SILHOUTTE: After A Minute [EN...

By lnfn21

123K 19.4K 5K

Roseanne Park baru saja menikah dengan kekasihnya, Jung Jaehyun yang merupakan pengusaha sukses dan bergelima... More

00: Prologue
01: Woman White Dress
02: Memory of Your Scent
03: Offer & Agreement
04: Yes, I'm Your Husband
05: Romantic in Traumatic
06: Beside You
07: Pray & Promise
08: The Things You Like
09: Bittersweet
10: From Seoul to Chuncheon
11: Big Consequences
12: So Care(less)
13: Quiet for A Moment
14: The Fragile Roses
15: Hug Your Body & Soul
16: Aware With Heart
17: Say Merry Christmas to The Devil
18: Enemy by My Side
19: Helleborus & Hidden Message
20: Circle of The Game
21: Captivated by Love
22: Falling Flower
23: Warmth That Melts Loneliness
24: An Anemone
25: Dating in Early Spring
26: I Wanna Tell You How I Feel
27: Eye Trick
28: The Wrecked Canoe
29: Woman Black Dress
30: Scabiosa's Allegory
31: Hyacinth
33: Human's Error
34: Even If It's Just A Lie
35: Italy is Distopia
36: Date of Birth & Death
37: People is Full of Secrets
38: Night We Took Off The Clothes
39: Built A Barrier
40: Autumn Bellflower
41: Sailing Without A Map
42: Fill The Emty Space in Yours
43: Chaos Begins to Blow
44: Home & Hebras
45: Beautiful Scraft Carried by The Wind
46: Lies Like a Time Bomb
47: This Charade is Sickening
48: Eternal Destructions
49: Jeju & The Uninhabited Villa
50: Who Is The Villain?
51: Being My Bride in One Night
52: Cistus - Tommorow I'll Die
53: There'd be Pools Filled by Bloods
54: Sweat Pea
| SILHOUTTE FLOWER'S ALLEGORY |
Rose's Series
Jeffrey's Series

32: The Hurricane Arive in Rome

1.5K 311 58
By lnfn21

CHAPTER 32
The Hurricane Arrive in Rome

[Playlist: Kang Mi Mi – Eternal Love]

***

Bar mewah di pusat kota tak sesemarak beberapa waktu silam saat sang pemilik mendatangkan DJ professional sebagai hiburan spesial teruntuk pelanggan setia mereka. Malam itu, segalanya berkali-kali lipat lebih senyap yang mana hanya dipecah oleh alunan lirih musik blues. Cukup menghibur hati yang resah sosok perempuan anggun di salah satu sudut. Namun, tak bertahan lama, ketenangan perempuan itu diusik oleh denting bagian bawah sloki yang mencium permukaan meja kaca—terdengar lebih nyaring dari apa-apa saja yang ada di sana.

Sepasang mata terbingkai kelopak berhias bulu lentik bersambut dengan netra monolid milik seorang pria yang baru saja meletakan gelasnya, lalu duduk menghuni kursi tinggi di samping perempuan bersurai legam panjang terurai menutupi bahu. Seulas senyum menemani sepatah sapa yang disanjungkannya,

"Hai, wanita simpanan Jung Jaehyun."

Alis yang sempat bertaut seketika saling berjauhan, raut kebingungan berganti beku dalam sekejap. Seakan abai pada ketidaksukaan manusia yang baru saja disapanya, Johnny kian melebarkan dua sudut bibir. Ia yakin sekali tebakannya bukanlah salah lantaran beberapa bukti konkret telah dikorek hingga akar selama berhari-hari.

"Nona Kim Bona, apa yang lebih kau sukai?" Johnny menyematkan jeda pada tuturannya guna memandangi sosok pemuda yang berprofesi sebagai bartender, tengah bergerak lihai mengikis es dalam genggaman. Lantas, hunus tatapan Johnny bergulir menuju perempuan di sebelah seraya, "Uang dan Jung Jaehyun?"

"Apa yang lebih kau sukai di antara kedua hal itu?

Bona bersama kerutan paling dalam di dahi menyambut pertanyaan Johnny tanpa suara.

Satu teguk whisky membasahi kerongkongan. Johnny kembali meletakan gelas lantas memendarkan pandang ke sekitar. "Aku selalu melihatmu setiap kali datang kemari. Dan, aku selalu penasaran padamu. Dulu. Kini tidak lagi. Aku telah cukup tahu, bahwa alasanmu berada di bar ini setiap malam tak lebih dari sekedar mengumpulkan pundi-pundi uang. Aku mengerti bahwa bekerja sebagai bawahan di sebuah perusahaan kecil tidaklah cukup membuatmu agar bisa bertahan hidup di dunia yang sarkas ini."

Berbantuan jasa mata-mata dengan kinerja yang kompeten bak intelejen, nama Kim Bona berhasil Johhny ketahui beserta serentetan fakta tentangnya. Perihal Bona yang kerap mengencani pria-pria kaya raya demi menggaet sejumlah harta, dan bukan cinta. Johnny telah lebih dari tahu bahwa cinta Kim Bona semata hanya tercurah pada Jung Jaehyun.

Setelah sempat melihat dua manusia berpelukan di malam kala tempat ini begitu pecah oleh kesemarakan, Johnny mulai mengulik latar belakang Bona tanpa melewatkan satu poin pun. Termasuk juga kisah asmara di antara Bona dan Jaehyun yang sempat terjalin namun terhalang realita.

Apa yang Johnny perbuat bukanlah tanpa alasan.

Sesungguhnya, memerintahkan orang untuk membuntuti mobil Jeffrey hanyalah ancaman belaka agar pria itu tak berbuat lebih jauh. Namun, memukul mundur Jeffrey tak semudah yang Johnny terka. Sehari setelah Johnny menerima laporan mengenai orang-orang suruhannya yang diseret dan dihabisi oleh Jeffrey hanya demi memastikan bahwa dirinya adalah dalang di belakang, Johnny bergegas mengambil langkah tepat setelah pria itu mengantongi sebuah asumsi.

Setelah mendengar bahwa pria yang disuruhnya membuntuti Rosé sewaktu bepergian bersama Mola berakhir begitu mengenaskan, kini Johnny tahu bahwa perempuan setengah gila itu adalah kelemahan bagi Jeffrey. Meski kematian Rosé dan kepergian Jeffrey dari negara ini adalah pasti, paling tidak selagi menanti kabar gembira itu datang, Johnny mesti sedikit memberi guncangan sekaligus pembalasan teruntuk Jeffrey yang semakin hari semakin tak mengindahkan posisi.

Maka, di sinilah Johnny berada sekarang—menemui perempuan yang digadang-gadang sebagai wanita simpanan Jung Jaehyun.

Bona bungkam sekian waktu. Ekspresi perempuan itu seakan memberitahu Johnny bahwa uang dan Jung Jaehyun adalah dua hal yang tak bisa dipilih dengan mudah. Keduanya sama berarti. Maka, senyuman Johnny tak tanggung-tanggung timbul semakin lebar. Ia menuangkan whisky dari botol ke dalam gelas kosong milik Bona. Satu penyataan melesat ringan,

"Kalau kau mau, aku bisa membuatmu memiliki keduanya."

Tatkala ajakan bersulang disambut ragu-ragu oleh Bona, di situlah masa di mana mata Johnny melukiskan bendera kemenangan yang dinaikan setengah tiang.

***

Dua Ipod ditanggalkan dari telinga.

Pandang menerawang tertuang pada layar monitor bertampilkan sistem aplikasi penyadap. Rekaman suara yang baru saja diputar memberitahu Jeffrey apa yang ia lewatkan beberapa hari belakangan.

Pria di dalam ruangan yang menggelap sama halnya dunia itu menghempaskan punggung pada kursi sekaligus menghela napas. Netra tajam Jeffrey kali ini bergeser menelanjangi gemerlap kota yang terbingkai dinding kaca lebar. Berkas cahaya samar-samar menerpa kulit wajah sehingga nampak gurat penat yang tersemat di sana. Kendati Jeffrey tampil sedemikian tenang selayak biasa, tiada yang tahu betapa seisi kepala pria itu tengah berkudeta begitu sengit.

Kesibukan akan pekerjaan menyebabkan Jeffrey tak siap menghadapi badai yang datang secara tetiba. Kedatangan Bona pagi tadi adalah badai paling tak terduga, tak terantisipasi pula. Kini, Jeffrey telah tahu pasti, badai itu tak datang tanpa perangai angin yang menerbangkannya. Dan, ia juga tahu, siapa yang menjelma angin itu.

Sekretaris Jo yang mengundurkan diri tanpa sebab dan Alice yang tiba-tiba merekomendasikan Bona sebagai ganti. Sampai di titik ini, Jeffrey berhasil menganalisa situasi bahwa Johnny adalah poros yang memutar segala hal tak masuk di akal, tetapi bergulir sedemikian rapi.

Johnny mengimingi Sekretaris Jo dengan uang dan pekerjaan menjanjikan. Johnny juga yang mendatangi Bona, memberikan tawaran spektakuler agar bisa memiliki uang dan juga Jung Jaehyun sekaligus. Rencana Johnny mempertemukan Bona dan Alice serta berbincang perihal kondisi finansial mendesak yang menyebabkan Bona mengemis pekerjaan sepertinya berjalan begitu lancar. Hal ini terbukti dari surat rekomendasi yang dibawa serta Bona hari ini. Dengan demikian, maka Bona akan mendapatkan uang dari posisi yang didudukinya, juga mendapatkan posisi menyenangkan lantaran bisa bertemu 'Jung Jaehyun' nyaris setiap waktu.

Semestinya Jeffrey tak ambil pusing perihal kehadiran Bona. Sependek pengetahuan Jeffrey, perempuan itu hanya diperintahkan oleh Johnny untuk mendekatinya. Bukan masalah besar jikalau Jeffrey pribadi tak memberikan tanggapan lebih dari sekadar menjadikan hubungan keduanya sebatas pegawai dan atasan. Benar, Jeffrey memang berencana untuk itu demi menjaga hati seseorang yang mungkin akan terluka jika mendengar kabar burung pasal ia dan Bona.

Secarik amplop dari atas meja diambil. Undangan pesta perjamuan kolega yang bersemayam di dalamnya, Jeffrey keluarkan pun ia baca dengan cermat. Alice adalah sang pengirim, konon katanya acara tersebut diadakan sebagai bentuk perayaan atas omset perusahaan yang melejit akibat kinerja Jeffrey. Sempat berbincang melalui telepon, Alice menekankan bahwa kehadiran Jeffrey adalah hal yang wajibnya absolut tanpa bantahan.

Oleh sebab itu, sebuah butik menjadi persinggahan Jeffrey di kala mengarungi jalan pulang seorang diri lantaran Mingyu telah lebih dulu diperintahkan meninggalkan kantor saat jam kerja habis. Jajaran gaun beraneka model diamati Jeffrey bermenit-menit lamanya sebelum satu yang tersemat pada manekin menarik keseluruhan atensi.

Alberta Ferretti Cocktail, gaun selutut berwarna mauve lengan panjang transparan dan bagian leher membentuk huruf V berhias tali pita di pinggang. Jeffrey pikir, seseorang akan sangat cocok saat mengenakan itu.

Dan, tebakan Jeffrey tidaklah salah.

Sehari berselang usai kunjungan Jeffrey dari butik, pria itu kini berkesempatan menyaksikan pemandangan menakjubkan serupa Rosé yang berdiri anggun dengan gaun pilihannya. Surai sebahu selayak tumpahan madu dibiarkan terurai, poni sisi kiri terjepit oleh logam berkilauan membentuk garis vertikal yang dihiasi permata.

Sabtu malam di pukul delapan belas adalah waktu dimulainya sebuah pesta. Maka, jauh sebelum hari menjemput petang, Jeffrey dan Rosé telah mempersiapkan diri baik-baik.

Berendam bersama bukan lagi sesuatu yang tabu bagi mereka, Rosé pun tak lagi ketakutan pada air yang menggenang dan mulai terbiasa bahkan tak segan mengaumkan tawa sembari bermain-main dengan busa dan dengan—tentu saja—dengan Jeffrey.

Sementara itu, Jeffrey merasa menjadi manusia paling beruntung lantaran seperti diberi cuma-cuma tiket VVIP melihat proyeksi figur manusia paling berpotensi menjatuhkan hati.

Puluhan detik terlewati, Jeffrey lupa cara mengedipkan mata. Senyuman manis tersemat pada bibir ranum terpoles lipgloss tak cukup merona, tetapi menggiurkan. Sepasang iris indah menghunus Jeffrey dengan berani. Pada sekon ke delapan, Jeffrey lantas mengaku kalah. Pria itu berjalan mendekati sosok yang tengah mengayunkan ujung gaunnya seakan menuntut Jeffrey untuk turut mengakui keelokan yang ada.

"Bagaimana?" Rosé bertanya lugu, masih dengan sisa-sisa senyuman yang menjajaki wajah. Maka, dalam jarak yang lebih singkat, sekali lagi Jeffrey memandangi perempuan itu dari ujung kepala hingga kaki.

Segala nampak sempurna, mauve begitu menyatu dengan kulit halus nan cerah selayak porselen, memancarkan seorang aura gadis muda. Hells open toe senada gaunnya membungkus rapi kaki jenjang berhiaskan kutek putih pada kuku-kuku. Untuk kesekian waktu, Jeffrey akui dirinya terpana. Dalam dada timbul reaksi tak terduga, seperti kesemarakan sebuah pesta mampir pula di sana sehingga tanpa sadar mulutnya merapal,

"Cantik sekali."

Dua sudut bibir indah Rosé terkembang kian lebar. Suka cita menyentuh jiwa perempuan itu sedari semalam kala Jeffrey menyuguhi kotak berisi dress juga sepasang sepatu paling cantik yang pernah ia lihat, menurutnya. Ajakan turut mengiring pesta Rosé terima tanpa ragu barang sedikit.

Satu langkah menjadikan dua insani itu berada dalam jeda yang nyaris tiada. Rosé mendekat juga mengulurkan jemari demi membenarkan beberapa helaian poni Jeffrey yang terjatuh pada dahi sementara yang lain tertata rapi. Di saat yang sama, matanya mengamati lekat wajah rupawan yang masih memiliki bekas luka di pipi.

Hari ini, sang suami mengenakan setelan formal serupa kemeja hitam ditimpa jas klimis berwarna gading. Arloji yang pria itu kenakan masih sama seperti beberapa waktu belakangan, benda pemberian Rosé di kala Natal silam. Dasi bermotif garis yang menggantung sedikit miring meraih perhatian Rosé lebih banyak. Segera ia mengulurkan jemari demi membenarkan benda itu.

Dalam posisi demikian, Rosé mampu merasakan hangatnya napas Jeffrey menerpa separuh wajah. Penglihatan Rosé begitu penuh oleh dada Jeffrey yang bidang, tempat ternyaman untuk bersandar usai menghabiskan malam dengan bercinta, Rosé pikir.

Bicara tentang bercinta, sayang sekali, Rosé hanya mampu memimpikannya setelah beberapa kali menerima penolakan. Entah apa yang menyebabkan sang suami ternampak enggan menyentuhnya kini, Rosé tak mengerti. Namun, meski dipupuk kecewa, ia tak hendak memaksa.

Dua pasang bahu lebar Jeffrey ditepuk pelan. "Ayo berangkat!" Tersenyum, Rosé hampir lebih dulu beranjak, tetapi Jeffrey menahan. "Tunggu sebentar!"

Jeffrey berjalan pelan menuju nakas, menarik laci dan mengambil benda berkilauan dari sana. Dahi Rosé berkerut memandang Jeffrey sepanjang laki-laki itu berjalan kembali ke hadapan. Kalung berliontin angsa mungil berupaya Jeffrey pasangkan. Dan, Rosé sedikit tersentak mengingat ia tak menjumpai benda tersebut di mana pun beberapa hari usai insiden pertengkaran.

"Bagaimana kau menemukannya?" Sembari menunduk dan meraba kalung yang kini menghias leher, Rosé bertanya.

Itu Jeffrey temukan ketika membereskan ruang kamar yang mana begitu berantakan akibat ulah Rosé tempo lalu. Mungkin terjatuh ketika Rosé hilang kendali. Tak berniat menjawab, Jeffrey hanya mengelus puncak kepala perempuan itu seraya bertutur lembut, "Jaga baik-baik ya. Jangan sampai hilang lagi!"

Anggukan cepat segera Rosé berikan sebagai jawaban disertai ulasan senyum kala memandang Jeffrey.

Dua insani meninggalkan ruangan dengan sepasang jemari yang saling bertaut. Meniti tangga untuk sampai ke lantai dasar, lalu mengarungi ruang tengah yang lantas dipadamkan begitu mereka nyaris hilang di balik dua bilah pintu utama rumah.

Maserati menanti di pelataran bersama Mingyu yang berdiri di dekatnya. Kegiatan membungkuk yang hendak ia lakukan terjeda begitu melihat Jeffrey tak keluar seorang diri, melainkan bersama seorang perempuan yang luar biasa anggun malam ini.

Tatapan penuh oleh gurat tanda tanya diberikan Mingyu teruntuk Jeffrey seakan pria itu tengah bicara tanpa suara, "Kau akan membawanya?"

Tak juga terjawabkan, tetapi Mingyu telah cukup dibuat paham kala melihat Rosé yang tersenyum senang pun Jeffrey yang tanpa segan mengeratkan genggaman terhadap jemari perempuan itu. Keduanya lantas melangkah masuk ke dalam mobil, sementara Mingyu terdiam sepersekian menit di luar bersama ragu juga kecemasan yang tiba-tiba saja memeluk jiwa.

Ketika memutuskan untuk turut menghuni kursi kemudi, Mingyu masih nampak gamang dalam duduknya. Mata menengok kaca kecil di bagian atas, tertampil raut elok Rosé sebelum Mingyu disilaukan oleh benda berkilau di leher perempuan itu. Tadinya Mingyu pikir itu adalah kalung yang pernah ia berikan, tetapi saat menyadari bukan liontin setangkai mawar melainkan seekor angsa mungil yang menggantung manis di sana, kekecewaan berhamburan mendatangi Mingyu.

"Apakah akan baik-baik saja?"

Dua manusia yang tengah duduk berdampingan di belakang saling memandang ketika satu pertanyaan Mingyu mengudara. Masing-masing dari mereka mengerutkan dahi. Sampai Mingyu menoleh, menatap Rosé terang-terangan dan berujar, "Kamu—"

"—apa kamu akan baik-baik saja, duduk di dalam mobil?"

Sekian waktu hening, Rosé mengedipkan dua kelopaknya sebelum menyadari bahwa Mingyu bukanlah orang asing yang tidak tahu-menahu perihal kondisi mental perempuan itu. Maka, ketika tatapan teduh yang agak redup Mingyu tak terasa nyaman ia terima, Rosé segera membuang pandang pada Jeffrey lalu tersenyum.

"Jangan khawatir! Aku akan baik-baik saja selagi bersamanya," ujar Rosé penuh keyakinan seraya menengok sepasang jemarinya dan jemari Jeffrey yang masih bertaut.

Sesaat, dua netra beku Mingyu bergeser menuju Jeffrey hingga terjadi momen bersipandang yang tak sebentar. Dan, untuk mengakhirinya, Jeffrey mesti menggeser sedikit posisi agar lebih merapat pada Rosé lalu membawa perempuan itu bersandar pada dadanya yang bidang seraya bertutur lembut, "Benar. Selagi bersamaku, kamu akan baik-baik saja."

Mingyu bersama segemuruh rasa di dada meninggalkan labuhan pandang, mencari posisi ternyaman untuk tidak lagi melihat pemandangan manis yang paling berpotensi menggoreskan luka di hati. Sabuk pengaman segera dikenakan, mesin mobil pun lantas dinyalakan.

Berikut Mingyu mengarak dua manusia yang seakan punya dunia sendiri, berbagi cengkrama, canda, juga tawa sepanjang perjalanan. Sementara Pemuda Kim menjelma manusia paling malang sedunia yang hanya mampu menjadi saksi bisu.

***

Kendaraan-kendaraan pribadi berharga ratusan juta dolar hilir mudik memasuki kawasan sebuah hotel terkemuka di pusat kota yang ballroom-nya sengaja disewa untuk keperluan pesta. Di teras yang luas, telah berjajar karangan bunga bertuliskan ucapan selamat teruntuk perusahaan dari tokoh-tokoh penting, bahkan ada yang secara gamblang menuliskan nama 'Jung Jaehyun' dengan label pimpinan paling mengagumkan sejaman.

Puluhan ajudan keamanan berpakaian rapi berdiri tegak di sepanjang tepi karpet merah yang membentang, siap menyambut datangnya para undangan. Interior ballroom yang luar biasa megah memanjakan mata siapa saja yang memandang, di dalamnya telah tertata rapi kursi-kursi yang mengelilingi meja-meja bundar bertaplak satin putih berkilau tertimpa cahaya benderang lampu di sana-sini.

Pemuda-pemudi berpakaian ala pelayan berlenggok menyajikan asupan ke meja pusat di mana berbagai jenis kudapan terhidang berteman gelas-gelas kaca yang selalu terisi oleh minuman, siap disapa bibir-bibir penikmatnya. Grup orkestra kawakan telah memainkan musik untuk yang ketiga kali di atas panggung cukup lebar di sudut ballroom, sementara di tengah adalah tempat sebuah podium telah dipersiapkan secara istimewa untuk seseorang yang akan berpidato nanti.

Dan, lantai dansa di salah satu titik menjadi bagian yang paling berkekuatan magis, menarik atensi setiap tetamu baik yang datang bersama pasangan maupun yang sendirian. Sama halnya dengan Rosé yang berniat mengunjunginya nanti sehabis sang suami selesai menyampaikan sambutan di depan sana.

Rosé pikir, ketika suara tepuk tangan para hadirin menggema, maka tiba waktunya untuk bersenang-senang menikmati pesta bersama Jeffrey. Namun, ia salah besar. Jeffrey lebih dulu digaet perbincangan dengan beberapa kolega penting yang datang jauh dari negeri seberang, sementara Rosé mesti rela menanti sedikit lebih lama di tempat duduknya.

"Dia mengagumkan."

Tuturan lirih seseorang menyeret Rosé agar menoleh ke samping. Di sana, duduk sang kakak yang tengah mengamati gerak-gerik Jeffrey sebelum menggulirkan tatap teruntuk Rosé sembari mengulas senyum.

"Sepertinya, dia juga merawatmu dengan baik." Alice kembali bertutur. Sedikit mengejutkan melihat kehadiran adiknya di tempat ini lantaran Rosé telah begitu lama memilih mengasingkan diri dari segala keramaian. Raut bahagia yang tersemat di wajah cantik perempuan itu menjadi bukti konkret yang meyakinkan Alice bahwa asumsinya tidaklah salah.

"Gaunnya cantik. Suamimu memberikannya?"

Terkesan seperti berbasa-basi ria, tetapi pertanyaan Alice menyulut senyuman paling manis yang Rosé punya berikut anggukan antuasis. Perempuan itu menyilangkan kaki, mengetuk telunjuk pada sepatu, "Jaehyun juga memilihkan ini, lalu ini," bergeser pada hiasan di rambut, "dan juga ini."

Kalung di leher dengan cepat Rosé raih pula untuk ia tunjukkan pada sang kakak yang turut diterpa suka cita melihat Rosé seakan kembali hidup jiwanya. "Rambutmu, pasti dia juga yang menyuruhmu memotongnya." Alice menebak, Rosé lagi-lagi mengangguk cepat.

Satu tangan Alice terulur menggapai ujung surai kecoklatan milik Rosé lantas ia amati sedikit lebih lekat sampai ia berujar tenang, "Sangat cocok denganmu."

Kali ini, pendar mata Alice berpindah ke sekitar hingga berhenti di salah satu sudut di mana sosok pria jangkung tengah bercengkrama dengan para tamu wanita. Cukup lama, Alice hening bertemankan air muka tak terdefinisi. Ada senyum getir saat ia mengucap, "Sepertinya, lain waktu aku juga harus meminta Johnny membelikanku hadiah."

"Eonnie ...."

Panggilan lirih Rosé mengembalikan perhatian Alice secara utuh hingga dua kakak-beradik itu bersitatap lekat. "Ya?"

"Ada sesuatu yang ingin aku beritahukan padamu." Setelah gamang dalam kurun waktu yang tak sebentar, Rosé akhirnya memulai menyibak sedikit tirai persembunyian. Ia merasa, tidak seharusnya Alice berharap lebih jauh pada pria yang paling terindikasi akan menghancurkan hidupnya.

"Tentang apa?" Penasaran, Alice menanti Rosé bicara lebih jauh. "Tentang Jo—"

"Hei, Sayang!"

Segala bentuk kalimat yang hendak Rosé ujarkan tertahan di ujung lidah kala mendengar suara bariton begitu dekat dengan mereka. Mendongak, ia menemukan Johnny telah berdiri sembari merangkul bahu Alice gembira.

"Selamat malam, Calon Adik Ipar." Senyuman manis yang Johnny berikan memerciki Rosé dengan sejumlah rasa gelisah. "Ijinkan aku membawa kakakmu yang cantik ini ke lantai dansa. Dan, kamu—"

Segelas tequila yang sedari tadi berada dalam genggaman tangan Johnny kini berakhir di hadapan Rosé "—silakan nikmati minumanmu sembari menunggu."

Seakan tahu, Rosé tengah menanti keluangan waktu Jeffrey yang masih berbincang dengan kolega di ujung sana, samar-samar Johnny tersenyum miring kala mencoba menyeret Alice ke lantai dansa. Sementara Rosé yang merasa cukup jengah dalam penantian mulai mengulurkan jemari meraih gelas pemberian Johnny tanpa pikir dua kali.

Ada dua manusia yang memperhatikan pergerakan Rosé yang hendak menyapa minuman di tangan. Seakan tahu ada bahaya melambai jikalau Rosé benar-benar meneguk, Jeffrey hendak menyingkir dari forum guna mendatangi Rosé. Namun, sayang, niatannya tertahan begitu saja kala melihat Mingyu lebih dulu berdiri di depan Rosé dan menyingkirkan gelas dalam genggaman perempuan itu.

"Mau berdansa denganku?"

Ajakan Mingyu menuai kebisuan Rosé. Ilusi tengah singgah pada penglihatan perempuan itu, meletakkan wajah pria tercintanya alih-alih Mingyu yang nyata. Hampir saja jemari di atas paha tergerak hendak menjabat tangan yang terulur di depan, tetapi sadar lebih dulu hadir dan seketika membuat wajahnya bermuram durja.

"Asisten Kim, mengapa kau ada di sini?"

Pertanyaan tak masuk di akal keluar dari bibir manis. Mingyu berjalan sedikit mendekat, dan sekali lagi menengadahkan tangan ke hadapan Rosé seraya berucap, "Mau berdansa denganku, Nona Park?"

Kesabaran mesti dipupuk Mingyu banyak-banyak ketika Rosé sekadar memberikan tatapan nanar pada tangannya. "Aku bukan Nona Park, melainkan Jung." Telinga Mingyu terasuki oleh rasonan lirih yang kemudian menggema.

"Aku bukan lagi gadis muda yang pantas dipanggil Nona. Aku seorang Nyonya, sekarang." Rosé mendongak, mempertemukan irisnya dengan tatapan Mingyu. "Nyonya Jung," tegasnya pelan, tetapi cukup membuat Mingyu paham perkara kepemilikan.

Maka, ketika Rosé kembali bertutur, "Apa isi pikiran orang-orang saat melihat wanita yang sudah bersuami berdansa dengan pria lain?" Mingyu segera menarik uluran tangan. Tanpa memberikan kesempatan teruntuk Mingyu menjawab, Rosé berlalu sepersekon kemudian meninggalkan Pemuda Kim bersama dada yang porak.

Ayunan tungkak Rosé mengarak melewati pintu alternatif ballroom. Tak jauh lebih sepi dari tempat sebelumnya, tempat itu pun tak luput dari kunjungan para tetamu yang gemar menikmati suasana outdoor. Cahaya dari lampu pijar yang menggantung di berbagai titik membias di atas genangan air kolam renang yang membentang di tengah-tengah, sementara tepiannya penuh oleh huru-hara manusia yang berpesta.

Demi mencari bagian yang sedikit lengang, Rosé berakhir berdiri di tepi kolam sembari menjatuhkan pandang menerawang hingga ke ujung. Di sanalah, ia berakhir pula mendapati proyeksi perempuan bergaun serupa dirinya, hanya yang membuat berbeda adalah perempuan itu bersurai legam yang panjang dan terurai melewati bahu.

Samar-samar, mata Rosé menangkap ulasan senyum dari bibir yang luar biasa merona sebelum telinga digaungkan oleh bunyi ketukan hels beradu dengan batu pualam yang lebih nyaring dari cengkrama orang-orang sekitar. Perempuan di ujung kini beranjak mengitari tepian kolam, dan pada dentangan waktu yang tak terhitung lamanya, ia telah berdiri berhadapan dengan Rosé lalu membungkuk.

"Selamat malam, Nyonya."

Suara dan wajah sang pemilik, Rosé tak pernah lupa dengan kedua hal yang seakan mampu membangkitkan memori kelam yang ia simpan otak paling sudut dan sakit di relung paling dasar.

"Bagaimana bisa kau ada di sini?" Gemetar memeluk raga, Rosé mengepalkan kedua tangan erat kala mengujar satu tanya.

"Pakaianmu—" Seakan ada batu samar yang menyekat napasnya, Rosé tak kuasa meneruskan kalimat manakala melihat secara jelas bahwa ia dan perempuan itu mengenakan gaun yang persis sama, penanda jikalau sang suami tak hanya memberikan benda itu padanya tetapi juga pada perempuan ini.

Ketenangan tertampil, sekali lagi sosoknya tersenyum manis. "Ah aku lupa memperkenalkan diri."

Dalam batin, Rosé berteriak ia telah mengenal perempuan ini jauh sebelum mereka dipertemukan secara berhadapan seperti sekarang. Mengenal secara tidak langsung dari mulut Jung Jaehyun.

"Aku Kim Bona." Satu langkah mendekat diambil, Rosé tersentak dan sedikit memundurkan tubuh. Perempuan pemilik netra tajam masih terus berjalan maju tanpa batasan, "aku adalah sekretaris baru Pimpinan Jung."

Dan, Rosé berada di posisi paling menepi sebelum menyentuh genangan air kolam. Dua pasang mata perempuan menghunus satu sama lain. Satu sudut bibir Bona terangkat naik ketika melihat Rosé yang kian nampak diterkam risau. Memangkas jarak antar wajah, Bona membisikkan kalimat,

"Senang bertemu denganmu, Nyonya Jung. Semoga kita bisa berhubungan baik."

Sekian mili liter air kolam meluap tak lama setelah suara jatuhnya seseorang ke dasar terdengar. Huru-hara berubah senyap, beberapa manusia kelimpungan mencari pertolongan.

Dan, Jeffrey yang sedari tadi sibuk dengan prahara kerja sama lebih-lebih limpungnya ketika tak melihat Rosé di tempat semula.

[]




[SILHOUTTE: After A Minute]

play LeeSA - Save Me to enjoy the vibes of this part end

***

***
hai, terima kasih banyak teruntuk kalian yang setia menanti book ini

maaf sekali baru menyempatkan update karena banyak hal yang perlu diurus dan dikerjakan :')

oh iya, saya membaca komentar-komentar kalian di part sebelumnya dan menemukan salah satu yang menarik perhatian saya

ada yang bilang kalau book ini banyak konflik dan lebay

saya menghargai sekali kalian yang sudah menuangkan opini dan saya tidak melarang siapapun untuk berpendapat mengenai jalan cerita yang sudah saya tulis, apapun penilaian kalian akan saya terima dengan lapang dada untuk kebaikan saya ke depannya

mohon maaf jika saya menyajikan cerita yang tidak sesuai dengan kriteria yang kalian mau, tetapi di sini saya mencoba mengemas apa yang ada di kepala saya tidak mendasarkan pada kemauan siapa pun

untuk masalah pembaca, mungkin banyak dari kalian yang jengah dengan konflik di book ini, tetapi saya menyerahkan kembali kepada pribadi masing-masing

jika anda ingin, silakan baca
dan jika tidak, maka tinggalkan
mungkin cerita ini pasarnya bukan anda
dan, anda pantas mendapatkan cerita yang sesuai dengan selera anda yang tidak bisa saya penuhi

sekian
^.^

Continue Reading

You'll Also Like

87.2K 6.9K 22
Sakura diterima kerja disebuah perusahaan IT setelah menganggur selama hampir 6 bulan. Dikantor barunya Sakura bertemu kembali dengan laki-laki yang...
195K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
5.2K 314 29
"Kau tau tidak? Kau adalah orang pertama yang membuatku sekesal ini. Tapi entah kenapa hanya dengan senyummu saja bisa membuatku bahagia." Bertemu de...
1.4M 81.4K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...