CERPEN

By NanasManis98

529K 44.8K 2.8K

Kumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN... More

SALAM MANIS
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CEPREN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA

CERPEN : CITRA

9.8K 768 13
By NanasManis98

Part 3
______

"Citra, are you okay?"

Citra menatap Freya dengan pandangan buram karena air mata menumpuk di kedua matanya. Seluruh tubuhnya gemetar. Seakan baru sadar apa yang hendak ia lakukan pagi tadi.

Mengakhiri hidup.

Saat Freya bertanya keadaannya, akhirnya ia tersadar sepenuhnya jika masih ada yang peduli padanya dan ingin tau keadaannya....

"Citra ..."

"Frey ..."

Freya segera memeluk Citra, menenangkan temannya yang menangis tersedu-sedu tersebut. Menyalahkan diri atas apa yang hendak dilakukan.

"Lo gak boleh lakuin itu lagi, okay?" ujar Freya lembut seraya menangkup wajah Citra, kemudian enyeka air mata Citra. "Banyak yang peduli sama lo, Cit. Banyak yang butuh lo. Terutama anak lo."

Refleks Citra menyentuh perutnya. "I-ini gak pa-pa, kan?"

"Gak pa-pa kok. Lo ngalamin pendarahan ringan. Itu biasa kok saat hamil muda. Ditambah karena lo banyak pikiran. Citra, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa lo mau lakuin hal itu?"

Citra menunduk dalam tidak berani menatap Freya.

"Citra, gue kan selalu ngomong. Lo gak sendirian. Ada gue. Kalau lo butuh sesuatu, lo bisa hubungi gue."

"Mas Faras jahat, Frey ...," ujar Citra lirih masih di posisinya.

Freya menghela nafas pelan. "Dia emang jahat, kan? Dia nyuruh lo gugurin kandungan lo?"

Citra mengangguk pelan.

"Gak usah dengerin. Kalau bisa lo gak usah ketemu dia. Kalau ada acara keluarga lo, lo ambil alasan aja gak bisa hadir karena kondisi lo yang lagi hamil. Mereka pasti ngerti kok, Cit. Gue gak mau terjadi apa-apa lagi sama lo. Cukup hari ini, oke? Gak ada hari-hari selanjutnya lagi. Lo harus hidup. Ini bukan cuma lo, tapi juga anak lo."

"Makasih Frey." Kini Citra menegaskan kepala menatap Freya. Mengukir senyum tipis. "Emang lo satu-satunya temen gue ..."

"Gak Citra. Bukan gue aja. Rora, Gumi, sama Kalea juga temen lo."

Citra kembali menunduk, matanya kembali memanas mengingat ketiga temannya tersebut yang marah padanya. Tidak pernah lagi bersinggungan dengannya. Walau hadir di pernikahannya, tapi ketiganya datang karena bujukan Freya.

"Mereka benci gue, Frey." Citra menghembuskan nafas panjang. "Gak pa-pa kok, gue emang pantas dibenci." Citra sadar, sangat sadar. Orang-orang yang mengetahui fakta sebenarnya pasti membencinya. Mungkin orang tua serta Eyangnya jika tau akan membencinya juga.

"Enggak Citra. Mereka gak benci sama lo. Buktinya mereka dateng ke pernikahan lo."

"Karena lo paksa, kan?"

"Emang gue paksa. Tapi, kalau bukan kemauan mereka, mereka gak bakal datang kan walaupun gue paksa mereka? Apalagi Megumi, lo tau tuh anak keras kepala banget. Kalau A, ya A. Gak ada yang bisa ubah kemauannya. Jadi, walaupun gue paksa dia dan dia gak mau, pastinya dia gak dateng, kan? Begitupun Kalea."

Citra kembali bungkam, menunduk seraya memainkan jari-jari tangannya.

"Lo istirahat ya, Cit." Freya membantu Citra untuk kembali berbaring, menaikkan selimut hingga batas dada Citra.

"Jangan ngasih tau orang tua gue ya, Frey?"

"Iya. Arga udah ngomong kok." Freya mengukir senyum tipis.

"Arga mana?" Suara Citra pelan, sangat pelan, tapi Freya mampu mendengarnya.

"Em ... balik ke rumah dulu. Ada gue kok yang nemenin elo. Gue lagi gak ada shift."

"Tapi semalam lo pasti begadang, kan?" ujar Citra. Tau kesibukan Freya akhir-akhir ini sebagai dokter muda.

"Udah biasa. Kan gue calon dokter. Lo tidur, ya? Istirahat yang cukup. Gak usah pikirin apa yang Mas Faras bilang. Hilangin dia dari pikiran lo. Gue tau gak mudah, tapi kalau ada niat? Pelan-pelan lo bakal lupa. Oke?"

Citra mengangguk pelan. Dan seperti kata Freya, ia memutuskan untuk tidur.

●•••●

Perlahan kedua mata Citra terbuka, ia mengerjap pelan merasakan kedua matanya terasa berat. Pun kepalanya terasa pusing membuatnya meringis pelan. Menoleh ke arah kanan dan ia menemukan Arga tidur di sofa panjang. Menatap lamat pria itu yang terlelap.

Perasaan bersalah semakin menghantam dada Citra membuat matanya memanas. Mengusap kedua matanya, lalu perlahan beringsut duduk. Ia segera menurunkan kedua kakinya. Meski masih terasa lemas, tapi ia berusaha menapak lantai.

Segera memegang tepi brankar saat kedua kakinya tak mampu berdiri hingga menimbulkan suara ribut yang mengakibatkan Arga bangun.

"Maaf, udah bangunin kamu," ujar Citra takut menatap Arga yang ekspresinya dingin mendekati dirinya.

"Lo punya mulut, kan? Kalau mau sesuatu ngomong. Jangan sampai lo kenapa-napa nanti ujung-ujungnya gue yang disalahin. Mau ke mana lo?"

"Ke kamar mandi." Segera Arga menuntunnya ke kamar mandi.

Citra segera buang air. Ia tidak langsung keluar, memilih untuk duduk sebentar.

Suara ketukan pintu membuatnya tersentak. "Hei, lo gak pingsan di dalem, kan?"

"Eng-enggak. Kakiku lemes banget, Ga."

Dan pintu terbuka.

Citra kira Arga akan menuntunnya seperti tadi, tapi Arga malah menggendongnya. Refleks ia memeluk leher Arga. Tatapannya terpaku pada pria tersebut hingga ia diturunkan di atas brankar.

"Lo butuh apa lagi?" Meski ekspresi serta nada suara Arga datar, tapi Citra merasakan perhatian dari pria itu. "Lo makan. Habisin ini." Arga menyerahkan makanan di atas meja kecil yang ditaruh di atas brankar, tepat di hadapannya.

Dengan patuh Citra makan, meski perutnya bergejolak hebat. Seperti biasa akan muntah setelah makan.

Tau jika Citra ingin muntah, Arga segera meraih kantong plastik kemudian memberikannya pada Citra.

"Gak bisa makan," ujar Citra lirih seraya menunduk, takut jika Arga memarahinya karena ia yang enggan makan. Bukan enggan. Citra memang tidak bisa makan. Meski ia lapar, tapi tidak ada makanan yang bertahan. Pasti langsung ia muntahkan.

Arga menghela nafas pelan. Ia membuang kantong tersebut ke tempat sampah. "Kalau roti, mau?"

Citra kembali menatap Arga, tanpa kata pria itu keluar dari ruangan tersebut.

Menyentuh dadanya, Citra merasakan darahnya berdesir. Perhatian yang diberikan Arga membuatnya entah kenapa merasa berdebar.

Tidak berapa lama Arga kembali membawa paper bag belanjaan, memberikannya roti. Segera ia makan.

"Mau muntah?"

Citra menggeleng pelan, kini dua roti ia makan.

"Mau susu?"

Citra terdiam lalu menggeleng. Ia lebih memilih meneguk air. Sesekali melirik Arga yang merapihkan alat makan di hadapannya. Melipat meja tersebut lalu menaruh kembali makanan yang tidak ia habis.

Saat Arga menatapnya, ia kembali menunduk seraya memakan roti di hadapannya. Citra salah tingkah.

Usai makan tiga roti. Citra kembali menatap Arga. Menyerahkan gelas kosong pada pria itu yang langsung di taruh di nakas. "Em ... kapan aku bisa pulang?" tanya Citra dengan suara pelan.

"Kalau lo mau bunuh diri lagi, mending lo gak usah pulang." Citra bungkam kembali menunduk. Tidak berani menatap Arga.

Arga menghela nafas pelan, menatap lurus Citra. "Bukan lo aja yang putus asa, Cit. Gue juga. Tapi, gak ada sedikit pun pikiran gue untuk bunuh diri. Lo pikir dengan bunuh diri bakal nyelesein semuanya? Lo bakal bahagia? Orang-orang yang lo tinggalin bakal bahagia?" cerca Arga diliputi emosi, tapi tetap menahan suaranya agar tidak keras.

"Dia bunuh diri, mungkin dia pikir itu jalan yang terbaik dan mikir gak ada yang butuh dia. Tapi, dia salah. Dia ninggalin dua orang yang butuh dia. Sangat butuh." Arga membuang pandangannya, matanya terasa memanas. Lalu beranjak keluar.

Citra mengernyit tidak mengerti dengan perkataan Arga.

Siapa yang dimaksud Arga?

Apa Arga memiliki teman atau kerabat yang memilih untuk mengakhiri hidupnya?

Makanya Arga sangat marah dengan keputusannya untuk mengakhiri hidup? Juga saat ia ingin menggugurkan kandungannya, Arga sangat marah. Sangat melarangnya.

Betapa pedulinya Arga padanya, tapi apa balasan yang ia berikan pada pria itu?

Citra menghirup nafas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Dadanya terasa sesak seakan ada yang menghimpitnya. Ia ingin menghentikan hal tersebut..ia ingin bernafas lega dan semuanya kembali seperti semula.

Apa ia mampu?

•••

Kening Citra mengernyit, perlahan ia membuka matanya dan menoleh ke arah Arga yang tidur di kasur tambahan. Pria itu bergumam dan terlihat gelisah dalam tidurnya.

Karena penasaran apa yang terjadi pada Arga membuat Citra turun dari brankar dan mendekat ke Arga. Terlihat tubuh Arga gemetar, pelipisnya berkeringat. Bergumam tidak jelas, yang mampu di tangkap Citra adalah kata 'Bunda'. Arga memanggil Bundanya.

Dengan pelan Citra mengulurkan tangan ke arah Arga lalu mengusap keringat Arga. Kemudian menepuk pelan lengan Arga bermaksud agar Arga merasa tenang.

Gerakan tangan Citra berhenti saat kedua mata Arga terbuka. Memerah dan berair. Tatapan mereka tertaut. Nafas Arga memburu seakan baru saja berlari padahal sedari tadi pria itu hanya tidur.

"Ka-kamu mimpi buruk?" tanya Citra dengan suara pelan.

"Kenapa lo bangun? Gue berisik?" Ekspresi Arga tetap dingin, pria itu beringsut bangun seraya memegang kepalanya yang terasa pusing. Meringis pelan.

Citra beranjak untuk mengambil air dan memberikannya pada Arga. Pria itu diam sejenak mengamati botol air tersebut membuat Citra hendak mengembalikan botol air tersebut, tapi Arga lebih dulu mengambilnya lalu meneguknya.

"Mending lo balik tidur," ujar Arga cuek setelah meneguk air. Tanpa menatap Citra, ia berdiri berniat untuk ke kamar mandi. Tidak menyadari pergerakan Citra membuatnya kembali menatap wanita itu. "Kenapa?"

"Em ... gak pa-pa. Kamu beneran gak pa-pa?"

"Gak usah sok peduli."

Citra bungkam menatap sendu pria itu yang masuk ke kamar mandi. Menghela nafas pelan, ia memilih untuk kembali merebahkan diri di atas brankar. Menatap langit-langit ruangan tersebut.

Mendengar pintu kamar mandi terbuka, ia menoleh menatap Arga yang telah keluar lalu kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur kemudian tidur menyamping. Membelakangi posisinya saat ini.

Citra kembali menatap langit-langit ruangan tersebut. Tangannya memainkan tepi selimut yang berada di dadanya. "Kalau aku abis mimpi buruk, aku gak bisa tidur lagi karena takut mimpi itu keulang lagi atau bahkan berlanjut. Tapi kalau gak tidur, gak baik juga, kan?"

Meski tidak ada respon dari Arga, Citra tetap bicara. "Makanya aku bakal buat imajinasi. Pokoknya mikirin yang indah-indah, atau ingat kembali kenangan yang indah-indah. Abis itu aku bakal langsung tidur karena capek ngayal. Dan berhasil, aku gak mimpi buruk lagi." Citra menoleh menatap Arga, pria itu masih di posisinya. "Ga, itu cuma mimpi bukan kenyataan dan gak bakal jadi kenyataan ..."

"Gak usah sok tau," sela Arga dingin. Tatapannya lurus ke depan enggan mengubah posisinya. "Mimpi gue  kenyataan," ujarnya lirih. Sangat lirih dengan suara gemetar.

Setelah sekian lamanya ia kembali memimpikan sosok yang ia tidak kenal sama sekali, tapi merasa sangat dekat dengan sosok itu.

Sosok yang meninggalkannya padahal ia sangat ingin bertemu dengan sosok itu dan bertanya ...

Bunda apa kabar?

Karena Arga tidak pernah berkeinginan kenapa ibu kandungnya meninggalkan dirinya. Ia tau, sangat tau jika ada yang terjadi antara ibu kandungnya dengan ayahnya. Tapi Arga tidak menuntut untuk ingin tau segalanya karena itu urusan kedua orang tuanya.

Yang Arga sayangkan adalah Ayah yang menyembunyikan sebuah fakta yang membuat Arga begitu kecewa pada Ayah. Juga sikap ibu kandungnya yang meninggalkannya begitu saja sesaat setelah sehari mereka bertemu setelah sekian lama.

Kalau saja Arga tau jika wanita yang mengenalkan diri sebagai teman Bunda Rere adalah ibu kandungnya, sudah pasti ia akan memeluk wanita itu meski ia sangat terkejut mengetahui fakta sebenarnya.

"Bunda apa kabar?"

"Bunda baik, Nak. Sangat baik. Apalagi lihat Arga tumbuh dengan sangat baik. Jadi laki-laki yang baik. Patuh sama kedua orang tua. Juga sayang sama Adek walaupun Adek gak peduli sama Arga."

Arga memejamkan matanya dengan bibir gemetar. Membayangkan, membuat imajinasinya sendiri tentang pertemuannya dengan ibu kandungnya.

"Emang gitu sikapnya Adek, Bun. Gak pa-pa kok."

"Jangan benci sama Adek, ya? Sama Bunda juga."

"Gak dong. Aku sayang sama Bunda, sama Adek juga."

Arga tersenyum menatap sang Bunda yang juga tersenyum.

"Arga jadi laki-laki hebat ya, bikin Bunda bangga dan Adek."

"I-iya Bunda ...," ujar Arga lirih dan tidak berapa lama tertidur. Tidur sangat lelap.

>>>>>>THE NEXT PART 4<<<<<<

Continue Reading

You'll Also Like

154K 7.4K 28
Gween Calista, harus rela mengorbankan kehormatannya demi biaya pengobatan Geisya Putri, sang adik yang terbaring koma di rumah sakit. Perempuan itu...
71.2K 6.8K 20
Ryan, seorang pemuda yang terpaksa harus menjadi figuran yang merangkap menjadi antagonis licik karena tidak mau mati dua kali. bertransmigrasi ke se...
724K 1.8K 25
jalang pribadi pacar sendiri
57.9K 11.8K 41
Tidak ada yang istimewa tapi aku berharap pantengin storynya sampai End.