𝗣𝗮𝘁𝗮𝗵 | 𝗛𝗮𝗿𝘂𝘁𝗼

By Antarmudra_

17.8K 1.7K 318

ᴋᴇʜɪᴅᴜᴘᴀɴ ʏᴀɴɢ ʟᴀʏᴀᴋ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ᴋᴇʜɪᴅᴜᴘᴀɴ ᴅɪᴍᴀɴᴀ ᴅɪʀɪᴍᴜ ᴅɪᴛᴇʀɪᴍᴀ ᴅᴇɴɢᴀɴ ʙᴀɪᴋ. Mulai; 25, Jᴀɴᴜᴀʀʏ 2022 Sᴇʟᴇsᴀɪ; 2... More

Tʜᴇ Bʀᴏᴋᴇɴ
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 1
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 2
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 3
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 4
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 5
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 6
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 7
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 9
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 10
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 11
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 12
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 13
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 14
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 15
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 16
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 17
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 18
Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 19
Eᴘɪʟᴏɢ

Pᴀᴛᴀʜ | Bᴀɢɪᴀɴ 8

480 66 13
By Antarmudra_

“Ngapain, Ta.” Cegah Ikmal yang langsung menggenggam pergelangan tangan. Menghentikan niat Tirta barusan dan membuatnya menatap dengan sebuah senyuman.

Masih menunggu jawaban dari keheningan yang tercipta secara tiba-tiba. Ikmal senantiasa menatap lekat pada binar sahabatnya yang tak lagi sama, di sana. Tirta punya embun di kedua mata yang telah kehilangan sinarnya. Percuma saja Tirta bukan lagi dirinya binar indah pada kedua mata kini hilang sepenuhnya.

“Gue enggak bisa lama–lama di sini, Mal. Takutnya nyusahin Buna sama Ayah lagian gue juga udah enggak kenapa–kenapa. Gue masih punya orang tua,” kata Tirta setelahnya yang langsung di angguki mantap oleh Ikmal.

Namun, Ikmal baru sadar bila Tirta hendak keluar kamar kemudian meninggalkan rumahnya yang penuh akan kenyamanan nan kebahagiaan. Berpindah pada rumahnya sendiri bak neraka Jahannam, Ikmal tidak ingin bila nantinya Tirta kembali kesakitan. Tentang keadaannya saja yang belum pulih keseluruhan. “Tirta! Buna masih pulangnya lama dan ... apa salahnya tunggu Buna pulang. Gue cuma takut Buna jadi khawatir sama keadaan lo yang bahkan belum sepenuhnya baikan.”

Tirta mendekati Ikmal menepuk pundak lebar sahabatnya penuh kelembutan. Dan berusaha menyakinkan bila dirinya baik-baik saja, ia tidak ingin berlama-lama biar bagaimana pun juga. Ikmal hanya sebatas sahabatnya tidak lebih dari segalanya.

“Bilang aja sama Buna, gue udah baik-baik aja. Makasih atas semuanya karena udah mau nampung gue kayak gini, rasanya gue malu sendiri.” Tirta terkekeh hambar menatap Ikmal yang nyatanya menyimpan kekesalan.

Jujur saja Ikmal tidak ingin sendirian. Kehadiran Tirta di rumahnya sungguh membuatnya merasa bahagia, seperti indahnya surga dunia. Namun bila ini sudah keputusan Tirta bagaimana mungkin Ikmal menahannya. Dengan helaan napas yang sengaja di tarik kasar dan menggenggam jemari Tirta kencang meski sedikit kegelian.

“Masih inget, 'kan. Apa kata dokter lo butuh pemulihan selama seminggu tulang rusuk lo itu—”

“Yang ngrasain itu gue, Mal. Sekarang udah enggak sakit lagi kayak pertama kali gue bangun dari pingsan, lebay banget cuma ketimpa barang langsung beginian. Sumpah, ya. Malu gue sama otot sendiri.” Lagi dan lagi Tirta terkekeh di ujung frasanya ia juga tak henti-hentinya berusaha membuat Ikmal tak lagi mengkhawatirkannya.

Terdiam sejenak karena Ikmal masih sama tetap bersikeras menahannya. Tirta tahu bagaimana perasaan sahabatnya, akan tetapi bagaimana pun juga ia masih punya rumah untuknya berpulang.

“Ya udah. Lo boleh pulang tapi gue yang ngantar!”

──────── ('A`。 ────────

Sudah lama sekali Tirta tidak memasuki kamarnya. Sebenarnya ia rindu nuansa abu-abu dekat dindingnya menciptakan kehangatan meski terkadang tidak berakhir demikian, kamarnya tidak berantakan. Seperti apa yang sempat Tirta bayangkan ia yakin bila Dita yang selama ini membersihkan kamar. Bahkan wanita itu langsung menyambut kepulangan ketika dirinya baru saja memasuki halaman depan.

Setelah masuk ke dalam kamar dan di bantu dengan Ikmal meletakkan barang bawaan. Tirta tidak berpikir lama-lama langsung merebahkan tubuh lelahnya di atas ranjang, sembari memijat hidungnya yang terasa pegal. Ada Talita yang juga ikut bersama mereka gadis itu bersikeras menolak bujukan Ikmal, yang katanya tidak akan membawanya ke rumahnya tetapi di ganti untuk berkeliling kota. Usai mengantarkan Tirta sampai ke rumahnya.

Gadis itu mengikuti Dita membantu wanita baya yang seharusnya di panggil dengan sebutan Mama oleh Tirta. Membantunya membuatkan makanan serta minuman untuk Tirta dan juga Ikmal, Talita sudah begitu lihai ia melakukan dengan ketelatenan dan membawakan semangkuk soto ayam kesukaan Tirta.

“Guma bisa buat ini kami, Ta, Mal. Jadi tolong di makan gue seharusnya bawa bahan-bahan masakan biar enggak keteteran,” ujar gadis bersurai sebahu itu.

“Salah siapa ikut. Padahal kan enggak ada yang ngajakin,” sambung Ikmal tiba-tiba sambil menatap sinis ke arah Talita.

Merasa di sindir oleh perkataan Ikmal. Talita pun merasa kesal, gadis itu kemudian menginjak kakinya tanpa berperasaan.

“Argh! Sakit, Ta.”

Sembari menyeringai dan meniupi kuah soto yang berada di atas sendok untuk segera ia suapkan ke mulut Tirta, Talita pun berkata. “Makanya enggak usah belagu, wek.”

Keduanya tertawa saling bercanda dan mrngejek satu sama lainnya. Melihat mereka bahagia entah kenapa Tirta merasa lega, rupanya ia masih bisa merasakan kebahagiaan. Ia pikir ia akan berakhir demikian tanpa menjumpai happy ending pada kehidupan, rupanya Tirta salah besar. Sedangkan Dita yang tidak sengaja melihat keduanya tanpa sengaja sudah menghibur Tirta.

Membuat Dita benar-benar merasa lega dan bahagia. Ia tidak pernah melihat Tirta tersenyum begitu lebarnya secara cuma-cuma, pertama kali ia melihat Tirta. Anak itu sangat berbeda cenderung bersikap dingin dan tidak banyak berujar. Ia akui bila Tirta itu telah bahagia berharap jika nantinya anak itu pun akan baik-baik saja.

──────── ('A`。 ────────

Kepulangan Talita dan Ikmal menjadi akhir dari kegaduhan di dalam kamar Tirta. Sang pemiliknya telah terpejam, mengistirahatkan tubuhnya yang pastinya sangat kelelahan. Dita mengetuk pintu tersebut pelan akan tetapi tak kunjung di bukakan merasa bila Tirta telah terlelap.

Wanita itu pun memutuskan untuk langsung masuk ke dalam kamar, mencari skalar sebagai penerangan kamar dan mendapati Tirta yang memang sudah benar-benar terpejam. Dita melangkahkan kakinya perlahan kemudian duduk di atas ranjang, menyingkirkan beberapa helai rambutnya yang memanjang.

Tanpa sadar karena sudah terlalu menaruh akan kasih sayang. Dita pun mendaratkan belah bibirnya di atas dahi Tirta, mengecupnya lama dan mulai menggenggam jemarinya.

“Papamu memang kasar, Ta. Dia juga yang udah bikin kamu terluka, tapi sekuat apapun Papa. Mama juga bakalan berusaha membuat kamu bahagia sama seperti Dirga di mata Mama. Kalian itu sama saja dan—” Dita tak kunjung melanjutkan ucapan. Karena sejatinya ia sudah meluruhkan air matanya sendiri menjadi hujan.

Menghapus basahan di pipinya perlahan sembari menatap rupa indah sang putra. Tirta bukan anak yang pandai menyimpan rasa sakitnya, bukan juga anak yang berbohong bila dirinya baik-baik saja.

“Sejujurnya Mama suka sama kejujuran kamu. Kamu enggak pernah berbohong tentang rasa sakit, tentang ke-tidak adilan kamu hidup setelah Mama Tania meninggal.” Frasanya lagi-lagi tak mampu terlanjutkan, Dita memutuskan untuk segera keluar.

Ia takut bila Tirta mendengar isakan yang bertambah kencang dan membuatnya terjaga di tengah malam. Dita sempat meraba surai putra tirinya, merasakan sendiri sensasi hangat yang begitu ketara. Menandakan bila sebenarnya Tirta masih belum baik-baik saja. Akan tetapi Dita tidak mungkin berlama-lama di kamarnya.

Sebab Raka akan segera pulang. Suaminya selalu pulang malam, dan terkadang mengajak Dirga yang katanya kesepian. Dita tidak ingin Raka datang masuk ke dalam kamar kemudian mengusik Tirta yang sedang terpejam dengan damai. Dita akan memastikan bila Tirta baik-baik saja apapun caranya, “sebisa mungkin Mama bakalan berusaha menjadi Mama yang terbaik buat kamu, Ta. Walaupun sekarang belum bisa setidaknya Mama bakalan berusaha.”

Ketika Dita menutup pintu dan langkah kakinya tak lagi terdengar, Tirta membuka binar. Padahal ia sama sekali belum bisa terpejam. Tiba-tiba saja rasa pening menyerang itu sebabnya ia belum juga terpejam. Tirta menatap pintu yang sudah tertutup dari luar, memperhatikan sekali lagi kepedulian Dita yang sempat diberikan.

“Tante Dita bukan Mama. Sampai kapanpun Mama Tania enggak akan bisa digantikan oleh siapa-siapa.”

Typo, abaikan. Bakalan ada perbaikan ya-walaupun entah kapan, yang terpenting selamat tinggal berjumpa lagi di hari berikutnya

— Selasa, 8 Februari 2022 —

Continue Reading

You'll Also Like

959K 88.2K 41
Olivia si gadis nakal dengan citra buruk di mata semua orang. Suatu hari, ia mengalami kecelakaan dan masuk ke dalam dunia novel sebagai tokoh figura...
19.9K 1.6K 30
menceritakan regie yang menyukai seorang ketos di sekolah nya,dan cinta yang bertepuk sebelah tangan karena ketos yang ia sukai menyukai orang lain y...
30.3K 1.1K 21
Sebuah cerita tentang kebinalan sosok Bian. Remaja awal SMA yang berparas tampan dan imut berkulit putih mulus yang selalu dapat menangkap mangsa par...
17.4K 1.4K 31
seorang gadis yang hidupnya terlalu berat untuk di jalani namun ia mempunyai sahabat yang selalu ada untuknya baca aja deh JANGAN DI BAWA KE REAL YA