The Village : Secrets Of Past...

By DellaNopyta

9K 2K 9.8K

Amazing cover by @hayylaaa Kehidupan masa lalu masih belumlah berakhir. Malah kini menghampiri dalam wujud mi... More

Opening
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Epilog

Chapter 43

52 17 119
By DellaNopyta

Pak Tua tak lagi berdiam diri, tapi sepasang netra menyaksikan ini tak mampu menangkap jelas bagaimana pria tua itu mampu bergerak dengan begitu dan teramat cepatnya. Tiba-tiba saja telah berada di hadapan Azhuang, menghalangi seraya berseru meminta Ji Yu dan Yue Ming untuk membawa pria menyedihkan ini sesegera mungkin menjauh.

"Kau benar-benar ingin bertarung denganku? Lewat tubuh tua dan lemahmu itu?" Menggeleng-geleng meremehkan, A'Gui bahkan bersila tangan menunjukkan betapa santainya ia tanpa sedikit pun merasa khawatir apalagi ketakutan. "Baiklah, kau bisa mulai duluan mengingat hubungan kita di masa-masa lalu."

Sementara Pak Tua, sama sekali tidak berucap apa-apa. Namun, melihat dari gerak-gerik yang ada, A'Gui mampu menebak jikalau jawaban atas pertanyaannya tadi adalah 'iya'. Lihatlah bagaimana Pak Tua bereaksi, menggigit jari telunjuk kanan untuk kemudian melemparkan darah tersebut ke udara. Pun dalam sekejap, yang mana sudah pasti hal ini bukan lagi kebetulan.

Langit cerah nan biru hilang sudah, tergantikan oleh kegelapan yang tak bisa disamakan dengan kegelapan malam. Kala pusaran angin ikut serta di dalamnya, mengundang hadirnya gemuruh bahkan sambaran petir terlihat begitu jelas berkelebatan. Seolah inilah cambuk langit yang sedang mengamuk liar. Lantas, Pak Tua ini ... sekuat apa sebenarnya ia? Dan jenis serangan seperti apa pula yang akan ia keluarkan kala kedua tangan kembali dilebarkan, cahaya merah kehitaman pun terpancarkan sudah dari tangan kanan kosongnya, seperti ... mungkinkah akan membentuk suatu benda?

"Sudah lama pedang ini tak merasakan darah," ucapnya mengagumi, menyentuh sepanjang bilahan pedang yang berukiran lima kuncup bunga ini dengan netra mengintimidasi. "Pasti sangat haus sekarang," lanjutnya, tersenyum licik semacam ia-lah yang sebenarnya haus akan darah, bukan pedangnya. Yang mana barangkali ucapannya hanya suatu alasan belaka.

Mungkinkah, aura pembunuh yang tertekan dalam tubuhnya terbangitkan kembali kini? Karena tampak memanglah begitu, lihatlah bagaimana sekujur tubuh tuanya itu mulai menguarkan asap-asap merah kehitaman pula. Menari-nari semacam merasakan kembali kebebasan, kala Pak Tua berakhir mengentakkan sebelah kakinya untuk kemudian mendatangkan suatu getaran dari dalam permukaan tanah pijakan yang ada.

A'Gui yang bersila tangan santai, serta merta menyudahi. Menitahkan tiga penjaga desa pengikutnya untuk waspada, ataukah barangkali tidak?

Pasalnya, tiga penjaga desa mulai membentuk suatu formasi yang tak begitu dipahami buat apa. Yang pasti, pergerakan aneh mereka sukses membawa A'Gui melayangkan tubuh berbalutkan jubah kemerahannya pada ketinggian tertentu. Pun lihatlah bagaimana petir tak sama sekali berani mendekat, kala A'Gui, pemimpin penjaga desa ini juga ikut mengeluarkan pedang. Hanya saja, cara yang dilakukan tampak cukuplah menyakitkan. Kala pedang entah bagaimana justru tersimpan dalam tubuhnya, tertarik paksa dari dada A'Gui yang mengerang.

Namun, apa ini? Pedang yang serupa sekali dengan Pak Tua, seakan pedang tersebut tak lain adalah pasangan. Ataukah kembar?

Meskipun begitu, tak menutup kemungkinan jikalau pedang milik A'Gui lebih terlihat mewah dan kuat. Bahkan energi pembunuh dan aura kegelapan lebih terasa kental, mungkinkah karena efek ia masihlah aktif menjadi penjaga desa? Ataukah memang ia lebih kuat dari Pak Tua? Entahlah, kala lihatlah A'Gui sekarang, menyalurkan sejumlah energi terang kemerahan pada pedangnya. Yang mana perhatikanlah pula, bagaimana kuncup bunga yang terukir mulai bermekaran memancarkan cahaya kemerahan untuk kemudian dihantamkan langsung pada pusaran angin ciptaan Pak Tua.

BOOM!!!

Pekak, berdenging pula pendengaran ini. Ji Yu terus berusaha memaksa sepasang netranya untuk tetap terbuka, memandangi kekasihnya, Hui Yan, sekiranya baik-baik saja atau tidak tanpa melepaskan Azhuang yang masihlah labil emosinya. Setidaknya beruntung langit taklah runtuh berkat ledakan dahsyat barusan, bahkan pusaran angin hilang sudah. Namun, bukan berarti kilatan petir ataupun pertarungan berakhir sudah. Malahan ... ranting-ranting bambu yang meruncing bermunculan, berterbangan cepat menghunjam keempat penjaga desa yang menghindar dengan mudahnya. Semacam pandangan dari pasang netra nyala kemerahan mereka mampu melihat dalam suatu perlambatan.

"Apa hanya ini saja yang bisa kau lakukan, Gao Zhan Hou?" Kembali A'Gui menapakkan sepasang kakinya, menyudahi aksi melayang di udaranya sembari pedang masihlah erat dalam genggaman. "Bukankah sekarang giliranku?" Mengarahkan ujung runcing pedang lurus pada Pak Tua, seolah pedang siap menyemburkan suatu jenis serangan mematikan.

Namun, tidak ada apa-apa. Selain kawanan dari hewan kecil bercahaya kemerahan, kunang-kunang,'kah? Karena tampak demikian, tapi jika dilihat dan diperhatikan lebih lagi, kawanan hewan kecil ini berkemungkinan besar tercipta dari buliran darah. Yang mana kedalaman inti tubuh dipenuhi aura kehitaman, terhubung langsung dengan dua sayap bening yang dimiliki.

"Jangan terkecoh! Kunang-kunang itu sama halnya dengan kupu-kupu!" teriak Pak Tua yang serta merta memutarkan tubuh, melayangkan sejumlah dedaunan bambu yang tergeletak untuk diarahkan seketika pada musuh. Pun desingan layaknya anak panah terdengar cukup kencang. "Bagaimana caranya kami membunuh para kawanan kunang-kunang ini, Pak Tua?!" seru Yue Ming, kala yang ditanyakan terlalu sibuk menyerang hingga barangkali tak mendengar jelas seruan tersebut.

Jika diam, bukankah sama saja menunggu kematian? Akan sangat senang penjaga desa terkutuk itu kalau memanglah sampai terjadi. Bahkan kematian Jing Shin dan anaknya yang belum sempat melihat dunia, bukankah sia-sia sudah kematian mereka? Oleh karenanya, Ji Yu yang masih menahan Azhuang ini mulai menjatuhkan pandangan pada Tang Yuan, setidaknya pria itu masih bagian dari penjaga desa. Apa benar sama sekali ia tak memiliki cara dalam memusnahkan kawanan kunang-kunang ini?

"Aku sungguh tidak ada cara, Ji Yu. Sungguh tidak tahu bagaimana caranya."

Sedangkan kawanan kunang-kunang kian mendekat, jika begini terus maka bersiaplah dikerumuni untuk setelahnya menjadi mayat kering, bukan?

"PAK TUA!"

Sekejap, benar-benar dalam sekejap saja. Obor api yang entah dari mana datangnya muncul, tidak mungkin hanya karena seruan Ji Yu barusan yang mendatangkan, bukan? Kala Pak Tua yang sibuk bertarung dengan A'Gui sempat melirik tadi, pun empat obor api yang melayang-layang diambil sudah oleh Ji Yu, Tang Yuan dan Yue Ming. Bahkan Azhuang yang telah mampu mengendalikan amarahnya kini ikut serta pula.

"Penjaga desa itu licik, jadi kalian jangan hanya berfokus pada kawanan yang terlihat saja," ucap Xia Chia, memperingati.

Belajarlah dari pengalaman, lagian sudah berapa kali tertipu oleh penjaga desa tidak mungkin mereka tidak sadar, bukan? Maka dari itu, jangan sampai kali ini kembali termakan tipuan. Dan sudah menjadi tugas para wanita untuk memerhatikan ke sekitaran, berjaga-jaga barangkali kawanan hewan bersayap lainnya sungguhlah akan datang tanpa disangka-sangka.

Persiapan, tentu harus dilakukan.

Akan tetapi, apa yang sedang dilakukan Kwan Mei mendongak seperti ini? Teramat fokus sampai sepasang netra tak lagi berkedip, melainkan ... terbelalak. "DI ATAS!" serunya, pun lainnya ikutan mendongak. Menyaksikan kemunculan kawanan kupu-kupu merah siap menghujani mereka semua yang ikutan mematung. "PAK TUA!"

DEG!

Segalanya gelap, hening pula. Apa benar kematian telah menjemput? Namun, tubuh mematung ini tak mau digerakkan sama sekali. Hanya deruan napas tak beraturan-lah yang mampu tertangkap, merasakan pula semilir angin menggelitiki. Bahkan jika tak salah menebak, terasa pula akan hadirnya suatu kehangatan menerpa. Kala indra pendengaran mulai menangkap jenis suara-suara menyadarkan, beragam nama tak asing pun disebutkan didalamnya. Tak terkecuali, ada satu di antara suara-suara itu yang mengena di hati, terus-terusan memanggil 'Hui Yan dan Hui Yan', meminta untuk membukakan sepasang netra. Kala Hui Yan benar saja menuruti, mendapati Ji Yu telah berada di hadapannya.

Tak hanya sampai di situ saja, area hutan bambu ini tak lagi dilingkupi kegelapan. Langit cerah kembali ke sebagaimana harusnya, meskipun memang benar hutan bambu dalam kondisi sangatlah kacau. Banyak pohon yang tumbang, kering bahkan hangus. Tak jarang pula permukaan tanah pijakan mereka dipenuhi jejak serangan, bahkan sejumlah abu yang dipercayai berasal dari kawanan kupu-kupu dan kunang-kunang terlihat pula.

Pak Tua ... pria asing tersebut berhasil menyandera A'Gui. Menempatkan pedang tepat pada leher, siap kapan saja menggorok sembari sepasang tungkai selangkah demi selangkah dibawa Pak Tua bergerak mundur mendekati ketujuh dari mereka tim pemberontakan desa. "Perintahkan anak buahmu untuk pergi."

"Kau pikir bisa membunuhku setelah mengusir mereka?"

"A'Gui, kau memang tidak bisa tewas dengan cara manusia, tapi ingatlah ... pedang yang siap menggorok lehermu ini bukanlah pedang biasa," kecam Pak Tua, kian menempelkan pedang tersebut pada leher A'Gui. "Cepat! Atau kesabaranku sungguhlah habis."

Mendesah, A'Gui bahkan tak lagi bergerak mundur melainkan terdiam. "Kalian pergilah, kembali dan urus desa," perintahnya, terdengar santai bagi seseorang yang sedang menjadi sandera. "Baiklah, sekarang mereka sudah pergi. Bisakah kita bicara baik-baik? Tidakkah kau lelah setelah pertarungan tadi?"

"Tentu saja lelah, lihatlah bagaimana tuanya aku sekarang." Mulai meregangkan sanderaan, tapi pendaran cahaya kemerahan apa yang ada pada sebelah tangan Pak Tua? Terserap pun kemudian menghilang ke dalam tangannya itu, tanpa meninggalkan jejak apa pun. Bahkan Pak Tua, sedikit melirik pada mereka yang tak terima membebaskan A'Gui semudah ini. Karena memang tak paham kenapa dan apa alasannya, belum lagi kenapa pula Pak Tua memerhatikan Kwan Mei sedemikian rupanya? Semacam barulah mengetahui sesuatu. "Pantas saja seorang pemimpin desa sepertimu datang kemari secara pribadi, ternyata ada barang penting yang tak bisa atau seharusnya dilepaskan. Barang yang akan membuat dirimu kesusahan jika sampai mengacaukannya lagi."

"Kau memang sudah menjadi mantan pemimpin penjaga desa, tapi kuakui kemampuanmu memang tak seharusnya diremehkan. Tidakkah kau merindukan saat-saat dirimu yang lalu? Tubuh muda dan kuat, mengendalikan segalanya. Bukan hidup seperti ini, di antara mati ataupun hidup."

"Berhentilah mengatakan omong kosong dari balik topeng itu, tidakkah kau ingin sekali melepasnya? Bahkan aku yang melihat saja kepanasan," kekeh Pak Tua, kekehan yang entah kenapa berhasil membuat A'Gui mematung, tampak barulah menyadari sesuatu. "Kali ini .. itu kau yang terlambat." Menyeringai penuh kemenangan, Pak Tua serta merta mendorong jauh A'Gui. Yang mana dengan kecepatan tinggi, Pak Tua menghampiri lainnya pun mengulurkan sebelah tangannya. "Cepat raih tanganku jika tidak ingin tewas di sini," ucapnya, entahlah apakah itu pemaksaan ataukah menitahkan. Yang pasti ketujuh dari mereka semua meraih.

Namun, A'Gui yang murka seolah telah kehilangan suatu benda berharga miliknya sontak saja melemparkan pedang. Membelah udara, berdesing bahkan berkilauan ketika bersentuhan dengan cahaya sang surya yang meninggi di singgasananya. Menyadarkan mereka semua, pandangan menuju ke arah yang sama. Menyaksikan bagaimana pedang berukiran kuncup bunga serupa dengan tanda pada tengkuk leher masing-masing penjaga desa ini bergerak sangatlah dekat kini.

"Pak Tua ... Pak Tua di belakangmu!" seru Yue Ming, hendak menarik Pak Tua yang barulah menoleh ke samping. Namun, takdir berhendak lain.

Percikan menodai wajah, membekukan bahkan menghentikan seketika napas dari mereka semua. Kali ini, bukan lagi merasa waktu telah berhenti, melainkan ... waktu telah mati. Bagaimana bisa menyaksikan hal semengerikan ini? Terlebih pada ia ... ia yang mereka kenal baik dan hangat, ia yang barulah kehilangan istri dan anak. Dunia ini, ataukah takdirnya yang memanglah buruk? Kala lihatlah bagaimana pedang menembus bagian jantungnya, sedangkan mulut yang bernodakan darah malah tersunggingkan suatu senyuman. Satu persatu memandangi teman-teman seperjuangannya, air mata pun hadir kemudian. "Per-gi-lah ...."

BRUKK!

Sepasang lutut menghantam keras tanah, muntahan darah segar kembali dialami. Meskipun mulut tak mampu berucap lagi, tapi lewat pandangan sepasang netra memerah akan darah cukuplah jelas untuk dipahami teman-temannya yang masihlah mematung tak menyangka, dan lewat napas memberat dan tersengal-sengalnya ... Azhuang, pria ini memberikan anggukan pada Pak Tua sebelum berakhir ambruk sepenuhnya.

Sementara Pak Tua sendiri, sempat menajamkan pandangan pada A'Gui yang hendak kembali menyerang. Namun, serangan yang dilemparkan malah hanya menghunjam udara kosong, semacam memang tak ada siapa pun di sana sedari tadi. Lantas, ke mana sekiranya Pak Tua membawa tim pemberontak desa itu pergi? Kala A'Gui, pemimpin desa yang teramat memuja roh jahat dari Hutan Malam Abadi itu mengamuk, meratakan sebagian area hutan bambu.

"TIDAK!!!"

Continue Reading

You'll Also Like

10.1K 1.2K 46
"Mereka menembak saudariku, ayahku, ibuku, para pelayan setiaku, dan aku sendiri." Tsarevich Alexei Nikolaevich - [Juli 17, 1918]. . [Fiksi-Sejarah M...
20K 1.5K 19
Namanya Ice, lahir pada musim dingin, dan rambutnya nyaris sewarna salju. Seharusnya dia hanya gadis biasa, tapi garis keturunannya membuktikan bahwa...
972K 71K 33
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
839 354 27
"Kuharap hanya kisah ini yang abadi" Gumam seorang gadis pembawa buku diatas tebing dengan gaun berwarna merah hitam. Di sana, ia melompat, ditemani...