CERPEN

By NanasManis98

494K 43.3K 2.7K

Kumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN... More

SALAM MANIS
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CEPREN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA

CERPEN : AURORA

4.1K 457 13
By NanasManis98

Part 3
_____

Dengan mengendap-endap, Aurora keluar dari kamar. Memeluk erat selimut. Tatapannya jatuh ke arah Ardan yang tidur di luar. Tidur di atas ranjang yang sudah didorong mendekat ke arah tembok. Pun kursi yang ada di ruang tamu itu juga telah disusun rapi hingga jaraknya begitu dekat dengan TV.

Ardan tidur miring, dengan posisi menghadap ke arah dinding. Aurora pun melanjutkan langkahnya dengan pelan. Lalu melebarkan selimut saat berada di dekat Ardan. Menyelimuti badan Ardan tanpa membuat Ardan bangun.

Bibirnya mencebik sedih. Pun merasa bersalah karena membuat Ardan marah. Bahkan tidak menemaninya tidur di kamar. Meski Aurora belum tidur karen tadi berdiam diri di kamar.

Aurora memutar tubuhnya, hendak kembali melangkah menuju ke kamar, tapi mengurungkan niatnya. Ia pun naik ke ranjang tersebut. Masuk ke selimut yang sama dengan Ardan. Kemudian memeluk Ardan dari belakang.

Merasakan tubuh Ardan tersentak, ia semakin mengeratkan pelukannya dan menyembunyikan wajahnya di punggung Ardan.

"Ra ..." Suara Ardan terdengar serak, kepalanya menoleh ke belakang. Meski pencahayaan hanya berasal dari lampu teras, ia bisa tau jika yang memeluknya saat ini adalah Aurora. Mencoba melepaskan pelukan Aurora, tapi istrinya itu semakin mengeratkan pelukannya.

"Ardan jangan lepas." Terdengar suara Aurora yang merengek, teredam dibalik punggungnya.

"Aku cuma mau mutar badanku, lepasin dulu." Aurora tidak melepas pelukannya, tapi mengendurkan pelukannya. Ardan pun memutar tubuhnya kemudian menunduk untuk menatap wajah Aurora. Karena Aurora enggan menatap wajahnya, ia pun menangkup wajah Aurora. Sembab.

Ardan menghela nafas pelan. "Kamu abis nangis?"

"En-enggak kok." Aurora menjawab dengan nada pelan. "Aku minta maaf bikin Ardan marah. Ardan jangan marah lagi, ya?"

"Udah gak marah kok. Tapi, kalau kamu mau beli sesuatu atau lakuin sesuatu minta ijin ke aku dulu, ya?" ujar Ardan lembut seraya mengusap pipi Aurora yang terasa dingin.

Aurora langsung mengangguk, kemudian menelusupkan wajahnya di dada Ardan. Kembali memeluk erat Ardan.

"Kita tidur di kamar aja," bisik Ardan kemudian duduk.

"Aku mau gendong," ujar Aurora manja seraya merentangkan tangannya. Seperti anak kecil yang minta digendong.

Ardan pun menggendong Aurora. Mereka kembali masuk ke kamar. Tidur saling berpelukan dalam satu selimut.

Aurora sedikit meregangkan pelukan, menatap Ardan yang juga belum menutup matanya. "Ardan beneran udah gak marah, kan?"

"Iya Sayang. Kalau marah gak bakal kupeluk kayak gini." Ardan tersenyum geli melihat Aurora yang menyengir.

Aurora pun menelungsupkan kepala di dada Ardan, kembali memeluk erat suaminya.

"Jadi, kamu mau gantiin uangnya Erik?" Aurora mengangguk setelah mendengar pertanyaan Ardan. "Banyak, ya?" Suara Ardan seperti bergumam, tapi Aurora tetap menyahut.

"Iya. Isi tabunganku banyak kok. Besok, aku ketemu Mami, terus nyuruh Mami biar Papi gak blokir kartuku lagi. Kalau Papi gak mau, aku bisa minta di Abang," ujar Aurora.

"Gimana kalau aku aja yang bayar? Cicil ke Erik, ya?"

Aurora kembali memundurkan kepala, ia membalas tatapan Ardan. Kemudian menggeleng. "Biar aku aja. Ardan gak usah pikirin."

Ardan menghela nafas pelan, ia menatap lamat Aurora. "Maafin aku ya."

"Kok Ardan minta maaf?"

"Gak bisa beliin kamu ranjang, lemari bahkan AC." Ardan mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Tatapannya tertuju ke langit-langit kamar.

Sementara itu Aurora diam mengamati Andra. Kini sepenuhnya menyadari kesalahnnya. Aurora beringsut kembali menempel pada Ardan. Memeluk suaminya itu yang langsung merengkuhnya dengan tangan kanan. Tetap berada di posisinya.

"Maafin aku, gara-gara aku, kamu gak hidup enak lagi."

"Ih Ardan berhenti deh minta maaf. Kan belum lebaran!" Aurora mencebikkan bibir. Ia menegakkan kepala, kembali menatap Ardan yang kini memainkan rambutnya yang terurai.

Jari telunjuk Aurora kini menari-nari di atas dada Ardan, ia menatap ke arah sana. "Anggap aja aku lagi mindahin barangku ke sini."

"Maksudnya?"

Aurora mengangkat pandangan. "Kan ini rumahnya Ardan, masa aku datang bawa diri aja."

"Ya kan kamu istriku." Tangan Ardan menyelipkan helai rambut di belakang telinga Aurora.

Aurora merona mendengar perkataan Ardan, ia kembali merebahkan kepalanya. Kini bukan di lengan Ardan melainkan di dada Ardan. Ia merasakan kepalanya diusap dengan lembut.

"Tapi masa aku cuma bawa diri di rumah ini ...," gumam Aurora.

Ardan pun mengalah, tapi kembali memperingatkan Aurora. "Tapi ke depannya jangan lagi, ya? Biar aku aja yang beli kalau kamu mau sesuatu."

Aurora sumringah, kembali menatap Ardan. "Iya Ardan."

Aurora merasakan tangan Ardan yang berada di belakang punggungnya mulai turun hingga ke bokongnya. "Ardan kenapa pegang pantatku?"

"Boleh, gak?"

Kening Aurora mengernyit, tidak mengerti dengan perkataan Ardan, ia mencoba memproses. Kini menatap lamat Ardan yang menunggunya.

Mendekatkan wajahnya pada Ardan, ia berbisik. "Bikin dedek bayi  ya?"

Dengan gemas Ardan memutus jarak wajah di antara mereka kemudian mempertemukan bibir mereka. Saling bertaut.

●•••●

Ardan terbangun, ia mengusap wajahnya dengan pelan kemudian menoleh ke arah Aurora. Tidak ada Aurora di sebelahnya membuatnya beringsut duduk. Turun dari ranjang, ia meraih baju kaosnya yang berada di ujung ranjang lalu memakainya.

Baru saja ia keluar dari kamar, ia mendengar suara benda jatuh dari arah dapur. Segera ia ke dapur, menyibak tirai hingga ia bisa melihat apa yang terjadi di sana.

Spatula yang berminyak tergeletak di atas lantai. Pun aroma hangus menyengat kuat. Di atas kompor terdapat wajan yang posisinya miring. Ada Alisha yang berdiri di sana menatap bengis Aurora yang diam berdiri kaku di hadapannya.

"Lo ..."

"Ini kenapa?" Ardan menyela Alisha, ia menatap tajam adiknya itu yang sepertinya ingin memarahi Aurora.

Aurora menoleh pada Ardan kemudian berjalan pelan, lalu bersembunyi di balik punggung Ardan seraya memegang ujung baju Ardan. "T-tadi wajannya hampir terbang," ujar Aurora mencicit.

"Kalau gak bisa masak, gak usah masak!" ujar Alisha sinis seraya membereskan kekacauan yang dibuat Aurora. Telur yang gosong membuat pantat wajan tersebut menghitam.

"A-aku cuma mau bikinin Ardan sarapan." Suara Aurora mulai bergetar, tapi tidak sampai menangis. Karena menahan tangisnya.

Ardan pun membawa Aurora masuk ke kamar, menenangkan tangan Aurora yang bergetar. Meremasnya dengan lembut. "Gak pa-pa kok," ujar Ardan.

"Gak tau kenapa wajannya mau terbang. A-aku hampir bikin rumah ini kebakaran."

"Gak pa-pa kok."

"Aku cuma mau bikin sarapan buat Ardan. Mau jadi istri yang baik buat Ardan."

"Iya Sayang, iya. Kamu gak usah nangis, ya?" Ardan kembali mengusap kepala Aurora. Lalu memeriksa tangan Aurora. "Kamu gak pa-pa, kan? Gak ada yang kena minyak?"

Aurora menggeleng pelan seraya mengusut ingusnya yang hampir keluar, ia mengusap kedua matanya. Terkejut dan takut yang ia rasakan saat ini. Tidak pernah terjun ke dapur dan tiba-tiba mau masak hingga membuat wajan hampir terbang dengan luapan api yang tadi dilihatnya.

Aurora menggeleng menjawab pertanyaan Ardan. Ia tidak terluka sama sekali, pun terkena minyak panas karena tadi langsung berlari. Alisha yang mematikan kompor tersebut.

"Aku ambilin air minum dulu, ya?" Ardan berdiri, lalu keluar dari kamar. Menuju ke dapur. Melihat Alisha yang kini mencuci piring serta wajan tadi.

Ardan membuka lemari piring kemudian meraih gelas.

"Istrinya Abang manja banget. Kenapa sih harus nikah sama dia?!" Ardan yang hendak menuang air berhenti, kini ia menatap Alisha yang berdiri di depan tempat cuci piring seraya bersidekap.

"Lebih baik kamu ngurus Aca. Bangunin dia. Nanti dia terlambat ke sekolah." Ardan tidak menanggapi perkataan Alisha, ia pun kembali menatap gelas. Menuang air ke dalamnya.

"Kalau aja Abang nikah sama Kak Sherina ..."

"Alisha!" desis Ardan tajam, kini kembali menatap Alisha. "Kamu jangan kurang ajar. Aurora itu istrinya Abang, berarti kakakmu juga. Lagian Aurora gak pernah berbuat sesuatu ke kamu, kenapa kamu benci sama dia?!"

"Karena dia manja. Gak cocok sama Abang!" balas Alisha masih sinis. Bahkan mengeraskan suaranya. "Masa udah gede gak tau masak?! Bahkan sampai bikin dapur hampir kebakaran! Harusnya kalau gak mau masak, dia nikah sama orang kayak juga ..."

"Alisha!" Ardan kembali menegur. "Jangan bikin Abang marah!"

Alisha menatap datar Ardan kemudian mendengus pelan, ia berjalan melewati Ardan. Sebelum keluar dari dapur, ia menoleh menatap Ardan. "Aku minta duit."

"Bukannya Abang udah ngasih kamu uang jajan buat seminggu?" Kening Ardan mengernyit menatap Alisha.

"Ya udah habis."

"Astaga Sha, harusnya kamu hemat dong. Kamu kan tau Abang cuma tukang ojek, apalagi sekarang punya istri."

"Tapi kan istrinya Abang orang kaya! Minta duit ke dia deh!"

"Alisha kamu bener-bener bikin Abang marah!" Suara Ardan mulai meninggi, kini mendekati Alisha.

Mata Alisha balas menyorot tajam Ardan, menunjukkan jika ia tidak takut pada kakaknya itu.

"Ingat! Kamu cuma punya Abang." Setelah mengatakan itu, Ardan keluar dari dapur dengan membawa segelas air untuk diberikan pada Aurora.

●•••●

Aurora cemberut.

Telah menelepon Mami agar Mami membujuk Papi untuk membuka blokir kartu debitnya.

Aurora tau jika tidak semudah itu. Pasti tidak bisa hari ini Mami meluluhkan Papi. Karena Papi benar-benar marah padanya. Mengambil keputusan menikah dengan Ardan meski Papi menentang.

"Kamu mau nelpon siapa?" tanya Ardan saat ia menempelkan ponsel ke telinga.

"Abang," jawab Aurora masih menunggu Orion menjawab panggilannya. Ia menatap Ardan yang masih tinggal. "Kok belum berangkat?"

"Kamu gak mau keluar?" Ardan malah balik bertanya.

"Keluar ke mana?"

"Ya ... ke rumah temenmu. Soalnya kalau di sini kamu sendirian. Aca sama Alisha ke sekolah."

"Tapi Aca pulangnya jam sebelas, kan?"

"Ini masih jam delapan. Masih ada tiga jam. Kamu beneran gak mau keluar?"

Aurora pun menurunkan ponsel dari telinganya karena Orion tak kunjung menjawabnya. Ia mengangguk. Akan keluar.

"Kamu mau ke mana?" tanya Ardan seraya memasang helm pada kepala Aurora. Tidak lupa mengunci pengaitnya.

"Ke kafenya Shiro." Ardan mengurungkan niatnya naik ke motor, ia menatap Aurora.

"Ngapain ke kafenya Shiro?"

"Mau gangguin Shiro." Aurora terkikik.

"Ke tempat temenmu yang cewek aja, ya?"

Aurora berpikir sejenak.

Freya sudah pasti sibuk di rumah sakit. Kalea juga sibuk di studio membantu kakaknya. Citra mungkin tidak sibuk, tapi Citra lagi hamil, butuh istirahat total, jadi ia tidak akan mengganggu Citra.

Terakhir Megumi, sahabat sekaligus kakak iparnya itu sekarang sibuk apa ya?

"Ke rumah Gumi aja."

Ardan pun mengantar Aurora ke rumah Megumi. Tiba di sana, Aurora turun dari motor. "Nanti aku pulang sebelum Aca pulang."

"Iya. Nanti kujemput."

"Eh gak usah. Biar nanti aku suruh Gumi anter aku. Ardan hati-hati, ya?" Aurora memajukan wajahnya, hendak mencium Ardan. Ia terkantuk karena helm yang ada di kepalanya juga di kepala Ardan saling terbentur. Aurora terkikik, begitupun Ardan. Ardan melepas helm dari kepala Aurora, kemudian memajukan wajahnya untuk mengecup bibir Aurora.

Aurora memeluk helmnya dengan hati berbunga-bunga.

"Hei! Hei! Jangan mesum di depan rumah orang!" Teguran tersebut menyentak mereka. Sosok Megumi yang berkacak pinggang menatap ke arah mereka. Aurora merona malu, sedangkan Ardan langsung pamit.

Aurora melambaikan tangan pada Ardan, kemudian menghampiri Megumi. "Gumi!" sapanya dengan ceria.

"Gimana malam pertama lo? Sampai jam berapa?"

>>>>>>THE NEXT PART 4<<<<<<

Continue Reading

You'll Also Like

100K 1.9K 17
[One Shoot] [Two Shoot] 1821+ area❗ Adegan berbahaya ‼️ tidak pantas untuk di tiru Cast : Taehyung (Top) Jungkook (bot) # 1 oneshoot (23/05/2024) #...
365K 10.3K 66
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.
182K 388 5
1.7M 126K 57
Ini tentang Jevano William. anak dari seorang wanita karier cantik bernama Tiffany William yang bekerja sebagai sekretaris pribadi Jeffrey Alexander...