A or A [New Version]

By fairytls

1.4M 135K 2.6K

[PRIVAT, FOLLOW UNTUK BACA LENGKAP] Aku menemukan kehidupan baru setelah mengalami kecelakaan yang tidak pern... More

P R O L O G U E
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
New Story

Chapter 33

21.3K 2.2K 14
By fairytls

Sepatuku menapak pada lantai Royal Hospital—rumah sakit tempat di mana tubuhku dirawat. Dinding rumah sakit mengeluarkan hawa dingin dari yang terakhir kurasakan. Barangkali itu karena AC ruangan. Ditambah bau khas obat-obatan masuk ke dalam penciuman.

Tanpa sadar aku hampir dekat dengan tujuan. Namun lajuku yang semula normal berubah pelan dan akhirnya berhenti. Di depan sana, terlihat Papa terduduk lesu. Barangkali pria itu frustasi karena putrinya tak kunjung sadar.

Setelah membulatkan tekad, aku pun menghampiri Papa.

"Om," sapaku begitu sampai di dekatnya.

Papa yang semula tertunduk lesu lekas mengangkat kepala menatapku. Wajahnya lelah dari yang terakhir kulihat, terbukti lingkaran hitam yang kentara di bawah matanya ditambah tatapan sayu itu.

"Kamu?"

Aku tersenyum simetris, mengerti raut bingung dari wajahnya yang berusaha mengingatku. "Kita ketemu di restoran waktu itu. Om nggak sengaja nabrak aku," ungkapku.

"Ah, iya, saya ingat."

"Boleh aku duduk Om?" tanyaku meminta persetujuannya.

Ia terkekeh, entah apa yang lucu. "Saya sampai lupa nyuruh kamu duduk, duduklah."

"Makasih Om," lontarku seraya mendudukkan diri di sampingnya.

"Om jenguk siapa di sini?"

"Anak saya. Dia koma." Ia menjawab dengan pandangan lurus ke depan, akan tetapi tatapan itu tak ada gairah hidup di dalamnya.

"Anak om anak yang kuat, pasti dia akan cepat sadar."

"Anak nakal itu sudah berbulan-bulan nggak bangun. Sepertinya dia ingin menyiksa saya dengan rasa bersalah." Suaranya memelan, mengartikan bahwa ia benar-benar merasa bersalah atas perbuatannya yang telah menyakitiku.

Hawa dingin yang menusuk lapisan epidermis kulit turut andil dalam momen ini. Aku bergulat dengan pikiranku sendiri, hingga membuatku ingat akan satu hal. "Aku sayang banget sama Papa."

"Kamu bilang apa?"

Kesadaran menarikku ke permukaan begitu mendengar samar suara Papa barusan. "Ah, itu. Saya bilang walaupun anak Om nakal, pasti dia sayang banget sama Om."

"Saya tahu itu. Tapi saya Papa yang buruk. Pasti dia marah sama saya, makanya dia betah tidur. Dia nggak mau lihat saya lagi."

"Bukan salah Om. Om jangan ngomong gitu. Berdoa aja semoga anak Om cepat sadar," tukasku.

Manik Papa mulai berkaca-kaca. Melalui matanya, aku mulai merasakan sakit yang tengah menggerogotinya. Kami pernah sama-sama terluka karena kematian Mama. Mudah bagiku untuk memahami apa yang tengah ia rasakan.

"Saya selalu berdoa untuk kesembuhannya. Saya sangat menyesal kurang memperhatikannya, saya lebih mementingkan pekerjaan daripada dia." Alunan suara rendahnya memelan.

"Minta maaf sama anak Om kalau Om benar-benar nyesal."

"Saya takut dia nggak mau maafin saya."

"Pasti dimaafin. Bagaimanapun juga Om tetap Papanya. Kalau nggak dimaafin, nanti biar aku yang bujuk dia supaya maafin Om, ya?"

Papa menoleh, memperlihatkan lagi wajah kacaunya padaku akan tetapi kali ini tercipta kurva senyum tipis dibibirnya. "Terima kasih, kamu membuat perasaan saya sedikit lebih baik."

Aku tersenyum lebar. "Sama-sama, Om."

"Kamu sendiri jenguk siapa di sini? Atau kamu yang sakit?"

"Nggak, Om, aku nggak sakit. Aku ke sini mau jenguk temen."

"Udah jenguknya?"

"Nanti aja aku jenguknya, dia lagi sama Papanya."

***

Sore hari aku baru tiba di mansion. Begitu melewati pintu utama diriku dibuat terperanjat dengan presensi Sean yang berpijak dan bersandar pada daun pintu.

Firasat buruk menjeratku bersama sorot datar menelisik yang ia lemparkan untukku.

"Jenguk siapa di rumah sakit?" tanyanya memasang raut wajah skeptis.

Dari mana ia bisa tahu kalau aku pergi ke rumah sakit?

Tanganku gemetar, peluh dingin terasa mengguyur tubuhku, pertanyaannya menggait rahasia yang semula terpendam dalam jiwa. Aku berusaha mengatur pernapasanku, mengangkat kepala dan menikai matanya.

"Kenapa diam?" Sean mendekat perlahan, aura intimidasinya tak terelakkan membuat kakiku otomatis mundur dan kata yang ingin kulontarkan tercekat dikerongkongan.

Punggungku sukses membentur dinding, tak ada lagi cela untuk melarikan diri. "Gu-gue je-jenguk temen."

"Sejak kapan lo temenan sama Allana?"

"Gue—"

"Apa hubungan lo sama dia? Kenapa lo bisa tau dia ada di sana?" Sean meremat kuat kedua lengan atasku menuntut agar segera memberi jawaban.

"Allana temen gue."

"Nggak usah bohong! Selama ini lo sibuk ngejar Gara dan lo nggak punya temen selain Karin," hardiknya. "Jawab jujur!" tekan Gara.

Mati-matian aku berusaha agar tidak gugup supaya tak menambah kecurigaan Sean. "Gue udah jujur, mau lo percaya atau nggak itu hak lo."

Rematan kuat dilenganku mengendur perlahan lalu ia menurunkan tangannya. "Gue percaya, tapi gue akan cari tau apa yang lo sembunyiin dari gue." Suara beratnya menyatu dengan helaan napas ringan.

Diam-diam aku menghembuskan napas lega sembari menatapi punggung Sean yang melenggang menaiki undakan tangga.

***

Malam ini aku mengenakan tank top hitam, juga celana pendek sepaha. Aku tengkurap di atas kasur, dengan Macbook berada tak jauh dari wajahku.

Well, aku sedang menonton Drama Korea agar tak terlalu memikirkan kejadian tadi sore.

"Leta."

Panggilan itu membuatku menoleh sejemang ke arah pintu yang telah terbuka lalu kembali lagi menatap layar Macbook.

"Turun, makan malam," suruh Sean.

"Uuu ... ganteng banget," pekikku tak memedulikan keberadaan Sean yang ada di samping kasur.

"Leta." Suara Sean sedikit meninggi.

Menoleh malas disusul decakan kasar. "Apa sih? Ganggu aja lagi nonton juga."

"Makan."

"Nanti. Lo makan aja duluan," sahutku. Di mana sebenarnya aku ingin menghindar dari Sean. Kecemasan dalam diriku kembali bangkit saat menatap obsidiannya, takut ia mempertanyakan hal yang sama seperti tadi sore.

"Makan sekarang!" ulang Sean memaksa.

Aku menyumpal kedua telingaku menggunakan jari telunjuk. "Benar-benar ya pesona pria matang, jadi suka deh."

Sean menarik lenganku hingga aku merotasikan bola mata malas. Bangkit duduk dengan cepat. "Apa sih?" tanyaku. Aku memberi tatapan yang sedikit sinis agar ia berpikir jika aku merasa terganggu olehnya.

Namun tatapanku tak berarti apa-apa baginya, terbukti ia masih bisa berkata kelewat santai. "Ayo makan."

"Nggak mau! Gue nggak lapar."

"Gue yang lapar. Makan sendiri nggak enak, mending berdua."

Dengan malas aku berujar. "Okay, fine! Tapi gue malas turun, makannya di sini aja."

Pada akhirnya kami makan malam di kamar, Bibi yang mengantarkan makanan ke kamarku.

"Itu siapa?" tunjuk Sean ke arah tokoh perempuan di dalam Drama Korea yang sedang berputar pada layar Macbook.

"Oh, itu namanya Go Yoon Jung, kenapa?"

"Cantik."

Aku melotot. "Cantikan mana sama gue?"

Sean melirikku, kemudian melirik lagi tokoh perempuan itu. "Dia." Singkat, padat, dan cukup membuat suasana hatiku menjadi kelabu.

Mendengus tak suka, aku spontan menggeplak lengannya. Aku juga menutup Macbook kasar. "Jahat banget sih! Udah sana pergi!"

Sean bergeming. Menatap matanya, aku merangkum ada sebuah kebingungan di sana. Jika tebakanku benar mungkin ia tengah memikirkan tingkahku yang tiba-tiba marah padanya.

Sejurus kemudian, laki-laki itu buka suara. "Gue belum selesai makan."

"Makan diluar sana!" pekikku kesal.

Sean mengalah, ia bangkit sembari memegang piringnya yang masih tersisa sedikit nasi beserta lauk. Ia melangkah keluar kamar.

Sepeninggal Sean, aku sedikit membuka Macbook. Melihat wajah Go Yoon Jung. Salah satu tokoh di dalam Drama Korea berjudul Moving.

"Iya sih emang cantik, tapikan lebih cantik gue," sungutku. Sekali lagi kututup kasar layar Macbook.

Continue Reading

You'll Also Like

526K 54.9K 32
(Sudah terbit) "Lovely Nara" sebuah novel yang menceritakan betapa menyedihkannya hidup seorang gadis SMA tingkat akhir. ya, itu cerita yang terlalu...
107K 13.5K 40
ERROR : Love Or Lies, #121 On Teen Fiction (02-08-16) Keiara Alea Dinata Seperti kata orang, takdir itu tak bisa di tebak dan suka seenaknya saja mem...
536K 49.4K 52
𝐋𝐞𝐭 𝐦𝐞 𝐥𝐨𝐯𝐞 𝐲𝐨𝐮, 𝐛𝐞𝐟𝐨𝐫𝐞 𝐢 𝐝𝐢𝐞. [RE-PUBLISH] • • Ohai mahkluk bumi.. Ify all, sedikit penyampaian mengenai cerita ini. Mungkin s...
840K 84.7K 56
[ SEGERA TERBIT ] Cerita tentang seorang gadis cantik yang harus menutupi kecantikannya atas perintah ibunya. Bahkan di sekolahnya ia di namai si...