The Village : Secrets Of Past...

By DellaNopyta

9K 2K 9.8K

Amazing cover by @hayylaaa Kehidupan masa lalu masih belumlah berakhir. Malah kini menghampiri dalam wujud mi... More

Opening
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Epilog

Chapter 49

63 18 116
By DellaNopyta

Dari sekian banyak ruangan dari kediaman keluarga Gao, satu menjadi daya tarik A'Gui. Samar-samar pula ia mendengarkan pembicaraan, kala di mana ruangan yang berpendar cahaya lilin ini menampilkan akan nyonya besar di dalamnya, ditemani pula dengan putra sulung, Gao Bai Xing. Yang mana entah karena mendengarkan pembicaraan apa, A'Gui sontak menyudahi aksi menguping dan mengintip untuk kemudian bergegas mengarah ke halaman belakang kediaman. Mengirim pesan merpati, wajah bisa dikatakan taklah baik. Semacam ada suatu kepanikan hadir.

Harusnya terkait tentang Mo Shan, bukan? Kala memanglah tugas yang dititahkan Zhan Hou kepadanya terkait hal tersebut, lantas sekiranya apa pula yang hendak dilakukan nyonya besar terhadap wanita malang itu? Semacam pernikahan dengan orang yang tak diinginkan bukanlah apa-apa, kebohongan yang diterima pun seakan tidaklah seberapa menyakitkan. Bahkan lima hari sudah waktu berlalu, dari sejak nona muda dari keluarga Wu itu telah dikurung.

Bukan manusia namanya jikalau tak merasa prihatin, di saat seharusnya kini A'Gu-lah yang harus mulai merasa khawatir. Mendapati sang nyonya besar telah memergoki tindakan diam-diamnya di tengah malam begini. Lantas, tak mungkin pula A'Gui kabur, bukan? Kala lihatlah sendiri bagaimana nyonya besar telah membawa beberapa pelayan pria lainnya, dan lihatlah pula bagaimana beberapa pelayan tersebut membawa tongkat kayu. "Fu-Furen ... ak-aku ...." Menunduk, tak mampu menemukan jenis alasan yang baik untuk menyelamatkan diri dari situasi tertangkap basah ini. Lagian nyonya besar tidak akan lagi percaya.

Alhasil, A'Gui bersujud. Mulut tak berucap apa pun selain memohon ampun, sembari kedua tangan dikepalnya dalam gemetar. Kala dimulailah sudah sang nyonya besar ini menitahkan sejumlah pelayan, mengeroyoki A'Gui yang meringkuk menahan pukulan yang dilayangkan kepadanya ini. "Jangan berhenti selama dirinya masih mampu berdiri." Sang nyonya besar pun menarik diri, bersama membawa pergi putra sulungnya. Yang mana dengan sangat patuh beberapa pelayan pria melayangkan pukulan lebih kuat dan keras lagi.

Namun, tak sedikit pun A'Gui mengeluarkan erangan sekecil apa pun itu. Yang ada ia malah memerhatikan rembulan yang menggantung, sebulir air mata pun meluruh. Kekecewaan terhadap dirinya sendiri yang barangkali menganggap tak mampu memenuhi tugas dengan baik tertampilkan jelas. Tatkala di sisi lain, Mo Shan yang sedang duduk meringkuk pada lantai dekat ranjang kamar yang tak lebih dari penjaranya ini seketika membangunkan diri. Kegelisahan mulai hadir di setiap langkah kesusahannya mendekati pintu, mendengar tengah malam begini siapa pula yang mendapat hukuman sampai pantas digebuk hingga sedemikian keras suaranya.

Belum lagi apa pula ini? Kehadiran bayang-bayang seseorang serta merta menghentikan langkah Mo Shan. "Siapa ...?" tanyanya melirih, ketakutan kembali dirasakan. Namun, tak ada jawaban yang didapatkan, melainkan ... lihatlah bagaimana bayang-bayang seseorang ini membuka sedikit jendela, meniup sejumlah asap dari batang bambu kecil. "Apa yang kau lakukan?" Pun seseorang yang dipercayai pelayan rumah itu serta merta menarik diri, meninggalkan Mo Shan yang berakhir menutup penghidunya. Merasa aneh akan aroma yang dihirup, sukses pula melemahkan dirinya yang kini mendapati Gao Bai Xing telah memasuki kamarnya.

DEG!

Bergerak mundur sudah Mo Shan, ketakutan mulai menjalar ke sekujur tubuh. Sedangkan ingatan di hari malam pertama beberapa hari lalu kembali teringat, akan bagaimana tuan muda pertama tak normal ini bersikap teramat tak sopan dan layaknya binatang. "Apa yang kau lakukan kemari? Keluar ... keluar kau!" serunya, sepasang tungkai pun ambruk sembari ia menyentuh kepalanya yang entah kenapa memberat. Napas ikut serta pula memberat, sepasang netra sayup-sayup pun pandangan mengabur. Dengan kesusahan pula, dengan sisa-sisa energi kesadaran yang dimiliki. Mo Shan, wanita malang ini berakhir berseru meminta tolong. Meskipun tahu tidak akan ada gunanya.

Seperti tubuhnya kini yang tergeletak tak berdaya, selain air mata yang terus saja bergulir. Mendapati bagaimana Gao Bai Xing yang mendekatinya tersenyum lebar, menatap liar pun dipenuh napsu. Yang mana pria yang patut disebut pria berengsek ini menggendong, pun kemudian membaringkan Mo Shan pada ranjang. Bahkan apa pula ini? Pria ini mulai menurunkan kelambu berkain merah, yang setelahnya dimatikan sudah cahaya penerangan dalam ruangan ini seraya tawa memenuhi. Sukses menjadikan nyonya besar di luar ruangan tersenyum penuh kepuasan, menarik diri kemudian dengan sepasang sorot netranya menajam penuh kelicikan.

Dan malam pun berakhir sudah, dengan penderitaan Mo Shan lagi dan lagi sebagai penutupnya. Bahkan jika Zhan Hou sekalipun tahu kabar pemaksaan ini, memang apa yang bisa diperbuat anak keduanya itu? Bukankah semua terlambat sudah? Biar kata memanglah keributan tidak akan mampu terhindarkan.

Oleh karenanya, ketika hari baru, ketika sang surya baru saja menerangi dunia. Nyonya besar ini telah rapi dengan dandanannya, duduk di depan cermin perunggu seakan memanglah sedang menanti akan hadirnya seseorang. Seseorang yang kini benarlah masuk dengan kasar, atau mungkin lebih tepatnya menerobos masuk.

"Di mana sopan santunmu yang selama ini kau bawa? Sudah lupa hanya karena wanita keluarga Wu itu?!"

"Apa yang telah kau lakukan? Bagaimana bisa melakukan hal kotor seperti itu, Niang?!"

"Hal kotor?" Menyudahi sesi bercerminnya, nyonya besar ini membangunkan diri dari duduknya menatap sang anak, Zhan Hou. "Apa seorang suami meniduri istrinya bisa dikatakan hal kotor?"

"Niang!" bentaknya, lupa sudah jikalau wanita di hadapannya ini tak lain adalah ibunya sendiri. "Mo Shan, sudah cukup baginya menderita karena semua kebohongan, tidak bisakah kau memberinya waktu? Bukankah kau juga seorang wanita, Niang?!"

"Dia adalah menantuku, istri dari putra sulungku! Sudah tugasnya melayani suami dan melahirkan seorang anak! Dan kau ...! Jangan lupa kau adalah adik iparnya, yang harus kau lakukan adalah mendukung kakakmu bukan dia!"

Menggeleng-geleng tak percaya, tak menyangka pula akan mendengar hal yang sebegitu egoisnya. Bukankah selama ini, dalam keluarga ini selalu diajarkan cara berprilaku baik dan sopan serta ajaran tata krama lainnya. Lantas, ke manakah semua ajaran itu? Kenapa harus dikesampingkan saat ketika Gao Bai Xing mulai menyukai seorang wanita? Kenapa pula ibunya bisa berubah sedemikian rupanya? Ataukah sebenarnya, memang ini sikap asli sang ibu?

Tak lagi tahan, Zhan Hou pada akhirnya meninggalkan ruangan ini tanpa mampu berucap apa-apa lagi. Jika dibiarkan lebih lama, bukankah hanya akan memancing kemarahan untuk lebih parah lagi? Dan Zhan Hou sadar hal itu tidak ada gunanya, sebagai gantinya ia memilih pergi ke gudang, membebaskan A'Gui yang babak belur terlebih dahulu sebelum berakhir menghampiri kamar Mo Shan.

Hanya saja, ia tak berani masuk. Butuh waktu beberapa saat lamanya untuk menguatkan dan meyakini diri, kala sepasang pendengaran mendengar sudah isak tangis kehancuran dari seorang wanita. Yang mana isak tangis tersebut pula yang berhasil menjatuhkan cairan bening di sepasang netra Zhan Hou. Rasa bersalah dan penyesalan kian membesar, kala bernapas saja Zhan Hou kini mulai merasakan suatu kesesakan. Apalagi kala ia masuk, menyaksikan pun mendapati bagaimana sekujur tubuh Mo Shan yang duduk meringkuk ketakutan di atas ranjang ini dipenuhi lebam.

Penyiksaan, jelas hal tersebut telah dialami wanita malang ini selain dari pemaksaan. Namun, kenapa haruslah sampai seperti ini? Bukankah sudah diberikan obat bius? Lantas kenapa masih haruslah berakhir seperti ini? Kala Zhan Hou mengambil selimut yang tergeletak di lantai, menutupi tubuh Mo Shan yang hanya mengenakan kain tipis. Pun wanita ini serta merta menggigit kuat tangan kiri Zhan Hou, yang mana Zhan Hou sendiri taklah melawan ataupun menghentikan. "Maafkan aku ... maafkan aku, Mo Shan." Kian pula Mo Shan menggigit, seakan tidak akan pernah melepaskan kala di mana sepasang netra berluruhkan air mata itu tertutupi banyak sekali dengan kebencian yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. "Semua salahku, memang salahku."

Yang mana A'Gui menjadi saksi, ikutan tenggelam dalam kesedihan dan juga rasa bersalah tuan mudanya ini. Lagian memang benar jikalau kejadian buruk satu demi satu terus saja berdatangan, kala di mana tidak ada yang tahu akan bagaimana penderitaan Mo Shan di luar sana. Jikalau orang-orang tahu, masihkah mereka akan merasa iri?

Rasa sakit akan penghinaan seperti apa yang telah dilalui dan dialami, jelas hanya Mo Shan seorang dan keluarga ini saja yang tahu. Dengan kata lain, hanya Mo Shan dan Zhan Hou yang benar-benar tersiksa, menghabiskan waktu hari demi harinya dalam rumah yang tak lagi bisa dikatakan rumah. Selain pertengkaran, percekcokan dengan sang ibu. Zhan Hou selalu memfokuskan diri menjaga, melindungi bahkan menjauhkan Mo Shan dari sang kakak. Semacam itulah prioritas hidupnya.

Namun, jangan salah. Zhan Hou bukannya memiliki perasaan spesial atau apalah itu terhadap Mo Shan, wanita yang berpangkat kakak iparnya ini. Semua memanglah murni sebagai bentuk penebusan, semacam harus membayar atas apa kesalahan terbesar yang ia lakukan sebelumnya. Meskipun tahu memang jikalau tindakannya ini tidak akan mampu mengembalikan Mo Shan yang dahulu, tapi setidaknya mampu membuat Mo Shan sedikit merasakan hidup kembali.

Hanya saja hal itu taklah berlangsung lama, lihatlah bagaimana desas-desus dalam kediaman ini mulai menyebar. Terutama di kalangan pelayan dan penjaga rumah, yang mana mereka salah mengartikan hubungan di antara keduanya. Dan semakin teryakini pula saat ketika Zhan Hou tak peduli dengan rumor tersebut, terus saja melindungi Mo Shan semampu yang dirinya bisa, tentu dengan bantuan A'Gui yang menjadi satu-satunya orang terpercaya. Jika sang ibu berani menghentikan aksi melindunginya, maka ancaman yang diberikan Zhan Hou tak lain adalah menyebarkan kenyataan terkait pernikahan Mo Shan pada dunia luar.

Akan tetapi, seolah semua penderitaan yang dialami Mo Shan belumlah berakhir, atau dikarenakan tekanan yang terus ditahan seorang diri hari demi harinya. Pun tubuh wanita ini tak lagi kuat menahan, jauh lebih kurus pula dibandingkan waktu yang lalu-lalu. Tak mengherankan jikalau ia jatuh sakit, justru akan aneh jika tidak, bukan?

"Bagaimana? Apa dia baik-baik saja?"

Sesaat, tabib hanya diam dan sibuk memeriksa nadi Mo Shan yang terbaring pucat. Setelahnya, tabib mulai menampilkan suatu jenis senyuman selagi memandang Zhan Hou. Senyum yang ditanggapi Zhan Hou dengan kabar tak baik. "Selamat, Gongzi. Istri Anda sedang hamil."

DEG!

Mo Shan segera bangun, air mata menetes begitu saja tanpa dirinya sadari. Kata-kata yang keluar dari mulut tabib seolah membuyarkan pikirannya, mencekat saluran pernapasannya dengan tangan mencengkeram erat selimut yang menyelimutinya lengkap dengan rahang yang menegang kuat.

"Sudah berapa lama usia kandungannya?" tanya Zhan Hou lebih lagi.

"Kurasa sekitar 10 minggu, karena itu kalian harus menjaga janin ini dengan sebaik-baiknya."

"Baik ... aku mengerti. A'Gui, antarlah tabib keluar," lirih Zhan Hou, memejamkan sepasang netra selama sesaat.

"Aku tidak ingin mengandung apalagi melahirkan anak ini."

"Anak itu tidak salah, Mo Shan."

"Barusan ... apa yang kau katakan?"

"Aku tahu, sangat tahu hal itu berat untukmu, tapi tetap saja kita tidak bisa menyingkirkan anak itu begitu saja. Anak itu tak berdosa, dia tak tahu apa-apa."

"Bagiku! Janin ini bagaikan parasit dalam tubuhku, pikiran bahkan juga hatiku! Bagaimana bisa kau mengatakan hal seperti itu setelah kau tahu betul bagaimana keras dan sulitnya aku menjalani hidupku selama ini?!"

"Kau bilang janin?" sela seseorang, menyudahi perdebatan yang ada sembari menoleh ke asal suara. Mendapati seseorang yang seharusnya tak mendengarkan, seseorang yang sangat dibenci Mo Shan, tapi tetap saja berpangkat sebagai ibu mertuanya dalam kediaman ini. Lihatlah, bagaimana wanita paruh baya tak tahu diri ini malah menampilkan suatu keantusiasan, senyum tertampilkan pula. "Barusan ... kalian bilang apa ...? Janin?"

"Niang, mari kita bicara di luar," ajak Zhan Hou yang bergegas menarik ibunya, tapi tentu tak semudah itu ibunya akan setuju, bukan? Lihatlah bagaimana nyonya besar ini menghentikan tarikan sang putra, melemparkan pandangan pada Mo Shan yang sama sekali tak ingin melihat ke arahnya. "Pertahankan, itu adalah cucuku, anak dari putra sulungku. Berani kau gugurkan ... akan kupastikan keluargamu hancur," ancamnya penuh penegasan.

Mendengar ancaman tersebut, sontak saja Mo Shan memalingkan pandangan pada nyonya besar ini. Menyaksikan bagaimana Zhan Hou menarik paksa ibunya yang kejam layaknya iblis itu keluar dari kamar. Lantas apa yang bisa dilakukan Mo Shan? Bagaimana bisa ia membahayakan nyawa keluarganya yang tak bersalah dan tak tahu apa-apa itu, bukan?

Oleh sebab itu, Mo Shan menjadikan ancaman tersebut sebagai kekuatan bertahan. Tidak ada pula tindakan yang mampu membahayakan janin, sedangkan kabar kehamilannya telah menyebar luas di luar sana. Yang mana kian menambah keirian di antara para wanita muda, hingga hari di mana kabar terkait Zhan Hou yang akan mencari selir sekalipun ikut terseret dan tersebar pula.

Tentu, kabar pencarian selir tersebut mengundang banyak minat para wanita. Menghebohkan pula kota berkat banyaknya yang rela mendaftarkan diri. Tak mengherankan Zhan Hou yang tak tahu-menahu akan kabar tersebut kini mengamuk sudah dalam ruangan keluarga, kepada siapa lagi jikalau bukan pada ibunya, sang pemilik ide.

"Kau tidak bisa melakukan hal ini padaku, Niang."

"Kenapa tidak bisa? Kau putraku, sudah seharusnya sekarang kau memiliki istri bukannya mengurusi kakak iparmu. Biarkan Bai Xing yang mengurus istrinya, sedangkan kau menjauhlah dan segera urusi pernikahanmu."

"Niang! Kumohon jangan melewati batas!"

"Kau benar-benar menyukai kakak iparmu? Apa karena itu kau tidak ingin menikah?!"

"Niang, tentu bukan itu alasanku. Aku hanya ...."

"Maka menikahlah," potong ibunya, bersila tangan bahkan mengembuskan napas. "Sudah kuputuskan siapa wanitanya dan kapan kalian akan menikah." Memalingkan wajah, tanda jikalau tak perlu lagi berucap apa-apa. Keputusan telah bulat, tak bisa diganggu gugat lagi. Atau jika tidak, konsekuensinya hanya satu ... Zhan Hou haruslah angkat kaki dari kediaman ini, mengambil alih bisnis keluarga di kota lain.

***


Note:
Furen berarti nyonya besar (istri sah dari pemilik kediaman).

Continue Reading

You'll Also Like

403K 34.3K 64
[TAMAT] Thea adalah malaikat yang paling bodoh, ceroboh, dan hanya bisa membuat onar. Tapi kali ini kesalahan yang ia perbuat cukup fatal: ia mencium...
1M 128K 73
***WATTYS WINNER 2021 KATEGORI FANTASI*** --- Setelah menikah dengan seorang duke paling berpengaruh di negaranya, Gwen harus berperang melawan intri...
2.4K 604 24
Buku ke 2 dari Scarlet. Sangat disarankan untuk membaca buku pertamanya agar tidak bingung dan seru ^^ Teror melanda di sejumlah desa tepi hutan. Alp...
489K 105K 83
[Fantasy & Minor Romance] Setelah mati, Stella malah terbangun sebagai karakter di cerita terakhir yang dibacanya. "The F...