Pengantin Kutukan

By Satpam_Hot

2.3K 142 6

Setelah tragedi lima belas tahun yang lalu, membuat arwah pengantin korban mutilasi kembali muncul. Arwanya p... More

PENGANTIN KORBAN MUTILASI
SISI LAIN DARI AUREL
RUMAH DI PESISIR PANTAI SEJARAH
MALAM PERTAMA DI RUMAH BARU
MISTERI TUSUK KONDE
RUMAH TANGGA YANG MULAI GOYANG
DIA IKUT KE MANA PUN KAU PERGI
PALUH LEMBAH DARAH
MANUSIA-MANUSIA TANPA KEPALA
KAMAR BEKAS MUTILASI
KEHADIRAN KETIGA PENARI MISTERIUS
BERSEKUTU PADA SETAN
BENANG MERAH KEHIDUPAN
KEADAAN YANG KIAN MEMPRIHATINKAN
MASALAH BARU
RUANG KANTOR YANG MENDADAK MISTERIUS
PENGUNGKAPAN DARI SECARIK KERTAS
HARTA HANYALAH HIASAN DUNIA SEMATA
HIDUP BUKAN SEKADAR MENCARI EMAS DAN PERMATA
ORANG-ORANG BERHATI MALAIKAT
MENGUJI TINGKAT KEJUJURAN MANUSIA
KETULUSAN HATI
KEMATIAN ADALAH PERISTIWA YANG HAKIKI
KEMATIAN DEMI KEMATIAN TERJADI BERSAMA IRONI
KEMATIAN RADIT ANAK KEDUA
LAPAK MUTILASI SEORANG WANITA BERGAUN PENGANTIN
KEMATIAN TERUS TERJADI
LINGSIR WENGI
AWAL UNTUK AKHIR
EPILOG
PESAN DARI PENULIS

TUSUK KONDE DAN KAIN KAFAN HITAM

52 5 0
By Satpam_Hot

Detik berganti dengan detik, menit juga beringsut memboyong semburat arunika sembari mengajak gerimis kecil menerpa seisi kota. Tepat di bandara, Jefri mendudukkan badan di atas kursi. Dia kembali merogoh benda yang kerap mendatangi hari-harinya belakangan ini. Tak lain adalah tusuk konde berwarna kuning sedikit keemasan.

Pemikiran masih berkutat dan merumuskan berbagai pertanyaan itu dalam benak, jiwa gelenyar seakan menciptakan sebuah peristiwa yang harus dia singkap. Mungkin di balik benda itu terdapat sebuah petunjuk ataupun informasi, karena benda tajam yang biasa diletakkan di atas sanggul seorang wanita itu tidak mungkin berceceran.

Perihal kebetulan, mungkin bisa saja kalau tempat-tempat yang Jefri datangi pernah dihuni oleh seorang wanita. Namun, tusuk konde sudah jarang dipakai wanita suku Jawa di era serba modern saat ini. Apalagi Kota Medan, penduduk dengan mayoritas suku Batak dan Melayu itu tidaklah mengenakan tusuk konde.

Benda yang berada dalam genggaman sedikit demi sedikit bergerak dan menusuk kulit telapak tangan, darah segar bergerak sejurus menuju lantai bandara internasional.

"Ach ... ini benda apa, sih!" ucap Jefri sendiri, kemudian dia membuang tusuk konde itu secara spontan.

Tak berapa lama, seorang wanita pun datang dari arah depan, dia membawa tas ransel berwarna abu-abu dengan wajah yang ditutup cadar hitam. Tampak sesekali wanita itu menoleh ke arah kanan, akan tetapi tangannya masih memainkan ponsel.

Karena Jefri merasakan keanehan dengan gelagat wanita itu, dia pun membalas kerlingan netra orang di samping kirinya. Dalam sekelebat penglihatan, wanita bercadar itu kembali membuang tatapan.

"Maaf, Mbak. Anda kenapa melihat ke arah saya, ya?" tanya Jefri mengawali pembicaraan.

"Eng-enggak, Mas," titahnya terbata-bata.

"Oh, oke." Jefri pun mengambil baju kaos dari dalam koper dan membalut luka di telapak tangannya sebelah kiri.

Wanita yang tadinya memainkan ponsel, kembali menatap mantap ke arah posisi duduk Jefri. Namun, netranya lebih sejurus ke samping kanan. Entah siapa yang dia lihat di sana, padahal dalam ruang lingkup saat ini hanya ada tersisa dua orang saja.

Perasasan yang kian gelenyar, membuat Jefri menoleh ke posisi tatapan wanita itu. Akan tetapi, di sana tak ada siapa pun, sekadar pohon-pohon nan rimbun dan tumbuh semampai berbaris rapi.

"Maaf, Mbak. Kamu lagi memperhatikan saya?" tanya Jefri penuh selidik.

"Bukan, saya hanya lihat orang tua yang ada di samping kamu, Mas." Selesai memungkas ucapan, wanita bercadar itu membuang tatapan menuju layar ponselnya.

'Orang tua? Perasaan aku enggak bawa ibu di sini, cantik-cantik siwer matanya!' gerutu Jefri dalam hati.

Lamat-lamat, sebuah bisikan maut datang dari indra pendengaran, ucapan lirih perihal kata-kata samar mendadak pasih ketika ditangkap daun telinga.

'Jefri ... bunuh wanita itu!'

'Apa! Bunuh? Mana mungkin aku melakukannya hal kejam seperti itu.'

'Jefri ... bunuh wanita itu sekarang.'

"Astaghfirullah!" pekik Jefri sembari membangkitkan posisi badannya, sementara netra sejurus pada kursi yang menghadirkan bisikan maut lewat percakapan batin itu.

"Mas, kamu kenapa?" tanya wanita bercadar hitam itu, dia pun membangkitkan posisi duduknya karena terkejut.

"Ya, Allah ... apa yang terjadi pada hamba!"

"Makanya, Mas, kalau ke mana-mana jangan bawa kain kafan. Arwahnya ngikut, 'kan ...." Wanita itu kembali menatap depan.

'Kain kafan? Perasaan aku enggak bawa benda-benda seperti itu.' Jefri bersenandika.

Tiba-tiba, tas koper miliknya pun jatuh di atas lantai. Benda yang dikatakan wanita bercadar itu benar, bahwa kain kafan, tusuk konde, dan bedak untuk merias wajah berserakan.

"Tuh! Saya bilang juga apa, kalau kamu menganut ilmu hitam. Mendekatkan diri pada Allah, Mas, bukan pada jin. Karena bisa membuat kamu celaka, permisi!" Wanita itu berlalu meninggalkan Jefri di atas kursi.

Karena bandara sedikit demi sedikit memboyong aura mistis teramat kental, pemuda berusia 29 tahun itu pun beringsut meninggalkan lokasi. Setelah beberapa meter Jefri menapak, wanita berbaju sangat lusuh tengah mendudukkan badannya di atas kursi sembari mengambil tusuk konde miliknya itu.

Sesampainya di tepian trotoar, taksi pun berhenti, padahal Jefri tidak melambaikan tangan sama sekali. Akhirnya dia pun masuk sembari menetralisir suasana hati yang kian mencekam itu. Sopir di posisi depan sesekali menatap tempat duduk Jefri, dia seakan merasakan keanahen yang terjadi dalam mobilnya..

"Pak," panggil sopir itu singkat.

"I-iya, Pak. Ada apa, ya?" tanya Jefri.

"Bapak membawa seseorang, ya?"

Karena penasaran, Jefri pun mendekatkan wajahnya sedikit menjorok ke bangku paling depan. Kemudian dia menjawab, "maksudnya membawa siapa, Pak?"

"Bapak tidak merasa aneh gitu? Kalau di samping Bapak ada nenek-nenek," papar sopir itu lagi.

Sembari celingukan, pemuda berbadan maskulin itu mencoba menyelidik perkataan yang datang padanya, lalu dia membalas, "saya enggak mengerti maksud Bapak, karena saya cuma sendirian."

"Pak, hati-hati saja ke depannya. Karena Bapak sudah bersekutu pada setan," pungkas sopir itu lagi.

Selepas berkata, seekor kucing melintas sangat kencang. Taksi yang kala itu sedang bergerak lumayan laju, harus berhenti secara tiba-tiba dan berada pada tepian trotoar. Posisi mereka masih di tengah jalan aspal hutan Akasia, tanpa ada satu pun kendaraan yang melintas saat itu.

Sopir di posisi depan kembali mencoba untuk menyalakan taksinya. Namun, mesin mobil tak kunjung mau hidup. Kabut putih bergerak anggun ke sana ke mari, burung hantu terdengar sejurus menuju pohon randu yang ada di posisi samping.

Sementara sinyal ponsel pun mendadak hilang, listrik di sepanjang jalan padam seketika bersama gerimis yang mulai lebat. Wiper yang menghapus percikan air seakan kewalahan, karena hutan telah diguyur badai seakan mengepung dari segala sudut.

"Pak, taksinya kenapa, ya?" tanya Jefri penasaran.

"Mogok, Pak, enggak tahu kenapa," responsnya.

"Makanya, Pak, jadi orang jangan suudzon. Saya tidak membawa siapa pun dari tadi," tambah Jefri menengahi.

Karena sopir itu tak ingin menambah perseteruan, dia menghela napas berat sembari menunggu mobil itu menyala. Sekitar lima belas menit, hujan pun reda dengan sendirinya, mobil menyala tanpa disentuh sama sekali.

"Kok, mobilnya menyala sendiri?" tanya sopir itu penasaran.

"Barangkali mobilnya cuma mau ngeprank aja, Pak." Jefri pun meledek dengan membuang cengir.

"Iya kali ngeprank, emang saya artis. Memang, sih, banyak yang bilang kalau saya mirip Anjasmara."

"Iyain aja, biar cepat," cibir Jefri sembari merebahkan badannya di atas kursi.

Mereka pun kembali bergerak menuju Kecamatan Lima Puluh. Setelah sekian jam berkutat pada jalan lintas, akhirnya rumah dengan bangunan super mewah itu terlihat dari ujung netra. Sopir pun memberhentikan taksinya tepat di depan teras, dia menoleh ke belakang sembari melihat Jefri yang telah tertidur pulas.

"Pak, bangun, Pak. Kita sudah sampai," ucap sopir itu sembari menyentuh lutut Jefri.

Dalam samar, pemuda beranak dua itu mencoba untuk membuka netranya, dia pun membersihkan iler yang keluar sejurus dari ekor bibir.

"Eh, kita udah sampai," kata Jefri.

"Sudah, Pak."

"Alhamdulillah ... akhinya kita sampai dengan selamat. Mari, Pak, singgah dulu." Jefri mempersilakan sopir bertopi kuning itu.

"Eng-enggak usah, Pak, nanti merepotkan."

"Kok, merepotkan. Kita ngopi dulu di dalam, Pak." Jefri pun keluar mobil diikuti dengan sopir itu.

Sesampainya di teras rumah, Jefri mengetuk pintu sebanyak dua kali. "Assalammualaikum ...."

"Wa'alaikumsallam ...," jawab seseorang dari dalam rumah.

Tanpa menunggu lama, Mirna pun membuka pintu sembari tertegun menatap sopir taksi itu. Sementara si sopir membalas kerlingan netra yang tak biasa terpapar padanya. Jefri hanya celingukan berpindah posisi dalam melirik.

"Ibu kenal dengan sopir ini?" tanya Jefri.

Kemudian, mereka berdua seperti tengah membuyarkan lamunan. Mirna pun menjawab, "ah, enggak. Ayo, masuk dulu. Biar ibu buatkan minuman hangat." Mirna pun berlalu pergi menuju dapur. Tepat di samping arloji sakana klasik, wanita tua itu kembali menatap sopir yang sedari tadi menatap penuh selidik.

"Assalammualaikum ...," sapa si sopir.

"Wa'alaikumsallam ... silakan duduk, Pak." Jefri pun meletakkan kopernya di samping kiri.

"Wah, rumah Anda besar sekali. Tapi sayang, berhantu."

"Maksudnya berhantu gimana, pak?"

"Eng-engak, Pak. Saya salah ngomong. Oh, ya, nama saya Narto." Sopir itu menyodorkan tangan kanannya.

"Saya Jefri, Pak."

Dari pojok ruangan, Mirna pun datang membawa nampan berisikan kopi hangat. Sementara di atas piring, sudah ada kudapan yang siap untuk disantap. Wanita tua itu meletakkan nampan di atas meja, dia menyusun rapi gelas-gelas kosong yang dibawanya.

"Silakan diminum dulu kopinya, nanti keburu dingin," kata Mirna.

"Terima kasih, Bu. Oh, ya, anak-anak ke mana? Enggak ada suaranya." Jefri celingukan tanpa henti.

"Radit sama Aurel ada di atas, biar ibu panggilkan." Mirna beringsut pergi menuju lantai dua.

"Silakan diminum, Pak Narto. Keburu dingin kopinya," titah Jefri mempersilakan.

Mereka pun saling bercokol di ruang tamu. Suasana temaram rumah mewah itu menghadirkan hiruk pikuk yang datang dari penjuru sudut. Bahkan arloji sakana klasik juga sangat misterius bagi Narto—sopir taksi itu.

Sembari meneguk kopi hangat, netranya pun tak jemu memandang lukisan tiga dimensi yang berjejer rapi di setiap pojok rumah. Tampak dari mata batinnya bahwa gambar-gambar itu hidup dan seakan mengajak siapa pun untuk memasuki dunia meraka, akan tetapi tidak untuk Narto, dia memiliki kelebihan untuk menerawang area sekitar, salah satunya mendeteksi di mana saja keberadaan makhluk gaib.

"Pak, saya boleh permisi ke kamar mandi," ucap Narto spontan.

"Oh, boleh, Pak. Di sudut sana ada kamar mandi, silakan." Jefri menunjuk ruangan minimalis dengan dua pintu itu.

Lamat-lamat, Narto beringsut dan menuju kamar mandi. Setibanya tepat di depan pintu, dia mendapati aroma bunga kantil menyengat indra penciumannya. Dengan perlahan, lelaki bertopi kuning itu memasuki ruangan minimalis yang berada tepat sejurus pada tatapan.

Kepergiannya menuju kamar mandi bukan untuk buang air, dia sekadar ingin mengetahui aura mistis paling kental itu datang dari mana. Kini, pertanyaan terjawab lunas, karena ruangan yang menjadi pusat keberadaan makhluk gaib itu berada dalam kamar mandi.

Suara tangisan mendayu-dayu bergerak lambat dari plafon, ditambah seperti telapak kaki yang juga hadir di sana. Namun, Narto tetap bersikap tenang dan memutar badannya ke belakang. Dari pantulan cermin, sosok itu telah hadir dengan kepala yang telah terpecah menjadi dua bagian.

Continue Reading

You'll Also Like

37.5K 2.1K 29
Rasa trauma yang selalu menghantui 2 orang sahabat sejak kecil membuat mereka berdua takut jatuh cinta karena takut patah hati.
34.8K 1.1K 40
Kisah tentang keluarga dan seorang pengasuh yang diteror oleh hantu penjaga anak kecil.
8.1K 600 35
Follow dulu guys :) Jika dia bisa memilih, lebih baik dia tidak dilahirkan kembali. jika dia bisa memilih, dia akan mengakhiri hidupnya sendiri. hid...
10.4K 1.4K 30
[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 1 Perasaan Samsul dan Nadin sangat tidak enak, ketika mendengar kabar bahwa seorang pemuda dari kelas 10 di seko...