Kennand Perfect Boyfriend

By _avocadish_

93.8K 6K 636

'๐ฌ๐ข๐ง๐ ๐ค๐š๐ญ ๐ฌ๐š๐ฃ๐š ๐ข๐ง๐ข ๐š๐๐š๐ฅ๐š๐ก ๐ค๐ข๐ฌ๐š๐ก ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐›๐ž๐ซ๐š๐ฐ๐š๐ฅ ๐๐š๐ซ๐ข ๐ค๐ž๐ฉ๐ฎ๐ซ๐š-๐ฉ๐ฎ๐ซ๏ฟฝ... More

PROLOG
Part : 1
Part : 2
Part : 3
Part : 4
Part : 5
Part : 6
Part : 7
Part : 8
Part : 9
Part : 10
Part : 11
Part : 12
Part : 13
Part : 14
Part : 15
Part : 16
Part : 17
Part : 18
Part : 19
Part : 20
Part : 21
Part : 22
Special parts: Tentang Hazel
Part : 23
Part : 24
Part : 25
Part : 26
Part : 27
Part : 28
Part : 29
Part : 30
Part : 32
Part : 33
Part : 34
Part : 35
Part : 36
Part : 37
Part : 38
Part : 39
Part : 40
Part : 41
Part : 42
Part : 43
Part : 44
Part : 45
Part : 46
Part : 47
Part : 48
Part : 49
Part : 50
Part : 51
Part : 52
Part : 53
Part : 54
Part : 55
Part : 56
Part : 57
Part : 58
Part : 59
Part 60
Part : 61
Part : 62
Part : 63
Part : 64
Part : 65
Part 66
Part 67
Part 68
Part 69
Part 70 [Ending]

Part : 31

1K 68 0
By _avocadish_

Halooo
Selamat malam Minggu, hehe.
.
*music recommendations while reading this chapter: 'Terlukis Indah'
-Rizky Febian, Zhiva Magnolya-
.

Happy reading ( ◜‿◝ )♡

"..emm, jangan lupa dimakan"

"..tidur udah malem"

"..dah ya, besok telepon lagi... love you too"

Hazel menghela nafas, bisa-bisanya Jio melakukan panggilan telepon seperti itu di kamarnya disaat ia tengah sibuk mengerjakan pr nya.

"Kamar kamu adem Cel, tapi kesian AC-nya gak pernah dipake"

"Lagian eneg kalau pake AC, puyeng"

"Kok bisa ya orang-orang gak suka AC padahal enak tau, dingin, adem"

"No! Bikin pusing!"

Kamar yang luas. Besarnya bisa tiga kali lipat dari kamar Jio di rumahnya.

Jio sudah menganggap Hazel ini adiknya sendiri, karena sejak dulu ia sangat ingin memiliki adik namun, sampai sekarang ia masih tetap menjadi anak tunggal.

Lalu kenapa mereka bisa sama-sama kelas 3 SMA, sedangkan mereka berbeda hampir setengah tahun (Jio lebih tua).

Itu terjadi karena Jio berada di TK selama 4 tahun lamanya. Yang membuatnya sedikit telat masuk SD. Seharusnya sekarang Jio sudah lulus SMA. Jadi Jio bukan tak naik kelas.

Suara ketukan pintu terdengar. Ia yakin ini Azlan yang menyuruhnya minum obat.

"Minum obatnya, sekarang"

Azlan menaruh beberapa butir obat dan segelas air di meja kecil sebelah meja belajarnya.

"Ni bocah malah tidur disini lagi"

"Tau tuh kak Jio, abis teleponan sama kak Elena jadi begitu"

Azlan terdiam beberapa detik. Seperti ada hal yang ingin ia bicarakan.

"Dek," panggilnya pelan.

"Ini punya siapa?," Ia menunjukkan sebotol minuman yang belum pernah Hazel lihat sebelumnya.

"Abang liat ini ada di ruang baca di bawah"

Dirumahnya Hazel memiliki ruang baca seperti perpustakaan. Itu salah satu ruang favoritnya di rumah yang penuh dengan ribuan buku. Hazel sangat suka membaca buku.

"Itu minuman apa?"

Azlan menggeleng. "Ini punya siapa? Yang sering di ruang baca kan kamu"

"Gak tau, nama minumannya aja gak tau, punya kak Jio kali, tadi dia baca buku disana,"

"Kenapa emangnya?"

"Anu.." Azlan menggaruk tengkuknya. "Ini minuman alkoholnya lima puluh persen, tadi Abang kira kamu yang minum"

"Kak Jio inimah pasti, soalnya sekarang dia tepar, tuh liat" Hazel menunjuk Jio yang tertidur pulas di kasurnya.

"Berarti dia tepar karena oleng?"

"Mungkin"

"Soalnya ini bukan cuma satu botol, tapi tiga botol kosong semua"

"Ihh," Hazel bergidik ngeri. "Kak Jio parah, emang umur segitu boleh minum gituan?"

"Tujuh belas tahun boleh, mungkin, kalau dia yang minum gak masalah, tapi kalau kamu awas aja."

"Coba Abang colek dikit" titahnya ngawur.

"Mau digeplak? Gak boleh nanti dimarah ayah"

"Ayah? Emang ada?"

Azlan keceplosan. Oke. Adiknya yang curigaan ini kembali mencurigainya.

"Pake feeling yang tinggi,"

"Udahlah, kalau Jio tidur disitu kamu tidur di kamar tamu yang ada TV nya aja, minum obatnya jangan lupa"

Azlan tadinya akan meninggalkan kamar Hazel. Tapi ada keanehan.

Jio tiba-tiba tertawa kecil dalam tidurnya. Jujur saja ini sedikit seram, mungkin Jio bermimpi tapi jujur ini menyeramkan.

"Heh," Azlan menggoyahkan tubuh Jio. "Heh, Jio! Serem jangan nakut-nakutin"

"Iya, soalnya kalau kesurupan gak bisa dibacain ayat kursi"

"Ck, ngawur, tapi iya si gak bisa dibacain itu"

Sekarang malah Jio bergumam tidak jelas. Oke Jio sedang mabuk sekarang.

"Ihh, serem kak Jio bangun pamali kayak gitu, nakut-nakutin orang"

"Dia bukan kesurupan, efek dari minuman tadi kayaknya"

"Mana matanya kak Jio sipit banget, jadi makin mirip orang kesurupan"

"Emang orang kesurupan matanya sipit?"

"Hah?" Hazel menggeleng. "Enggak juga sih"

"..sayang... sayang..." Gumam Jio pelan nyaris berbisik.

"Ih! Homo!" Azlan sedikit menghempaskan tubuh Jio.

"..ehh homo? yaa homo..., yeee homo.."

Serius Jio bergumam seperti itu? Kok? Lebih ke... Pikir sendiri saja.

"Kok? Kak Jio ada kak Elena ya gausah macem-macem"

"Elena?" Jio nampak sedikit kaget walaupun masih seperti tertidur. "Elena siapa?"

Ini Jio sedang mabuk atau amnesia.

"Ih, kak Jio sumpah lebih serem dari orang kesurupan"

"Mau tidur apa mau bangun? Banjur ini mah"

"Banjur aja bang, se-ember kalau bisa sampe kak Jio sadar"

Banjur = Guyur/siram (bahasa Sunda)


Pagi yang cerah, namun tetap saja gelap menurut Hazel. Sepertinya ia mulai bosan setiap pagi, siang, sore, malam, obat tak pernah jauh dari pandangannya.

"Bisa sehari aja gak, gak usah minum itu Abang?"

"Gak ada." Azlan menggeleng. "Nanti sabtu jadwal kamu ke rumah sakit lagi, gak boleh main dulu"

"Ck, malesin"

"Daripada gak sembuh"

"Orang udah sembuh, emang sakit apaan sih? Orang biasa aja gak kerasa apa-apa"

"Perasaan kamu aja, udah cepet minum terus sarapan terus minum obat lagi yang sesudah makan"

"Iyaa" jawabnya memelas, ia tetap menata, memasukkan satu persatu bukunya ke dalam tas berwarna abu-abu muda itu.

Jio menggeliat setengah sadar. Sinar matahari pagi begitu saja menusuk sorot matanya. Padahal ini baru jam setengah tujuh pagi tapi matahari begitu cerah.

"Kamu mau kemana?" Tanyanya sebelum menguap.

"Sekolah lah, udah pake seragam dikira mau ngapain?"

"Shh," desisnya pelan. "Kepala sakit"

"Gimana gak sakit, kak Jio bener bener ya, kalau minum alkohol itu jangan banyak banyak"

"Gak banyak kok"

"Gik binyik kik, halah bohong banget,"

"Ntar Acel aduin ke om Michael" ancam Hazel kemudian keluar dari kamarnya.

Belum sadar akan hal itu, tapi setelah sadar...

"Ya! Zel! Jangan aduin papa!!" Sontaknya antara takut terkejut dan khawatir.

•••

"Zel, Lo tau kalau Lio tunangan?" Tanya Qila.

Hmmhh. Sebuah topik ghibahan baru sepertinya.

"Tau," Hazel mengangguk. "Malam minggu kan?"

"Dia kapan pacarannya jir, gak pernah liat"

"Mereka gak pacaran dulu, dijodohin kata kak Jio"

Qila dan Lia terdiam sejenak.

"Wait, gue tau tentang ceweknya but gak tau orangnya yang mana"

"Nara namanya? Kita pernah liat gak sih Qila, yang cewek waktu itu loh yang..."

"Ahh iya itu bukan sih, nama Nara banyak"

"Emang yang mana?" Tanya Hazel ia tak tahu latar belakang Nara yang sebenarnya jujur saja ia penasaran dengan gadis lugu itu.

"Dulu kita tuh sempet pergi kemana gitu ya qil, terus kita ketemu itu cewek lagi bareng sama orang tuanya Lio, udah lama sih sebelum Lo masuk sekolah sini mungkin,"

"Nah terus ceweknya baik banget, walaupun dia spesial dengan kekurangannya, but asli dia cakep banget anjrit dimata gue dia spek sempurna banget si"

"Ya gue tau itunya, berarti mereka udah kenal lama?"

"Tapi Lio keliatan kek baru kenal gitu gak si? Mungkin Nara kenal sama orangtuanya Lio dah lama cuma sama Lio nya baru-baru ini"

"Cakep anjrit beneran, gue cewek aja gimana ya suka gitu kiat postur wajahnya tuh"

"Emang Nara yang itu?"

"Ya, kayaknya"

Hazel mengusap-usap tangannya yang mulai mendingin, ahh. Ia benci hal ini semenjak sakit waktu itu ia sering kedinginan padahal cuaca diluar bisa dibilang panas.

"Kok tangan Lo banyak luka Cel?"

Hazel segera menepis tangannya. Kulitnya putih jadi luka lebam terlihat seperti luka yang parah disana.

"Kejedot mulu ini"

"Sayang banget, padahal mulus gini Cel, hati-hati plis, sayang banget kulit Lo"

"Ish, cuma gini doang belum mati"

Lia melototi Hazel. "Bibirnya, gausah ngomongin gituan ya Cel, serem"

"Ya gimana ya, gak apa-apa mau sakit juga
mau celaka juga gak apa-apa kalau takdir, asal jangan mati aja,"

"Jujur, belum siap" jelasnya.

"Mau marah tapi ada benernya, tapi Lo tetep salah!"

"Senyum, ayo senyum dulu, senyum kan ibadah"


Rooftop.

Salah satu tempat di sekolah yang jarang di kunjungi siswa. Padahal lift sudah tersedia disana.

Sejuk dan sunyi. Hanya terdengar suara siswa lain dari lantai bawah.

"Ada apa?" Tanya Hazel pelan.

Kennand. Lelaki itu hanya menghela nafasnya, padahal katanya tadi ada hal penting yang perlu ia sampaikan.

"Kalau gak jadi, mau turun lagi aja"

Hazel berbalik namun segera ditahan oleh tangan lelaki itu. Kennand menggeleng. "Jangan turun dulu"

"Katanya tadi mau ngomong, mau ngomong apa?"

Lagi-lagi Kennand hanya menatap lembut dan tetap terdiam. Lelaki yang tidak jelas.

Hazel jadi ikut terdiam, karena melihat Kennand yang hanya diam dan menikmati angin dan menatap awan yang sudah menunjukkan waktu sore.

Ini sudah waktunya pulang sekolah tapi, Kennand bilang 'ada yang mau diomongin penting, bisa ke rooftop sebentar?' katanya dalam sebuah pesan yang ia kirim.

"Ini waktunya" kata Kennand tiba-tiba.

Apa maksudnya. Kennand tidak jelas.

"Zel," panggilnya lembut.

Sungguh, tadinya Hazel sedikit kesal pada Kennand. Tapi mendengar suara lembutnya leburlah itu semua.

"Apa? Mau ngomong apa?"

Kennand menghela nafas panjang, sebelum ia mengatakan...

"I have a crush on you"

Kata yang tak mungkin Hazel dengar sebelumnya, ternyata ia dengar hari ini. Apakah ini sebuah prank atau hanya lelucon semata? Tapi Kennand bukan tipe lelaki seperti itu.

"Hah? Coba ngomong sekali lagi"

Tiba-tiba gugup, tangan dan kakinya gemetaran. Bahkan keringat dingin karena gugup itu tadi bercucuran.

Kennand mengangguk. "Ini waktunya, ini kejujuran"

Masih tidak percaya. Hazel mencubiti tangannya sendiri, memastikan ini bukanlah sebuah mimpi.

"Bangun Hazel bangun" batinnya.

Ternyata bukan, ini bukanlah sebuah mimpi.

"Can you be my girlfriend?"

Hazel hanya mematung, tak pernah hal ini terpikir sebelumnya. Yang ia pikirkan sekarang hanyalah, harus menjawab apa?.

"Gak perlu jawab sekarang," Kennand memutar pandanganya, melihat langit yang sudah mulai gelap. "Pulang aja nanti kesorean"

Kennand menepuk nepuk puncak kepala Hazel sebelum ia pergi lebih dulu. Terlihat tenang namun nyatanya berbanding terbalik, ia sangat gemetaran hingga jari-jari tangannya membiru karena gugup.

Terdiam beberapa detik.

Hazel menutup mulutnya terkejut. Berusaha tidak teriak disini.

"Pulang Cel pulang, kak Jio udah nunggu di bawah"

Entahlah ia masih tak percaya kalau Kennand.... Sungguh ia berdoa ini bukan mimpi. Salah satu hari bahagianya.

Ia berlari, berlari ke luar sekolah Jio sudah berdiri tampak lelah, menatapnya agak kesal. Tentu saja kesal, sekolah sudah sepi, perutnya yang lapar, ditambah Hazel yang sangat lama datangnya.

"Tadinya mau ditinggal loh" ucap Jio dengan nada kesal.

"Maaf, ada keperluan tadi"

"Terus kenapa senyum-senyum itu? orang kesel malah senyum-senyum"

"Ya emang kalau lagi seneng gak boleh senyum-senyum?"

"Seneng apaan?"

"Kepo. Udah ah ayo pulang, laper"

"Sama! Ayo!"


"Abang!... Abang!..." Panggil Hazel keras.

"Bang Alan gak ada" balas Jio.

"Kemana emang?"

"Ke rumah kak Zhiva"

"Tumben gak nelpon kalau mau ke rumah mba Zhiva, biasanya nelpon tuh"

Hazel membuka kulkasnya, mencari dimana letak yogurt favoritnya.

"Kakak makan" potong Jio cepat.

Hazel dengan cepat berbalik. "Diserang nih gue" gumam Jio.

"Kak Jio mah! Itu tinggal satu! Kenapa gak ambil yang rasa stroberi! Itu kan.. punya Acel!"

"Yang stroberi juga makan, jadi makan dua punya kamu sama stroberi" jawabnya santai. Sangat santai, seperti tidak punya salah sama sekali.

"Gantiin!"

"Lagian kenapa si? Bisa beli lagi, emosian banget cewek si Kennand" oloknya.

"Berisik! Wibu!". Geramnya kemudian berjalan cepat ke arah tangga dengan perasaan kesal, baru saja ia merasakan hal yang membuatnya senang tapi Jio malah... sedikit menganggu mood baiknya.

Membuka pintu surga dunianya. Maksudnya pintu kamarnya, oke. Ia kembali senang bahkan hingga melompat lompat di kamarnya.

"Taeyong-aa," jika ada kejadian dalam hidupnya, Hazel pasti curhat pada poster Taeyong kesayangannya. "Masa tadi ditembak Kennand?"

"Eh, itu ditembak gak si?" Gumamnya pada diri sendiri. "Tapi dia tanya ' can you be my girlfriend? ' itu, ah dahlah bodo amat,"

"Terus menurut bubu, Acel harus jawab apa? Iya atau oke? Itu bukan pilihan Cel, iya atau mau? Hehe, Acel juga suka sama Kennand,"

"Tapi, gak sebanding, haha. Itu tadi dia nge-prank gak si? Kennand bikin over thinking"

Ia menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Menatap meja kecil di sebelah kasurnya.

Ini obatnya jangan lupa diminum, dek. Biar cepet sembuh adeknya. Abang sayang adek♡.

-Bang Alan

Awalnya ia tak percaya kalau Azlan yang menulis ini. Tapi jika ini benar Azlan yang menulisnya, ia akan balas. Hazel juga sayang Abang.

Tulisan itu tertulis di selembar kertas dengan obat dan segelas air di sebelahnya. Padahal Hazel tak merasakan apa-apa hanya saja mudah lelah. Tapi jujur perlakuan kakak laki-lakinya sangat luar biasa.

Azlan, Jio, dan Kennand adalah sosok laki-laki yang ia cap. Lelaki terbaik dalam hidupnya. Azlan yang selalu menemaninya, Jio yang selalu menjaganya, dan Kennand yang selalu memberikan kebahagiaan. Beruntung ia dapat hidup di tengah orang-orang baik seperti mereka.

Besok Azlan bilang jadwalnya ia harus ke rumah sakit. Jujur Azlan ingin cepat-cepat memberi tahu sebenarnya Hazel ini kenapa, Azlan takut Hazel terpuruk karena terlalu banyak kebohongan dalam kehidupannya.

"Acel gak sakit Abang, Hazel udah sembuh" batinnya.

•••

Sepulang dari rumah Zhiva, Azlan dipanggil ayahnya untuk menemuinya di rumah sakit.

"... Hazel harus tetep kemoterapi lan" ucap ayahnya.

Azlan tahu apa efek samping dari itu. Tapi jika tidak dilakukan...

"Kalau enggak sel kankernya bakal cepet nyebar, kalau udah nyebar makin parah, dan kalau makin parah proses pengobatannya juga susah" jelas ayahnya.

"Kalau Alan terserah ayah, yang penting adeknya Alan sembuh"

"Kamu tau transplantasi sumsum tulang belakang kan?"

Azlan mengangguk. "Tau, Alan pernah liat di film yang kena leukimia ngelakuin itu"

"Nah makanya itu, kalau parah sekarang nyari pendonornya susah lan,"

"Walaupun ayah tau sebenernya efek samping dari kemoterapi di umurnya Hazel ayah tau,"

"Alan takut, adek harus sembuh"

"Dia sering ngeluh keringetan tengah malem gak?"

Azlan terdiam beberapa saat, sepertinya pernah.

•••

"Tumben kamu buka AC tadi malem?"

"Iya, tengah malem Acel keringetan, padahal tidurnya gak pake selimut"

"Makanya kalau pagi-pagi itu buka jendelanya"

•••

"Pernah beberapa hari lalu, tapi Alan gak tau kalau itu juga dari leukemia nya"

"Kalau turun berat badan?"

Azlan terdiam lagi, ini juga sepertinya pernah bahkan dua hari yang lalu baru saja Hazel berbicara seperti itu.

•••

"Bang, Acel kenapa ya?"

"Kenapa?"

"Udah turun 7 kg, padahal makan udah diatur sama Abang, nasi 3 kali sehari"

"7 kg? Awalnya berapa?"

"Waktu masih di rumah sakit itu, 52 kg, sekarang udah 45 kg, masa cepet banget Acel gak ada diet"

"Timbangannya error kali, tenang aja makan lagi yang banyak"

•••

Sepertinya Hazel sudah mengalami itu semua. Hanya saja Azlan tidak tahu kalau itu dari penyakitnya.

"Pernah juga katanya sampe turun 7 kg"

Abhi menghela nafas panjang. "Biar ayah yang bawa Hazel lan, biar dia tinggal sama ayah aja"

"Buat masalah itu, keputusan ada di tangan Hazel, Alan gak bisa maksa".


' I have a crush on you '
.
' Can you be my girlfriend? '

Sksksksk. Kennand sa ae.

Kaget banget tadi, buka-buka wattpad ternyata udah 4k+ readers ditambah 1k+ vote . TYSM <33

See you next chapter gays, jangan lupa vote nya ⭐⭐



Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 28.6K 12
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
291K 1.6K 2
FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA... TERDAPAT BEBERAPA REVISI DAN PERUBAHAN Menikah muda mungkin saja menjadi impian dari banyak perempuan diluar sana. Bel...
6.8M 285K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
665 77 20
"Dia adalah obsesi, harapan, bahkan bintang tak tergapai," mereka berkata lantang. Tapi bagi gadis itu, si 'dia' tidak lebih dari sebuah kenyataan pa...