The Village : Secrets Of Past...

By DellaNopyta

9K 2K 9.8K

Amazing cover by @hayylaaa Kehidupan masa lalu masih belumlah berakhir. Malah kini menghampiri dalam wujud mi... More

Opening
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Epilog

Chapter 44

60 17 124
By DellaNopyta

Pusing melanda, mual tak terhindarkan. Perpindahan macam apa sebenarnya ini? Yang tahu-tahu saja sudah tak lagi mendapati adanya hutan bambu, kala masing-masing dari mereka sempat dibuat kebingungan, di mana dan seberapa jauh jarak kabur tak biasa yang Pak Tua ini berikan. Apakah sekarang sungguhlah benar telah keluar dari cakupan area desa?

Lihatlah semilir angin ini menderukan hamparan ilalang berbunga putih setinggi betis, batang dan daun berwarna kekuningan layaknya rerumputan mati. Selain itu, area ini dikelilingi oleh perbukitan hijau yang seakan hampir menggapai langit. Tatkala Pak Tua yang dengan sempoyongan mulai mengedarkan pandangan sembari napas memburu, memberat pula.

Namun, kenapa reaksi Pak Tua malah seperti ini? Semacam bukan di sini tempat yang seharusnya ia ingin datangi. Yang mana tubuh tuanya tak lagi mampu menahan, memuntahkan sejumlah darah segar kala Ji Yu serta merta menghampiri, memapahnya yang seolah akan segera ambruk.

"Aku tahu kalian sedang berduka, tapi jangan jadikan nyawa teman kalian berakhir sia-sia. Jika ingin menangis, maka menangislah sepuasnya pada tempat yang aman." Pak Tua mengalihkan pandangan pada salah satu bukit, tepatnya bukit tertinggi dari bukit lainnya yang ada. "Kita harus bergerak cepat sebelum A'Gui menemukan kita. Pada saat itu terjadi, aku tidak menjamin bisa melawannya lagi ... energiku hampir habis dan kini butuh meditasi," tambah Pak Tua.

Setiap orang yang tertunduk, termenung dalam tangisan seketika menolehkan pandangan pada Pak Tua. Bertanya-tanya melalui pandangan tersebut, apa benar A'Gui masihlah akan mengejar? Dan meskipun Pak Tua tak berucap apa-apa, tapi melalui sepasang sorot netra pria tua ini, tertampilkan sudah jawaban jikalau mereka tidak akan bisa lepas dari A'Gui. Kala ingatlah kembali, ada sesuatu yang merupakan milik A'Gui kini berada di tangan Pak Tua, atau katakan saja ... Pak Tua mencurinya selama A'Gui disandera tadi.

Jikalau sudah seperti ini, lalu bagaimana bisa masing-masing dari mereka masih mampu bersedih-sedih merasakan duka, bukan? Keadaan, situasi dan kondisi memanglah tidak memungkinkan mereka, atau parahnya lagi tak mengizinkan barang sejenak saja untuk menghormati mendiang yang baru saja berpulang menyusul istri dan anaknya. Belum lagi, tubuh mereka belumlah mendapatkan asupan makanan apa pun selain air yang diberikan Pak Tua dihampir seminggu lamanya mereka tak sadarkan diri oleh serangan kabut. Tidakkah ini terlalu kejam? Dan dengan kondisi tubuh dan suasana hati bercampur aduk inilah, mereka semua berakhir mengikuti jejak Pak Tua yang benarlah mendekati kaki dari bukit tertinggi.

Mendaki dan terus mendaki, kewaspadaan dan kehati-hatian tak lagi mampu dilepaskan barang sejenak saja. Setidaknya hanya itu hal yang bisa dilakukan, entahlah sampai kapan, mungkin sampai ketika telah tiba pada tempat yang Pak Tua ini sangat yakini akan aman. Puncak bukit.

Hanya ... kenapa bukit yang terlihat biasa ini mulai terasa aneh dan begitulah senyap? Sama sekali tak ada suara serangga, decitan burung-burung kecil bahkan sampai seekor semut saja taklah tertangkap penglihatan. Belum lagi angin, jelas-jelas terasa embusan angin menerpa, tapi kenapa dedaunan dari pepohonan bukit nan subur ini malah diam seakan angin sama sekali tak menyentuh.

"Ada perisai pelindung yang kupasang dalam bukit ini, tapi perisai itu sudah sangatlah lemah. Jika A'Gui datang, maka akan sangat mudah baginya menghancurkan," ucap Pak Tua, yang mana bahkan suaranya sendiri terdengar tak begitu jelas. "Namun jangan khawatir, di puncak bukit sana akan sangat aman. A'Gui tidak akan bisa memecahkan mantra pelindung yang ada."

Maka kini jelas sudah, lagian dari sejak datang dan bergabung ke dalam Desa Weiji, kapan memangnya tidak pernah disuguhkan dengan segala keanehan, bukan? Dan sekarang, dua orang teman menghilang sudah, mayat ditinggalkan begitu saja, tak mengucapkan maaf apalagi terima kasih. Yang bisa dilakukan hanyalah kabur, melanjutkan kembali perjalanan yang entah kapan akan mencapai akhir. Tak tahu pula ke depannya akan mengalami kejadian apa lagi, kala nyawa masing-masing dari mereka tidak memiliki cadangan.

Memang terdengar pesimis, sebagai manusia yang diterpa begitu banyak masalah dan pikiran. Bahkan ancaman kehilangan nyawa tak terhindari, tak mungkin manusia tersebut mampu terus-terusan berpikir positif, bukan? Namun, tetap saja, keadaan tidak memungkinkan apalagi memberikan pilihan untuk berhenti apalagi mundur. Terus didesak untuk bergerak maju tidak peduli sesulit dan sekejam apa jalanan di depan sana.

Oleh karenanya, Kwan Mei yang sedari tadi paling diam. Pada akhirnya mendesah berat, sepasang netra lembap dikeringkan sudah sembari langkahan mendaki yang dibantu sang suami, Tang Yuan, terus dilajukan. "Mencapai tujuan, mencapai keberhasilan. Jadikan dua hal itu sebagai bentuk penebusan, ucapan terima kasih dan maaf kita pada mereka yang tanpa ragu berkorban."

Senyuman menghiasi setiap wajah dari mereka yang mendengar, meskipun benar pasang netra berkaca-kaca, tapi perkataan itu cukup menenangkan hati yang jelas ketakutan. Takut akan kehilangan, takut akan perpisahan, takut akan hal yang menanti di depan. Namun, dari beberapa rasa takut, jelas takut akan kegagalan yang mendominasi. Karena kegagalan dalam kasus saat ini bukanlah suatu keberhasilan yang tertunda, melainkan berarti telah mengecewakan kepercayaan dari mereka yang telah meregangkan nyawa.

Pun karena sudah sampai tahap sejauh ini, dan telah memutuskan pula untuk memercayai Pak Tua. Maka tak ada salahnya jika menanyakan sesuatu yang lebih serius, bukan? Kala Hui Yan menjadi orang pertama yang berinisiatif, tak lagi ingin menebak-nebak lewat pikirannya. Yang mana ia segera memanggil 'Pak Tua', memandangi punggung pria tua yang beberapa langkah di depannya. "Apa benar kita masih berada di sekitar Desa Weiji?" tanyanya, terus mendaki tanpa melepaskan tangan Ji Yu yang membantu. Menanti pula akan suatu respons, tak mungkin Pak Tua memilih untuk tak menjawab, bukan?

"Itu benar, seberapa besar sebenarnya area Desa Weiji ini?" tambah Xia Chia, napas memburu di setiap langkahnya yang berbarengan dengan Yue Ming. Dan alangkah terkejutkan ketika mendengar jawaban Pak Tua. Tak mengherankan pula sedari tadi pria tua ini terdiam, tak ingin menjawab. "Barusan ... apa maksudmu, Pak Tua?" tanya Yue Ming lebih lagi.

"Sejak kalian memasuki pintu rahasia dari gudang penyimpanan." Menghentikan langkah, Pak Tua bahkan berbalik. Mendapati masing-masing dari anak muda yang mengekorinya ini sebenarnya bukanlah tak mendengar, melainkan mereka menolak percaya akan apa yang tertangkap pendengaran. "Sebenarnya kalian bukanlah menjauh dari desa apalagi kabur, melainkan kalian memasuki dunia ilusi." Kembali Pak Tua melanjutkan pendakian, menunda jelas tidak ada untungnya bagi mereka. "Dunia ini terlihat luas dan besar, penuh perangkap yang akan mengambil nyawa kalian. Namun nyatanya, setelah berjalan-jalan berhari-hari, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun lamanya, kalian hanya akan kembali ke titik awal."

"Lalu untuk apa tempat ilusi ini dibuat?" tanya Tang Yuan.

"Tempat ini sebenarnya penjara bagi para pemberontak desa seperti kalian. Dengan begitu, tidak akan ada pemberontak yang membesarkan kelompoknya."

"Itu berarti bukan kau satu-satunya yang ada dalam dunia ilusi ini, bukankah begitu, Pak Tua?" Kali ini Ji Yu yang menanyakan, kian membangkitkan keingintahuan yang lainnya, apalagi kala Pak Tua mengangguk, membenarkan pertanyaan Ji Yu ini. "Lalu, di puncak bukit sana ... apa di sana orang-orang berkumpul?"

"Semakin lama, semakin jarang aku melihat ada orang masuk kemari. Tampaknya semua warga lebih memilih hidup dalam kepura-puraan, mematikan rasa keberanian mereka sendiri untuk memberontak. Lagian, setelah masuk kemari tidak akan bisa keluar hidup-hidup ... ada yang gila, ada yang tewas karena masuk perangkap, dan ...." Menggantungkan ucapan, punggung tertera jelas jikalau ada suatu keraguan terlebih keengganan untuk melanjutkan. "Sebagiannya lagi memohon padaku untuk dijadikan mangsa."

DEG!

Apa pula ini? Dijadikan mangsa? Lantas, benarkah Pak Tua memangsa mereka? Tapi kenapa? Kenapa harus sampai menggunakan bahkan menerima permohonan tak masuk akal seperti itu? Dan masih ada banyak lagi pertanyaan di dalam benak ini, tapi tak satu pun di antara mereka berenam yang berani menanyakan. Kala lihatlah bagaimana Pak Tua mendaki dalam percepatan yang dilipatkan, keringat meluruh pun wajah memucat tak lagi terhindarkan. Tak jarang pula mereka akan berhenti sejenak, mengisi rongga dada dengan asupan dari segarnya udara di dunia ilusi ini.

Pria tua ini pasti memiliki alasan kenapa harus melakukan hal tak berperikemanusiaan itu, bukan? Jika tidak, dari mana asal rasa bersalah tersebut datangnya. Ingatlah pula bagaimana Pak Tua berusaha keras melindungi bahkan bertarung habis-habisan dengan A'Gui sebelumnya. Juga, tak perlu repot-repot membawa kabur mereka untuk kemudian mendaki bukit seperti ini, bukan? Bukit yang akhirnya berhasil ditaklukkan, mendapati pemandangan luas dari ketinggian luar biasa ini. Pun angin barulah terasa sungguhlah angin, mengeringkan seketika peluh. Bahkan mentari yang ada sekalipun terasa layaknya bulan di tengah malam, tak menyengat sama sekali.

Lihatlah pula bagaimana puncak perbukitan ini memiliki dataran berilalang bunga putih, sejenis dengan hamparan ilalang di bawah sana. Selain itu, tak jauh dari posisi mereka tertangkap sudah akan keberadaan dari sebuah rumah bambu yang cukuplah besar, memiliki teras lengkap dengan meja berpapan berbentuk persegi empat di halaman depannya. Bahkan terdapat pendar cahaya kebiruan yang melingkupi keseluruhan dari area rumah bambu tersebut, rumah yang kini menjadi bahan tontonan mereka semua.

"Kenapa? Takut aku akan memangsa kalian?"

"Tentu bukan," jawab cepat Tang Yuan, tersenyum. "Tidak ada orang yang akan melindungi dan menjaga mangsanya dengan menguras habis energinya sendiri, bukan? Kami tidak akan berpikiran sempit, Pak Tua."

"Benarkah ...? Tapi kurasa diriku tidak pantas disebut sebagai orang, karena aku bukanlah manusia seperti kalian," ucap Pak Tua, membalas sembari senyuman ditampilkan, sedangkan sepasang tungkai diarahkan mendekati rumah bambu. Pun tidak ada yang memasang wajah terkejut akan perkataan barusan. Melainkan tersenyum, mengikuti langkah Pak Tua kemudian tanpa ragu. "Bisa dikatakan aku adalah roh jahat, dan butuh energi manusia untuk mempertahankan wujud fisik. Sementara dunia ilusi ini ... sebenarnya salah satu bentuk energi lainku ....

"... Sejak aku berhenti menjadi penjaga desa, diriku kehilangan kekuatan dalam jumlah yang sangat besar, tubuh abadiku seketika menua dengan cepat. Karena itu, aku masuk ke dalam dunia ilusi ini untuk memperlambat penuaan yang akan membawaku berakhir dalam kebinasaan," jelas Pak Tua.

"Jadi kau yang menciptakan dunia ilusi ini?" tanya Ji Yu.

Mengangguk, Pak Tua tak segan pula membenarkan. "Aku berusaha untuk tidak binasa sebelum memastikan ada orang yang bersedia menyelesaikan misiku ... memusnahkan makhluk dalam Hutan Malam Abadi itu, menghancurkan Desa Weiji. Namun, tak pernah kutemukan orang-orang yang terkurung di sini bersedia. Sebagai gantinya, mereka malahan menawarkan kehidupan mereka padaku, agar aku bisa terus hidup untuk kemudian mampu bertemu dengan orang-orang yang benar akan serius membantuku."

"Bukankah itu berarti, Pak Tua ... kau, kau akan binasa jika meninggalkan dunia ilusi ini?" tanya Yue Ming, mendekat lebih dekat lagi pada Pak Tua, meninggalkan Xia Chia seorang di belakang yang sedari awal berjalan di sampingnya. Terlihat Yue Ming begitu antusias ingin mendengar jawaban. Selain itu, terlihat pula banyak hal yang ingin dirinya ketahui. Maklumi saja, sudah menjadi sifatnya begitu dari sejak di desa, bukan?

"Aku sudah hidup lebih dari 200 tahun, bukankah sudah cukup bagiku? Aku pun sudah lelah, sudah waktunya istirahat tenang ... tapi setelah semua masalah yang kuperbuat ini selesai, berakhir selamanya." Menarik dan mengembuskan napas panjang, Pak Tua, entah kisah apa yang ada pada dirinya ini. Jikalau menanyakan dan meminta ia menceritakan sekarang, bukankah tidak tepat rasanya? Kala Pak Tua sebelumnya sempat mengatakan jikalau ia butuh melakukan meditasi untuk menormalkan kembali tubuh terlukanya.

Beri waktu, karena memang bukan hanya Pak Tua saja yang butuh istirahat, melainkan mereka yang merupakan manusia jauh lebih membutuhkan. Kala bukan hanya tubuh fisik yang mengalami kelelahan, melainkan batin jauh lebih kelelahan dari apa yang terlihat. Akan tetapi, kenapa Pak Tua menghentikan langkahnya? Sepasang netra kembali menajam, mengintimidasi. "Dia datang."

Dia? Mungkinkah ...? A'GUI!

DEG!

Continue Reading

You'll Also Like

420K 33.3K 47
Ketika hati Lady Alice Buckley diliputi keserakahan, prasangka, dan dendam. Rank #4 in Historical Fiction (23 Juni 2018)
95.8K 6.7K 27
#1 from The Overseas Tetralogy Kejarlah kebahagiaanmu! Karena kaulah yang menentukan takdirmu sendiri.... Arabella Gualthérie Van Weezel, seorang Lad...
20K 1.5K 19
Namanya Ice, lahir pada musim dingin, dan rambutnya nyaris sewarna salju. Seharusnya dia hanya gadis biasa, tapi garis keturunannya membuktikan bahwa...
403K 34.3K 64
[TAMAT] Thea adalah malaikat yang paling bodoh, ceroboh, dan hanya bisa membuat onar. Tapi kali ini kesalahan yang ia perbuat cukup fatal: ia mencium...