RAGASEA (END)

By devitnask

5.8M 452K 151K

SUDAH TERBIT & TERSEDIA DI GRAMEDIA/ TOKO BUKU ONLINE TERPERCAYA Bagaimana jika ia yang selalu menyakitimu, t... More

PROLOG
1. BULLYING
2. LAVEGAS
4. MEMORIES
5. INHALER
6. DIFFERENT
7. INVIATION
8. DRESSED
9. PHOBIA
10. RATU VERITAS?
11. LIVE INSTA
12. DRAMA QUEEN
13. STICKY NOTES
14. PROMISE
15. KUROMI KEYCHAIN
16. KOLOR SQUIDY
17. PUTRI PECANDU
18. MALAIKATNYA SEA
19. SENJA & SAMU
20. SAMU SUMON
21. WLC TO THE HELL
22. FIVETY : FIVETY
23. MOTOR MERAH
24. PANTAI SELATAN
25. D-DAY
26. ANTAGONIS
27. KONSEKUENSI
28. PELIK
29. LO SIENTO
30. PARNOAN
31. OLIMPIADE
32. LUKA MANDA
33. PERI KECIL?
34. PASPOR
35. 10-31 MEANING
36. SUGAR DADDY

3. FANTASY

130K 14.8K 1.9K
By devitnask

Sea menghela napas panjang, masih berdiri di dekat rel kereta sambil menunggu keretanya datang dari sisi kanan.

Makam Samu berada di kota tetangga, karena itu Sea membutuhkan waktu lama untuk ke tempat itu dengan bantuan KRL.

Sea masukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket. Semilir angin terus berhembus dingin, menyibakkan rambutnya berkali-kali hingga menutupi sebagian wajahnya.

Sea mengambil napas pendek. "Hsh, bau kopi!"

Kepalanya menengadah, menatap langit yang semakin pekat. Bintang bertaburan abstrak, salah satu spica terlihat bersinar paling terang dan bulan sabit tua ikut serta menghiasi sisi kiri angkasa.

"Pindah ke SMA Rothy adalah pilihan yang paling tepat kan, Kak?" tanya Sea pada Kak Samu yang ia yakini berada di atas langit.

"Kematian Samu terlalu mendadak, lo nggak penasaran apa? Terakhir kali dia ijin ke SMA Rothy buat diskusi sama anak-anak Lavegas, tapi malah...,"

Ucapan seseorang kembali terngiang sangat jelas di rungu Sea, hal itu pula yang mendorongnya untuk pindah ke sekolah itu. Sekolah elit yang hanya dapat dihuni oleh orang-orang dari kalangan atas.

Lalu, Sea? Dia cukup beruntung karena mendapatkan beasiswa tahunan yang rutin diadakan oleh pihak sekolah untuk membantu murid-murid yang berpotensi tinggi.

Sekiranya, ada lima orang bergelar beasiswa berprestasi yang pindah bersamanya kala itu.

Suara kereta terdengar, ia tolehkan kepalanya ke kiri. Dari kejauhan terlihat kereta abu kemerahan mendekat, itu bukan keretanya melainkan kereta gate sebrang.

Sea menunduk, kakinya bergerak menendang angin. Putaran musik Pov milik Ariana Grande yang keluar dari airpods itu nyatanya terkalahkan dengan kegaduhan para penumpang yang mulai turun dari kereta sebrang.

Detik kemudian, Sea kembali meluruskan pandangannya setelah kereta sebrang melaju pergi. Lalu, fokusnya secara otomatis mengarah pada seseorang yang berdiri di sebrang sana.

Netra dengan bulu mata lentik itu melebar, menatap sosok berjaket hitam dengan helm fullface menutupi kepalanya.

"Kak Samu?" Kaki Sea bergerak, melangkah satu meter ke depan seolah ingin menyebrang ke gate sebrang.

Namun, keretanya sudah datang tepat di detik ke tiga dan membuat sosok di sebrang sana tak terlihat lagi.

Sea bergegas memasuki kereta bersamaan dengan para penumpang yang keluar dari gerbong. Beberapa kali ia menubruk seseorang dan mendapat cacian singkat, tetapi Sea tidak peduli.

Sea terlalu penasaran dengan sosok yang ia lihat, gadis itu bergegas ke jendela sisi kanan, menatap gate sebrang dan berharap akan menemukan sosok pria aneh tadi.

Tetapi, dia tidak ada di sana.

"Kak Samudra?" Sea terus menatap gate sebrang dengan saksama, sesekali ia usak matanya karena takut penglihatannya memburuk.

"Kak Samu," Sea tertawa hambar begitu sadar dengan apa yang sudah ia lakukan, menertawakan segala kebodohannya.

"Kayaknya gue kangen banget ya sama lo, sampai liat orang lain aja ngirain itu elo, Kak. Tapi emang mirip, dari postur badannya, jaket item, helm fullface merah. Jadi kangen lagi ih."

Sea menghembuskan napas melalui bibirnya, kemudian duduk di kursi ujung KRL bersamaan dengan kereta yang mulai melaju.

Drrtt! Getaran singkat terasa ketika gerbong kereta yang Sea naiki berhenti di stasiun tujuan. Sea berjalan keluar sambil mengecek pesan dari seseorang.

Mas Anang
Maaf baru ngabarin, tapi uang bulanannya diambil Pak Dipa lagi.
07.22 pm

Sea
Brengsek! Nggak ada sisa sedikitpun buat restock bahan makanan besok?
07.23 pm

Mas Anang
Sayangnya nggak ada, Se. Tadi juga ada gangster yang ngacak-acak cafe sampai lantai dua, guenya sih nggak kenapa-napa cuma lecet di dagu doang kepentok meja. Kalo lo penasaran sih.
07.24 pm

Sea mengusap rambutnya dari kening ke belakang, rahangnya mengeras seolah sedang mengatakan segala sumpah serapah melalui gesture wajah.

Sea menyimpan ponsel coralnya dan mempercepat langkahnya hingga setengah berlari.

Begitu keluar dari stasiun, Sea disambut dengan lemparan helm oleh seseorang. Beruntung gerakan refleksnya berhasil menyelamatkan helm kesayangannya yang satu itu.

"Cocok buat lo," komentar Dean menjurus pada bandaids stitch yang menempel di pipi Sea.

"Besok gue kasih lagi, harus rutin diganti biar lukanya cepet sembuh." Dean turun dari motor dan mendekati Sea.

"Nggak usah sok peduli, basi!" ucap Sea tak bersahabat. "Ngapain juga ke sini?!"

"Jemput lo," timpal Dean singkat sembari menyalakan vespa kuning. "Kata Mas Anang lo ke makam Samu lagi--"

"Nggak perlu, pergi aja lo!" Sea menjauh, tetapi Dean berhasil menahan lengannya dan menarik gadis itu mendekat.

"Gue udah janji!"

"Apaan?!"

"Buat jagain lo."

"Kak Samu udah nggak ada, janji itu udah nggak berlaku lagi."

"Naik, Sea!" ulang Dean melirihkan nada bicaranya. "Pulang sama gue, gue tetep harus pastiin lo aman sampai rumah."

"Basi!"

"Gue punya janji," Dean menghentikan Sea yang hendak pergi. "Samu orang yang berharga buat gue, dan lo juga."

"Kalo gue berharga, lo nggak mungkin ngebiarin gue disakitin, Yan. Lagian sejak kapan juga lo jagain gue? Orang gue dibully sama temen segeng lo aja diem!"

"Maaf, Sea."

Mata Sea memanas, ia mengerjapkan mata berkali-kali agar air yang terbendung itu tidak mengalir lagi. Arah matanya teralihkan menuju vespa kuning milik Mas Anang.

"Lo tau? Sejak gue tau penyebab Kak Samu meninggal, gue selalu ngebayangin buat lakuin hal yang sama ke pelakunya."

"Berhari-hari gue cari, dan semua jejaknya ada di Lavegas. Tapi ada satu hal yang bikin gue ngerasa diboongin, Yan. Ternyata lo juga anak Lavegas, padahal gue pikir lo sahabat Kak Samu."

Dean merebut helm di tangan Sea, kemudian memakaikan helm tersebut ke kepala Sea. Sedangkan Sea hanya diam karena suasana hatinya terlalu kacau hari ini.

"Gue bukan anak Lavegas," Dean mengunci helm Sea. "Setidaknya, buat sekarang."

"Gue benci sama lo, Dean!" tegas Sea dengan mata memerah. "Apa lagi sama anak-anak Lavegas. Mereka bully gue, Yan. Mereka juga yang bunuh Kak Samu, tapi lo malah tetep stay sama mereka!"

"Maafin gue," Dean menarik tangan Sea sehingga gadis itu melangkah lebih dekat lagi.

"Maaf, Sea." Tangan Dean terangkat, bergerak menarik kepala Sea ke dalam dekapannya.

***

Brak! Raga membuka pintu rumahnya cepat dan melempar helmnya ke sofa besar yang berada di ruang tamu.

"Waah Aden Bagosnya sudah pulang iki?" sapa Bik Ini, asisten rumah tangga yang sudah bekerja di rumahnya sejak Raga masih dalam kandungan.

Tidak menjawab, Raga malah bertanya hal lain. "Mama belum pulang, Bik?"

"Durung, Den. Nyonya-nya masih kerja," balas Bik Ini yang hampir sama setiap kali Raga menanyakan hal tersebut.

"Saya ke kamar dulu, kalau Mama pulang panggil saya ya, Bik?"

"Oh siap, Den. Makan malamnya nanti Bibik bawaken neng atas," kata Bik Ini dengan bahasa jawa yang cukup kental.

"Hm," Raga bergegas naik menuju kamarnya.

Cowok itu melepas jaket kulit hitamnya, kemudian melempar benda itu ke atas ranjang. Wajahnya tampak gusar, berkali-kali ia usap rambutnya dari kening ke belakang.

"Bastard, gue ngapain ada di stasiun tadi?" tanya Raga pada diri sendiri. "Kenapa gue ngga inget apa apa?!"

Raga berjongkok sembari meremas kaus di bagian dada. "Sumpah, gue kenapa? Tiba-tiba sakit banget dada gue."

Raga mengigit bibirnya, merasa cemas sendiri. Semua ingatan aneh tentang dirinya kembali terlintas, sudah beberapa kali Raga mengalami hal itu.

"Meoowwwng!" Kucing putih berbulu lebat tiba-tiba saja datang dari bawah kolong ranjang.

"Anjing, ngagetin lo!" Raga terkesiap, begitu juga sang kucing yang semakin mengeong sambil melompat kaget.

"Kasar ah, Manda nggak suka!" Gadis berambut curly yang duduk di sofa kamar Raga itu cemberut.

Raga semakin terkejut. "Sorry, gue kaget tadi. Sejak kapan lo di situ?"

"Udah lama, eum, satu jam mungkin."

"Kenapa nggak ngabarin?"

"Manda udah telpon, tapi Aga nggak jawab. Ya udah, Manda langsung ke sini. Karena Aga nggak ada, jadi ya, Manda tungguin deh."

Raga mengacak rambutnya, lantas duduk di bibir ranjang. Ia pijat pelipisnya yang terasa pening sambil berucap, "Maaf, gue nggak tau."

"Ada apa?" tanya Manda perhatian, gadis berpakaian ketat itu merangkak menaiki ranjang.

Raga hanya menggeleng. "Nggak!"

Manda memeluk Raga dari belakang, gadis itu hampir mencium Raga jika saja Raga tidak segera menghindar. "Manda please, kita udah mantan!"

"Emangnya kenapa? Aga nggak suka ya?" Manda melepaskan pelukannya.

"Bukan gitu--"

"Ya udah, Manda pulang aja ya. Aga istirahat, jangan begadang hari ini."

"Hm." Sebelum Manda benar-benar pergi bersama kucing kesayangannya, Raga sempat menahan tangan gadis itu.

"Maaf ya tadi kasar, gue lagi banyak pikiran. Nggak marah, 'kan? Besok gue jemput ya?"

***

Sea turun dari motor, melepas helmnya, kemudian memasuki cafe berdominan putih dengan rumah pribadi di lantai tiga.

"Papa dimana?" tanya Sea to the point pada seseorang yang berdiri di belakang meja bar.

"Di atas," timpal Mas Anang.

Sea bergegas menaiki tangga ke lantai tiga, lalu memasuki rumahnya dan mendapati sang papa yang duduk di ruang tengah dalam keadaan teler karena obat dan alkohol.

Sea langsung menghampiri Dipa dan merogoh semua saku mantel yang pria itu kenakan. "Papa ngesabu lagi?!"

Dipa mendorong Sea hingga gadis itu membentur meja yang berada di dekat sofa abu. "Kenapa?! Mau larang saya?!"

"Pah, mau sampai kapan Papa kayak gini?! Papa mau bikin aku mati dikejar-kejar rentenir--"

"Anjing! Crewet ya kamu jadi anak!" Dipa menoyor kepala Sea kasar.

"Nggak cukup uang tabungan kuliah Kak Samu, sekarang ambil bagian cafe juga?! Nggak ada uang, cafe ngga--"

"KAMU GA BERHAK NGATUR SAYA!" Dipa kembali menoyor Sea. "Kalau ga ada uang, ya kamu cari bodoh!"

"Buat apa punya tubuh bagus kalau ga dipake!" sambung Dipa menatap tubuh Sea dari atas ke bawah.

"PAH!" Sea melotot mendengar ucapan Dipa, seperti tak pernah disekolahkan.

"Jadi jaga baik-baik! Kalau uang cafe habis, kamu yang saya bawa ke club!"

Mata merah, aroma alkohol, dan sikap kasar Dipa sudah menjadi makanan sehari-hari Sea.

Hanya saja, kali ini sedikit berbeda. Tidak ada Samudra, tidak ada sosok kakak yang melindunginya lagi.

"Kak Samu udah meninggal, Pah. Sekarang satu satunya keluarga Papa itu aku," Sea menatap mata Dipa penuh kebencian. "Tapi kenapa Papa nggak berubah?"

"Diam kamu--"

Sea menggertak dengan mata melotot lebar. "HARUSNYA PAPA YANG MATI GANTIIN KAK SAMU--"

PLAK! Satu tamparan telak mendarat di pipi Sea, bekas kemerahan muncul secara perlahan. Perih menjalar, bukan hanya di pipi. Tetapi, luka itu juga ikut menyakiti lubuk hatinya.

"Samu mati juga karena kamu!" bentak Dipa menarik rambut Sea hingga kepala Sea menengadah.

"DASAR ANAK NGGAK BERGUNA!" Dipa mendorong Sea ke lantai.

"PERGI DARI HADAPAN SAYA!" usir Dipa menunjuk pintu keluar.

"SAYA BILANG, PERGI!"

Sea meremat karpet bulu di bawahnya, cairan kental kemerahan mengalir dari pipi. Luka sayatan Raga kembali terbuka karena tamparan Dipa, namun rasa perihnya benar-benar tertutupi oleh luka bantin yang semakin menumpuk.

Sea melepas plester dan mengusap darah di pipinya, kemudian berdiri sambil menyampar beberapa botol miras di atas meja hingga pecah berserakan di lantai.

"SIALAN!" Dipa kalap karena botol botol itu masih bersegel utuh, belum lagi harganya yang bukan maen.

Sea tidak peduli, dia segera keluar dan menjauh dari rumah. Persetan dengan bapak dakjall, tidak peduli lagi dengan kondisi cafe yang cukup berantakan seperti kapal pecah.

"Gue udah bilang kan ... Dunia gue runtuh, kehilangan lo adalah awal dari kehancuran gue, Kak."

"Apa ngga mau nemuin gue sekali aja? Cukup sekali aja, gue ngga kuat."

"Gue butuh charger, Kak Samu! Daya tubuh gue makin lemah, gue pengen dipeluk!" jerit Sea sangat menyayat hati. "Gue capeee!"

TBC.

Raga kenapa tuh? 👀

Ada yang nunggu next?

Jangan lupa follow akunku devitnask, karena tiap update akan selalu aku umumin di wall.

Ss bagian yang paling kamu suka, dan jangan lupa tag aku di instagram ya @devitnask

MASUK GC RAGASEA DI TELEGRAM KLIK LINK YANG ADA DI BIO

Continue Reading

You'll Also Like

Aldara By forkywoody

Teen Fiction

7.9M 33.2K 3
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] (Karakter, tempat dan insiden dalam cerita ini adalah fiksi) Hidup seorang remaja laki-laki yang menjabat sebagai Ketua Gale...
10.5M 572K 29
Ada yang aneh dengan kehidupan Dewa setelah bangunnya ia dari koma. Mulai dari sepercik ingatan yang terus terpancing ketika ia bertemu dengan gadis...
1.4M 133K 96
"Kelvin, terimakasih dan sampai jumpa..." Ini tentang Zatasya Louvina. Wanita yang banyak sekali memiliki musuh dihidupnya. Bagaimana seorang Asya bi...
25.3M 1.6M 79
[ PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT ] DON'T COPY MY STORY! [ Highest ranks : Beberapa kali #1 di Teen Fiction ] PROSES RE-PUBLISH SAMUDRA, si bad boy paket...