CERPEN

By NanasManis98

493K 43.2K 2.7K

Kumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN... More

SALAM MANIS
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CEPREN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA

CERPEN : ODIT

6.3K 719 25
By NanasManis98

Part 4
_____

Usai menjemput Zidny dari rumah Odit, Akram membawa putrinya itu berjalan-jalan. Tidak lupa membeli mainan baru untuk Zidny. Kemudian mereka makan di restoran cepat saji. Akram tidak menganjurkan makanan cepat saji untuk dikonsumsi Zidny, tapi saat Zidny merengek apalagi mengungkapkan jika sudah lama tidak makan burger, maka ia pun menuruti keinginan Zidny.

Menyuruh Zidny untuk duduk di bangku yang kosong, sementara ia mengantri untuk membeli burger. Sesekali menatap Zidny, memastikan Zidny duduk di sana. "Papi, mau es krim juga!" Seruan tersebut membuat Akram mengacungkan jempol lalu kembali menghadap ke depan.

Tidak berapa lama Akram menghampiri Zidny, membawa burger, air mineral juga satu cup es krim.

"Papi mau es krim?"

"Mau dong." Akram membuka mulutnya menerima suapan es krim dari Zidny. Gadis kecilnya itu terkikik saat noda es krim hingga di sudut bibirnya. Tangan mungil Zidny meraih tisu lalu mengelap, membersihkan noda tersebut.

"Papi jangan kasih tau Mami ya kalau Nini makan es krim?"

Akram mengangguk seraya mengusap puncak kepala Zidny. Odit sangat melarang Zidny makan es krim, sejak kejadian Zidny masuk ke rumah sakit setelah mengkonsumsi es krim terlalu banyak. Salah Akram sendiri. Karena saat itu Zidny masih terlalu kecil, pun ia yang baru bertemu lagi dengan Zidny, membangun momen yang sempat hilang antara dirinya dan Zidny. Apapun yang diinginkan Zidny selalu ia penuhi. Termasuk memakan es krim. Alhasil Zidny muntah terus-menerus karena terlalu berlebihan mengkonsumsi es krim.

"Akram?"

Asyik meladeni cerita Zidny, atensi Akram beralih pada sosok yang memanggilnya dengan ragu. Ia menoleh dan menemukan Janneta yang langsung mengulas senyum. Mau tak mau Akram pun membalas senyuman wanita itu. "Hai," sapa Janneta yang ia balas dengan hal serupa.

"Anakmu?" Janneta mendekat ke arah bangkunya, tatapan Janneta tertuju pada Zidny yang berhenti melahap burger yang dipegang dengan kedua tangan mungilnya. Gadis kecil itu mengerjap pelan menatap sosok Janneta. Tentu penasaran, siapa sosok itu.

"Iya," jawab Akram.

"Wah Zidny udah gede, ya? Terakhir ketemu pas umur setahun lebih deh."

"Kamu pernah ketemu sama Zidny?" Akram mengerutkan keningnya heran mendengar perkataan Janneta. Seingatnya, Janneta tidak pernah bertemu dengan Zidny. Atau saat Zidny bersama Odit? Dari perkataan Janneta tadi saat Zidny berumur setahun lebih, itu berarti saat ia dan Odit masih bersama, bukan?

Janneta tertegun sejenak, lalu mengulas senyum tipis. "Kita pernah satu apartemen kan, Ram? Waktu itu gak sengaja ketemu Odit di lift."

Akram pun mengangguk, Janneta kembali bicara, meminta ijin untuk duduk di bangku tersebut. "Gak enak makan sendiri."

Akram pun mengiyakan, wanita itu duduk di sebelahnya. "Tante siapa?" Suara Zidny mengudara setelah Janneta duduk di sebelah Akram. Kedua mata sayu yang persis dengan Akram, membuat Janneta merasa sakit hati. Mengingat pengkhiantan Akram padanya. Menghamili Odit padahal masih menjalin hubungan dengannya.

Sempat berpikir jika Odit menjebak Akram, mungkin wanita itu dihamili pria lain, lalu meminta Akram menikahinya. Tapi, melihat Zidny yang semakin mirip dengan Akram membuat dugannya segera tertepis begitu saja. Zidny benar-benar anak Akram. Tapi, ia sama sekali tidak menyalahkan Akram. Pasti Odit yang menggoda Akram. Tidak mungkin Akram mengkhianati dirinya saat itu.

"Temennya Papi." Akram menjawab pertanyaan Zidny.

"Namanya siapa?" Zidny beralih menatap papinya.

"Janneta. Zidny bisa panggil Tante Jane." Kini Janneta yang menjawab.

Janneta beralih mengajak Akram mengobrol. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian lama. Meski dulu satu kampus bahkan satu apartemen, mereka jarang berpapasan. Apalagi setelah perceraian Akram dan Odit. Janneta kira ia bisa kembali bersama Akram, mendekati pria itu, tapi ternyata tidak. Akram benar-benar menutup diri. Bahkan memblokir kontaknya. Desas-desus yang ia dengar pun jika Akram bersikap dingin pada semua orang membuat orang-orang segan bicara kalau bukan hal yang bersangkutan dengan urusan kuliah.

"Kamu koas di mana?" tanya Akram setelah tau alasannya kembali ke Jakarta setelah lulus dari pendidikan dokter setelah lima tahun lebih. Meski seumur Akram dan bersamaan lulus sekolah, tapi Janneta tidak langsung kuliah karena terlanjur sakit hati setelah putus dari Akram. Namun, ia memutuskan kembali kuliah saat ajaran baru dan memilih untuk satu kampus dengan Akram bahkan dengan berani menghubungi Akram. Basa basi meminta untuk dicarikan unit apartemen yang disewakan.

"Golden Hospital. Kamu kerja di sana, kan?"

"Tentu, emang di mana lagi." Tawa Janneta menguar begitupun Akram. Golden Hospital merupakan rumah sakit milik kakeknya, pun sudah ada di banyak daerah.

"Kok gak lanjut ambil spesialis?" tanya Janneta. Agak terkejut karena Akram yang tidak langsung mengambil spesialis.

"Gak dulu. Kalau aku langsung ambil spesialis, waktuku bersama Zidny bakal jarang." Akram sudah memikirkan hal tersebut, menunda mengambil spesialis bahkan tidak ingin, tapi tentu itu tidak akan terwujud karena Papa tidak akan setuju. Keputusannya untuk menunda saja sudah ditentang Papa. Kalau saja alasannya bukan karena Zidny, pasti Papa tidak ingin ia menunda. Apalagi Papa merkomendasi untuk menempuh pendidikan spesialis ke luar negeri. Berada jauh dari Zidny membuat Akram rasanya tak mampu.

Cukup setahun saja waktu itu ia menghilang, tidak menampakkan diri di hadapan Zidny setelah peeceraiannya dengan Odit. Karena sedang meratapi nasibnya saat itu.

"Zidny gak tinggal bareng kamu?"

"Bareng Maminya. Kalau aku gak ada jadwal praktik, Zidny sama aku."

Janneta mengangguk pelan.

"Em ... aku ke toilet dulu Jane, titip Zidny, boleh?"

"Boleh." Janneta tersenyum tipis seraya mengangguk.

Akram berdiri, ia menatap Zidny yang masih sibuk mengunyah burger-nya. Kedua pipinya menggembung karena penuh dengan isi buger.

"Papi ke toilet dulu, ya? Nini gak pa-pa kan bareng Tante Jane?"

Zidny mengangguk pelan. Akram pun melangkah menuju ke toilet.

Janneta kini mengamati Zidny yang telah menelan burger tersebut lalu minum. Tatapan Zidny juga tertuju padanya. "Tante gak bisa habisin buger-nya juga, ya? Gede banget, ya?" keluh Zidny menatap burger-nya yang bahkan setengahnya belum habis.

Janneta mengulum senyum, ia merasa gemas pada Zidny. Kini beralih duduk pada Zidny lalu mengajak Zidny untuk foto bersama. Menyuruh Zidny untuk tersenyum. Setelahnya kembali ke bangku semula, sementara Zidny kembali sibuk menghabisi burgernya. Janneta mengunggah fotonya bersama Zidny.

Tidak berapa lama foto tersebut dibanjiri komentar dari teman-temannya semasa sekolah. Yang tentunya langsung menebak jika gadis kecil di sebelahnya adalah anaknya Akram. Karena memang gadis itu begitu mirip dengan Akram.

Usai membalas komentar Vita, ia kembali menatap Zidny. Zidny memang mirip dengan Akram, tapi tentunya ada sedikit bagian yang diambil dari ibunya. Bentuk wajahnya yang oval serta kulitnya yang putih bersih. Jangan lupa saat Zidny tersenyum, sangat mirip dengan Odit.

Janneta menghembuskan nafas pelan. Kalau saja anak Akram terlahir darinya, tentu mirip dengannya juga, kan?

Ponsel Akram yang tertinggal di atas meja menarik perhatiannya, begitupun dengan perhatian Zidny yang kembali sibuk mengunyah.

Melihat nama 'Cantika' tertera di sana Janneta langsung tau jika itu Odit, mengingat panggilan Akram pada Odit.

Denyut sakit di hatinya kembali terasa.

Ia menatap Zidny yang mencoba meraih ponsel Akram, mulut gadis kecil itu masih sibuk mengunyah.

Segera ia menahan tangan Zidny membuat Zidny tersentak. Kini menatapnya bingung. "Biar Tante yang jawab. Zidny makan aja, ya?"

Zidny pun mengangguk. Janneta menjawah panggilan tersebut. Senyumnya mengembang saat menangkap nada terkejut di seberang sana. Lalu saat Odit marah padanya bahkan mengumpat padanya membuatnya memutar bola mata malas. Segera memutus panggilan. Bersaman dengan kedatangan Akram.

"Sorry, dari tadi bunyi makanya aku jawab." Janneta meringis pelan, mengulas senyum tak enak seraya menyerahkan ponsel tersebut kepada pemiliknya.

"Siapa yang nelpon?"

"Odit."

Akram menunduk menatap layar ponselnya. Pop up chat muncul di layar. Odit mengirim chat padanya, menyuruhnya agar ia memberitahu pada Janneta untuk menghapus foto Zidny di akun media sosial wanita itu.

"Kamu posting fotonya Zidny?" tanya langsung pada Janneta, wanita itu mengangguk. "Hapus."

"Ya?"

"Hapus Jane!" Akram menatap serius Janneta. Janneta pun menghapus foto tersebut di Instagram-nya.

"Soalnya anakmu gemesin, jadinya aku ajak foto terus posting."

"Harusnya kamu minta izin dulu kan sama aku?" ujar Akram dingin membuat Janneta mengangguk kaku.

Janneta tidak suka dengan sikap Akram yang seperti ini. Janneta melirik Zidny, lalu kembali pada Akram yang bersikap manis, sekaligus lembut menghadapi Zidny yang mengatakan tidak bisa menghabiskan burger miliknya. Akram pun mengambil alih untuk memakan burger tersebut.

Janneta kira Akram akan mendiamkannya, tapi pria itu menawarkan akan mengantarnya. Tentu saja ia mengiyakan.

Saat Akram mengemudi, Akram menerima panggilan dari Mamanya, mengatakan jika mendadak harus keluar kota. Alhasil rencana Zidny untuk menginap di rumah Eyangnya terurungkan. Setelah itu, Akram kembali mendapat panggilan, kini dari rumah sakit.

"Emang Dokter Fadyl ke mana?"

"Dokter Fadyl berhalang hadir, Dok."

Akram pun akhirnya memutuskan untuk ke rumah sakit meski tidak memiliki jadwal praktik hari ini. Tapi, adanya Zidny bersamanya membuatnya merasa tidak tenang. Masa harus memulangkan Zidny ke rumah Odit?

"Ram, biar aku yang jagain Zidny."

Akram menoleh pada Janneta. Sepertinya Janneta menyadari keresahan Akram.

"Gak pa-pa?"

"Gak pa-pa kok."

Akhirnya Akram mengantar Janneta dengan Zidny ke apartemennya, kemudian ia ke rumah sakit.

Barulah pada malam hari kembali ke apartemen. Dan baru saja masuk ke unitnya, bel berdenting membuatnya mengernit heran.

Membuka pintu, ia menemukan Odit yang terlihat marah. Sudah pasti tentang Janneta yang mengunggah foto Zidny.

Dan berakhir mereka bertengkar di hadapan Zidny, hal yang selama ini mereka hindari. Karena tidak ingin membuat Zidny menangis dan bersedih, tapi akhirnya mereka kelepasan karena telah dikuasai emosi.

●•••●

"Umur kalian sekarang berapa tahun?"

Saat ini Odit dan Akram sedang 'disidang' oleh kedua orang tua mereka. Setelah pertengkaran mereka di hadapan Zidny yang membuat Zidny menangis hingga berujung demam. Gadis kecil itu sangat terkejut karena pertengkaran orang tuanya yang selama ini ia lihat begitu harmonis, melihat pemandangan seperti itu tentu membuat Zidny tidak menyangka.

Para orang tua seharusnya tidak terlalu ikut campur, apalagi Odit dan Akram telah bercerai, namun bagaimana lagi. Masa mereka harus diam setelah apa yang terjadi? Cucu kesayangan mereka menangis hingga jatuh sakit. Yang mereka khawatirkam tentu psikis Zidny yang masih sangat belia.

"Maaf, Pa, Ma ..." Akram menatap Papa dan Mama kemudian beralih pada Baba dan Nana. "Baba, Nana, semua ini salah Akram."

"Salahku juga," sahut Odit. Sadar jika dirinya yang tak dapat mengontrol emosi.

"Karena kebiasaan kalian bertengkar, jadinya begini, kan?" Mama tidak menyangka, meski telah berpisah, tapi Akram dan Odit ternyata masih sering bertengkar. Hal ini ia baru tau saat ibunya Odit memberitahunya tadi.

"Kurang-kurangin kebiasaan jelek kalian itu. Kalian sudah berjanji akan menjadi orang tua yang baik untuk Zidny. Jangan ingkari janji kalian itu." Kini Baba yang menyahut. Mengingat betul saat Odit memutuskan akan berpisah dari Akram, keduanya mengatakan akan menjadi orang tua yang baik, meski telah berpisah.

"Memang Jane itu siapa, Ram? Pacarmu?" Giliran Papa yang menyahut.

"Teman," ujar Akram pelan.

Odit menoleh, tidak percaya menatap Akram.

"Tadi, Akram udah jelasin kalau Akram suruh Jane temenin Zidny di apartemen soalnya mendadak ke rumah sakit," jelas Akram. Kembali menegaskan jika ia tidak ada hubungan apapun dengan Janneta. Karena tadi Odit sempat bicara, mengadu jika pertengkaran mereka karena 'pacar' Akram mengunggah foto Zidny yang harusnya tidak boleh. Karena privasi Zidny sangat terjaga.

Usai 'sidang' sekaligus makan bersama di rumah orang tua Odit. Orang tua Akram juga Akram pamit untuk pulang.

Akram mengemudikan mobil, Papa duduk di sebelah sementara Mama di belakang.

"Jane beneran temenmu?"

Diberi pertanyaan itu lagi, membuat Akram sudah menduga.

"Iya Pa," ujar Akram tegas agar Papa berhenti curiga.

"Sebenarnya apa alasan kalian cerai? Bukan hanya karena sering bertengkar, bukan?"

Akram menghela nafas pelan. "Bukan."

"Pa, harusnya Papa gak nanya seperti itu. Kita gak harus tau, kan?" Mama menyahut saat menyadari gelagat Akram yang tak nyaman saat ditanya tentang alasan berpisah dari Odit.

Papa menghela nafas kasar. Tatapannya tertuju keluar jendela. "Harusnya kamu gak bertindak bodoh. Hamilin perempuan terus nikah di usia muda dan akhirnya bercerai. Dari awal Papa sudah tekankan, larang kamu pacaran dan hal-hal yang berbau asmara. Itu semua demi kebaikan kamu. Kan, kamu gak dengerin Papa jadinya begini. Harusnya kamu sekarang fokus ambil spesialis, tapi karena adanya anakmu, jadi tertunda."

Akram hanya mampu mencengkeram erat kemudi, tatapannya berubah datar. Merasa sakit hati mendengar perkataan Papa, apalagi menyinggung Zidny. Papa menganggap Zidny sebagai penentu masa depannya. Padahal, Akram sama sekali tidak merasakan hal tersebut.

"Adek gak mau nginep?"

Akram menggeleng pelan saat Mama bertanya. Kemudian mengulas senyum geli. "Ma, udah berapa kali sih Akram bilang jangan panggil 'Adek' lagi, Akram sekarang udah punya anak lho. Nanti Zidny ikut-ikutan juga manggil Akram 'Adek'."

Mama tertawa pelan, mendekat ke arahnya lalu memeluknya dengan hangat. Papa sendiri sudah masuk ke dalam rumah. "Gak usah dengerin omongan Papa, ya?"

"Gak kok Ma." Akram mengulas senyum tipis. Kemudian pamit. Kembali ke apartemennya. Merebahkan tubuhnya yang terasa letih di atas kasur.

Akram meraih ponselnya, menekan tombol kunci dan menampilkan lock screen, foto Zidny yang tersenyum menampakkan gigi-gigi mungil putrinya tersebut. "Maafin Papi, Nak," ujarnya dengan suara parau. Merasa bersalah pada Zidny karena membuat Zidny menangis hingga sakit.

Akram menaruh kembali ponselnya. Lengan kanannya ia taruh di atas wajahnya. Memejamkan matanya.

Setelah palu Hakim berketuk sebanyak tiga kali, hubungannya dengan Odit resmi bercerai. Tapi, tentu saja tidak dengan Zidny.

Akram bagaikan orang linglung saat persidangan perceraiannya dengan Odit telah selesai. Perasaan bersalah semakin menghujamnya. Bukan hanya pada Odit, tentu pada Zidny. Ia gagal telah menjadi ayah yang baik untuk putrinya. Gagal mempertahankan rumah tangganya bersama Odit.

Yang dilakukan Akram setelah resmi menduda adalah menyibukkan diri agar tidak terlalu larut dalam kesedihannya dan juga perasaan hampa. Sibuk menjalani kuliah juga masuk organisasi, apalagi saat ia terpilih menjadi Presiden Mahasiswa. Maka ia sangat sibuk.

Namun, saat pulang ke unit apartemennya. Akram yang merasakan keramaian bersama teman-teman kuliah serta organisasinya menjadi kesepian.

Langkah Akram tertatih. Ia masuk ke kamar dan berhenti di ambang pintu.

"Yeay Papi pulang!" Seruan tersebut dari Odir. Akram masih mengingat jelas. Senyum ceria Odit yang menyambut kedatangannya. Ia yang kelelahan karena seharian berada di kampus menjadi bersamangat saat melihat Odit. Apalagi putri kecil mereka.

Zidny yang berjalan tertatih ke arahnya. Segera ia meraih Zidny. Menggendong Zidny yang tertawa riang karena ia memberikan hujaman ciuma ringan di sekitar wajah mungil putrinya itu.

"Mami, mau gendong juga!" seru Odit manja, bahkan kini memanjat tubuhnya di bagian belakang. Alhasil ia menggendong Odit di belakang dan Zidny di depan.

Saat itu air mata Akram jatuh setetes demi setetes mengingat momen tersebut. Di setiap sudut apartemen tersebut, ia selalu mengenang bahkan seakan melihat kembali momen kebersamaannya dengan Zidny.

Ponsel Akram berdering membuatnya terbuyar dari masa lalu. Ia kembali meraih ponselnya dan melihat panggilan video dari Odit. Setelah menjawab panggilan, ia pun melihat wajah Zidny yang tersenyum cerah padanya.

"Papi!"

Akram tersenyum. Bersyukur karena Zidny yang kembali ceria, pun Odit yang tidak melarang Zidny untuk berhubungan lagi dengannya. Mengingat perkataan wanita itu yang sangat marah saat itu hingga tidak ingin lagi ia bertemu dengan Zidny lagi.

Akram menanggapi setiap mendengar perkataan Zidny. Gadis kecilnya itu menceritakan tentang harinya bersekolah setelah absen selama lima hari karena demam.

"Papi janji jangan marah-marah lagi ya ke Mami, Nini takut." Bibir Zidny tertekuk ke bawah.

"Maafin Papi ya, Nak. Bikin Nini takut. Papi janji gak bakal marah-marah lagi ke ... Mami." Akram mengulas senyum tipis.

"Ah Nini mau pup dulu, tapi Papi jangan matiin ya telponnya?" Akram mengangguk, di seberang sama Zidny menyerahkan ponsel pada Odit, lalu posisi kamera ponsel tersebut mengarah pada langit-langit kamar. Sepertinya Odit menaruhnya di atas kasur.

Akram diam, agak ragu untuk memanggil Odit.

Menghela nafas pelan, ia pun memberanikan diri memanggil Odit. "Cantika ..." Odit tidak langsung menjawab, tapi kemudian ia mendengar wanita itu berdehem pelan. Terdengar acuh tak acuh.

"Aku minta maaf waktu itu dan terima kasih karena kamu memperbolehkan Zidny ketemu sama aku."

Kembali hening beberapa saat. Hingga helaan nafas Odit terdengar. "Aku gak mau jadi orang tua yang egois. Kamu Papinya Zidny. Aku gak mau bikin dia sedih lagi karena ngelarang kamu buat ketemu dia." Hanya ada suara Odit. Posisi kamera ponsel tersebut tidak berpindah, tetap terarah pada langit-langit.

"Oke ..." Hanya itu yang mampu di ucapkan Akram. Zidny kembali dan wajah mungilnya kembali terpampang pada layar ponsel.

Kembali berceloteh. "Udah dulu ya Papi, Nini mau bobok siang. Papi juga ya?" Akram mengangguk membalas lambaian tangan Zidny.

"Udah Mami." Zidny mengembalikan ponsel Maminya. Lalu merebahkan tubuhnya. Menarik selimut yang dibantu Maminya. "Mami?"

"Iya Sayang," sahut Odit seraya mengusap kepala Zidny.

"Mami sama Papi berpisah artinya apa?" Pertanyaan dari Zidny membuat gerakan tangan Odit berhenti. Odit terhenyak. Dari mana Zidny mendengar hal tersebut?

Karena Maminya tak kunjung menjawab, Zidny mengeluarkan pendapatnya sendiri. "Ah maksudnya karena Mami dan Papi gak pernah menginap bersama, ya?" Kening Zidny mengkerut dalam, sedang berpikir keras. Menarik kesimpulan sendiri jika arti 'berpisah' adalah Mami dan Papinya yang tidak pernah menginap bersama. Papinya tidak pernah menginap di rumah ini, pun jika ia menginap di tempat tinggal Papinya, Mami juga tidak pernah ikut.

"Dari mana Nini denger? Siapa yang ngasih tau Nini kalau Papi dan Mami berpisah?" tanya Odit pelan-pelan.

"Tante Jane, temennya Papi. Waktu itu dia nemenin Nini karena Papi kerja. Terus dia nanya, 'Mami pernah gak nginep di sini?' Terus aku jawab, 'Enggak pernah'. Abis itu Tante Jane nanya Nini, 'Nini gak tau ya kalau Papi sama Maminya udah pisah?'."

Kedua tangan Odit terkepal kuat. Tapi ia tetap mengulas senyum. Mengiyakan apa yang menjadi kesimpulan di kepala Zidny jika arti 'berpisah' karena ia dan Akram tidak pernah menginap bersama.

Belum waktunya Zidny tau. Odit tidak ingin membuat putri kecilnya bersedih.

>>>>>>THE NEXT PART 5<<<<<<

Continue Reading

You'll Also Like

115K 10.4K 46
No Deskripsi. Langsung baca aja Taekook Vkook Bxb 🔞🔞 *** Start : 15 Januari 2024 End : -
74.1K 1.4K 15
[One Shoot] [Two Shoot] 1821+ area❗ Adegan berbahaya ‼️ tidak pantas untuk di tiru Cast : Taehyung (Top) Jungkook (bot) # 1 oneshoot (23/05/2024) #...
235K 2.6K 4
Oneshoot gay tentang Daniel yang memiliki memek dengan bermacam macam dominan. Jangan salah lapak-!!!