CERPEN

Da NanasManis98

494K 43.3K 2.7K

Kumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN... Altro

SALAM MANIS
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CEPREN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA

CERPEN : AURORA

12.4K 558 26
Da NanasManis98

Part 1
_______

Aurora mencebikkan bibir sedih, meski Ardan berusaha menghiburnya. Tetap saja ia ingin menangis. Mengingat hubungan mereka yang tak kunjung direstui. Padahal sudah dua kali Ardan melamarnya di depan Papi. Malah berakhir dengan Ardan yang dipukuli Papi.

Merasa bersalah karena memberi saran pada Ardan agar pria itu mengatakan telah menidurinya.

Iya, memang mereka pernah tidur bersama, bahkan telah melihat tubuh tanpa sehelai benang satu sama lain, tapi sama sekali mereka tidak bertindak jauh.

Ardan berhenti saat malam itu.

"Kok Ardan berhenti?" tanya Aurora. Tatapannya begitu sayu pada Ardan yang sedang menindihnya. Ardan yang tak kunjung memasukinya.

"Maaf Aurora. Kita belum boleh lakuin ini," ujar Ardan lembut. Sebelum menarik tubuhnya, ia mengecup kening Aurora lalu turun dari atas ranjang. Memakai celananya.

"Ardan mau ke mana?" Aurora beringsut duduk menatap Ardan yang ingin keluar dari kamar.

"Ke kamar mandi. Tunggu bentar, ya?" Aurora mengangguk pelan, setelahnya Ardan keluar dari kamar meninggalkan Aurora yang terpekur dengan pikirannya.

"Hei." Aurora tersentak saat Ardan memanggilnya. Ia kembali menatap Ardan lewat layar ponselnya.

"Aku kangen sama Ardan," ujar Aurora manja. Sudah dua hari ia berada di rumah orang tua Megumi, selama itu juga tidak pernah bertemu dengan Ardan.

"Iya. Secepatnya kita ketemu. Sebelum itu aku mau ketemu Papi kamu dulu," sahut Ardan lembut. Tidak lupa pria itu mengukir senyum menenangkan.

Aurora mencebikkan bibirnya seraya mengedarkan bola matanya, kemudian menghela nafas pelan. "Em ... Ardan gimana kalau kita kawin lari aja?"

Di seberang sana Ardan mengerjap pelan. Tentu terkejut dengan perkataan Aurora. Kemudian mendengus geli. "Yang ada aku tinggal nama kalau aku ajak kamu kawin lari, Sayang."

"Ih jangan ngomong gitu!" protes Aurora.

"Ya makanya kamu yang sabar. Lagian Rion juga mau bantuin kita, kan?"

"Ka-kalau Papi masih gak restuin?" Dada Aurora berdebar cemas. Ia sangat cemas jika ketiga kalinya Ardan meminta restu pada Papi lalu Papi tetap menolak, maka Ardan akan berhenti berjuang.

Aurora tidak ingin kehilangan Ardan.

"Pokoknya Ardan harus berjuang! Walaupun Papi tetep gak ngasih kita restu. Kalau Ardan nyerah, aku bakal bunuh diri!" Aurora menambahkan. Menatap Ardan dengan ekspresi serius.

"Ya jangan Sayang. Kok kamu ngomong gitu? Aku gak suka, ya? Kamu harus percaya sama aku, oke?"

Aurora tersenyum lebar seraya mengangguk. Mendekatkan wajahnya ke arah layar. "Mau cium Ardan."

"Rora kamu ngapain?"

Aurora mengerjap pelan, ia menoleh ke arah pintu. Bibirnya masih dimajukan seakan minta dicium. Menatap Ami. Menyengir lebar, ia menunjuk ponselnya. "Lagi teleponan sama Ardan terus minta cium." Di seberang sana, Ardan yang mampu menghela nafas pelan seraya membuang pandangan. Merasa malu dilihat oleh ibunya Megumi.

Via mendengus geli. Pantas saja Iyo enggan Aurora menikah. Sikap Aurora masih saja polos.

"Kalau udah kelar, turun ke bawah, ya? Kita makan bareng."

"Oke Ami." Aurora mengacungkan jempol lalu kembali menatap layar ponselnya. "Ardan mana ciumnya?"

"Nanti aja kalau kita ketemu." Ardan mendengus geli melihat ekspresi cemberut Aurora. Mereka pun memutuskan sambungan karena Aurora diajak makan malam bersama dengan Abi dan Ami.

Bergabung di meja makan bersama dengan orang tua Megumi tersebut.

"Aku gantiin Gumi ya Abi, Ami? Mau jadi anak kalian," ujar Aurora di sela mereka makan. Mengerjap lucu menatap Abi dan Ami tergelak.

"Kok tiba-tiba ngomong gitu?" tanya Ami geli. Padahal usia Aurora telah dua puluh dua tahun, tapi ia merasa mengobrol dengan Aurora berusia lima tahun.

"Kalau kalian orang tuaku, pasti restuin hubunganku dengan Ardan, kan? Pasti sekarang aku udah nikah sama Ardan," sahut Aurora.

"Hei, kalau Abi jadi papa kamu, kamu udah gak pacaran sama Ardan." Perkataan Abi membuat Aurora terdiam. Mengerjap pelan, lalu tersadar. Kemudian menggeleng.

"Gak jadi." Menyengir lebar membuat Abi dan Ami kembali tertawa.

Seharusnya Aurora tidak lupa jika Abi pun tidak akan merestui hubungan Megumi begitu saja.

Mungkin kalau Orion bukan anak sahabatnya, sudah pasti Megumi pun tidak menikah dengan Orion.

Aurora meringis pelan. Kenapa sangat susah meminta restu?

●•••●

"Bukannya kamu udah siap nikah, Kak?" Aurora mengangguk pelan menjawab pertanyaan Mami. "Terus kenapa masih minta disisirin Mami?"

Menoleh ke belakang, sehingga Mami berhenti menyisir rambut panjangnya. "Kangen Mami," ujarnya manja lalu memeluk Mami. Sangat merindukan Mami. Karena mereka harus berjauhan. Mami yang menetap di Bali untuk menemani Nora.

"Kan kata Mami, kamu bakal jadi anak kecil terus di mata Mami. Walaupun kamu udah gede," ujar Aurora setelah mengurai pelukan. Ia tersenyum lebar. "Sampai kapan kamu mau diemin Papi?" Senyum Aurora luntur.

"Kak, dengerin Mami, ya?" ujar Kirana lembut seraya memutar tubuh Aurora menghadap ke arahnya, ia merapikan rambut Aurora menggunakan sisir lalu menyelipkan helaian rambut di belakang telinga Aurora. "Papi punya rasa cemas kalau kamu terlalu terburu-buru buat nikah sama Ardan. Apalagi pekerjaan Ardan ..."

"Kan? Bilang aja kalau Ardan miskin," sela Aurora cemberut. Hanya karena perbedaan sosial di antara dirinya dan Ardan, Papi enggan memberi restu. Pun Mami yang ikut-ikutan.

Aurora merebahkan tubuhnya, membelakangi Mami. Memeluk bantal guling dengan erat. "Papi gak sayang sama aku ...."

"Kamu jangan ngomong kayak gitu, Kak," tegur Kirana seraya mendekat, mengusap kepala Aurora dengan lembut. "Papi sayang sama Kakak. Sayang banget. Kalau Papi gak sayang, pasti dia biarin kamu nikah gitu aja. Tanpa menilai Ardan itu baik atau enggak. Apa dia mau berusaha, berjuang buat dapetin kamu."

Aurora berhenti menangis, tapi tetap pada posisinya. Diam mendengarkan Mami.

"Kamu tau kan Papi itu gengsian orangnya. Jadi dia gak ngomong secara langsung biar Ardan berjuang dapetin kamu."

"Kok Papi kayak gitu, Mi? Papi kan waktu mau nikahin Mami langsung dikasih restu sama Kakek, kan?"

Kirana meringis pelan.

Memang benar sih jika Iyo langsung mendapat restu dari Ayah ketika ingin meminang dirinya.

Aurora beringsut duduk hingga usapan Mami di kepalanya berhenti. Duduk menghadap ke arah Mami. "Tapi Mami restuin kan hubunganku dengan Ardan?"

Mami tersenyum lembut. "Apapun yang bikin kamu bahagia dan tersenyum, Mami akan setuju. Maafin Mami yang gak bisa bujuk Papi. Karena Papi keras kepala banget."

"Ih Mami gak usah minta maaf." Aurora menggeleng lalu memeluk Mami. Menyuruh Mami untuk merebahkan badan agar ia bisa leluasa memeluk Mami. "Mami, kira-kira kalau Ardan minta restu lagi, Papi bakal ngasih gak?"

"Iya," sahut Mami tidak lupa mengukir senyum lembut. Membuat Aurora ikut tersenyum.

Tapi ternyata ....

Tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Aurora.

Papi masih tidak memberi restu. Mungkin tidak akan pernah ....

Ardan memaksakan senyumnya. "Kamu tenang aja. Aku bakal berusaha biar ..." Perkataan Ardan berhenti saat tangannya yang hendak memegang tangan Aurora ditepis. "Ra."

"Papi keterlaluan."

Amarah menguasai Aurora. Ia yang sedari tadi berada di mobil segera turun. Megumi dan Ardan saling bertatapan, kemudian mengikuti Aurora yang masuk ke dalam rumah.

"Papi!" Kedua tangan Aurora terkepal kuat.

Papi yang hendak masuk ke dalam kamar tidak jadi.

"Akhirnya kamu pulang. Masuk ke kamarmu!" ujar Papi gak tegas.

"Aku gak mau!"

"Aurora!" Langkah Papi mendekat ke arah Aurora dengan sigap Mami menahan Papi sementara Orion berdiri di hadapan Aurora.

"Dek, masuk ke kamarmu," ujar Orion pada Aurora tapi Aurora menggeleng.

Menggeser tubuhnya agar bisa melihatnya Papi sepenuhnya. Menatap Papi dengan berani. "Papi restuin atau enggak, aku bakalan tetep nikah sama Ardan!"

Menoleh menatap Ardan yang telah berdiri di belakangnya, kekasihnya itu terlihat terkejut.

Papi menepis pelan tangan Mami yang menahannya. Menghunuskan tatapan tajam pada Aurora. "Terserah kamu. Lakuin sesuka hati kamu apa yang mau kamu lakukan kalau memang kamu gak mau jadi anak Papi lagi!"

"Mas!" tegur Kirana menatap protes Iyo. Iyo melenggang pergi, mulai melangkah menuju ke dalam kamar.

Aurora terdiam, menatap berkaca-kaca kepergian Papi yang diikuti Mami. Hatinya berdenyut sakit.

"Aurora," panggil Ardan pelan menyentak Aurora.

Aurora menarik Ardan keluar dari rumah tersebut seraya mengusap air matanya.

"Dek." Lengannya ditahan Orion membuat langkahnya berhenti. Ia menatap Orion.

"Kenapa Bang? Abang juga gak mau ngakuin aku jadi adik Abang?" Aurora menatap tajam Orion yang langsung menghela nafas kasar.

"Abang minta maaf karena gak bisa yakinin Papi biar ngerestuin kalian," ujar Orion lemah menatap sendu Aurora.

"Papi emang gak mau. Walaupun aku sujud di depannya. Emang dia gak sayang sama aku!" Kembali Aurora mengusap matanya.

Orion menghela nafas kasar. Papi memang sudah keterlaluan.

●•••●

Aurora dan Ardan menikah. Sangat sederhana, pun hanya dihadiri kerabat terdekat.

Meski tidak semewah pernikahan Orion, Aurora sama sekali tidak merasa iri. Bahkan menolak Ami yang ingin membiayai pernikahannya. Membuat resepsi yang begitu megah.

Aurora tidak memerlukan hal tersebut. Menikah secara sah dan pasangannya Ardan, ia sudah bahagia.

Tapi, ada yang membuat Aurora sedih.

Yaitu, ketidakhadiran Papi. Hanya Mami yang hadir memberinya dukungan.

Papi benar-benar tidak mau lagi berurusan dengannya. Seperti perkataan Papi beberapa hari yang lalu.

Aurora tersentak saat pipinya dicium, ia menoleh menatap Ardan yang duduk di sebelahnya.

Suaminya itu telah selesai mandi. Saat ini mereka berada di kamar Ardan. Tidak ada acara resepsi, pun mereka tidak ingin pergi ke hotel.

"Maafin aku, ya?" ujar Ardan seraya menggenggam erat tangannya.

Kening Aurora mengernyit mendengar perkataan Ardan. "Kok Ardan minta maaf?"

"Gara-gara aku hubungan kamu dengan Papi jadi renggang. Bahkan Papi gak hadir di pernikahan kita."

"Gak pa-pa kok. Bukan salah Ardan. Itu pilihan Papi mau dateng atau enggak. Kita gak bisa maksa, kan? Seperti aku yang punya pilihan buat tetap bersama Ardan. Gak ada yang bisa nentang hal itu. Aku pun gak bisa nentang pilihan Papi yang mau dateng atau enggak." Meski Aurora merasa sedih, tapi ia tetap tersenyum. Karena tidak ingin membuat Ardan bersedih, juga tidak ingin membuat Ardan merasa bersalah.

Ketukan pintu menarik perhatian mereka.

"Siapa?" sahut Ardan dan suara Aca terdengar. Memanggil mereka makan.

Keduanya keluar dari kamar. Aurora mengukir senyum manis pada Aca yang tersenyum malu menatapnya. "Ja-jadi Kak Rora tinggal di sini?"

"Iya Dek. Aca gak bakal kesepian lagi kalau Abang pergi kerja dan Alisha sekolah, ada Kak Rora yang nemenin," ujar Ardan seraya mengusap kepala Aca.

"Emang bakal tahan tinggal di sini?" Sahutan tersebut berasal dari Alisha. Memang adik Ardan yang satu itu tidak begitu menyukai Aurora. Entahlah kenapa Alisha tidak seperti Aca yang menerima Aurora.

"Alisha!" desis Ardan menegur adiknya yang mengambil makanan lalu keluar dari dapur tersebut. Memilih makan di depan televisi.

"Mending Ardan duduk," ujar Aurora tersenyum. Ia menyuruh Ardan untuk duduk. Menyiapkan makanan untuk Ardan. Kemudian beralih pada Aca yang tersenyum lebar langsung berterima kasih.

Aurora duduk di sebelah Ardan, tersenyum menatap suaminya tersebut. Meski makanannya sederhana, ia tetap memakannya.

Juga tersenyum melihat Aca yang lahap makan.

"Nasinya juga dimakan, Dek," ujar Ardan pada Aca.

Karena memakan ayam lebih dulu, daripada nasi alhasil lauk Aca habis. Gadis kecil itu melirik ayam yang masih tersisa. Merasa sungkan jika mengambilnya karena itu milik Aurora. Istri kakaknya itu belum mengambil ayam, hanya memakan ikan.

Melihat tatapan Aca tertuju pada ayam goreng tersebut membuat Aurora memberikannya.

"I-ini kan punya Kak Rora?" ujar Aca.

"Ambil aja. Lauk Kakak masih banyak kok," sahut Aurora menunjuk ikan goreng di atas piringnya.

"Jangan makan ayamnya aja," ujar Ardan membuat Aca menyengir.

Lalu pria itu memberikan ayam gorengnya pada Aurora.

"Makan yang banyak." Aurora kembali tersenyum membalas tatapan Ardan.

"Makasih Ardan."

"Jadi, Abang sama Kak Rora bakal punya anak?" Keduanya menoleh menatap Aca yang tatapannya begitu berbinar. "Kayak kakaknya Desi, pas udah nikah dia lahiran. Punya anak cewek."

"Iya. Nanti Kakak sama Abang bikin," ujar Aurora membuat Ardan tersedak segera Aurora memberi air untuk Ardan. "Iya kan, Ardan?"

"Hm." Ardan mengangguk pelan seraya tersenyum tipis. Membalas Aurora yang tatapannya begitu berbinar.

Aurora terlihat begitu antusias.

Tapi ....

Saat Ardan memasukinya, Aurora menangis.

Kenapa rasanya sakit?

Seingatnya, Citra mengatakan kalau rasanya 'enak'. Lalu kembali mengingat jika waktu pertama Citra dimasuki, katanya sakit.

Aurora pikir sakitnya tidak seberapa, tapi sangat luar bisa sakit, pun merasa tidak nyaman. Sesuatu di bawah sana membuatnya sesak.

"Anunya Ardan be-besar, a-anuku ngilu. Sakit." 

Ardan berhenti bergerak, ia menyeka air mata Aurora. "Maaf Sayang, ya udah kita gak usah lan ..."

"Tapi enak kok," Aurora menyengir. Meski merasa sakit, tapi ia mulai merasakan kenikmatan. Menunduk, ia bergidik ngeri melihat pemandangan di bawah dana.

'Punyanya' Ardan besar sekali. Tidak seperti dengan 'punya' orang yang videonya ia tonton kemarin.

Aurora menonton video dewasa biar tau hal-hal apa yang di lakukan saat suami istri berhubungan.

Atas rekomendasi dari Megumi.

Karena ia bertanya pada Megumi, Megumi hanya memberinya sebuah video dewasa. Menyuruhnya menonton video tersebut.

>>>>>>THE NEXT PART 2<<<<<<

Yuhuuu yang penasaran Aurora-Ardan after marriage merapat yuk

Juga yang kangen sama Aurora yang polos.
Apakah setelah Aurora nikah udah ga polos lagi?🌚🤭

Happy reading!

Salam manis,
NanasManis
-Jan 12, 2021-

Continua a leggere

Ti piacerà anche

207K 430 5
52K 322 5
oneshoot 🔞🔞 lanjutan Polos polos binal yang dihapus sama akun nya juga di hapus Karina X All Warning!!! 🌚🥵 penuh dengan uh ah
248K 15.6K 57
Tiada yang rela mengurus Pasha setelah bapak meninggal. Gadis itu terpaksa ikut dengan Winda ke ibu kota. Putus sekolah, mencari pekerjaan dan harus...