THE WAY [END]

By mayaretnaa

6M 703K 44.5K

FIKSI YA DIK! Davero Kalla Ardiaz, watak dinginnya seketika luluh saat melihat balita malang dan perempuan ya... More

🌼 TW chapter 1
🌼 TW chapter 2
🌼 TW chapter 3
🌼 TW chapter 4
🌼 TW chapter 5
🌼 TW chapter 6
🌼 TW chapter 7
🌼 TW chapter 8
🌼 TW chapter 9
🌼 TW chapter 10
🌼 TW chapter 11
🌼 TW chapter 12
🌼 TW chapter 13
🌼 TW chapter 14
🌼 TW chapter 15
🌼 TW chapter 16
🌼 TW chapter 17
🌼 TW chapter 18
🌼 TW chapter 19
🌼 TW chapter 20
🌼 TW chapter 21
🌼 TW chapter 22
🌼 TW chapter 23
🌼 TW chapter 24
🌼 TW chapter 25
🌼 TW chapter 26
🌼 TW chapter 27
🌼 TW chapter 28
🌼 TW chapter 29
🌼 TW chapter 30
🌼 TW chapter 31
🌼 TW chapter 32
🌼 TW chapter 33
🌼 TW chapter 34
🌼 TW chapter 35
🌼 TW chapter 36
🌼 TW chapter 37
🌼 TW chapter 38
🌼 TW chapter 39
🌼 TW chapter 41
🌼 TW chapter 42
🌼 TW chapter 43
🌼 TW chapter 44
🌼 TW chapter 45
🌼 TW chapter 46
🌼 TW chapter 47
🌼 TW chapter 48
🌼 TW chapter 49
🌼 TW chapter 50
🌼 THE END 🌼
WHAT IS THIS?
EXTRA CHAPTER? SEQUEL?

🌼 TW chapter 40

89.8K 11.4K 538
By mayaretnaa

Typo? Silahkan berkomentar!
Vote dan komen di setiap chapter ya guys

Enjoy!!
↓↓↓↓

Davero hampir saja membanting ponselnya sebelum tangan Donny menahannya. Donny membaca pesan yang ada di ponsel Davero.

"Bangsat! Cepet juga tu aki-aki!" umpat Donny lalu memperlihatkan pesan itu kepada teman-temannya.

"Tenang, jangan gegabah. Kita pencar, gue sama Donny coba cari informasi ke kantornya Pak Rendi. Kalian bertiga ke rumahnya." titah Leon.

Leon adalah orang yang paling penyabar di antara teman-temannya yang lain. Dia selalu bisa berfikir jernih dalam kondisi apapun.

"Dav, lo jangan bawa mobil sendiri!" lanjutnya.

Tapi sudah terlambat, Davero sudah menyimpan ponselnya kembali dan memasuki mobil. Ia mulai menyalakannya.

"Tu anak emang susah di bilangin. Lo berdua ikutin dia!" ucap Leon pada Ahdan dan Vano.

Kelima laki-laki itu berpencar menuju tempat tujuannya masing-masing. Di belakang mobil Davero ada satu mobil merah yang dikendarai Ahdan dan satu motor gede yang dikendarai Vano.

Sampai di pelataran rumah Pak Rendi, Davero langsung turun diikuti Ahdan dan Vano.

Setelah beberapa saat Davero mengetuk pintu akhirnya pintu dibukakan oleh Fenni.

"Nak Davero? Ada apa ke sini?" tanya Fenni.

"Apa Pak Rendinya ada Tante?" tanya Davero tidak sabaran.

"Nggak ada, dia udah pergi dari tadi pagi. Palingan lagi di kantor."

Davero menggeram tertahan.

"Emangnya ada apa? Kok kayaknya ada masalah serius?" tanya Fenni bingung.

Tanpa memperdulikan sopan santun Davero langsung melenggang pergi begitu saja.

Fenni yang melihat itupun langsung mengerutkan alisnya.

"Pak Rendi ngelakuin tindak kriminal Tante, dia nyulik pacarnya Davero," jelas Ahdan.

"Nyulik pacarnya Davero?" beo Fenni.

"Iya Tante, yaudah ya kita mau nyusulin Davero. Permisi." ucap Ahdan berjalan meninggalkan rumah Pak Rendi diikuti Vano.

Sedangkan di dalam mobil Davero masih mencoba menghubungi Reina.

"Kalian kemana sayang?" gumam Davero pelan.

Dukk!

Davero memukul kemudinya. Ia tidak tau kemana harus mencari Reina. Ia menyusuri semua jalanan yang ada di Jakarta. Dia juga mengerahkan beberapa anak buahnya. Di belakang sana Ahdan dan Vano sudah tidak bisa mengikutinya.

Matahari mulai tenggelam meninggalkan siang, berganti bulan yang akan menyinari kegelapan.

Davero masih setia di dalam mobilnya. Ia berhenti di sebuah jalanan yang sepi. Ia sudah mendatangi beberapa markas anak buah Pak Rendi yang ia tau.

Ia mengistirahatkan tubuhnya sebentar karena ia sedikit lelah setelah sempat berkelahi dengan anak buah Pak Rendi. Ia menelungkupkan kepala di kemudinya.

Tringgg

Sudah kesekian kali ponselnya berbunyi tapi tidak ia tanggapi.

Tringgg

Tangannya perlahan meraih ponsel yang ada di dekat perseneling mobilnya. Tanpa melihat siapa yang menelepon Davero langsung mengangkatnya.

"Dav! Lo di mana!" suara Vano mengudara begitu saja.

"Dav! Lo di mana bangsat!"

"Hmm?" sahut Davero.

"Reina sama Davin di luar sana nggak tau lagi kenapa Dav, bukan waktunya lo ikut kabur-kaburan kayak gini."

"Kita di rumah Galen kalo lo emang bener mau nyari Reina."

Itu suara Leon yang ia dengar terakhir sebelum sambungan teleponnya di putuskan. Perlahan Davero mengangkat kepalanya. Ia menyadarkan diri agar dapat mengemudi dengan selamat.

//-//

Di waktu yang sama namun di tempat yang berbeda. Reina mulai sadar dari pingsannya. Ia mengedip-edipkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang ada.

"Erghh!" erang Reina karena merasakan perih di tangannya.

Dia baru menyadari kalau ia berada di sebuah ruangan sempit dan tangannya diikat. Seketika ia panik dan mencoba melepaskan diri.

"Tolong! Tolong!"

"Siapa pun yang ada di luar tolong saya!" teriak Reina. Ia menggerak-gerakkan tangan dan kakinya agar bisa terlepas dari tali yang mengikatnya.

"Tolong!"

Brakk!

Tiba-tiba pintu dibuka dengan kasar.

"Heh! Diem lo!" bentak seorang laki-laki yang baru saja melesak masuk.

"Lo siapa?!"

"Lepasin gue!"

Laki-laki itu perlahan mendekat. Ia berjongkok menyamakan tingginya dengan Reina yang duduk di lantai. Telunjuknya meraih dagu Reina.

"Jangan sentuh gue!"

"Tolong!" Reina mencoba memberontak.

"Gak akan ada orang yang bisa denger teriakan lo!" laki-laki itu berujar.

"Lo mau apa!"

"Ada masalah apa lo sama gue!"

"Masalah lo sama Tuan Rendi!" jawab laki-laki itu.

"Masalah apa?! Gue nggak ada urusan sama dia!"

Detik itu juga Reina teringat dengan Davin. Di mana Davin? Di mana putranya?

Seingatnya ia tadi akan mengunci pagar karena ia ingin santai di rumah saja seharian. Tapi tiba-tiba ada beberapa laki-laki yang datang dan membekap mulutnya lalu membawanya ke dalam mobil. Dan Davin masih berada di dalam rumah.

"Di mana Davin?"

"Di mana anak gue!"

Laki-laki itu tersenyum miring, "Tenang aja anak pungut lo aman sama kita."

"Di mana Davin!"

"Jangan sakitin dia!"

"Lo berisik ya! Tenang aja besok lo bakal ketemu sama anak pungut lo itu untuk terakhir kalinya!" ucap laki-laki itu lalu berjalan pergi.

"J-jangan sakitin dia hiks! Gue mohon!"

Seperti ada belati tajam yang menusuk relung hati Reina setelah mendengar ucapan laki-laki itu. Kebahagiaannya baru saja muncul setelah lima tahun berlalu tenggelam. Kenapa kebahagian selalu cepat pergi?

"T-tolong! T-tolong lepasin g-gue!"

"J-jangan sakitin Davin!"

Pikirannya menjalar kemana-mana. Jika ia di ikat seperti ini pasti Davin juga. Davinnya, pasti dia sangat ketakutan.

"D-davin!"

"D-dav-vin!" suara Reina semakin tersendat karena sedari ia berteriak dan mencoba melepaskan diri. Ia lelah.

//-//

"Makan!" titah Galen pada Davero yang merebahkan diri di sofa sembari menutup wajahnya. Ia meletakkan sepiring nasi di meja. Davero tidak meresponnya sama sekali.

"Jangan kayak cewek!" cerca Galen.

Ketujuh orang lain yang ada di rumah Galen hanya menyimak apa yang di lakukan Galen pada Davero. Di rumah Galen juga ada ketiga teman Reina. Vanya langsung menghubungi Jena dan Tiara setelah mengetahui jika Reina di culik.

"Lo nggak tau gimana rasanya." balas Davero dengan suara serak.

Galen tersenyum meremehkan, dia sudah pernah kehilangan Aretha. Dan Davero bilang dia tidak tau rasanya? Dia tau, sangat tau.

Tapi dia tidak mungkin mengatakan itu kepada Davero di situasi sekarang.

"Gue bakal coba lacak semua mobil anak buahnya Pak Rendi. Sekarang lo makan!"

"Makan aja Dav, apa perlu gue suapin?"

Semua mata kecuali Davero langsung mengarah pada Donny.

"Biar nggak tegang," ungkap Donny mengcungkan jari telunjuk dan jari tengahnya.

Galen sudah beralih pada laptopnya yang menampilkan angka dan huruf yang tidak beraturan.

"Tolong temuin Reina sama Davin ya Kak," lirih Tiara. Galen hanya meliriknya lalu mengangguk. Jena yang ada di samping Tiara langsung mengusap pundak perempuan itu.

Dengan terpaksa Davero memakan yang sudah dibawakan Galen. Jujur dia lapar karena ia hanya sarapan bubur saat ia joging dengan Reina tadi pagi.

Belum ada sehari dirinya kehilangan Reina dia sudah seperti mayat hidup. Makanan itu terasa pahit di mulut Davero. Di tidak bisa seperti ini. Dia makan dengan enak tapi Reina dan Davin entah sudah makan atau belum.

Baru beberapa suap nasi masuk ke dalam perutnya Davero tiba-tiba meletakkan sendoknya sedikit kasar. Ia berdiri dan hendak melangkah keluar.

"Mau kemana lo?" tanya Vano. Davero tidak menjawab.

Semua temannya, kecuali Galen langsung berdiri mengejar Davero yang sudah mulai keluar dari rumah Galen. Jena, Tiara, dan Vanya hanya diam juga tidak berniat mengejar Davero. Mereka takut melihat aura Davero.

"Lo mau kemana sih Dav?" tanya Ahdan.

"Nyari Reina sama anak gue."

Vano langsung menarik kerah baju Davero, sampai Davero sedikit terhuyung ke belakang.

Davero langsung menyentak kasar tangan Vano.

"Lo bisa sabar gak sih! Galen lagi nyoba lacak anak buah Pak Rendi!" Leon membuka suaranya.

"Kalo gue cuma leha-leha di sini Reina sama anak gue bisa mati gak ke tolong bangsat!" balas Davero dengan mata yang menyorot tajam.

"Kalo lo nyari Reina dengan keadaan lo yang kayak gini lo yang bakal mati konyol!" sentak Leon. Kesabarannya mulai menipis.

Jika Davero memaksakan diri untuk mencari Reina dengan keadaan yang bisa di bilang tidak baik-baik saja, Davero bisa mati konyol di jalanan karena berkendara ugal-ugalan.

"Pak Rendi orang yang licik! Kita cari strategi pake kepala dingin!" ucap Leon lalu sedikit menyeret Davero kembali ke dalam rumah Galen.

Davero melangkah terpaksa kembali ke dalam rumah Galen. Dia tidak melanjutkan makannya, tetapi melihat Galen yang sedang melakukan aksi melacaknya.

"Semua mobil anak buahnya Pak Rendi ada di Jakarta," ujar Galen memperlihatkan sebuah peta dan ada beberapa titik merah di dalamnya.

"Gue yakin Pak Rendi nggak mungkin pake mobilnya sendiri buat ngelakuin penculikan ini. Itu berpotensi memperburuk citranya kalo sampe penculikan ini ketahuan polisi," jelas Galen.

"Tapi kalo malem ini nggak mungkin kan kita datengin satu-satu tuh tempat?"

"Gue bakal datengin." ucap Davero.

"Oke kita datengin bareng-bareng," ucap Donny akhirnya. Mereka tidak mungkin membiarkan Davero datang ke semua tempat itu sendirian.

"Kita ikut," ucap Tiara.

"Gak, kalian di sini aja. Atau kalian pulang aja," sergah Vano.

"Iya Kak, please kita boleh ikut ya," sambung Jena.

"Ini bahaya. Kalian di sini aja," ucap Leon.

Vanya mengangguk, "Kalian hati-hati," ucapnya.

Vanya menatap kedua temannya meyakinkan kalau para laki-laki itu akan menemukan Reina dengan selamat.

//-//

Malam sudah sangat larut. Jalanan sudah mulai sepi. Tiga mobil dan dua motor gede yang baru saja mendatangi markas-markas anak buah Pak Rendi sudah kembali memasuki kawasan perumahan Galen.

Mobil yang paling depan tiba-tiba berhenti di depan rumah seseorang tang sedari tadi mereka cari. Galen yang berada tepat di belakang mobil Davero menginterupsi teman-temannya agar membiarkan Davero. Galen menggerakkan tangan dari atas motornya.

Davero terdiam di dalam mobilnya dia menatap rumah yang gelap itu. Ia pikir apakah Bu Tari tidak datang ke rumah Reina hari ini?

Semakin dalam ia menatap rumah itu semakin banyak kejadian yang terputar di otaknya. Lagi-lagi ia memukul kemudinya. Ia merasa seperti orang bodoh karena tidak dapat menemukan Reina dan Davin. Tapi ia juga tidak tau harus berbuat apa. Karena baru saja ia dan teman-temannya mendatangi markas anak buah Pak Rendi, tapi tidak mendapat hasil apa-apa.

Tidak ada petunjuk apapun yang ia dapat. Dia benar-benar merasa bodoh dan gagal.

"Davin sayang," gumam Davero.

"I miss you boy."

"Rei, this morning's kiss was my first kiss and i got it from you. I feel so happy. But why now you leave me?"

"This is not what i mean by the last kiss."

Davero ingin melakukan sesuatu dan harus melakukan sesuatu. Tapi apa? Apa yang harus dia lakukan? Ini sangat menyakitkan jika kalian tau. Tidak bisa berbuat sesuatu padahal kalian harus melakukan sesuatu.

"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" umpat Davero pada dirinya sendiri. Andai saja tadi pagi ia mengirim anak buahnya untuk menjaga Reina. Andai saja ia membawa Reina bersamanya. Andai- sialnya ini bukan waktunya untuk berandai-andai. Semua sudah terjadi.

Davero mulai menyalakan mobilnya lagi. Ia akan kembali ke rumah Galen. Besok dia harus bisa menemukan Reina dan Davin!

Davero memasuki rumah Galen. Di ruang tengah terdapat teman-temannya yang masih terjaga.

Ting!

Ponselnya yang ada di sakunya tiba-tiba berbunyi.

Dav, tolong

◜‿◝
To Be Continue

Sorry guysss aturan aku upload agak tadi, tapi setelah aku baca ulang ternyata ada scene yang kurang srek buat aku jadi aku ulang lagi dan agak lama✌🏻

ANYWAY, HAPPY 1,01 M READERS!!! ASTAGA AKU GAK PERCAYA HUAAA! WE DID IT! BUKAN CUMA AKU TAPI KITA, TANPA KALIAN AKU NGGAK BISA SAMPE DI TITIK INIII!! I FEEL SO GREATFUL, REALLY!!

Yuk kawal The Way sampe end yaaaaaa!!!
Doain semoga besok aku udah bisa up chapter 41 yaa ehehee
.
.
.
.
mrs.lee❤️

Continue Reading

You'll Also Like

250K 9.2K 69
High Rank : Rank 1 pendek #02Februari2020 Rank 1 diary #16Maret2020 Rank 1 cerita #27Mei2020 Wanita dengan paras imut dan rabut pendek juga kacamat...
2.5M 137K 55
"Status doang pacaran, tapi dianya lebih asik sama sahabatnya sendiri. Sebenarnya pacar dia tuh gue atau cewek itu sih? Kesal banget!" sewot Alissa y...
90.2K 5.9K 72
'𝐬𝐢𝐧𝐠𝐤𝐚𝐭 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐥 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐞𝐩𝐮𝐫𝐚-𝐩𝐮𝐫𝐚𝐚𝐧' Sebuah bukti nyata bahwa tidak ad...
5.8M 309K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...