Bertaut [END]

By GalaxySastars

418K 19.9K 330

Isha dan Arsen adalah paket komplit yang saling melengkapi. Isha banyak bicara, sedangkan Arsen tidak memili... More

Prolog
Cast & Trailer
1. Permen mint
2. Dia gatel, jadi pengen garukin
3. Produk Baru
4. Seleksi OSN
5. Jadian
6. Sakit
7. Sampah yang tidak tahu diri
8. Berangkat OSN
9. Jangan pernah tinggalin gue
10. Arsen nggak ada akhlak
11. Cubitan maut Isha
13. Jangan senyum
14. Omelan Isha
15. Laki-laki paling hebat
16. Les SBMPTN
17. Lipstik
18. Mimpi buruk
19. Hadiah
20. Luangin waktu lo
21. Terlihat sempurna
22. Lo aman sama gue
23. Gue nggak suka!
24. Sebelum semakin menjauh
25. Frustasi
26. Tentang perasaan
27. Dibalik wajah polosnya
28. Meledak
29. Boleh peluk?
30. Posesif
31. Reuni
32. Strawberry campur cola
33. Parfum siapa?
34. Penjelasan
Epilog
Info
Trust Issue

12. Yakin kuliah?

7.9K 431 6
By GalaxySastars

Malam ini bintang tampak bertaburan di langit, menambah keindahan suasana saat ini. Dan kebetulan Isha dan seluruh isi rumahnya sedang makan malam bersama.

"Ibu di rumah nggak bosan kan?" tanya Vano.

Ibunya mengelengkan kepalanya sembari tersenyum, "Nggak kok bang, ibu juga mulai berteman sama ibu-ibu sekitar"

"Baguslah bu, pokoknya ibu jangan sampai kecapekan dan stress ya"

"Iya bang, kamu juga jangan kecapekan ya"

"Iya bu"

Begitulah percakapan antara anak sulung yang mulai jadi tulang punggung. Isha merasa bosan karena sejak tadi ia hanya diam, tidak berbicara maupun diajak bicara. Hal seperti ini sudah biasa terjadi.

Ia hanya akan diajak bicara ketika sudah selesai makan, yaitu disuruh mencuci piring.

Namun, Isha tiba-tiba teringat dengan rencananya untuk kuliah.

"Ibu" panggil Isha.

Ibunya menatap Isha dengan sisa senyum bangganya saat menatap Vano sebelumnya.

"Gimana kak?"

"Hmm, Isha pengen kuliah bu"

"Kamu yakin mau kuliah?" tanya ibunya meyakinkan Isha.

Isha menganggukkan kepalanya dengan mantap. "Kemarin Isha udah konsultasi sama wali kelas, katanya Isha bisa masuk kampus negeri asal mau berusaha keras. Dan kemarin nilai Isha banyak yang naik"

"Kuliah bukan hal yang cuman kamu lakukan setahun dua tahun loh, dek" timpal Vano.

Isha menghela nafas panjang. "Iya gue tau bang. Lagipula gue udah punya tabungan yang cukup untuk kuliah sampai lulus, lo tenang aja"

Ibunya Isha memegang tangan anak gadis satu-satunya itu, kemudian menatap Isha dengan lekat. "Dipikirin lagi kak, jangan sampai kamu menyesal ambil keputusan. Kamu lihat abangmu kan? Dia aja harus belajar sampai kayak gitu, apalagi kamu?"

"Memangnya Isha kenapa bu? Isha juga bisa belajar kok"

"Bukan gitu kak, ibu cuman nggak mau kamu kesulitan"

Isha tersenyum pahit sembari menatap ibunya, "Isha emang nggak sepintar abang bu, Isha bodoh dan Isha faham. Tapi bisa nggak sih ibu kasih kepercayaan sedikit aja buat Isha? Isha cuman butuh kepercayaan, biaya juga udah beres kok, Isha bisa cari uang sendiri"

"Yaudah terserah kamu ajalah kak" ucap ibunya pasrah.

Isha tersenyum pahit menatap ibunya yang mulai memalingkan pandangannya dari Isha, "Harusnya dari awal ibu bilang terserah aja, nggak perlu bandingin aku sama abang" ucap Isha kemudian segera membereskan meja makan dan segera pergi dari meja makan.

Suasana makan malam yang harusnya hangat, menjadi terasa menyesakkan dada.

Entah kenapa, malam ini Isha tidak bisa menahan emosinya ketika dibandingkan dengan abangnya. Biasanya dia hanya diam atau mengalihkan pembicaraan kemudian keluar dari rumah. Namun malam ini, ia merasa sangat sakit hati.

Seharusnya, Isha tidak perlu mengucapkan keinginan dan ambisinya kepada orang rumah. Karena mereka tidak akan pernah percaya bahwa Isha bisa.

Setelah meletakkan piring kotor di wastafel dapur, Isha keluar dari rumah untuk menghirup udara segar. Ia duduk di kursi depan rumah sembari menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit.

Tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sampingnya. Saat menoleh, Isha mendapati Vano sudah berada di sampingnya.

"Kalau mau kuliah, belajar yang bener dari sekarang. Masalah biaya, biar gue yang urus" ucap Vano.

"Nggak perlu"

"Isha, lo adik gue. Lo tanggung jawab gue"

Isha menatap abangnya, "Gue bisa tanggung jawab atas diri gue sendiri bang"

"Lo cukup tanggung jawab dan bahagiain ibu sama adik, lo senengin mereka terus. Gitu aja udah bikin gue seneng bang" sambung Isha

"Tapi lo juga adik gue, lo berhak minta sesuatu sama gue. Kemarin aja Farel bisa kok minta HP baru, lo mau apa? HP juga? Atau apa? Laptop? Oven elektrik?"

"Nggak usah"

"Yaudah besok gue beliin oven elektrik ya"

Isha berdiri kemudian berdiri di depan abangnya dengan tatapan kesalnya, "Cukup bang, gue bilang nggak usah ya nggak usah. Bisa nggak sih sekali aja hargai keputusan gue? kalau nggak bisa, cukup abaikan gue seperti biasanya. Terabaikan bukan hal baru buat gue"

Mendengar ucapan Isha, Vano hanya terdiam. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab ucapan adiknya itu.

***

Sabtu pagi, Arsen seolah tau bahwa semalam suasana hati Isha sangat buruk dan mengajak Isha untuk pergi. Isha diminta menemani Arsen mengambil foto di telaga yang ada di ujung kota tempat mereka tinggal.

Isha sedang duduk di sebuah bangku yang terbiat dari bambu, sedangkan Arsen berdiri tak jauh dari tempat Isha duduk sembari memegang kamera kesayangannya.

"Katanya kemarin nggak dibolehin main kamera?" tanya Isha.

"Gue suntuk" sahut Arsen sembari masih fokus dengan kameranya.

Diam-diam, Isha mengambil foto Arsen yang sedang memegang kamera. Saat bermain kamera, wajah Arsen tampak lebih cerah dan banyak tersenyum. Apalagi saat melihat hasil fotonya. Isha saja bisa merasakan kalau Arsen memang sangat menyukai hal-hal yang berbau fotografi.

"Haus" keluh Arsen sembari duduk di samping Isha.

Isha tersenyum, kemudian memberikan air mineral yang sebelumnya mereka beli.

"Gue seneng kalau lo lagi nempel sama kamera lo itu" celetuk Isha.

Arsen kemudian menatap Isha, "Kenapa?" tanya Arsen.

"Soalnya lo jadi lebih kelihatan hidup. Lo jadi lebih banyak ekspresi"

"Gue emang suka banget, nggak tau kenapa" sahut Arsen.

"Nah, lo juga jadi banyak bicara. Ya walaupun emangg sebenernya lo bawel sih, cuman sok-sokan diem aja" cibir Isha.

Arsen menyandarkan punggungnya di bangku tempat mereka duduk, "Gue emang gitu, lo kan tau" sahut Arsen.

Isha menganggukkan kepalanya. Isha memang sangat tau tentang sahabatnya itu. Bahkan, Isha tau beberapa hal yang tidak diketahui oleh orang tuanya Arsen. Seperti sekarang contohnya.

"Gue dapat tawaran masuk komunitas fotografi" ucap Arsen.

"Serius? Terus lo terima?" tanya Isha dengan antusias.

Arsen hanya diam, kemudian menghela nafasnya, "Gue belum berani nerima, tapi nggak bisa nolak juga" sahut Arsen.

Isha menepuk pundak Arsen dengan perlahan, "Nanti pasti ada jalannya kok"

"Gue harus gimana Sha?"

"Sementara jangan di jawab dulu"

"Gue takut telat ngasih jawaban" ucap Arsen dengan wajah khawatirnya. Tidak semua orang bisa menangkap ekspresi khawatir Arsen itu. Namun, Isha sangat bisa menebaknya.

"Tenang aja, hasil foto lo bagus kok. Kalau komunitas itu nggak nerima lo, mereka bakal jadi komunitas paling menyesal karena nolak orang sehebat lo. Tenang, gue bakal bantu dan terus dukung lo" ucap Isha.

Senyum Arsen mengembang begitu mendengar ucapan Isha, kali ini tampak lebar sehingga lesung pipinya tampak di kedua sisi pipinya. "Gue juga, bakal selalu ada buat lo"

"Tapi gue kan nyusahin Sen, ngerepotin mulu kerjaannya"

"Nggak papa"

"Lo beneran nggak bakal ninggalin gue sendiri kan? Gue emang terbiasa diabaikan, tapi gue juga butuh-"

"Nggak akan Sha, gue bakal ada terus buat lo"

Isha menganggukkan kepalanya, "Makasih, gue selalu percaya sama ucapan lo. Apalagi kalau udah bicara panjang gitu, hehe"

Isha menyandarkan kepalanya di pundak Arsen, "Pinjam pundak bentar ya Sen"

Arsen hanya diam sembari menatap Isha yang menyandarkan kepalanya di pundaknya sembari menatap telaga yang ada di depan mereka.

Kemudian, tangan Arsen mengelus kepala Isha dengan lembut.

Saat sedang asik berbincang, tiba-tiba smartphone yang ada di saki celana Isha bergetar. Seketika Isha mengangkat telfon dari adiknya.

Sungguh, Farel memang merusak momen Isha dan Arsen.

"Hallo, ada apa?" tanya Isha.

"Ini loh kak, ada yang katanya mau ambil pesanan. Lo dimana sih? bisa-bisanya lupa" ucap Farel dengan nada bawel khasnya.

"Astaga, gue lupa. Suruh duduk dulu nunggu bentar ya. Gue langsung pulang habis ini" ucap Isha, setelah mendengar jawaban dari adiknya, Isha segera menutup telfonnya.

"Kenapa?" tanya Arsen.

"Ada yang ambil pesanan. Pulang sekarang gapapa kan Sen?"

"Iya nggak papa" sahut Arsen sembari memasukkan kameranya kedalam ransel yang ia bawa. Kemudian segera mengikuti langkah Isha dan segera pulang.

Dengan kecepatan sedikit diatas rata-rata, akhirnya keduanya sampai di rumah dengan lebih cepat dari biasanya.

***

Sesampainya di rumah, Isha langsung berlari menuju rumahnya dan memberikan pesanan untuk pelanggannya itu.

Beberapa pelanggan memang memilih untuk mengambil pesanannya langsung ke rumah Isha. Katanya agar tau rumah produksinya langsung.

Karena membuat pelanggannya menunggu, Isha memberikan bonus sebagai tanda permintaan maaf.

"Maaf ya kak, saya bener-bener lupa kalau ada janjian ambil pesanan" ucap Isha.

Perempuan yang tampak lebih tua beberapa tahun dari Isha itu tersenyum menatap Isha, "Iya nggak papa kok, makasih malah dikasih bonus"

"Iya kak, jangan kapok pesan ya"

"Pasti, duluan yaa" pamit perempuan tersebut sembari keluar dari pekarangan rumah Isha.

"Hati-hati di jalan kak" ucap Isha. Dibalas anggukkan dari pelanggannya tersebut.

Setelah pelanggannya pergi, Isha menyiapkan beberapa box pesanan yang akan di kirim hari ini dan besok. Akhir-akhir ini pengikut di instgram Isha semakin banyak dan pesanan yang masuk semakin banyak.

Isha sangat bersyukur karena dengan begitu, ia bisa dengan mudah menambah tabungan untuk kuliahnya. Ia benar-benar bertekad untuk kuliah kali ini. Dan ketika ia sudah bertekad, ia akan mencurahkan segala tenaganya untuk hal tersebut.

Saking asiknya menyiapkan beberapa pesanan, Isha hingga lupa meminta kabar dari Arsen. Walaupun rumahnya berdekatan, Isha terbiasa menghubungi Arsen untuk sekadar memastikan bahwa pria itu sudah sampai rumah dengan selamat atau belum.

Setelah menyelesaikan packaging yang sempat terlewat, Isha segera menuju kamarnya dan mengambil smartphone dari tasnya.

Saat membuka tasnya, ia merasa ada yang aneh.

"Kok rasanya aneh ya, kayak ada yang kurang. Tapi apa ya? Dompet sama HP ada kok" batin Isha sembari memegang HP dan dompetnya.

Namun, ia mengabaikannya kemudian melihat notifikasi di smartphonenya. Namun hasilnya nihil, Arsen tidak memberi kabar kepadanya.

Tanpa pikir panjang, Isha segera mentelfon Arsen.

Beberapa kali, namun panggilannya tidak terjawab. Bahkan Isha sudah mengirim banyak sekali pesan dan terus menelefon Arsen, namun tidak ada jawaban dari laki-laki tersebut.

"Mungkin lagi mandi" gumam Isha sembari memasukkan dompetnya kedalam tasnya, kemudian membersihkan kamarnya.

Saat akan membersihkan meja belajarnya, Isha tersadar sesuatu saat menatap tempat kosong di meja belajarnya yang biasa digunakan untuk menyimpan kamera Arsen, Isha tersadar sesuatu yang tadi sempat mengganggu pikirannya.

Arsen lupa menitipkan kameranya kepada Isha.

Karena terlalu terburu-buru untuk pulang dan menemui pelanggan yang sudah menunggu untuk mengambil pesanan, Isha juga lupa meminta kamera tersebut dari Arsen.

Seketika, Isha kembali terus menelefon Arsen.

Isha benar-benar khawatir jika terjadi sesuatu pada Arsen, apalagi kemarin Arsen benar-benar diancam oleh papanya.

Namun Isha tidak berani asal gegabah mendatangi rumah Arsen. Ia takut jika asal datang, justru masalahnya semakin menjadi dan berefek pada Arsen ketika ia pulang kerumah.

Setelah mencoba terus menelefon berkali-kali, akhirnya telfon Isha akhirnya di angkat oleh Arsen.

"Arsen, lo baik-baik aja kan?"

"Gue -"
__________________________________________

Kira-kira Arsen bakal baik-baik aja nggak ya?

***

Aku nggak tau harus ngetik apa disini, yang pasti aku berharap kalian semua selalu bahagia.

Semenyedihkan apapun hari kalian, percayalah akan selalu ada hari esok yang lebih menyenangkan.

Karena jika hidup selalu menyenangkan, kata bersyukur akan terasa hambar. Kata berusaha juga akan terdengar seperti mitos belaka?

***

Aku nggak pernah bosen bilang makasih buat kalian yang sempetin baca sampai bab ini, semoga nggak bosen ya?

Oh iya, jangan lupa tinggalin jejak dengan vote dan komen ya? Masak mau jadi pembaca gelap terus? Hehe.

Segitu dulu dari aku,

Galaxy Sastars

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 115K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
3.7M 296K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
15.3K 715 48
Mendapatkan hati cowok cuek dan banyak fans wanita itu suatu kemustahilan bagi gadis ceroboh tidak terlalu pintar seperti Aira. Namun, siapa sangka b...
97.4K 3.8K 33
Bagaimana jadinya jika seorang pria Arrogant bertemu dengan seorang wanita Nerd? Dara yang menjadi fake nerd ini berbeda dari cewek cewek nerd lainny...