Silence Of Tears (TERBIT)

By bunnylovv

3.8M 303K 29.6K

📍SUDAH TERBIT! ❝Luka tidak memiliki suara, sebab airmata jatuh tanpa bicara.❞ Keynara Zhivanna, gadis denga... More

PROLOG
[ Part 2 ] Gagal
| Part 3 | Terungkap
[ Part 4 ] Dia Kembali
| Part 5 | Pertemuan
| Part 6 | Kemurkaan Kevan
[ Part 7 ] Dia lagi?
[ Part 8 ] Rumah Mama
[ Part 9 ] Mereka Tahu
[ Part 10 ] Pengungkapan Nara
[ Part 11 ] Kekecewaan Mamah
[ Part 12 ] Married
[ Part 13 ] Satu Kamar
[ Part 14 ] Alexa Graceva
[ Part 15 ] Taruhan
[ Part 16 ] Rahasia Genan
[ Part 17 ] Hasrat Membunuh
[ Part 18 ] Cuek
[ Part 19 ] Ancaman
[ Part 20 ] Tuduhan
[ Part 21] Insiden Kolam Renang
[ Part 22 ] Pengungkapan Alexa
[ Part 23 ] Rindu Bunda
[ Part 24 ] Kecewa
[ Part 25 ] Luka Bagi Kevan
[ Part 26 ] Sisi Gelap Genan
[ Part 27 ] Bukan Tuduhan
[ Part 28 ] Pindah
[ Part 29 ] Teman?
[ Part 30 ] Kembali
[ Part 31 ] Peduli
[ Part 32] Ngidam
[ Part 33] Kesempatan
[ Part 34] Luka dan Masa Kelam
[ Part 35 ] Perhatian
[ Part 36 ] Kepulangan
[ Part 37 ] Malam Tragis
[ Part 38 ] Titik Terendah
[ Part 39 ] Selamat Tinggal
[ Part 40 ] Karena Dia
[ Part 41 ] Terbukti
[ Part 42 ] Maaf
[ Part 43 ] Deynal's Dream
[ Part 44 ] Harapan
[ Part 45 ] Hancurnya Genan
🌹VOTE COVER🌹
OPEN PRE ORDER
EXTRA CHAP
EXTRA CHAP 2
GIVE AWAY!
CERITA BARU | SEQUEL

| Part 1 | Iblis

122K 9.9K 446
By bunnylovv

Jangan lupa untuk selalu sisipkan vote dan komen. Belajar lah menghargai karya para penulis🤗

|🌹HAPPY READING🌹|
.
.

"Menahan untuk tidak menangis ternyata lebih menyakitkan."
-Keynara Zhivanna-

∆∆∆

Gadis itu berjalan gontai dibawah langit yang mulai gelap. Baju seragamnya sudah tak serapi tadi. Kedua matanya memerah karena terlalu banyak menangis atas kejadian yang menimpanya hari ini. Ucapan Kevan masih berkelana dalam benak Nara. Ada sedikit keraguan untuk melakukan hal yang lebih keji itu, membunuh calon buah hatinya.

Nara berhenti sejenak memandang pintu di depannya. Sungguh, ia sebenarnya enggan untuk pulang ke rumah. Baginya rumah itu adalah neraka. Apalagi mengingat perlakuan ayahnya, Nara merasa tertekan. Rumah tak lebih dari tempat penyiksaan baginya.

Namun ia bisa apa? Kabur? Tidak semudah itu. Ayahnya bagaikan iblis yang enggan melepaskan korbannya begitu saja. Gadis itu pernah kabur, tapi dalam waktu kurang dari tiga hari orang suruhan ayahnya berhasil menemukannya. Nara akan mendapat kekerasan berkali lipat jika ia mencoba kabur atau melanggar perintah sang Ayah. Dia tak pantas disebut sebagai ayah!

Lagipula kalau ia kabur, mampukah ia bertahan hidup? Selama ini ayahnya 'lah yang menghidupinya.

Dengan ragu Nara membuka pintu itu. Seperkian detik ia membukanya, sepasang netranya langsung disuguhkan oleh sosok sang Ayah yang menatapnya tajam.

Di belakangnya terdapat seorang gadis yang duduk santai di sofa dan memberikan tatapan tak sukanya. Dia Felly Greysia Alexander, saudari tirinya.

Melihat tatapan tajam sang Ayah, membuat Nara meremang. Tak perlu menebak lagi, ia sudah tahu apa yang akan menimpanya kali ini. Iblis itu sudah di depan mata.

"Sekolah mana yang memulangkan siswinya jam segini hah?!"

"Cih, gak tahu diri lo!" sahut Felly bersidekap dada.

Nara menghela napas lalu berdecak. "Nggak usah manas-manasin lo!" celetuk Nara menatap tajam Felly.

Felly melotot. "Ayah dengar apa yang barusan Nara bilang? Lo-"

"Cukup!" ucap sang Ayah lalu mencengkram pergelangan tangan Nara. "Nara, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu baru pulang jam segini?"

"Ayah peduli? Enggak kan? Nara capek." Hendak melangkah pergi tapi langsung ditahan oleh Liam. "Ck! Please, Yah, kali ini aja Nara mohon. Nara capek!"

Liam Alexander, pria setengah paruh baya itu tak menggubris keluh kesah Nara. Ditariknya dengan kasar tangan gadis itu hingga membuat pergelangan tangan Nara memerah.

"Ini apa hah?!" Liam melempar selembar kertas tepat di depan wajah Nara. "Kemarin ulangan dapat nilai segini?"

Atensi Nara tertuju pada kertas yang sudah terjatuh di bawah kakinya. Terpampang jelas nilai sembilan puluh di sana. Nilai segitu memang nilai yang cukup tinggi, tapi bagi Nara ralat bagi Liam itu adalah nilai rendah. Liam selalu menuntut Nara untuk mendapat nilai sempurna di setiap ulangan, ujian, dan segala hal haruslah sempurna. Nara muak dengan itu.

"Kamu sudah melanggar aturan Ayah. Yang pertama, kamu menyembunyikan kertas hasil ulanganmu, yang kedua kamu tidak mendapat nilai sempurna, dan yang terakhir kamu baru pulang jam segini. Kamu tahu, 'kan apa konsekuensinya?"

"Sampai kapan Ayah selalu ngatur hidup Nara. Selalu menuntut yang sempurna dan membuat Nara tertekan. Nara capek, Yah! Sekali saja ngertiin Nara!" Biasanya gadis itu akan terdiam jika Liam sudah bersuara lantang, tapi kali ini tidak. Nara mengeluarkan apa yang sudah ia tahan dari dulu.

"Beraninya kamu berteriak di depan Ayah! Kamu contoh 'tuh adikmu! Dia selalu bikin bangga Ayah, selalu nurut dan nggak pernah bikin kecewa! Nggak kayak kamu!" tutur Liam.

Nara menatap sinis Felly. Sudah biasa baginya dibanding-bandingkan seperti ini. Sedang Felly memberikan tatapan puas.

"Anak kandung Ayah tuh siapa 'sih? Aku atau Felly!?" lantang Nara.

"Diam kamu! Tidak usah mengalihkan pembicaraan! Ikut Ayah! Kamu harus dihukum."

Nara tersentak saat lagi-lagi tangannya ditarik kasar oleh Liam hingga membuatnya hampir kehilangan keseimbangan.

"Mas udah!" Seorang wanita berhasil menghentikan pergerakan Liam. Dia Diandra, istrinya.

"Udah, Mas, jangan hukum Nara lagi ya?" Diandra menatap manik mata suaminya, memohon.

"Terserah aku! Kamu tidak berhak mengatur! Dia harus menerima hukuman karena itu adalah konsekuensi bagi yang melanggar aturanku!" Kembali ditarik tangan gadis itu dengan kasar. Nara memberontak, tapi tenaganya tak cukup kuat. Tak ada air mata yang meluruh, tapi tersimpan banyak luka dari pandangan matanya.

"Mas, kasihan Nara!" cegah Diandra lagi tapi tak digubris oleh Liam.

Bruk

Nara meringis saat kepalanya terbentur tembok kamar mandi. Tatapan memohon ia tujukan pada sang Ayah, berharap pria itu menghentikan hukumannya, namun tetap saja pria itu tak menggubris.

Dan di sini lah hukuman akan dimulai.

Sebuah ikat pinggang sudah berada pada genggaman Liam. Dan siap dihempaskan benda itu ke punggung Nara.

Splash!

"Mas, jangan!" Diandra mencegah, menarik tangan suaminya yang sudah memegang ikat pinggang. "Jangan lagi, ya? Aku mohon, kasihan Na-"

"Pergi kamu!" potongnya.

"Nggak!" Sang Istri merebut ikat pinggang itu, lantas menatap tajam sang suami. "Jangan cambuk, Mas! Nara itu anak kamu, tega kamu nyakitin dia!?"

"Dia yang salah!"

"Tapi ini berlebihan!"

Kali ini Liam hanya berdecak. Lalu melangkah, menyalakan air shower. Air dingin itu langsung menyembur pada tubuh Nara yang meringkuk.

Pria itu 'pun keluar dari kamar mandi seraya menyeret istrinya. Lantas setelah itu menguncinya, meninggalkan Nara yang mungkin akan mengigil di sana.

"Ini tidak seberapa. Kalo kamu melakukan kesalahan lagi, maka hukumannya akan berkali-kali lipat. Jangan anggap remeh ucapan Ayah." Liam pun pergi setelah memperingatkan gadis itu di balik pintu.

Sang istri, Diandra tetap di sana. Ia dibuat begitu khawatir dengan putrinya itu. "Nara... kamu nggak papa, Nak?" tanya wanita itu dibalik pintu.

Tak ada jawaban. Namun terdengar isakan kecil di sana.

"Sabar ya. Bunda mau nyari kunci cadangan dulu. Kamu matiin showernya biar nggak mengigil." Setelahnya wanita itu 'pun pergi.

Setelah kepergian sang Ayah dan juga Bunda, barulah Nara menangis sejadi-jadinya. Mengeluarkan rasa sakit yang sedari tadi ia tahan. Sekujur tubuhnya terasa nyeri akibat pukulan dari ikat pinggang tadi, mungkin akan banyak memar yang timbul.

Di saat Liam menyiksanya, Nara jarang meluruhkan air mata, karena dia tak ingin terlihat lemah di depan si iblis itu. Gadis itu selalu menahan air matanya meski rasanya berkali lipat lebih sakit dan menyesakkan.

"Awhh." Nara meringis saat rasa sakit pada perutnya terasa menjalar. Rasa pusing pun juga mendominasi.

Nara tertegun saat ia teringat bahwa terdapat nyawa yang sedang bersemayam dalam rahimnya. Mengingat hal itu Nara kembali menangis, isakan tangisnya terdengar begitu pilu dan menyesakkan.

Menyandarkan tubuhnya di tembok kamar mandi, dia memeluk lututnya. Air dari shower terus mengalir bahkan Nara sudah menggigil. Nara tak berniat mematikannya, dia membiarkan rasa sakit di sekujur tubuhnya bahkan di perutnya melebur bersama dinginnya air. Mungkin lebih baik jika Nara mati saja daripada harus hidup dengan banyak penderitaan namun bersikap sok kuat.

"Arrghhh!" frustasinya seraya memukul brutal perut ratanya. "Bayi ini tak seharusnya hadir! Bisa habis gue kalo sampe Ayah tahu."

Napas gadis itu memburu, tubuhnya sudah benar-benar lemah. Apalagi rasa sakit pada perutnya lebih mendominasi dari pada rasa sakit dari cambukan ayahnya tadi. Nara berharap setelah ini bayi itu mati, atau mungkin lebih baik jika dirinya juga ikut mati. Kesadaran Nara mulai menurun saat rasa sakit itu benar-benar membuatnya tak berdaya, dan perlahan gelap pun datang menghampiri.

.
.
.

|🌹SILENCE OF TEARS🌹|

《《BERSAMBUNG》》

Tenang pren, baru part satu ini. Makasih yang sudah mampir. Ayo yang belum voment dipencet bintangnya, jgn dicuekin😭.

Next part kita emosi lagi okey👍 See you sweetie💕

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 182K 36
ᴹᵃʳⁱ ᴺᵍᵃᵏᵃᵏ ˢᵃᵐᵖᵃⁱ ᴮᵉⁿᵍᵉᵏ "Diam atau gua sleding!" ujar Libra tegas. Tidak ingin bernasib buruk, Embun diam mematung sambil menunduk. Dia sangat kece...
4.9K 364 49
End✔ "Cewek baik-baik kok ngajak pacaran!"
2.2M 293K 59
"Zizel ini kenapa lo ninggalin celana dalam gua? kenapa nggak sekalian lo cuci!" cecar Maclo memperlihatkan celana dalam berwarna biru yang ia pegang...
619K 7.3K 28
Warning konten 21+ yang masih dibawah umur menjauh. Sebuah short story yang menceritakan gairah panas antara seorang magang dan seorang wakil rakyat...