Love For Eleanor

By FatimahIdris3

1.1K 807 528

Kutulis kisah ini untuk banyak orang. Untuk mereka yang pernah terluka dan ragu untuk kembali membuka hatinya... More

BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24.1
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30
BAGIAN 31

BAGIAN 24.2

13 6 6
By FatimahIdris3

Yuhuuuuuuuu!!!! I'm back.

Dibagian ini masih tentang hidup Diaz dan hidup El ya....

Happy reading!!!!

🌺🌺🌺

El terus terisak sepanjang Diaz menceritakan kisah hidupnya. Dibanding dirinya, ternyata Diaz lebih menderita. El masih beruntung memiliki ibu walau dia tidak pernah tau siapa ayah kandungnya. El juga memiliki ayah yang mau menerima dan mengakuinya sebagai anak. Sementara Diaz, walau sempat diadopsi tapi dia mendapat perlakuan yang tidak baik.

El sedikit terkejut saat dirasanya tangan besar milik Diaz menangkup wajahnya. Entah sejak kapan Diaz berpindah duduk disamping El. Perlahan tangan besar itu mengusap air mata dikedua pipi El. Pandangan keduanya beradu.

"Aku tidak suka melihatmu menangis. Apalagi alasannya karna mengasihani kisah hidupku. Aku ingin kau menerima kehadiranku dihidupmu bukan karna alasan kasihan. Tapi karna kau benar-benar menyukaiku" Kata Diaz masih terus mengusap lembut pipi El.

El hanya bisa menggeleng. Suaranya seolah hilang karna terlalu banyak menangis. El memang kasihan pada hidup Diaz. Namun jauh didasar hatinya El seolah melihat sosoknya sendiri dalam diri Diaz. El tidak jauh beda dengan Diaz. Kisah hidupnya bahkan lebih buruk dari hidup Diaz. El takut jika Diaz menjauh dan merasa jijik dengannya. Setelah ia bercerita tentang hidupnya.

"A-aku t-tidak me-mengasihimu" Kata El terbata.

"Lalu apa arti air mata ini, hem?"

"A-aku tidak tau hiks... Aku merasa kau sama sepertiku hiks..."

"Benarkah?"

El mengangguk. Kemudian tanpa diduga El sebelumnya, Diaz membawa El kedalam pelukan hangat pria itu. Kembali air mata El mengalir. Ahra pernah memberitahu El bagaimana Sharga memeluknya. Kata Ahra, pelukan Sharga mengingatkannya pada pelukan hangat sang ayah. Dan kini El tau perasaan seperti apa yang Ahra rasakan saat itu.

El merasakan hangatnya pelukan sang ayah dalam dekapan Diaz. El bisa merasakan bagaimana ritme jantung Diaz yang berdetak tidak beraturan. El tidak tau apa semua jantung berdetak seirama. Karna jantung El juga tidak berdetak dengan semestinya.

Sama halnya El, Diaz seolah menemukan ketenangan saat memeluk El. Tidak peduli jika El merasakan bagaimana jantungnya menggila. Ada rasa cemas saat tadi Diaz melihat El menangis. Dari dulu, Diaz tidak suka melihat orang lain menangis karna mengasihani kehidupannya yang kurang beruntung.

Namun Diaz lega saat El berkata bahwa wanita itu tidak mengasihaninya. Diaz tidak tau bagaimana kehidupan El diluar profesinya sebagai EO. Mungkin nanti El akan menceritakannya pada Diaz. Bagaimanapun kisah El, Diaz akan menerimanya. Baik itu buruk sekalipun, itu tidak masalah. Asal El bisa bersama dengannya.

🌺🌺🌺

Diaz menatap El yang tertidur disampingnya. Menjadikan bahunya sebagai tumpuan kepala El. Setelah tadi makan siang di Shara restoran, keduanya memutuskan untuk tidak kembali ketempat kerja masing-masing.

Diaz mengirim pesan pada Sharga dan beruntungnya sahabatnya itu tidak banyak bertanya. Tapi saat Diaz tiba dirumah nanti, Sharga sudah pasti memberondongnya dengan beribu pertanyaan.

Diaz mengelus pelan puncak kepala El. Lalu mencium penuh sayang wanita yang sudah memenangkan hatinya ini. Mereka memang belum resmi menjadi sepasang kekasih tapi itu bukan masalah bagi Diaz. Melihat El yang tidak lagi menghindar darinya saja sudah membuktikan bahwa wanita itu sudah membuka hati untuknya. Hanya tinggal menunggu waktu saja.

"Eeeeuuggghhh"

El menggeliat, mencari posisi ternyaman. Lalu perlahan mata indahnya terbuka. Mengerjap sebentar lalu menatap kesamping tepat saat Diaz juga tengah menatap kearahnya.

"Sudah sampai ya?" Tanya El sambil menegakkan badannya.

"Aku tidak tau harus mengantarmu kemana, jadi ya kuantar saja kau ke Apartemen" Jawab Diaz mengabaikan pertayaan El.

El tersenyum. "Tidak masalah, terima kasih ya sudah mengantarku pulang"

Diaz mengangguk. "Iya sama-sama"

"Aku masuk ya?" El meminta ijin. Entah mengapa dia melakukan hal itu.

"Tunggu" Diaz menahan tangan El yang hendak membuka pintu mobil dan akan keluar.

Diaz mencium pipi El dengan cepat. Membuat El terkejut dengan perlakuan Diaz itu.

"Itu balasan ciumanmu tempo hari" Ucap Diaz tanpa menatap kearah El.

El tersipu malu. Wajahnya memerah mengingat kelakuan bar-barnya.

"Ternyata kau pendendam ya" Kata El sambil bersidekap.

Diaz mengernyit. "Hah maksudnya?"

"Iya kau membalas apa yang aku lakukan padamu, apa itu jika bukan pendendam?"

Diaz tertawa geli. Lalu mendekatkan wajahnya pada El.

"Itu bukan pendendam, my queen. Itu namanya adil"

"Ck bagaimana jika aku memukulmu, kau juga akan memukulku? Begitu?"

"Kecuali memukul, aku akan membalas setiap yang kau lakukan padaku"

"Kenapa kau tidak mau memukulku juga jika aku memukulmu?"

"Karna pantang bagiku memukul wanita. Aku terlahir dari seorang wanita dan kelak anak-anakkupun terlahir dari seorang wanita. Apa aku harus memukul seseorang yang membawaku hidup kedunia dan mempertaruhkan nyawa hanya agar aku bisa melihat dunia? Aku tidak setega itu, my queen"

El tersenyum. Rasanya hari ini sudah tidak terhitung berapa kali dia tersenyum. Berapa kali dia mengagumi sosok Diaz. Pria ini benar-benar memiliki hati yang sungguh luar biasa. Lalu ingatannya kembali pada satu kata yang dua kali disebut Diaz. My queen, begitu Diaz memanggilnya.

"Sudah larut malam, ti..."

"Tidak baik seorang pria dan wanita pergi hingga larut malam. Apalagi berduaan" El memotong perkataan Diaz dan melanjutkan apa yang ingin dikatakan pria itu.

Diaz tertawa dan mengusap kepala El sayang. Ternyata El hafal kalimat yang tempo hari dia katakan pada wanita itu.

"Ya sudah, aku turun ya. Hati-hati dijalan. Salam untuk Ahra"

Setelah mengucapkan kalimat perpisahan itu, El keluar dari mobil Diaz dan segera masuk kedalam Apartement. El tidak ingin Diaz menunggunya lebih lama.

🌺🌺🌺

Disebuah rumah ditempat yang berbeda. Sudah berdiri orang yang diperintah ibu El untuk mengikuti El selama ini. Memberi laporan tentang seorang pria yang tengah dekat dengan anak bosnya.

"Jadi dia hanyalah anak angkat dikeluarga Pradipta?" Tanya Wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu El.

"Benar, Nyonya. Dulu tuan Diaz tinggal dan besar di Panti asuhan. Lalu paman dan bibi tuan Sharga mengangkatnya menjadi anak. Tidak ada yang tau asal usul tuan Diaz karna memang sengaja disembunyikan. Semua orang tau bahwa tuan Diaz adalah kerabat jauh yang memang menyimpan semua privasinya dari publik"

Ibu El hanya mengangguk mendengar informasi mengenai Diaz. Dari awal ibu El tau, bahwa Diaz memiliki perasaan suka pada anaknya.

"Apa Diaz ini orang baik?" Tanya Ibu El.

"Ma'af Nyonya, secara pribadi saya tidak tau bagaimana sifat tuan Diaz. Tapi dikalangan pebisnis yang pernah bekerja sama dengan perusahaan milik keluarga Pradipta, tuan Diaz dikenal sangat baik. Beliau memang terlihat tidak bersahabat jika menyangkut pekerjaan. Namun diluar itu beliau adalah orang yang ramah"

"Begitu ya? Apalagi yang kau tau tentang Diaz?"

"Hmm... Ma'af sebelumnya, nyonya. Mungkin ini akan membuat anda terkejut. Tapi beberapa hari lalu, nona Eleanor dipermalukan disebuah acara yang diadakan oleh salah satu model terkenal"

"Dipermalukan?"

"Iya nyonya, kalau tidak salah seorang fotografer menyebut nona Eleanor orang yang bodoh karna terperangkap rayuannya"

"Lalu hubungannya dengan Diaz?"

"Sepertinya tuan Diaz tidak tinggal diam, beliau melakukan sesuatu agar perlakuan pria itu pada nona Eleanor tidak sampai beredar diberbagai media"

"Begitu ya, sepertinya memang dia pria yang baik"

"Ma'af nyonya, saya sangat mendukung jika nona Eleanor bersama dengan tuan Diaz. Sepertinya tuan Diaz benar-benar menyukai nona El"

"Kau benar, aku juga melihat itu saat pertama kali bertemu Diaz. Hanya saja, aku tidak yakin dia bisa menerima bagaimana Eleanor bisa hadir kedunia ini"

"Saya yakin tuan Diaz bisa menerimanya, nyonya"

"Ya semoga saja"

🌺🌺🌺

"Whoaaaaaaaaaammm" Aro menguap sambil meletakkan keningnya dimeja, biasa Fai dan yang lain berkumpul.

Sudah sekitar beberapa menit yang lalu sejak kedatangan El, wanita itu tidak berhenti berceloteh. Selain Fai, tentu saja Aro yang menjadi pendengar setianya. Aro tidak benar-benar mendengar apa yang diceritakan El. Bukan tidak peduli, hanya saja rasa kantuk yang sejak tadi mengganggunya membuat Aro tidak bisa konsentrasi.

Satu-satunya kalimat yang ditangkapnya hanyalah El yang takut menceritakan kehidupannya pada Diaz. Selebihnya entahlah, Aro tidak tau.

"Bagaimana menurutmu Aro? Apa Diaz masih menyukaiku jika kuceritakan kehidupanku diluar profesiku sebagai EO?" Tanya El sambil menepuk pelan bahu Aro.

Aro mengangkat kepalanya. "Dengar ya El, kadar cinta seseorang tidak bisa diukur dari kehidupanmu. Entah seperti apapun hidupmu jika hati sudah memilih kau bisa apa. Mungkin Diaz akan sedikit terkejut, tapi percaya padaku. Dia tidak akan pernah melepasmu"

Fai dan El saling berpandangan. Aro ternyata bisa berkata bijak. Fai sampai tidak percaya dengan pendengarannya saat ini.

"Terkadang kau bisa serius juga ya" Komentar Fai.

"Ck, meski begini aku juga bisa membedakan mana yang serius dan tidak"

Lalu beberapa saat, Aro berdiri dari duduknya membuat El dan Fai terkejut.

"El, kau harus membayar uang kostku bulan ini"

"Kenapa?" Tanya El bingung.

"Kau lupa? Kau dan aku taruhan, mau kuingatkan?"

El menepuk keningnya pelan. Baru ingat tentang taruhan konyol yang dibuatnya dengan Aro. Taruhan tentang Diaz benar menyukainya atau tidak.

"Iya iya... Akan kubayar" Kata El pasrah.

"Yesss, terima kasih El" Aro bersorak gembira.

"Apa aku melewatkan sesuatu? Kenapa Aro tampak bahagia sekali?" Tanya Ahra yang tiba-tiba muncul.

"Ahra!!!" Bukan Fai atau El yang berteriak, melainkan Aro.

Aro hampir saja memeluk Ahra jika saja Sharga tidak menatapnya tajam.  Aro cemberut dan hal itu mengundang tawa semua orang.

"Makanya lihat-lihat siapa yang ingin kau peluk. Istri orang dengan seenaknya ingin dipeluk" Cibir Fai.

"Ah kau cemburu ya, sini biar kupeluk" Kata Aro sambil merentangkan tangannya.

Fai mendorong kening Aro, membuat pria itu cemberut. Keributan berlanjut hingga Sharga pamit pergi.

"Suamimu tidak menemanimu disini?" Tanya Aro penasaran.

"Dia ada urusan sebentar, nanti kalau sudah selesai baru kesini" Jawab Ahra.

"Jadi... Ada kabar apa?" Lanjut Ahra yang penasaran melihat wajah bahagia Aro tadi.

Akhirnya ketiga wanita itu bercerita. Kali ini diruangan Fai. Aro tidak diperkenankan bergabung dengan alasan ini masalah wanita.

🌺🌺🌺

Jum'at sore yang diwarnai kemacetan mengingat besok sudah memasuki weekend. Diaz menyandarkan punggungnya dikursi mobil. Disampingnya, Sharga menggerutu kesal pada kemacetan yang tidak pernah disukainya.

"Ck tau begini aku pulang lebih awal saja tadi" Gerutu Sharga.

"Sudahlah, setiap jum'at sore memang begini keadaannya" Kata Diaz pasrah.

"Aku merindukan Ahra" Kata Sharga lirih.

Diaz memutar matanya bosan. Terkadang Sharga terlalu berlebihan. Padahal hanya terlambat beberapa menit saja sampai dirumah. Mungkin memang begitulah cinta. Diaz jadi mengingat El. Sudah 3 hari sejak ia menceritakan kisah hidupnya, mereka tidak bertemu lagi.

Diaz sibuk begitupun El. Mereka hanya berkomunikasi lewat ponsel. Diaz yang rajin menanyakan keadaan El dan El yang senantiasa membalas setiap pesan yang dikirim Diaz. Ya hanya begitu.

"Sharga" Panggil Diaz tiba-tiba.

"Heum?" Gumam Sharga yang juga ikut menyandarkan punggungnya kekursi.

"Beberapa hari lalu, aku memberitahukan El siapa aku sebenarnya"

Sharga menegakkan punggungnya karna terkejut. Tentu saja Sharga hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan Diaz. Selama ini, Diaz tidak pernah menceritakan kisah hidupnya pada orang lain. Jika sampai itu terjadi, berarti Diaz benar-benar mempercayai orang itu.

"Kau bercanda kan?"

"Apa aku terlihat bercanda saat ini?"

"Lalu bagaimana reaksi El?"

"Dia menangis"

"Hah?" Sharga bingung.

"Iya dia menangis dan alasannya bukan karna mengasihaniku, tapi karna dia merasa kisahku sama seperti kisahnya"

"El menceritakan kisahnya padamu?"

Diaz menggeleng. "Belum, tapi aku tidak akan mempermasalahkan apapun tentang kisah hidupnya. Aku akan menerima seburuk apapun dia"

Sharga yang kini dibuat geleng-geleng tidak percaya. Diaz yang Sharga kenal tidak pernah mengijinkan siapapun dengan mudah memasuki hatinya. Bahkan untuk membentengi diri, Diaz selalu memasang wajah dingin dan tatapan tajam ciri khasnya.

"Kau benar-benar jatuh cinta bung" Ucap Sharga.

"Ya sekarang aku baru berani mengatakan yang kurasa ini cinta bukan sekedar rasa suka"

"Kalau kukatakan pada Ahra, dia pasti melompat kegirangan, dia kan yang paling bersemangat jika membicarakan hubunganmu dan El" Kata Sharga tersenyum membayangkan wajah bahagia sang istri.

"Biar nanti aku sendiri yang bercerita pada kakak ipar" Kata Diaz.

"Tunggu, kau memanggil Ahra apa? Kakak ipar? Sejak kapan dia jadi kakak iparmu, hah?"

"Sejak dia menikah denganmu"

Sharga melemparkan pukulan dilengan Diaz.

"Ck aku merasa tua sekarang" Gerutu Sharga.

"Makanya jangan buru-buru menikah, hahahahahah" Diaz tertawa puas karna sudah berhasil meledek Sharga.

"Ha. Ha. Ha. Lucu sekali" Sharga memasang wajah cemberut.

"Uggghh kakakku merajuk rupanya? Ma'afkan adikmu ini ya kak?" Kali ini Diaz memasang wajah layaknya anak kecil yang manja.

Sharga menatap Diaz jijik. Lalu keduanya tertawa bersama membayangkan kekonyolan Diaz.

"Aku harap El adalah wanita yang tepat untukmu, Diaz" Kata Sharga setelah menghentikan tawanya.

"Ya kuharap juga begitu" Sahut Diaz penuh pengharapan.

"Aku yakin kau bisa menerima El seperti apapun cerita hidupnya, Diaz" Batin Sharga.

🌺🌺🌺

Malam ini El makan malam bersama ibunya. Bukan dirumah sederhana peninggalan sang ayah. El belum bersedia kembali kerumah itu walau hanya untuk makan malam. Jadi disinilah El dan sang ibu. Disebuah rumah makan sederhana yang tidak jauh dari tempat kost Fai.

Tadinya, El mengajak Fai ikut bersamanya. Namun Fai menolak dan memilih makan malam bersama Aro, entah kemana.

"Eleanor, boleh ibu bertanya sesuatu?" Tanya Ibu El ditengah makan malam berlangsung.

El mendongak, melihat kearah ibunya.

"Iya ibu? Apa yang ingin ibu tanyakan?"

Ibu El meletakkan peralatan makannya. Lalu tatapan lembutnya mengarah lurus pada El. Melihat ibunya bersikap serius, El juga meletakkan peralatan makannya.

"Elanor, ma'af sebelumnya jika selama ini ibu diam-diam mencari tau semua hal tentangmu setelah keluar dari rumah. Sungguh bukan ibu tidak percaya jika kau bisa bertahan hidup diluar sendiri. Ibu hanya tidak ingin kehilangan jejakmu lalu hal seperti saat ini tidak pernah terjadi" Kata Ibu El dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Aku tau bu, ibu tidak mungkin membiarkanku begitu saja. Terima kasih karna meski sikapku buruk ibu masih begitu peduli padaku" El meraih tangan ibunya dan menggenggamnya erat.

"Eleanor, ibu tau kau saat ini dekat dengan Diaz, orang kepercayaan CEO tuan Pradipta, bukan?"

"Ibu tau???"

Ibu El mengangguk. Harusnya El tidak perlu terkejut mengingat ibunya mengaku diam-diam mengawasinya.

"Ibu juga tau kalau dia bukanlah bagian dari keluarga Pradipta. Dia hanya anak angkat dan dia pernah tinggal di Panti asuhan. Ibu tau semua Eleanor" Lanjut sang ibu.

"Apa ibu tidak menyukai hal itu? Ibu ingin aku menjauh dari Diaz?" Tanya El cemas.

"Tidak, Eleanor. Ibu tidak akan melakukan itu. Walau hanya bertemu sekali, ibu sangat yakin Diaz pria yang baik. Ibu mendukungmu bersamanya. Hanya saja..." Ibu El tidak melanjutkan perkataannya.

"Hanya saja apa bu?"

"Eleanor, ibu takut Diaz meninggalkanmu jika ia tau kau ada karna sebuah kesalahan. Ibu takut kau akan patah hati, Eleanor"

El mengerti dengan semua kekhawatiran ibunya. Hal itu juga menghantuinya beberapa hari ini. Tapi dia tidak ingin menambah beban sang ibu.

"Ibu tenang saja. Jika Diaz menjauhiku karna tau bagaimana kisahku, aku tidak akan sakit hati. Kami belum resmi menjadi sepasang kekasih bu, jadi tidak akan ada masalah" El tersenyum. Bukan jenis senyum yang biasa dia tunjukkan. Ada keterpaksaan didalamnya.

"Elanor, ibu yang melahirkanmu. Ibu tau kau diam-diam menyukai Diaz. Tapi kau mencoba menepisnya karna hatimu pernah disakiti bukan? Sudah ibu katakan, ibu tau semua, Eleanor. Bukan tidak mungkin kau akan jauh lebih terluka jika Diaz menjauhimu"

"Saya tidak akan menjauhinya, ibu" Sebuah suara terdengar dari arah belakang El.

Reflek El beserta ibunya menoleh. Diaz berdiri gagah dibelakang El. Entah sejak kapan pria itu ditempat ini dan sedang apa dia. Lalu jawaban dari pertanyaan El muncul. Ada Sikha dan Sharga juga dua pria yang El tidak mengenalnya. Mereka pasti usai atau baru saja akan mengadakan pertemuan.

Diaz melangkah mendekat kearah El dan ibunya. Tatapan tegas itu seolah mengintimidasi semua orang yang ada disana. Para pengunjung lain mengarahkan pandangannya kearah El, ibunya dan juga Diaz penuh tanya.

"Saya akan menerima putri ibu seutuhnya. Tidak peduli seperti apa kisah hidupnya" Kata Diaz tegas.

"Apa kau yakin?" Tanya Ibu El tidak percaya.

"Saya yakin bu. Asal ibu memberi restu" Jawab Diaz tanpa ragu.

"Ibu merestui kalian. Tapi ada satu hal yang harus kau tau tentang El"

"Ibu..." El menatap ibunya cemas. Lewat matanya El seolah memberi syarat agar ibunya tidak mengatakan hal paling El takutkan itu pada Diaz.

Ibu El menggenggam erat tangan El yang terasa dingin. Tau betul kalau saat ini El dilanda kecemasan. Melihat itu, Diaz tau bahwa ada hal penting yang ingin dikatakan ibu El.

"Mungkin kita bicarakan ini ditempat lain ibu" Kata Diaz membuat ibu El bernafas lega. Begitupun El, dia belum siap menahan malu jika banyak orang tau tentang hidupnya.

Diaz membalikkan badannya. Bicara pada Sharga sebentar. Entah apa yang mereka bicarakan. Namun beberapa saat Diaz melangkah kembali menghampiri El dan ibunya.

"Ayo kita bicara ditempat yang lebih privasi" Diaz mempersilahkan El dan ibunya berjalan lebih dulu. Lalu Diaz menyusul dibelakang.

🌺🌺🌺

Hari ini Diaz, Sikha juga Sharga tidak menjejakkan kaki dikantor. Ketiga orang paling penting diperusahaan itu sejak pagi sudah melakukan beberapa pertemuan diluar kantor. Dan malam ini satu lagi pertemuan terakhir yang harus mereka hadiri.

"Disini kan mereka ingin bertemu?" Tanya Diaz setelah memarkirkan mobilnya didepan sebuah rumah makan sederhana.

"Iya benar pak, mereka sudah didalam" Jawab Sikha cekatan.

"Ayo cepat temui mereka agar cepat selesai. Badanku rasanya pegal semua" Kata Diaz sambil mengeluh.

Sharga yang sedari tadi hanya diam, turun lebih dulu. Kemudian disusul Diaz dan Sikha. Mereka masuk kedalam. Mencari klien yang katanya sudah menunggu didalam. Sikha mengedarkan pandangannya kesekitar, mencari klien yang akan mereka temui.

"Disebelah sana pak" Tunjuk Sikha kearah dua orang pria berpakaian formal.

Diaz dan Sharga mengarahkan pandangan kearah yang ditunjuk Sikha. Lalu ketiganya melangkah menuju meja yang sudah ditempati klien mereka.

Sekitar 30 menit berlangsung pertemuan tersebutpun berakhir. Diaz tidak sengaja melihat El dan ibunya duduk didekat pintu keluar. Meski membelakanginya, Diaz tidak mungkin salah mengenali El.

Tanpa sadar, Diaz melangkahkan kakinya mendekat kearah El dan ibunya. Sharga dan Sikha yang melihat itu menatap bingung. Bahkan dua klien mereka juga mengurungkan niat mereka untuk pergi.

Diaz tertegun mendengar pembicaraan anak dan ibu itu. Diaz sedikit menghangat saat mendengar bahwa ibu El merestui hubungan mereka meski tau kisah hidupnya. Tapi satu sisi lagi Diaz sedih dan penuh rasa penasaran saat ibu El takut Diaz menjauhi El jika tau tentang hidup wanita itu.

Dengan spontan Diaz menjawab tegas bahwa apapun yang terjadi dalam hidup El, Diaz akan menerimanya. Tidak peduli semua orang memperhatikan mereka. Lalu Diaz meminta ibu El juga El untuk bicara ditempat yang lebih privasi. Dan ditempat inilah Diaz bicara dengan ibu El juga El.

"Ma'af sebelumnya ibu, sudah membawa ibu ketempat ini" Kata Diaz memulai pembicaraan.

Sekilas Diaz melirik kearah El yang duduk disamping sang ibu. Diaz tidak tau apa yang kini tengah difikirkan wanita itu.

"Tidak apa-apa" Jawaban singkat ibu El membuat suasana makin tegang.

Untuk beberapa saat, tidak ada yang mengeluarkan suara. Hanya terdengar suara jarum jam yang menandakan bahwa makin lama waktu yang terbuang sia-sia.

"Ekhem... Diaz" El membuka suara setelah beberapa waktu hanya diam.

"Mungkin sebaiknya kau buang saja perasaanmu padaku" Lanjut El sambil menunduk, tidak berani menatap kearah Diaz.

Ibu El langsung menoleh kearah anaknya. Tidak menyangka bahwa El akan mengatakan hal itu. Sementara Diaz hanya diam, tidak memberi reaksi apapun. Matanya terus menatap kearah El.

"Aku tidak pantas denganmu Diaz. Mungkin aku bisa menerima kisah hidupmu, tapi belum tentu kau menerima kisah hidupku. Jadi sebelum semua terlanjur, tolong berhenti sekarang. Kita mungkin memang tidak ditakdirkan bersama sebagai pasangan. Cukup menjadi teman, itu yang terbaik"

"Itu terbaik bagimu, tapi tidak terbaik bagiku. Kita belum memulainya El tapi kau tidak memberi kesempatan sekali saja untukku. Bagaimana caranya aku membuang perasaan ini? Tolong beritau aku"

El mengangkat wajahnya sebentar, lalu menunduk lagi saat matanya bertatapan dengan mata Diaz.

"Kau tidak mengerti, Diaz" Lirih El.

"Apa yang tidak aku mengerti? Tentang kisah hidupmu? Tentang cintamu yang dulu? Apa selama ini kehadiranku tidak pernah membuatmu luluh? Kau tidak percaya padaku?"

Setetes air mata jatuh membasahi pipi El. Inginnya El berteriak bahwa Diaz sudah berhasil membuatnya luluh walau tidak sepenuhnya. Inginnya memeluk erat tubuh tegap Diaz. Merasakan hangatnya pelukan pria itu lagi. Tapi mulutnya seolah terkunci rapat.

Diaz menghembuskan nafas lelah. Tidak mengerti dengan sikap El yang hanya diam. Apa mungkin setiap wanita seperti ini. Hanya diam dan membiarkan para pria mencari tau apa yang menjadi beban fikiran mereka. Diaz sudah hampir putus asa.
Diaz berdiri dari tempat duduknya. Tadinya dia ingin menenangkan diri dikamar kecil sebentar. Namun langkahnya berhenti saat terdengar suara ibu El.

"Eleanor anak hasil pemerkosaan"

Bukan hanya Diaz, El juga terkejut. Diaz menutup matanya sebentar untuk menetralkan rasa terkejutnya. Namun tetap diposisinya semula, membelakangi El dan sang ibu.

"Ibu diperkosa dan tidak tau siapa ayah kandung Eleanor. Ibu menikah dengan ayah Eleanor saat ibu sudah mengandung. Ibu bersyukur suami ibu menerima Elanor meski dia bukanlah ayah biologisnya. Keluarga kami mungkin terlihat baik-baik saja dilihat dari luar. Tapi sebenarnya keluarga kami sangat berantakan. Eleanor memutuskan pergi dari rumah karna baik ibu ataupun ayahnya menyimpan keburukan yang sama-sama kami sembunyikan dari Eleanor"

"Selama ini Eleanor tidak menceritakan semua ini pada pasangan kencannya. Takut jika mereka menghina dan meninggalkannya. Kaulah satu-satunya yang ibu ceritakan tentang hidup Eleanor. Ibu yakin kau yang terbaik untuk anak ibu. Sekarang terserah padamu. Kau yang bisa memilih. Ibu dan Eleanor akan menerima apapun keputusanmu"

Diaz melanjutkan langkahnya tanpa mengatakan apa-apa. Melihat itu, El kecewa. Ia mengira Diaz menyerah. Diaz pasti tidak akan mau menerima El yang terlahir dari hasil pemerkosaan.

"Ayo bu, kita harus segera pergi" Kata El pada sang ibu.

"Diaz akan kembali Eleanor, dia tidak mungkin begitu saja pergi tanpa mengatakan apa-apa" Kata Ibu El yakin.

El kembali menangis. Sebelumnya, El tidak pernah melihat ibunya berharap pada seseorang seperti sekarang. Ibu El tidak pernah peduli dengan hubungan El dengan mantan kekasih El terdahulu. Namun dengan Diaz yang belum resmi jadi kekasih El, ibunya sampai begitu berharap.

"Ibu, sudahlah. Mungkin memang Diaz bukan orang yang tepat untuk Eleanor, ayo kita pergi" El menuntun sang ibu keluar dari tempat itu.

"Kau akan pergi begitu saja tanpa mendengar keputusanku?" Diaz muncul setelah beberapa saat.

El tertegun melihat Diaz didepannya. Ibu El tersenyum sinar matanya kembali cerah. Tidak disangka, Diaz melangkah menghampiri ibu El.

"Ibu, restui aku menjadi menantumu dan menjadikan anakmu istriku. Malam ini juga, dihadapan ibu, aku melamar anak ibu"

El tidak percaya dengan pendengarannya. Saat ini Diaz bukan hanya meminta restu untuk menjadi kekasihnya. Namun meminta restu untuk menjadikannya istri. Didepan ibunya secara langsung.

"Tapi Diaz..."

"Aku tidak peduli kisah hidupnya, bagaimanapun dia aku akan menerimanya bu, tolong berikan restumu"

"Ibu memberimu restu, tapi semua tergantung keputusan Eleanor" Ibu El melihat sang anak yang berdiri disampingnya sambil berlinangan air mata.

Diaz beralih pada El. Tanpa rasa sungkan, Diaz menangkup wajah El. Keduanya saling bertatapan cukup lama.

"Tolong percaya padaku kali ini. Aku tidak bisa menjanjikan apapun tapi aku akan berusaha membuatmu bahagia. Jadilah teman hidupku dan kita jalani semua bersama-sama. Kau bersedia menikah denganku kan?"

El masih tidak percaya jika sekarang apa yang dulu dia impikan benar-benar nyata. Dulu bersama Fai dan Ahra, El sering berkhayal akan dilamar oleh pria tanpa mempermasalahkan kisah hidup mereka. Sekarang khayalan itu menjadi kenyataan.

El mengangguk tanpa ragu. El percaya Diaz akan menjadi pria yang bertanggung jawab atas kebahagiaannya mulai detik ini. Hatinya tidak lagi ragu. Diaz tersenyum dan mencium kening El dengan penuh perasaan sayang.

Ibu El juga ikut bahagia melihat hal itu. Setidaknya ibu El tau, anaknya ada ditangan orang yang tepat. Tidak peduli jika Diaz hanya seorang anak angkat keluarga Pradipta. Tidak peduli siapa orang tua kandung Diaz. Terpenting baginya, baik El maupun Diaz sama-sama bahagia.

Diaz mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah cincin dengan bentuk berupa berlian kecil yang melingkar. Diaz memasangkan cincin itu dijari manis El.

"Anggap ini sebagai tanda bahwa kau milikku. Tidak boleh ada orang lain yang boleh memilikimu selain aku" Kata Diaz seraya mencium telapak tangan El.

El terharu tentu saja. Tidak menyangka Diaz akan melakukan hal seperti ini. Lalu cincin itu, entah bagimana bisa ada dicelana Diaz. Mungkinkah pria itu merencanakan semua ini. Akan El tanyakan itu nanti.

"Ibu, minggu depan bolehkah aku melamar El secara resmi?" Tanya Diaz.

"Aaaiiiissssssh kenapa mendadak sekali? Kau fikir melamar seseorang itu tidak butuh persiapan?" Gerutu El sambil memukul lengan Diaz.

"Iya benar, Eleanor anak ibu satu-satunya. Tentu ibu tidak ingin sembarangan. Ibu ingin yang terbaik untuk anak ibu" Ucap ibu El.

"Baiklah, kita siapkan semua dan secepatnya kita menikah"

"Ck, tunangan dulu baru menikah"

"Tapi aku ingin segera menjadikanmu istriku, jika tunangan dulu terlalu lama"

"Aku juga ingin melewati setiap prosesnya secara bertahap. Bukankah kau sendiri yang mengatakan kita jalani perlahan?"

"Iya iya" Kata Diaz pasrah.

🌺🌺🌺

"Jadi Diaz sudah melamarmu didepan ibumu langsung?" Tanya Fai sambil memperhatikan cincin yang melingkar dijari manis El.

El mengangguk dengan semangat. "Iya. Diaz benar-benar tidak bisa ditebak. Aku tidak tau darimana dia mendapatkan cincin ini. Tau-tau dia mengeluarkan cincin dari celananya"

"Jadi kapan kalian akan meresmikan hubungan kalian?" Tanya Fai lagi.

"Aku akan mempersiapkan acara pertunanganku dan Diaz sendiri. Aku rasa aku membutuhkan bantuanmu juga Ahra" Jawab El dengan senyum lebarnya.

"Ya tentu saja dengan senang hati, aku akan membantu. Kau akan melangsungkan acaranya dimana?"

"Belum tau. Akan kubicarakan nanti dengan Diaz"

"Ah, pada akhirnya aku akan ditinggal sendiri. Ahra sudah bahagia dengan Sharga, sebentar lagi kaupun akan bahagia dengan Diaz. Lalu aku tetap begini" Keluh Fai.

"Kau tentu saja denganku" Kata Aro yang tiba-tiba muncul sambil merangkul pundak Fai.

"Enak saja, siapa yang bersedia menjadi pasanganmu?" Fai merengut kesal.

"Jangan begitu, nanti jika aku benar jodohmu, kau pasti menyesal pernah berkata seperti itu" Kata Aro sambil mencolek dagu Fai.

El tersenyum melihat kelakuan Fai dan Aro.

"Apa kalian sadar, terkadang kalian tampak seperti pasangan sungguhan" Celetuk El.

"Tidak mungkin"

"Jangan asal bicara"

Fai dan Aro sama-sama tidak terima. Sama-sama membantah perkataan El.

"Takdir siapa yang tau, seperti aku dan Diaz contohnya atau seperti Ahra dan Sharga. Tidak ada yang tidak mungkin juga"

"Sudahlah, kenapa kau membahas hubungan kami, kau urus saja acara pertunanganmu" Fai beranjak dari kursinya lalu pergi kedapur.

"Apa aku boleh membantu?" Tanya Aro.

"Tentu saja, aku pasti butuh bantuanmu, Aro"

"Baiklah, katakan saja jika kau butuh bantuanku ya. Aku dengan senang hati pasti akan membantumu"

"Terima kasih" El tersenyum, selalu bersyukur dikelilingi orang-orang baik hati yang selalu bersedia membantunya kapanpun itu.

🌺🌺🌺

Yeeeeeeeeey akhirnya Diaz sama El bakalan tunangan nie. Ma'ap ya kalo kagak sesuai sama ekspektasi kalian.

Jangan lupa vote dan komentnya ya guys... Makasi buanyaakkk!!!

Sayang kalian banyak2😘😘😘

See you the next part!!!!

Continue Reading

You'll Also Like

269K 701 55
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
13.3M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...