Danum Senja

By aldinawa

19.1K 3.3K 3.7K

"Jangan dulu hilang dari bumi, ya? Aku sudah mulai cinta." -Danum Senja Highest Rank #1 - Lifestory out of 2... More

01 - AWA(LAN)
02 - PANGERAN ROTI SOBEK
03 - GADIS TUNAWISMA
04 - AKU SAJA
05 - PERINGATAN
06 - SEHARUSNYA AKU
07 - PERGI
08 - SEKALI LAGI
09- MABUK KETAN(?)
10 - JANGAN MANJA
11 - Kenapa Nggak Coba?
12 - Kalau Sama Terus Apa?
13 - Janji dan Maaf
15 - Him
16 - Beruntung Bertemu
17 - Better Than What?
18 - Kita Nanti
19 - Second Chance
20 - Foto Keluarga
21 - Janji Lagi
22 - SALAH KU
23 - BENCI SEKALI
24 - ULANG TAHUN
25 - GAGAL DIRAYAKAN
26 - JANGAN DULU MATI
27 - TUHAN, TOLONG
28 - BENTUK KETERTARIKAN

14 - Capek

538 116 60
By aldinawa

•••••

Gue kuat, tapi gue cape.

•••••

"Suka sama dia sama sekali nggak menguntungkan buat lo, Nath." cetus Arka tanpa basa-basi. Mengutarakan apa yang dia pikirkan. Menurutnya, Nathan perlu diberi peringatan jika sudah tentang Senja.

Nathan menoleh, menginjak putung rokok yang baru saja dia jatuhkan. "Gue suka dia tanpa pamrih."

Arka menarik sudut bibirnya. Disertai kekehan kecil yang terdengar seperti sebuah cemohan. "Jatuh cinta emang terlalu bahaya. Bahkan laki-laki yang katanya mahluk paling nengandalkan logika aja bisa sebodoh ini setelah kenal cinta."

Nathan mengangguk saja. "Senja terlalu indah buat nggak diperjuangkan. Dia terlalu berharga buat ditinggalkan gitu aja."

"Gue cinta dia tanpa rencana, Ka."


•••••


Senja menghentikan langkah kala melihat beberapa orang berdiri didepan rumahnya. Meski cahaya malam yang minim, dia cukup hapal dengan bentuk manusia-manusia disana.

"Sial!" Senja berdecak. Dia bersembunyi dibalik pagar, memastikan wajah orang-orang yang mengelilingi rumahnya.

"Rentenir setan!"

Hanya satu yang perlu dilakukan. Pergi dari sini sebelum dirinya diseret untuk ikut bersama bedebah-bedebah itu.

Srekk!

Ranting kayu sialan. Dia memejamkan mata menahan kesal, juga berpikir bagaimana nasibnya setelah ini.

"Itu anak Juna!" sontak Senja berlari. Beberapa kali terjatuh karena kalang kabut. Dia belum siap, tapi sudah dikejar saja.

"Bangsat." desisnya sambil beberapa kali menoleh ke belakang. Ini adalah definisi olahraga malam yang sebenarnya.

Senja terkejut bukan main saat jalannya dihadang. Tangannya ditarik kencang kedepan. "Naik!"

Dia menyentak keras cekalan manusia diatas motor itu. "Ini aku. Ayo, buruan naik!" Senja menyipit, menatap sepasang mata dihadapannya dengan sedikit terengah.

Galang kembali menarik Senja tak sabaran. Membuat gadis itu mau tak mau duduk di jok belakangnya. "Buaya lo!" Senja memekik. Kaget, saat Galang menarik gas dengan kasar secara tiba-tiba yang membuatnya refleks memeluk cowok itu.

Galang tersenyum. Dia merindukan Senja lebih dari yang terkira.

"Kita kejar sekarang, Bos?" Gaha, rentenir sekaligus germo itu menggeleng.

"Terlambat. Dia pasti sudah jauh." anak buahnya mengangguk patuh. Kesal? Jelas, iya. Berkali-kali mereka mendatangi rumah ini. Tapi baik Juna ataupun Senja tak bisa membayar apapun.

"Lolos lagi. Saya pastikan gadis itu akan menjadi bayaran yang setimpal untuk semua waktu yang saya habiskan tanpa hasil."

•••••


Sebuah angkringan tua menjadi tempat pemberhentian mereka. Cukup jauh Galang membawa gadis itu pergi. Senja tak mau diantar pulang dan berkali-kali meminta waktu sendiri. Yang benar saja, mana mungkin dia meninggalkan Senja sendirian. Ini sudah malam.

"Mereka siapa?" tanya Galang memulai percakapan. "Rentenir," gadis itu menyahut enteng.

"Rentenir?"

"Ayah gue masih suka judi. Uangnya dari mana kalau nggak dari ngutang. Kerja aja nggak pernah." Galang menoleh. Menatap Senja yang memandang lurus kedepan dengan tatapan kosong.

"Kenapa mereka kejar kamu tadi?" dia bertanya lagi, kali ini terdengar lebih pelan. Senja menyunggingkan senyum kecil. "Mau dijual kali, itu juga kalau gue laku."

Kedua mata cowok itu menyipit. Menatap tajam kearah Senja, "Kamu lagi bercanda? Emang lucu?"

"Tuhan suka bercanda sama gue." gadis itu menyahut, masih dengan senyum yang sama. Galang makin gusar dibuatnya. Dia benci melihat Senja tersenyum seperti ini. Galang tidak suka melihat senyum itu sejak dulu. Tidak suka sama sekali.

"Bilang sama aku kalau itu semua nggak benar, Ja." cowok itu menghadap kearah Senja. Mengguncang pelan bahu gadis berjaket hitam di sampingnya.

"Dunia gue makin kacau." celetuk Senja dengan kedua tangan yang sibuk menghapus jejak tangis di pipi tembam miliknya. "Gue berusaha percaya kalau semua ini bakal ada jalan keluarnya. Walaupun nggak begitu yakin kalau boleh jujur,"

"Semua pasti ada jalan keluarnya. Masa sulit kayak gini bakal lewat, dan aku yakin kamu kuat." mendengar penuturan Galang malah membuat tangisnya semakin deras, sama hal dengan tawanya.

Senja mengangguk, "Gue kuat tapi gue capek."

•••••

Cewek dengan rambut coklat yang tergerai hingga batas punggung itu menatap sang kekasih yang baru saja masuk ke dalam kelas. Tatapan Laurent menyipit kala Galang hanya melewatinya. Melirik pun tidak.

"Babe!" sedikit menyentak, kesal karena Galang terus mengabaikannya. "Apa lagi?"

Alis Laurent bertaut membentuk kerutan jelas pada keningnya. "Come on, Lang! Kita harus bicara. Kasih tau aku salahnya dimana?"

"Nggak ada yang salah sama kamu." kekasihnya itu menyahut cepat. Terdengar datar tanpa emosi. "Disini aku yang salah. Itu alasan aku ngehindar dari kamu."

"Menghindar nggak akan bikin masalah kita selesai."

Galang mengangguk. Matanya yang sejak tadi menatap wajah Laurent akhirnya berpaling. Menghindari tatapan sang kekasih. "Iya aku tau. Aku juga sadar ini nggak akan ada ujungnya." kalimat cowok itu berhenti, seperti tertahan.

"Masalah kita cuma bisa selesai kalau aku sama kamu juga selesai."

Dan, iya. Apa yang dia takutkan benar terjadi hari ini. Kalimat itu akhirnya lolos dari bibir Galang, "Maksudnya apa? Kamu mau putus?" suara Laurent meredup. Matanya bergerak tak tentu, dia benar-benar tak menyangka.

"Kamu bakal lebih baik tanpa aku."

"Kata siapa?"

"Aku tau kamu capek, Lau. Aku tau itu,"

Laurent menipiskan bibir berbalut lipgloss miliknya untuk menahan diri agar tak menangis sekarang. Menangis hanya akan memperburuk komunikasi diantara mereka. "Masih Senja, Lang?"

Galang menoleh. Melirik sebentar kearah gadis didepannya, "Aku nggak tau caranya berhenti buat suka dia. Bahkan saat kita pacaran, aku masih berharap dia yang ada diposisi kamu."

Sakit? Jelas sekali. Matanya terasa panas mendengar pengakuan itu. Kalimat Galang begitu menyakitkan. Melihat semua perlakuan sang kekasih, mana mungkin dia menyangka jika cowok itu masih menyimpan perasaan pada Senja. Dan perasaan itu lebih besar dari yang seharusnya dia terima.

"Aku kira kamu cuma butuh waktu. Ternyata bukan aku yang kamu mau." ucapnya disertai senyum kecut, menahan tangisnya mati-matian.

"Aku sayang kamu. Tapi cinta aku masih buat dia."

Cewek itu mengangguk kuat. Tangannya mengudara sebagai tanda agar Galang berhenti bicara. "Udah, udah."

Laurent gagal menahan tangisnya. "Aku udah kasih semua cinta yang aku punya. Berharap kamu bisa lupa sama dia. Ternyata salah, ya?"

"Maaf. Aku minta maaf."

Pemandangan itu tak luput dari mata anak-anak. Kebanyakan memilih pergi, meski mereka terkejut melihat seorang Laurent menangis. Benar, Laurent menangis. Kejadian aneh dan langka bagi mereka. "Kamu berhak bahagia, tanpa aku."

Dia mendongak. Menatap wajah cowok itu lamat dengan mata yang memerah. "Bahagia aku itu sama kamu."

•••••

Dua gadis setengah gila yang sialnya bersahabat tengah melakukan unboxing pada paket yang Dila dapatkan. Sengaja membawa paket itu ke sekolah, demi bisa memberikan bubble wrap pada Senja. Kurang baik apa lagi coba?

"Buka dikelas aja, deh, Dil." gadis dengan rambut dikuncir asal itu berseru. Senja lelah sekali kalau boleh jujur.

Seolah tak mendengar luapan kekesalan dari sang sahabat, Dila masih sibuk memoles liptint pada bibir tipis miliknya.

"Anjir! Cakep banget, 'kan?" cewek itu memekik kegirangan. Membuat Senja memutar mata malas.

Dila mengacungkan dua produk pewarna bibir ditangannya pada gadis lusuh yang bersandar pada dinding wastafel. "Lebih cantik ini apa yang pertama?"

"Lebih cantik orang yang dia suka, lah." Senja menjawab asal. Membenarkan posisi sandarannya.

"Lebih cantik masa lalunya." cewek yang tengah melakukan riview produk itu menambahi dengan senyum masam.

"Lebih cantik cewek yang sering dia ajak curhat, lah!"

"Lebih cantik yang suka jadi pahlawan!"

Senja mengernyit. Menatap Dila yang terlihat begitu menggebu-gebu menyahuti ucapannya sendiri. "Bacot! Gue paling cantik, nggak bisa dibandingin sama siapapun."

Seolah sadar jika ini adalah emosi pribadi dari sang sahabat. Gadis dengan kantung mata yang terlihat menghitam itu tertawa. Nyaring sekali. "Jadi ini alasan lo tiba-tiba nafsu buat diakui cantik?"

Dila melirik Senja sekilas. Diikuti hela nafas panjang yang lolos dari bibirnya. "Selera dia yang cantik, sedangkan gue cantik banget. Itu udah cukup buat jadi alasan kenapa dia nggak milih gue, 'kan? Gue bukan tipenya."

Lagi, Senja menyemburkan tawa. Ini adalah galau berkedok self love yang sesungguhnya.

Tawa gadis itu berhenti. Bukan tanpa alasan, melainkan karena orang lain masuk dengan mendorong kasar pintu toilet.

Mereka terkesiap. Menatap siswi yang baru saja masuk dengan mata basah yang sudah memerah. "Laurent? Lo kenapa?" pertanyaan itu spontan lolos dari bibir Senja.

Tentu dia tak mendapatkan jawaban apapun selain tatapan dingin yang menyiratkan ketidaksukaan. Laurent berlalu, masuk ke dalam salah satu bilik toilet.

"Itu beneran nangis?" tanya Dila keheranan. Senja mengedikan bahunya, "Bulu matanya masuk mata kali. Salah siapa bulu mata pake segala disambung gitu."

"Apasih, bego. Eyelash namanya," koreksi Dila cepat. "Atau---jangan bilang dia putus sama Galang?"

"Rumah tangga mereka kayanya nggak sakinah, mawwadah, warrahmah. Soalnya dia ngerebut Galang dari lo." Dila berceloteh lagi. Membahas masalah yang masih terus dia ingat.

"Galang nggak pernah jadi punya gue. Laurent nggak ngerebut siapapun. Udahlah, nggak usah dibahas. Bukan urusan kita."

Cewek cantik itu menatap sahabatnya dengan sebelah alis terangkat. "Yakin? Kalau mereka beneran pisah, apa lo bakal terima dia lagi?"

•••••

Nathan menatap gadis berantakan disampingnya tanpa kedip. Membuat sang empu berkali-kali menghindari tatapannya karena tak nyaman.

"Mata lo nggak sopan!" bukannya berhenti, cowok itu semakin menyipit. Memperhatikan Senja dengan perasaan cemas.

"Jangan lihatin gue kayak gitu, gue nggak suka." ketusnya berusaha menghadang wajah dengan sebelah tangan.

"Senja kenapa?" pertanyaan itu berhasil menghentikan pergerakannya. Membuat sorot sepasang mata almond milik Senja meredup.

"Nggak tidur lagi? Sekarang kenapa? Coba cerita," cecar Nathan dengan intonasi yang lebih halus dari sebelumnya. "Let me know."

Senja menggeleng tegas, "Jangan kayak gini. Gue capek nangis." jawaban lugas gadis itu yang selalu berhasil membuat Nathan tercengang.

"Lo tau gue cengeng, 'kan?" imbuh Senja menatap manusia disampingnya bersungguh-sungguh. "Tolong, berhenti tanya keadaan gue."

"See? Lo sendiri mengakui kalau lo emang lagi nggak baik-baik aja." Nathan mulai memaksa gadis itu jujur dengan keadaannya sendiri. Dia hanya tidak ingin melihat Senja lebih lama berpura-pura.

"Gue disini, Senja."

Buku yang semula dia baca kini beralih fungsi. Senja menyembunyikan wajahnya dibalik buku, menangis saat itu juga.

Nathan memilih diam memperhatikan diawal. Namun setelah melihat bagaimana tubuh gadis itu bergetar dengan suara tangis yang tertahan membuat nalurinya sebagai laki-laki bekerja. "Sakit? Jangan ditahan, nggak akan ada yang denger."

Posisi mereka yang semula duduk bersampingan kini berhadapan. Senja menyandarkan kepalanya dibahu Nathan dengan suara tangis yang masih sebisa mungkin dia bungkam.

Nathan menghela nafas kasar. Dia tidak suka melihat kebiasaan Senja yang selalu menahan suara ketika menangis. "Jangan dibuat makin sakit," gadis itu membekap mulutnya sendiri, kuat sekali.

Dia memejamkan mata begitu mendengar tangis sesenggukan milik Senja. Tangisan itu diiringi rintih dan jerit samar. "Gue capek... Capek banget... " keluh sang gadis dengan suara parau.

Perlahan tangan Nathan terulur, mengusap kepala gadis itu perlahan. Namun ada hal lain yang menyita perhatiannya. Dia bersumpah hanya mengusap rambut Senja.

Rontok? Puluhan helai rambut milik sang gadis terjebak diantara sela jari panjangnya. Hanya karena sebuah usapan? Apa ini masuk akal?

•••••

Iya tau, saya lama nggak update.

Maaf. Okay?

terimakasih sudah menunggu, sayang banyak banyakkk.

#DanumSenja
#tbc

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 237K 38
Tidak ada yang bisa menebak sifat Drystan sebenarnya. Cowok itu ... terlalu hebat berkamuflase. Drystan bisa bijaksana, galak, manja dalam satu waktu...
4.4M 98.4K 48
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
901K 64.2K 63
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
2.4M 132K 29
Madava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dike...