan disana"

"Emang kalau disini Acel udah bener-bener gak bisa sembuh?"

"Bukan gitu, maksudnya kalau disana bener-bener langsung ke intinya, kamu bisa sembuh lebih cepet"

"Gak mau, Acel maunya sama Abang"

"Kalau kamu pergi kesana, Abang gak bisa ikut"

"Yaudah, lagian siapa yang mau?"

"Izin Abang ada di keputusan kamu"

"Apa keputusan Acel belum jelas? Acel gak mau."

Jawaban yang sudah bisa ditebak, Azlan menghela nafasnya panjang. Ia malah semakin bingung sekarang.


"Dek, Abang tinggal bentar, mau jemput Zhiva ada Kennand ini, ya"

"Iya, hati-hati jangan lama-lama"

Azlan mengusap kepala adiknya pelan. "Iya jemput Zhiva aja, habis itu pulang"

Azlan pergi dengan mobilnya, sudah cukup sore hari ini jadi cuacanya cukup dingin.

Kennand bilang ia baru saja pulang sekolah, tapi ia sudah berganti pakaian dengan setelan jas hitam berdasi. Cukup mengherankan.

"Kamu pulang sekolah?"

"Iya" Kennand mengangguk ramah.

"Kenapa pake baju kayak gini?"

Pandangan Kennand terfokus pada pakaiannya, bahkan ia sendiri lupa memakai baju seperti ini.

"Ohh, hari ini hari pertama urusin kerjaan di kantor papa"

"Papa kamu ada di Indonesia?"

Kennand mengangguk. "Tadinya juga hari ini tuh mau ajak kamu, tapi kan baru banget pulang"

"Maaf ya.."

"Gak apa-apa, lain waktu sebelum papa sama mama pulang ke Amerika, aku bawa kamu"

"Terus kenapa malah kesini? Ini udah sore"

"Papa bilang acaranya nanti malam, jadi masih ada banyak waktu"

Hazel bisa melihat jelas raut wajah bahagia dari lelaki itu. Bagaimana tidak, Kennand sudah berbelas-belas tahun tak bertemu ayahnya. Wajar saja raut bahagia itu sangat terlihat jelas.

Mungkin seharusnya ia juga seperti itu.

Tumbuh rasa bahagia saat mengetahui hal yang sama. Namun, sama sekali tidak. Ekspetasinya hancur begitu saja.

"Kayak bukan anak SMA".

"Emang bukan kan? Sebentar lagi"

"Yaa, tapi kan statusnya masih pelajar"

"Statusnya pelajar? Bukannya pacar kamu" Kennand menggoda.

"Ken~ gausah kumat deh"

"Bukannya bener?"

"Bener tapi salah"

Nada dering handphone Hazel terdengar ia mengira Azlan yang menelepon ternyata Jio.

"Ya? Ada apa?"

"Bu Ketu, ini kenapa gak ada di ruangan? Bu Ketu dimana?"

"Kak Jio, stop panggil Acel Bu Ketu, Bu Ketu ya"

Kennand yang mendengar itu spontan menoleh cepat ke arah Hazel, dan panggilan teleponnya.

"Gausah marah-marah dong, jadi Bu Ketu itu tidak boleh marah-marah"

"Kak Jio bikin marah"

"Udah cepet jawab kamu dimana? Kakak cari di ruangan kok kosong"

"Kak Jio yang mirip daegal dikit, Acel udah pulang, udah ada di rumah"

"Lah? Gak bilang, jahat banget"

"Katanya Abang tadi mau telepon, Acel kira udah"

"Yaudah kakak ke rumah, kamu lagi sama siapa? Bang Alan atau yang lain?"

"Yang lain"

"Siapa?"

"Gue" sahut Kennand dengan suara berat.

"Nah kak Jio denger kan? Acel lagi sama Kennand"

"Berduaan mulu, awas yang ketiganya setan"

"Kak Jio yang ketiga, berarti kak jio--"

"Heh! Enggak ya! Udah kakak mau kesana"

"Iya, pasti mau numpang makan"

"Ya apalagi? Emang mau liatin kamu pacaran sama Kennand? Dih, ogah"

"Udah cepet kesini, keburu makanannya dingin, kak"

"Ya matiin dong sama kamu gimana si"

Telepon itu sudah Hazel matikan, ia agak susah untuk mengambil dan menaruh sesuatu karena tangan kirinya yang masih terasa sakit.

"Tangannya sakit?" Tanya Kennand peduli, ia tadinya berniat membantu.

"Enggak". Gadi disebelahnya menggeleng cepat. "Ini udah gak sakit, cuma masih agak paur"

"Paur? Paur itu apa?"

"Anu itu bahasa Sunda artinya, kayak ngeri atau ngilu gitu mungkin"

Kennand mengangguk paham. Ia tidak terlalu paham bahasa Sunda. Karena di sekolahnya pun tidak ada pelajaran bahasa Sunda.

Walaupun hubungan mereka bisa dibilang belum terlalu lama. Tapi mereka cukup handal menyembunyikannya.

Kennand adalah murid populer, tapi rumornya berpacaran sangat cepat hilang.

Seperti hal nya sekarang, Kennand lebih tepatnya menemukan ikatan yang belum pernah ia temukan. Pribadi Hazel cukup mirip dengan kakaknya.

Itu juga menjadi alasan Kennand sangat menyayangi gadisnya.


Haii, selamat malam ✨
Masih agak kaget bisa dapetin 10k++ readers bahkan udah 11k+ terimakasih banyak, seneng banget asli..

Dan disini kayaknya kalau update di hari Kamis dan Sabtu itu agak kecepetan gitu, jadi mau ubah jadwal update dari Kamis dan Sabtu ke Kamis dan Senin aja biar agak ada waktu.

Minggu ini juga lagi ujian, tapi alhamdulilah nya besok hari terakhir, mana tatap muka lagi, gak bisa nyontek google, bercanda ✌️











Continue Reading

You'll Also Like

20.9M 1.6M 49
๐๐€๐‘๐“ ๐Œ๐€๐’๐ˆ๐‡ ๐‹๐„๐๐†๐Š๐€๐ ๐Ÿšซ๐Š๐€๐‹๐€๐” ๐Œ๐€๐” ๐‡๐„๐๐€๐“, ๐‰๐€๐๐†๐€๐ ๐‰๐€๐ƒ๐ˆ ๐๐‹๐€๐†๐ˆ๐€๐“๐Ÿšซ Karya pertama aku, Mohon maaf masih amatir...
228K 7.6K 39
Cerita tentang gadis manis yang dulu selalu dipandang rendah oleh orang. Gadis sederhana yang terlahir dari keluarga sederhana namun berhasil mengang...
2.9M 195K 35
"Pak tunggu!" Satria tidak mengubris laki-laki itu tetap berjalan tak mau menanggapi tingkah aneh Alya. "Sayang?!" Entah ide dari mana Alya malah ber...
3M 160K 75
#BOOK1SAGARA (PART LENGKAP) *sudah di revisi* HAPPY READING :) Keysa Cantika namanya. Ia bukan gadis dari keluarga miskin atau menengah, ia anak dari...