[✓] Satya dan 67 hari

By penaaputihk

1.4M 227K 57.2K

[ SUDAH DIBUKUKAN ] ❝ aku masih mau berjuang, Al. tapi Tuhan pengen aku pulang.❞ -Satya Langit Aksara Pernah... More

ini mereka: cast
Prolog: ditakdirkan bertemu
01: satu malam bersamanya
02: dia orang yang tepat
03: perasaan iba
04: kincir angin
05: kita orang ganteng
06: bertemu kembali
07: Satya atau Mahesa?
08: cemburu?
09: penjelasan Alya
10: Tervonis
11: koma
12: satya kembali
13: malam yang dingin
14: dia juga penting
15: senyuman yang indah
16: 67 hari
17: superhero
18: taman sakura
19: Satya, "aku butuh kamu."
20: Egois
21: aku disini
22: ice cream
23: untuk orang tersayangnya
24: demi Satya
25: harus menjauh
26: karena sayang
27: rumah sakit kanker anak
28: bintang dan sinarnya
29: 20 hari lagi
30: tidak punya hati
31: rela berkorban
32. malaikat penyelamat
33: McLeod
34: karena dia
35: Aku merindukan mu, Satya.
36: kembali bertemu
37: pesan ibu Alya
38: stadium akhir
39: berhak bahagia
40: rahasia yang terungkap
41: Satya Langit Aksara
42: penyemangat dan gambaran lucu
43: selamat ulangtahun, Satya
45: untuk Reyhan dan Azka
46: kincir angin terakhir
47: Selamat malam, Satya
48: untuk Alya, dari Satya
49: akhir yang diinginkan
50: bintang terakhir dan kebahagiaan
51: [Epilog] akhir dari 67 hari
PENUTUP: [ THE END ]
INFO PEMBELIAN NOVEL
SEASON 2: sudah dirilis

44: ucapan terakhir

19.8K 3.3K 1.7K
By penaaputihk

udah vote? kalo belum ntar disamperin popo loh ( bentar mau bayangin dulu 🤣 )

satya dan 67 hari

****

"Detak jantungnya semakin lemah, dokter."

"Usahakan untuk terus berdetak!"

"Jangan sampe kelewat!"

"Baik, dokter!"

Dokter Budi dan beberapa awak medis lainnya tengah berusaha mati-matian untuk dapat membuat jantung Satya terus berdetak. Detak Jantung lelaki itu mulai melemah, Seakan tidak ingin kembali untuk berdetak lagi.
Bunyi alat EKG pendeteksi detak jantung masih berbunyi, tapi sangat pelan sekali.

Terlihat tidak sadarkan diri Satya diatas ranjang darurat rumah sakit dengan pakaian atasnya sudah terbuka memampangkan dadanya yang tengah ditempelkan dengan beberapa alat medis pembantu detak jantung.

Tidak beberapa lama kemudian, detak jantung Satya benar-benar lemah. Bahkan sudah tidak bisa terdeteksi lagi. Membuat seluruh awak medis beserta dokter Budi panik seketika.

"Dok, jantungnya nggak berdetak lagi!"

"Apa? Nggak mungkin!"

"Cepat buat detak jantungnya kembali berdetak lagi gimana pun caranya!"

"Ambil alat pendetak dan pemacu jantung sekarang juga! Cepat! Sebelum semuanya terlambat!"

Seorang perawat langsung bergegas untuk mengambil alat pemacu detak jantung tersebut untuk bisa menyelamatkan dan membuat jantung Satya kembali berdetak sebelum terlambat.

Alat yang berbentuk seperti setrika berbentuk kotak ini adalah Alat pacu jantung, merupakan alat untuk mengatasi gangguan irama jantung atau aritmia yang dapat mengancam jiwa dan nyawa. Alat ini akan ditempelkan pada dada atau area perut Satya untuk membantu mengontrol bahkan membuat jantungnya kembali berdetak lagi nantinya jika berhasil.

Alat ini akan mengirimkan kejutan berupa listrik ke jantung Satya untuk membantu merangsang agar detak jantung dan otot jantung kembali berfungsi dengan normal.

Dokter Budi mulai menyalakan alat tersebut, ia menarik nafas dalam-dalam sebelum melakukannya, berharap cara ini akan berhasil untuk membuat detak jantung Satya kembali normal dan berdetak lagi.

Dokter Budi memanaskan alat tersebut, memastikan sengatan listriknya sudah ampun dan cukup untuk membangkitkan detak jantung Satya lagi. Setelahnya dokter Budi mulai mempersiapkan semuanya.

"Ayo mulai!" Dokter Budi memberi ancangan kepada para awak medis lainnya untuk membantunya.

"Sisanya tolong kalian lihat detak jantungnya dilayar monitor EKG apakah sudah kembali berdetak atau belum."

"Baik, dokter!"

Dokter Budi perlahan mulai menaruh alat tersebut pada dada Satya, menekannya sedikit kemudian mengangkat alatnya lagi.

"Bagaimana? Apa sudah berdetak?" Tanya dokter Budi.

"Belum dokter!"

Dokter Budi kembali melakukannya lagi untuk yang kedua kalinya.

"Ayo! Saya pasti bisa nyelamatin Satya!" ( Batin dokter Budi. )

Dokter Budi mulai menempelkan dan menekan alat tersebut pada dada satya, kemudian mengangkatnya lagi. Tubuh Satya ikut terangkat dan terhempas bersamaan dengan lepasnya sengatan listrik dari alat tersebut.

Percobaan kedua masih gagal, detak jantung Satya belum berdetak kembali.

Suasana diruangan ini begitu menegangkan, mereka semua tengah berusaha menyelamatkan nyawa seorang pemuda sekarang. Berusaha untuk membuat detak jantungnya kembali berdegup dengan normal.

Dokter Budi mulai merasa pasrah pada percobaan kedua karena belum berhasil juga, Tapi dokter Budi tidak mau menyerah begitu saja. Meski alat ini dan cara ini benar-benar menyiksa Satya, mau tidak mau harus dokter Budi lakukan agar dapat membuat detak jantungnya berdegup kembali.

Alat ini memiliki tekanan listrik yang cukup kuat yang dapat membantu membangkitkan degupan jantung Satya lagi nantinya.

Dokter Budi memandang wajah Satya sesaat, wajah yang begitu tenang dengan alat bantu pernapasan yang membuat lelaki ini begitu malang sekali.

Sekarang percobaan terakhir ini harus benar-benar berhasil. Karena memang batasnya hanya sampai 3 kali saja. Jika percobaan ketiga gagal, maka malam ini nyawa Satya tidak bisa tertolong.

"Ayo lakukan sekali lagi!"

"Harus berhasil!"

"Dia masih harus tetap hidup!"

"Cepat lakukan lagi!"

Dokter Budi dan yang lainnya kembali berusaha semaksimal mungkin. Kali ini tidak boleh gagal.

"Siap?" Instruksi dokter Budi.

"Ayo mulai lakukan lagi!"

"1,"

"2,

"3,"

"Jangan sekarang, Satya!"

"Tuhan, tolong jangan sekarang..."

wush...

Sebuah cahaya putih seakan menembus dimensi alam bawah sadar Satya, awalnya lelaki ini tengah dalam keadaan kritis saat itu. Tapi entah kenapa rasanya Satya bisa membuka matanya kembali.

Bahkan lebih anehnya, saat ini ia tengah berada disebuah tempat yang begitu aneh namun cukup familiar.

Tempat yang indah dengan bernuansa serba putih bersih. Dimana lagi ini?

Satya melirik kearah seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah, melihat kedua tangannya. Tubuh Satya bercahaya dan lelaki itu memakai pakaian serba putih semua.

Ada apa ini? Dan dimana Satya sekarang?

Tempat ini? Sepertinya Satya mengingat tempat ini.

Satya berjalan perlahan ditempat ini, tidak ada siapapun lagi disini selain dirinya saja. Tempat ini adalah tempat yang pernah Satya datangi dialam bawah sadarnya juga saat Satya mengalami koma beberapa bulan ysng lalu.

Apa tempat ini adalah perbatasan dunia dan akhirat lagi?

Satya menoleh kesana kemari untuk mencari seseorang. Satya sadar dan Satya tau tempat apa ini.

"Satya," panggil seseorang.

Dari arah belakang Satya, seseorang dengan jubah hitam lagi mendekat kearahnya. Satya mengernyit sesaat, Satya tau siapa sosok ini. Sosok ini juga pernah Satya temui pada saat itu juga dialam bawah sadarnya beberapa waktu lalu. Sekarang Satya kembali bertemu dengannya, ada apa dan bertanda apa lagi ini?

"Kamu?" Lirih Satya.

Sosok yang tidak dapat jelas dilihat wajahnya hanya diam dihadapan Satya. Sosok ini sama sekali tidak membuka suaranya.

Lama kelamaan Satya lah yang membuka suaranya terlebih dahulu.

"Kamu pernah ketemu saya waktu itu 'kan? kita ketemu lagi." Ucap Satya.

"Ditempat ini juga."

Sosok misterius ini masih terdiam, beberapa saat kemudian ia membuka suaranya. Ucapan yang beliau katakan begitu membuat Satya terkejut dan takut.

"Sudah waktunya, Satya."

Satya terdiam, Satya tau dan mengerti maksud dari perkataan sosok ini padanya. Satya juga sudah tau dimana dirinya berada sekarang.

Tubuh satya masih berada dirumah sakit dalam keadaan kritis, sementara roh dan jiwanya tengah berada didalam lain sekarang. Alam yang mungkin merupakan perbatasan antara alam dunia dan alam akhirat.

"Su-sudah waktunya, ya?" Gumam Satya.

Sosok itu memangguk.

Satya menghembuskan nafasnya, menundukan kepalanya sejenak.

Sudah waktunya...

Apa harus sekarang? Satya baru saja merayakan ulangtahunnya bersama dengan orang-orang yang ia sayangi. Tapi kenapa harus secepat itu setelah dirinya baru saja bahagia dan tertawa bersama yang lain.

Satya tidak bisa apa-apa sekarang, Satya hanya bisa pasrah dan menerima. Ia tidak bisa membatah takdir dan keinginan Tuhan untuk bertemu dengannya.

Satya mengangkat kepala kembali, menatap sosok misterius dihadapannya.

"Baik."

"Tapi sebelum saya benar-benar pergi, boleh beri saya waktu selama 3 hari lagi untuk berpamitan dengan orang-orang yang saya sayangi?"

"Saya belum sempat berpamitan sama mereka."

Satya meminta pada sosok itu, meminta hal sederhana yang sangat ingin ia lakukan. Yaitu berpamitan.

Satya belum mengucap salam terakhir dan berpamitan kepada mamahnya, orangtuanya, adiknya, sahabatnya, bahkan Alya sekalipun.

Jika memang Satya harus pergi, Satya akan menerima. Asalkan ia bisa untuk mengucapkan salam untuk yang terakhir kalinya pada mereka.

Tugas Satya sudah selesai selama ini, yaitu menebarkan cinta dan kasih sayangnya pada orang-orang. Kini tugas terakhir yang belum Satya lakukan hanyalah mengucapkan salam terakhirnya.

"Apa boleh saya berpamitan? Kasih saya waktu sebentar lagi, maka setelah itu saya akan pergi dengan tenang."

Sosok itu masih terdiam. Satya jadi merasa semakin takut jika permintaannya tidak bisa dikabulkan.

Tidak lama kemudian, cahaya putih kembali menembus mata Satya lagi. Masuk kedalam alam bawah sadarnya kembali.

Permohonan terakhir Satya terkabulkan, Satya diberikan kesempatan untuk berpamitan pada yang lainnya selama 3 hari saja.

Wush...

Deg!

"Dokter! Berhasil!"

"Detak jantungnya kembali berdetak lagi!"

"Akh...syukurlah..."

Suara sorak kebahagiaan akhirnya terdengar memenuhi ruangan ini saat mereka semua berhasil membuat detak jantung Satya kembali berdegup lagi.

Dokter budi bahkan sampai meneteskan air matanya, percobaan terakhir akhirnya berhasil.

Detak jantung Satya kembali terdeteksi di alat EKG membuat semuanya benar-benar bernafas dengan lega.

Ternyata selama detak jantung Satya tidak berdegup, jiwa lelaki itu tidak berada dalam tubuh Satya. Melainkan memang sedang berada di perbatasan dunia-akhirat tadi. Ketika sosok itu mengizinkan Satya kembali untuk berpamitan, saat itulah jantung Satya kembali berdetak lagi.

Satya kembali dan dikasih kesempatan hanya untuk berpamitan. Hanya itu, dan hanya 3 hari saja.

Tuhan telah memberikan Satya kesempatan waktu yang lebih singkat sekarang, maka 3 hari ini Satya akan mengucapkan rasa terimakasihnya dan ucapan terakhirnya untuk mereka semua, orang-orang yang Satya sayangi.

****


****

Setelah dinyatakan sadar kembali setelah detak jantungnya berdetak lagi, kini Satya masih berbaring dengan lemah diatas ranjang rumah sakit. Kondisi tubuhnya lebih memprihatinkan dengan beberapa alat bantu detak jantung didadanya yang membantu agar detak jantung Satya tetap stabil.
Serta uap oksigen yang menempel pada bagian mulut dan hidung lelaki itu.

Bunyi alat EKG pendeteksi detak jantung terdengar nyaring memenuhi kamar rawat yang nampak begitu tenang dengan seorang pemuda yang berbaring dengan tenang juga.

Seorang wanita paruh baya tetap setia menunggu putranya kembali siuman, Shinta sudah diberitahu oleh dokter Budi bahwa saat itu detak jantung Satya sudah tidak berdetak lagi, tapi dengan mukjizat Tuhan, detak jantung lelaki itu kembali berdetak.

Sebenarnya, Shinta sangat tidak tega harus melihat putranya berjuang melawan penyakitnya selama bertahun-tahun.

Shinta tersenyum getir memandang wajah Satya yang masih memejamkan matanya dengan begitu lelap dan tenang. Wanita itu mengelus wajah putranya dengan lembut. Membayangkan bahwa mata Satya nantinya akan benar-benar tertutup untuk selamanya, damai dan tenang seperti sekarang.

Shinta sangat bersyukur sudah melahirkan dan membesarkan sosok laki-laki hebat seperti Satya, Satya memang seperti malaikat yang sengaja Tuhan berikan kepadanya untuk hadir dalam keluarganya.

Dari kecil, Satya sangat suka menolong orang. Baik di kenal ataupun tidak. Jiwa dan hati malaikatnya memang sudah melekat sejak ia kecil. Dari kecil sampai sekarang Satya memiliki hati yang begitu bersih pada siapapun juga.

Shinta mengelus kepala putranya, air matanya lagi-lagi terjatuh, hatinya rasanya kembali sesak sekali. Kanker Satya sudah menyebabkan putranya harus kehilangan rambutnya, kanker sudah membuat tubuh putranya seperti sekarang yang selalu merasakan sakit yang luar biasa. Terkadang, Shinta selalu berpikir kenapa Tuhan sangat tega memberikan rasa sakit yang luar biasa untuk sosok malaikat seperti Satya.

Apa orang baik harus selalu merasakan rasa sakit?

Meski secara fisik Satya banyak perubahan, mulai dari tubuhnya mulai kurus, banyaknya memar ditangannya karena efek samping penyakitnya, sampai harus kehilangan rambutnya. Tapi itu semua tidak akan mengurangi kesucian dan kebersihan dalam hati seorang Satya.

Bagi mereka, Satya tetaplah sosok malaikat untuk mereka semua.

Perlahan jari jemari Satya mulai menunjukkan pergerakan kecil, Shinta yang menyadari akan hal itu segera mendekatkan diri pada putranya.

Mata Satya masih terpejam, jari jemari tangan Satya mulai bergerak. Selang beberapa saat, mata lelaki itu mulai terbuka dengan begitu perlahan.

"Sayang," gumam Shinta saat menyadari Satya mulai terbangun kembali.

Satya membuka matanya dengan sempurna, tapi masih terdiam seakan baru saja terbangun dari proses mati suri. Samar-samar Satya mendengar suara seorang wanita yang terus memanggil namanya dengan lirihan kecil disampingnya, Satya belum sanggup untuk menoleh. Matanya masih lurus menatap kearah depan.

Satya masih teringat dengan jelas peristiwa dimana ia sudah 2 kali bertemu dengan sosok misterius dialam bawah sadarnya. Satya juga masih mengingat jelas alasan kenapa ia kembali lagi kesini.

Jika saat Satya koma beberapa bulan lalu, Satya diizinkan untuk kembali dan melanjutkan hidupnya selama 67 hari karena ingin membuat orang-orang tersayangnya bahagai serta ingin memberikan kisah yang tidak akan pernah terlupakan. Tapi ketika Satya mengalami kritis dan bertemu dengan sosok itu lagi, justru Satya hanya diberikan waktu 3 hari untuk mengucapkan salam perpisahan saja.

"Satya, kamu sadar sayang." Ucap Shinta, Shinta dapat tersenyum dengan lega saat melihat putranya kembali membuka matanya setelah dinyatakan bilang detak jantung beberapa jam yang lalu.

Satya menoleh kearah sang mamah menggunakan ekor matanya. Ia belum bisa bergerak leluasa lagi karena tubuhnya yang masih terasa lemas.

Satya terus memperhatikan raut wajah Shinta, raut wajah wanita itu seakan menunjukkan kesedihan dan kesenangan. Kesedihan karena terus menangisi kondisi dirinya yang seperti ini, dan senang karena bisa dengan lega melihat Satya masih membuka matanya lagi.

Mata Satya tidak berpaling sama sekali dari wajah sang mamah, seolah Satya ingin terus mengingat wajah wanita yang telah melahirkan dirinya ke dunia ini.

Satya seakan sangat tidak ingin sekali melupakan wajah mamahnya ini, wajah yang setiap harinya selalu memberikan kasih sayang dan cinta untuknya, wajah yang selalu memberikan senyuman untuknya juga. Tapi terkadang, Satya merasa sedih. Karena dirinya, mamahnya jadi sering menangis. Menangis karena meratapi putranya yang malang ini.

"Mah," lirih Satya.

Shinta mengusap sedikit air matanya yang tanpa sadar turun begitu saja.

"Iya, sayang. Kenapa?"

Satya terdiam sesaat, tangan kiri Satya berusaha menggapai pipi Shinta. Kemudian dengan sentuhan lembut, lelaki itu menghapus air mata yang turun membasahi pipi mamahnya.

"Jangan nangis." Ucap Satya begitu lembut.

Mendengar ucapan Satya, dan melihat perlakuannya Shinta malah semakin ingin menangis rasanya.

"Satya nggak suka liat mamah nangis." Ucap lelaki itu.

"Tolong, jangan nangis, mah."

Shinta menarik nafas dalam-dalam, memaksakan senyumnya.

"Ma-mamah nggak nangis. Sayang" Jawabnya.

Satya ikut tersenyum tipis dibalik uap oksigen yang menutupi mulutnya,
Lelaki itu mengenggam jemari mamahnya.

"Maafin Satya, ya, mah." Ucap Satya.

Shinta menunduk, wanita itu berusaha menyembunyikan kesedihannya.

"Karena Satya udah bikin mamah nangis terus."

"Tapi setelah ini, mamah jangan nangis lagi."

"Karena Satya bener-bener nggak suka liat tangisan perempuan, apalagi mamah."

Shinta memangguk, meski hatinya masih sangat sedih, Shinta berusaha kuat untuk menutupi semua itu.

"Iya, sayang. Mamah nggak akan nangis." Ucap Shinta.

"Janji, ya, mah. jangan pernah nangis." Satya membuat perjanjian sederhana pada sang mamah.

Shinta terdiam sejenak, sanggup kah shinta menjawab perjanjian dan perkataan yang Satya ucapkan? Rasanya begitu sulit.

Sekuat apapun seorang ibu, jika bersangkutan dengan anaknya pasti akan menangis. Apalagi saat tau umur sang anak tidak lagi panjang. Ikatan batin seorang ibu begitu kuat dan lembut.

Ibu manakah yang kuat jika di posisi Shinta sekarang? Harus menyiapkan hati yang kuat untuk merelakan kepergian anaknya sendiri. Seluruh ibu didunia ini pasti tidak akan pernah rela dan akan merasakan kesedihan yang begitu dalam.

"Mah," Satya kembali memanggil sang mamah saat Shinta belum juga merespon ucapannya.

"Janji, ya, setelah semua ini selesai. Mamah nggak boleh nangis lagi."

Shinta mengerti maksud ucapan Satya. dengan terpaksa wanita itu akhirnya menjawab meski berberat hati. Karena tidak mudah bagi seorang ibu jika tidak menangis melihat anaknya dalam keadaan seperti sekarang.

"Mamah akan berusaha untuk nggak nangis, Satya." Ucap Shinta.

"Harus bisa, mamah tau 'kan, Satya benci banget kalo liat mamah nangis."

"Jadi, tolong turutin ucapan Satya."

"Ma-mamah akan berusaha, Satya. Tapi mamah nggak bisa janji sama kamu untuk nggak nangis." Lirih Shinta.

"Satya kalo liat mamah ataupun perempuan nangis bener-bener nggak sanggup, rasanya Satya seakan gagal untuk memberikan kebahagiaan dan senyuman."

Shinta terdiam. Perkataan Satya penuh dengan arti.

Pintu ruang rawat Satya tiba-tiba terbuka, Juan masuk kedalam ruang rawat kakaknya. Disusul dengan Roby yang ikut hadir kedalam ruang rawat lelaki itu.

Sudah memakan waktu semalaman Juan dan Roby menunggu Satya sadar didepan ruang darurat dan ruang rawat lelaki itu.
Akhirnya mereka bisa merasa lega saat mendapat kabar bahwa Satya mulai sadar kembali.

Peristiwa malam ulangtahun Satya ketika lelaki itu tiba-tiba tidak sadarkan diri benar-benar membuat semua orang panik bukan main. Malam itu seharusnya menjadi malam kebahagiaan untuk Satya, tapi berubah menjadi malam penuh dengan rasa cemas dan kesedihan.

"Satya, syukurlah kamu sadar." Ucap Roby.

Roby melihat Shinta nampak terus terdiam dengan raut wajah menutupi rasa sedihnya, Roby merasa keadaan sedang tidak baik-baik saja sekarang.

Kenapa ini? Bukannya mereka harus merasa senang karena Satya sudah sadar, tapi kenapa Shinta terus memasang raut wajah murungnya. Pikir Roby.

"Satya, keadaan kamu gimana sekarang? Kamu merasa lebih baik?" Tanya Roby.

Satya memangguk dengan perlahan, "keadaan satya lumayan baik, pah." Jawabnya. Sepertinya Satya berbohong. Jelas ia berbohong.

Mana mungkin keadaan Satya bisa langsung membaik begitu saja. Satya hanya tidak mau membuat mamah dan papahnya juga adiknya merasa sedih saat tau keadaannya tidak akan pernah kembali membaik.

"Abis ini kamu harus jaga kondisi kamu, ya. jangan kecapean biar keadaan kamu lebih membaik." Ucap Roby.

"Iya, bang. Lo harus sembuh." Ucap Juan.

Satya nampak tersenyum tipis mendengarnya.

Satya mengamati semua anggota keluarganya yang tengah berkumpul dihadapannya. Entah kenapa tiba-tiba mata Satya memanas, rasanya hati Satya terasa ngilu. Rasanya belum ikhlas bagi satya harus meninggalkan keluarganya suatu saat nanti.

Keluarga yang benar-benar memberikan kehangatan untuknya, kedua orangtua yang mendidiknya menjadi laki-laki berhati lembut dan kuat seperti dirinya sekarang, serta seorang adik yang selalu ada disampingnya sebagai partner segalanya.

Satya memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam. Membayangkan dirinya harus meninggalkan mereka saja Satya ingin menangis.

"Mah, pah, Ju." Panggil Satya.

"Satya minta maaf, ya."

Roby dan Shinta terdiam, Shinta tidak mampu menjawab, karena Shinta sudah sangat tau apa arti dari ucapan anaknya itu.

"Minta maaf untuk apa, sayang? Satya nggak punya salah apapun." Jawab Roby.

"Untuk segalanya."

"Satya minta maaf."

"Satya ngerasa, umur Satya nggak akan lama lagi."

Roby terdiam seketika.

"Sayang, Satya nggak boleh ngomong gitu." Ucap shinta.

"Iya, kamu nggak boleh ngomong gitu, Satya. Kamu pasti sembuh." Ucap Roby juga.

Sementara Juan masih terdiam, rasanya bocah itu ingin menangis. Tapi sengaja ia tutupi didepan kakaknya.

Satya memejamkan matanya, sekarang kesempatan yang bagus untuknya mengucapkan salam perpisahan dan rasa terimakasihnya kepada keluarganya. Satya akan mengatakannya sekarang juga.

Belum juga berucap, sedikit air mata Satya menetes begitu saja dari ujung kelopak matanya. Sebenarnya sedari tadi juga ia sudah menahan dirinya untuk tidak menangis.

"Mah, pah, juan." Panggil Satya lagi.

"Terimakasih untuk semuanya."

Shinta memejamkan matanya, wanita itu sudah tidak sanggup untuk menahan lebih lama lagi dirinya untuk tidak menangis. Shinta menangis sekarang.

"Satya..." Lelaki itu menghentikan ucapannya.

"Satya mau istirahat."

Deg!

Lutut kaki Roby dan Juan terasa sangat lemas saat mendengar kalimat terakhir yang Satya katakan.

"Ba-bang...jangan ngomong gitu, lo-lo pasti bisa sembuh." Juan berbicara dengan hati yang sesak sambil berusaha kuat menahan tangisannya.

Shinta mengenggam tangan putranya, kemudian mengelus kembali wajah pucat Satya.

"Satya bisa sembuh, Satya nggak boleh istirahat dulu." Lirih Shinta.

"Satya 'kan kuat."

"Satya nggak kuat lagi mah." Ujar Satya.

Semuanya terdiam kembali. Suasana menjadi diselimuti dengan rasa kesedihan yang begitu mendalam.

"Satya capek."

"Maaf, Satya nyerah."

Roby dan Juan tidak bisa menahan lagi diri mereka untuk tidak menangis, keduanya ikut menangis juga.

Sungguh, hari ini benar-benar sangat tidak terduga akan menjadi hari yang buruk bagi keluarga Roby. Mereka harus mendengar ucapan se-menyakitkan itu dari Satya.

Shinta mengerti, Putranya sudah benar-benar sangat lelah sekali. Satya memang sudah sangat lelah harus melawan ini semua selama 4 tahun. 4 tahun Satya berjuang juga sudah begitu luar biasa bisa sanggup bertahan selama itu.

Selain itu, disisa usianya telah Satya gunakan untuk orang-orang yang membutuhkan kebaikan hatinya. Mungkin ini memang sudah waktunya Satya beristirahat.

Shinta dan Roby faham, mereka juga sebenarnya tidak tega melihat Satya yang selalu tersiksa karena penyakitnya selama ini. Mereka juga mau anaknya lepas dari rasa sakit itu. Shinta dan Roby tidak mau egois.

Shinta mengelus puncak tangan Satya, menatap putranya dengan pandangan sendu.

"Satya, capek, ya?" Gumam Shinta.

Ucapan Shinta dijawab dengan anggukan kepala lemah dari Satya.

Roby memejamkan matanya, pria itu benar-benar tidak sanggup mendengarnya lagi.

"Satya hebat udah mau berjuang dan bertahan sampe detik ini."

"Satya boleh istirahat kalo Satya capek, sayang."

"Mamah, papah, dan Juan akan berusaha untuk ikhlas."

"Demi Satya, supaya Satya nggak akan ngerasain sakit lagi."

Satya tersenyum lega mendengarnya, meski hatinya terasa sesak tapi memang inilah kenyataan dan takdir hidupnya. Air mata Satya kembali terjatuh.

"Makasih sekali lagi untuk semuanya, mah, pah, Juan."

Shinta mendekati Satya, kemudian mengecup kening Satya lama. Meluapkan seluruh rasa sayangnya pada putra sulungnya itu.

"Makasih juga udah hadir dikeluarga ini, sayang." Gumam Shinta.

Satya tersenyum. Kemudian lelaki itu menoleh kearah sang adik yang tengah menangis terisak tanpa bisa berkata apapun sedari tadi.

Satya terkekeh singkat melihat Juan, untuk pertama kalinya Satya melihat Juan menangis kejer seperti sekarang.

"Katanya udah 17 tahun, kok masih nangis." Ucap Satya, dari nada suaranya Satya seolah ingin menghibur adiknya itu.

"Di-diem, lo jahat, bang. mau ninggalin gue." Tutur Juan.

Satya tersenyum mendengarnya.

"Lo nggak sayang sama gue?"

"Sayang lah!" Jawab Juan cepat.

"Nggak mau liat gue berhenti ngerasain sakit? nggak mau liat gue bahagia? makanya harus ikhlasin gue."

Juan terdiam seketika.

"Juan," lirih Satya.

"Nggak boleh cengeng, lo cowok."

Juan langsung menghapus air matanya saat mendengar ucapan Satya.

"Katanya mau jadi dokter, Masa nangis."

"Sini deket gue." Ajak Satya.

Tanpa penolakan, Juan mendekati ranjang kakaknya.

"Belajar yang rajin, ya. Biar cita-cita lo untuk jadi dokter tercapai." Pesan Satya.

"Makasih karena udah mau ngerawat gue selama gue sakit."

"Lo bener-bener adik terbaik yang gue punya."

Juan memejamkan matanya kembali, mengatur dirinya untuk tidak menangis kembali.

"Lo harus banggain mamah sama papah."

"Dan satu lagi," ucapan Satya terpotong.

Juan kembali menoleh kearah Satya.

"Gue titip mamah sama papah, ya." Pesan Satya lagi.

Shinta dan Roby menunduk secara bersamaan. Ternyata benar, Satya akan pergi. Putra sulung mereka akan pergi.

"Udah nggak boleh nangis lagi, ah."

"Sini peluk..." Satya melebarkan tangannya, memberikan isyarat untuk adiknya memeluk dirinya.

Tanpa penolakan, Juan segera memeluk tubuh sang kakak yang masih berbaring di ranjangnya.

Dengan segera Juan memeluk tubuh Satya, sudah lama sekali dirinya tidak memeluk sang kakak semenjak keduanya beranjak dewasa.

Juan sangat merasa sedih sekali, Satya adalah kakak satu-satunya Juan, sosok kakak yang menjadi panutan untuknya, kakak yang selalu melindunginya, kakak yang selalu mengajarkan banyak hal padanya.

"Ma-makasih juga untuk semuanya, bang."

"Gue nggak akan pernah lupain lo adalah sosok kakak terbaik buat gue."

Satya tersenyum mendengarnya, tangan Satya beralih mengusap puncak kepala adiknya.

Juan melepaskan pelukannya pada Satya, Satya kembali berucap.

"Satya bersyukur bisa lahir dikeluarga ini, keluarga yang penuh dengan rasa kasih sayang dan kehangatan serta cinta yang kalian berikan untuk Satya."

"Sampai kapan pun, Satya nggak akan pernah lupa kalo satya pernah lahir dan jadi bagian dari keluarga ini."

"Satya berharap, Satya bisa lahir kembali dan bisa hadir dikeluarga ini lagi untuk kehidupan selanjutnya."

"Jangan pernah lupain satya."

"Terimakasih sekali lagi, Satya sangat-sangat sayang kalian."

****

to be continued...

kalo udah kaya gini tandanya harus apa???

harus ikhlasin satya :)

harus ikhlas ya sekarang, katanya kalian sayang dia. mau kan dia berenti ngerasain sakit nya?

satya udah berjuang keras selama 4 tahun ini, mungkin udah waktunya satya untuk beristirahat sekarang.

meski satya ini cuma karakter fiksi sayang kalian beneran nyata ya ternyata buat dia :')

ga kerasa cerita ini tinggal beberapa bab lagi bakalan selesai. makasih yang udah baca dan nemenin Satya dan 67 hari dari awal banget, love u❤️ muachh💋

sampai ketemu di part selanjutnya ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 126K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
5.5M 237K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
26.7K 5.1K 29
"Jika kita tidak tertulis dalam satu cerita. Mungkin dikertas lain kita tertulis dalam satu kisah." "Atau mungkin, sebenernya lo harus tulis sendiri...
Kingdom [Hiatus] By Stayatiny

Mystery / Thriller

266 74 6
Hanya karena sebuah cincin permata sebuah pertempuran darah terjadi. Dua bangsa yang masih bisa bertahan kini yang akan memperebutkannya,dua bangsa y...