CERPEN

By NanasManis98

494K 43.2K 2.7K

Kumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN... More

SALAM MANIS
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CEPREN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA

CERPEN : ODIT

8.3K 752 22
By NanasManis98

Part 2
______

Odit masuk ke dalam mobil berwarna hitam tersebut, seraya mengibaskan tangan pada wajahnya karena terlalu lama berada di luar saat terik matahari begitu menyengat. Meski telah menggunakan topi, tetap saja wajahnya terasa panas hingga memerah.

Segera mengatur suhu pendingin agar semakin dingin, menoleh menatap sosok yang baru masuk ke balik kemudi.

"Panas banget, ya?" tanya Ares dengan cengirannya.

"Menurut lo?" balas Odit sedikit ketus. Sudah melihatnya kepanasan, pria itu malah melontarkan pertanyaan.

Mereka telah meninjau pembangunan kantor penerbitan Odit nanti, saat ini sudah berjalan lima puluh persen. Odit menjadi sedikit tidak sabar menantikannya.

"Mau makan di mana?" tanya Ares setelah melajukan mobil, bergabung dengan pengendara lainnya di jalanan. Melirik sekilas Odit. Wanita itu terlihat merogoh tasnya lalu meluarkan ponsel dari sana.

"Halo Ram, kamu jemput Nini?" Ares  mendengus pelan mendengar suara Odit. Pasti wanita itu menelepon mantan suaminya.

"Oh, bisa bawa ke ..." Odit menoleh padanya. "Kita mau makan di mana?"

Ares mengendikkan bahu tak acuh dan bergumam tak jelas karena terlanjur badmood. Sementara Odit mendengus pelan melihat tingkah pria itu. Ia pun menyebutkan restoran yang akan di kunjungi. Memilih fine dining.

Mereka makan di private room.

"Res, mau makan apa?" tanya Odit pada Ares yang terpekur dengan ponselnya, pria itu hanya diam membuatnya berdecak pelan. Segera merampas ponsel Ares. Pria itu merengut kesal. "Lo mau makan apa?"

"Terserah lo." Ares kembali merembut ponselnya dari tangan Odit.

"Lo gak alergi kan makan seafood?" Odit membuka buku menu.

"Astaga Dit, kita udah lama temenan. Masa lo gak tau sih gue boleh makan apa dan gak boleh makan apa," gerutu Ares pelan, Odit menegakkan kepala lalu memutar bola mata malas.

"Lama apaan? Baru kali," cibirnya membuat Ares mendengus kesal.

"Dua tahun menurut lo baru?" tanya Ares sinis. Mereka bertemu pertama kali di Malang saat Odit masih menjadi traveler. Ia yang dikenal juga sebagai selebgram membuat orang-orang, apalagi yang menggunakan media sosial tersebut mengenalnya. Salah satunya Ares. Pria itu minta foto dengannya saat bertemu di sebuah restoran. Dengan senang hati ia mengiyakan meski kepalanya saat itu terasa berat karena pusing dan kedua matanya berkunang-kunang. Karena efek terlalu lapar dan terlambat makan membuatnya seperti ini.

Saat Ares hendak memotret melakukan selfie, ia tak sadarkan diri dan Ares sigap menahannya. Lalu membawanya ke rumah sakit. Sejak saat itu pria itu selalu mengekorinya hingga mereka berteman seperti saat ini.

Ares yang ia juluki penguntit karena setiap kali ia berada di daerah lain, pasti akan bertemu dengan pria itu.

Jawaban Ares ketika ia menuduhnya penguntit adalah, 'Jangan asal nuduh. Tuhan sudah menakdirkan kita selalu bertemu'.

Ares memang menyukainya, menunjukkan ketertarikan padanya secara terang-terangan. Dan ia tidak terlalu menanggapi. Hanya menganggap Ares sebagai temannya, meski temannya yang lain mendukungnya untuk membuka hati. Mempersilahkan Ares untuk masuk. Mengisi kekosongan hatinya.

Siapa bilang hatinya kosong?

Hatinya terisi ....

"Mami!" Seruan tersebut membuat Odit tersenyum lebar, ia segera menarik kursi di sebelahnya agar Zidny duduk di sana. Ia beralih menatap Akram yang mengantar Zidny masuk.

"Kalau gitu Papi balik ke rumah sakit, ya?" ujar Akram pada Zidny membuat Zidny merengut kesal.

"Ih Papi. Papi makan bareng Nini." Zidny mulai merengek, meminta agar Akram ikut makan bersama mereka.

"Ada Om Ares kok yang nemenin Nini. Abis makan nanti, kita pergi main, gimana?" Sahutan dari Ares membuat Zidny menoleh. Kedua mata gadis cantik itu berbinar dan segera mengangguk.

Suara kursi ditarik membuat mereka menoleh ke arah tersebut. Akram kini duduk di sebelah Ares yang memicing tidak suka. Sementara Akram tersenyum lebar pada Zidny. "Ya udah Papi ikut makan." Zidny semakin berbinar, berseru senang.

Sementara itu, Odit duduk kaku di tempatnya. Merasa canggung. Memang ia dan Akram serta Zidny sesekali makan bersama, tapi tetap saja ia merasa canggung. Apalagi sekarang ditambah dengan kehadiran Ares.

Odit berdehem pelan, ia membuka buku menu. "Nini mau makan apa?"

Kepala Zidny melongok untuk melihat buku menu yang berada di hadapan Maminya. Ikut membaca nama menu lalu menyebut pesanannya. Usai pramusaji mencatat pesanan mereka masing-masing, pramusaji tersebut undur diri.

Meninggalkan meja tersebut yang didominasi dengan kecanggungan oleh tiga orang dewasa. Sementara Zidny menatap ketiganya saling bergantian. "Kok semuanya diem?"

"Di sekolah tadi, Zidny belajar apa?" tanya Ares manis pada Zidny. Gadis kecil itu mulai menceritakan kegiatan sekolahnya hari ini. Mulai dari diantar oleh Papinya, bermain sebentar bersama teman-temannya sebelum bel masuk berdenting, mengerjakan tugas dari guru, membantu temannya yang kesulitan mengerjakan tugasnya dan kegiatan lainnya hingga kembali dijemput Papi dan berada di sini.

Akram melirik tidak suka pada Ares yang sok akrab pada putrinya. Dari dua tahun akhir-akhir ini, pria itu sangat kentara ingin medekatkan diri pada Zidny. Bahkan mengajak Zidny untuk berpergian.

"Zidny pintar menggambar?" tanya Ares setelah mendengar Zidny yang dengan bangga memamerkan jika tugas menggambarnya mendapat nilai A.

"Pintar. Nini selalu lihat Mami menggambar terus coba-coba sampai Nini bisa " Zidny tersenyum cerah, ia melirik Maminya yang ikut tersenyum. "Tapi sekarang Mami gak pernah menggambar. Mami sibuk nulis eh bukan nulis kan Mi, tapi mengetik?"

Odit mengangguk pelan. Ketiga orang itu mulai berceloteh tentang menggambar. Zidny yang minta dibelikan drawing tablet yang langsung diiyakan Odit.

Suara sendok jatuh mengalihkan perhatian mereka pada Akram. "Sorry," ujar pria itu pelan lalu memanggil pramusaji untuk mengambil sendok baru.

Tatapan Odit bertemu dengan Akram.

"Jadi, Om Ares mau nemenin Nini main kan?" ujar Zidny pada Ares membuat Akram memutus pandangannya dari Odit.

"Ja ..."

"Bukannya Nini punya tugas sekolah? Kerjain itu dulu ya baru main."  Akram menyela Ares membuat Ares mendelik kesal pada pria itu.

Zidny berubah cemberut, tapi tetap mengangguk. "Sore nanti bisa Om? Kalau Nini udah selesai ngerjain tugas?" Zidny masih berharap Ares mengajaknya keluar jalan-jalan.

"Gak bisa, Om Ares sibuk. Biar Papi yang nemenin Nini." Akram yang menjawab, Zidny tersenyum cerah.

"Papi gak ada kerjaan lagi?" Akram mengangguk pelan. Padahal ia masih harus stay di rumah sakit hingga sore. Tapi, ia tidak akan membiarkan putrinya keluar bermain dengan Ares. Tidak akan membiarkan pria itu menarik perhatian Zidny.

Ares memicing tidak suka menatap Akram. Tapi ia tidak bisa melakukan apapun karena Akram, papinya Zidny.

●•••●

Odit mengetuk pelan pintu kamar Zidny lalu membukanya, ia menatap Zidny yang dibantu mengerjakan tugas oleh Akram. Merasa cukup lega karena Zidny belajar langsung dengan Akram. Apalagi tugas matematika. Odit selalu mati kutu jika Zidny punya tugas matematika dan bertanya padanya. Alhasil ia akan menghubungi Akram menyuruh Zidny bertanya pada papinya.

Membawa nampan berisi susu serta cookies cokelat untuk Zidny. Kedua orang itu menoleh menatapnya.

"Papi, Nini mau minum susu, boleh?" tanya Zidny meminta izin pada Akram.

Odit sedikit tidak suka dengan Akram yang terlalu keras jika mengajar Zidny. Memang Akram tidak berlaku kasar seperti main tangan atau membentak Zidny jika Zidny tidak tau menjawab atau tidak cepat paham, hanya saja Akram menyuruh Zidny untuk fokus mengerjakan tugas saja, bahkan untuk mengemil sambil kerja tugas, tidak boleh membuatnya geram.

"Kerja ..."

"Minum aja Sayang, makan cookies-nya juga ya?" Odit segera menyela Akram yang melarang Zidny untuk minum susu karena masih mengerjakan tugasnya. Katanya jika Zidny diganggu belajar maka konsentrasi Zidny akan buyar, itulah yang dikatakan Akram.

Akram menatapnya tidak suka membuatnya mengangkat satu alis. Lalu pamit keluar dari kamar tersebut.

Saat meletakkan nampan di atas meja, ia tersentak saat menyadari kehadiran Akram. Ternyata pria itu mengikutinya.

"Em ... kamu mau minum apa?" tanya Odit, ia meraih gelas tinggi.

"Harusnya kamu gak ganggu ..."

"Sorry, I forget," sela Odit dengan nada sinis. Bosan jika terus terusan diingatkan jika Zidny belajar tidak boleh diganggu. "Harusnya kamu gak terlalu keras kalau ngajarin Nini, Ram. Dia masih kecil, masa cuma ngemil atau minum gak boleh? Kalau aku nyuruh dia main, baru deh kamu marah!"

Odit membuang muka, meski Akram tidak menjawab pertanyaannya jika ingin minum apa, ia tetap membuatkan minuman.

"Temen kamu itu masih sering ngajak Nini keluar?" Pertanyaan random dari Akram membuat Odit menggeleng pelan tak habis pikir. Tadi protes tentang tidak boleh mengganggu Zidny jika belajar, sekarang tentang Ares yang mengajak Zidny keluar jalan-jalan.

"Jarang kok. Lagian kalau Ares ngajak Nini keluar, aku juga ikut."

"Aku pernah bilang sama kamu ..."

"Kalau kamu gak suka Ares deket-deket Nini?" sela Odit, Akram mendengus pelan karena Odit selalu menyela perkataannya. "Ram, walaupun Zidny setiap hari keluar main sama Ares, jalan-jalan sama Ares, bukan berarti Ares gantiin posisi kamu jadi ayahnya Nini. Jangan kayak anak kecil deh."

"Kalau Nini diajak keluar sama temen perempuanku, boleh?" Odit diam, membuat Akram tertawa sinis. "See, kamu pun kayak anak kecil."

"Kenapa sih kamu selalu ngajak aku berantem, Ram?!" Odit mulai emosi. Kesal luar pada pada Akram. Jika bertemu mereka memang akan saling canggung kalau tidak bicara, tapi sekalinya bicara pada langsung bertengkar.

"Yang ngajak kamu berantem siapa sih?"

"Kamu ngatain aku kayak anak kecil!"

"Kamu duluan kan yang ngatain aku kayak anak kecil?!"

Ekhm!

Suara deheman menyentak mereka langsung menoleh ke arah Nana yang baru datang sedang menaruh dua paper bag di atas meja makan.

"Suara kalian keras sekali lho. Kalau Nini sampai dengar, gak baik," ujar Nana pelan tanpa menatap ke arah mereka. Sibuk mengeluarkan belanjaan. Memang, jika berkunjung ke rumah Odit, maka Nana akan belanja lebih dulu.

Kedua orang itu meringis pelan, Akram mendekati Nana, meraih punggung tangan Nana untuk di cium.

Nana mengulas senyum tipis saat Akram bertanya kabar padanya. Odit sendiri membuang pandangannya. Masih kesal karena sikap Akram, ditambah Nana yang melihat dirinya dan Akram bertengkar.

Akram pamit untuk kembali masuk ke kamar Zidny meninggalkan Nana dan Odit yang langsung mendekati Nana membantu Nana menyimpan belanjaan tersebut ke tempatnya. "Waktu kalian masih nikah juga sering berantem, terus sekarang masih aja berantem kayak anak kecil."

"Dia yang anak kecil, Nana!" desis Odit malas lalu mendengus kesal.

"Jangan keseringan, apalagi didepannya Nini. Gak baik buat mental Nini. Dia masih kecil."

"Harusnya Nana yang ngasih tau Akram, dia terus yang mulai pertengkaran bikin aku kesel aja. Kenapa sih Nana sama Baba dulu nerima dia gitu aja. Sambut dia pas datang buat ketemu Nini! Ka ..."

"Kamu lupa dengan apa yang kamu bilang sebelum memutuskan untuk berpisah dari Akram?" Odit terdiam. Nana menghela nafas pelan seraya mengusap lengan Odit. "Walaupun kalian berpisah, tapi kalian tetap jadi orang tua yang baik untuk Nini. Kalau aja hari itu Nana usir Akram, larang dia ketemu Nini, terus sampai sekarang. Apa kamu yakin Nini bisa seceria seperti ini?"

Odit semakin dia.

"Jangan egois. Mementingkan egomu dan melukai perasaan anakmu."

>>>>>>THE NEXT PART 3<<<<<<

Continue Reading

You'll Also Like

480K 1.7K 14
Di entot Temen suami enak banget
270K 2.9K 4
Oneshoot gay tentang Daniel yang memiliki memek dengan bermacam macam dominan. Jangan salah lapak-!!!
347K 1.2K 6
banyak adegan aww aww nya lohhhh, YAKINN GAMAU BACAAA #7 NENEN [3 - 1 - 23] #3 BXG [3 - 1 - 23]
48.4K 7.9K 30
Gatau baca aja!