Love For Eleanor

By FatimahIdris3

1.1K 807 528

Kutulis kisah ini untuk banyak orang. Untuk mereka yang pernah terluka dan ragu untuk kembali membuka hatinya... More

BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24.1
BAGIAN 24.2
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30
BAGIAN 31

BAGIAN 17

22 14 1
By FatimahIdris3

El meletakkan rangkaian bunga di vas bunga yang ada dimeja kerjanya. Tersenyum sekilas sambil mencium aromanya. Bunga itu dikirim Diaz beberapa menit lalu. Entah sejak kapan, dia menerima sosok Diaz. Mungkin bukan menerima dalam arti dia membuka hatinya untuk pria itu.

El hanya menerima Diaz sebagai temannya, tidak lebih. Hanya itu yang saat ini menjadikan Diaz dekat dengannya. Kejadian di Shara restoran itu awal El membiarkan Diaz dekat dengannya. Diaz bisa jadi tameng untuknya agar Billy tidak lagi mengganggunya. Terdengar jahat memang. Tapi El tidak punya pilihan lagi.

Untuk sementara, biar saja begini. Itu lebih baik menurutnya. Sementara disisi lain, Diaz tengah tersenyum bahagia sambil memainkan bulpoin ditangannya. Sudah sekitar setengah jam yang lalu hanya itu yang dilakukannya. Membiarkan tumpukan kertas terbengkalai diatas mejanya.

Hari ini dia mengirimi El bunga. Perlahan, dia akan membuat El menyukainya. Menerimanya menjadi satu-satunya orang yang ada dihati wanita itu. Sekarang menjadi temannya saja sudah membuatnya senang. Diaz yakin bisa membuat El membuka hatinya untuk dimasukinya. Saat itu tiba, dia berjanji tidak akan menyakiti apalagi menggoreskan luka.

"Ssssttt Sikha, sepertinya salah satu bosmu mulai menggila" Kata salah satu karyawan pria yang datang untuk memberikan dokumen pada Sikha. Beberapa kali dia melirik kearah Diaz yang mejanya tepat diseberang meja Sikha.

"Ckck, sudah biarkan saja, akhir-akhir ini memang begitu sikapnya, menambah pekerjaanku saja, aku pusing jadinya" Keluh Sikha sambil memijit keningnya.

"Deritamu dapat partner sepertinya, hihihi" Kata karyawan itu sambil cekikikan tidak jelas.

"Sudah sana kembali ketempatmu, jika dia dengar apa yang kau katakan, bisa mengamuk dia, tau sendiri bagaimana pria itu"

Karyawan itu kembali ketempatnya tanpa mengatakan apa-apa lagi. Sepeninggal karyawan itu, Sikha melanjutkan pekerjaannya. Sesekali melirik kearah Diaz yang masih dengan kegiatannya.

"Huh dasar ABG labil, ternyata cinta bisa membuatnya gila" Gumam Sikha sambil menggelengkan kepalanya. Wanita itupun tidak lagi mempedulikan Diaz. Kembali sibuk dengan pekerjaannya yang dua kali lipat dari seharusnya. Melihat bagaimana Diaz sekarang, tidak bisa diharapkan pekerjaannya cepat selesai. Jadi dengan terpaksa, Sikhalah yang mengambil alih. Benar-benar merepotkan.

🌺🌺🌺

Persiapan untuk pernikahan Ahra dan Sharga berjalan lancar. Tinggal sebulan lagi sahabat El itu akan melangsungkan pernikahan. El tersenyum puas saat menerima laporan mengenai semua hal menyangkut pernikahan itu. Disandarkan punggungnya pada kursi kebesaran miliknya. Sejenak El memejamkan matanya. Mengistirahatkan badannya yang beberapa hari ini dipaksa bekerja keras.

Baru beberapa menit, ponselnya berbunyi. El terlalu malas untuk melihat siapa yang mengiriminya pesan. Nanti akan dia lihat pikirnya. Sekarang badannya perlu istirahat sebentar.

Dibagian tempat yang berbeda, Billy uring-uringan menunggu balasan dari pesan yang dikirimkannya pada El. Konsentrasinya terpecah dan tidak fokus dengan pekerjaannya. Awalnya Billy ingin menelepon wanita itu. Tapi dia takut El menolak dan malah memperburuk hubungannya dengan wanita itu. Jadi cukup mengiriminya pesan saja. Dia harap mendapat respon yang baik.

Namun sudah hampir setengah jam berlalu, tidak ada balasan dari El. Bahkan El terlihat belum membuka pesan yang dia kirimkan. Billy menghembuskan nafas pasrah. Mungkin El terlalu sibuk hingga tidak sempat membaca pesannya. Itulah yang terus diyakini olehnya.

🌺🌺🌺

Lagu perfect milik ed sheeran terdengar mengalun disalah satu ruangan di rumah milik Sharga. Diruangan itu, ada Ahra, Fai dan El. Ketiga wanita itu kini sibuk menilai satu dengan yang lain gaun untuk pesta pernikahan Ahra.

Sebenarnya, Ahra dan Sharga sendiri yang datang ke butik tempat gaun itu dipesan. Namun Sharga memberi ijin pada Ahra agar orang dari butik yang datang mengantar gaun pernikahan mereka. Jadilah sekarang Ahra meminta kedua sahabatnya datang.

Mereka tengah asyik mengomentari gaun-gaun yang sudah diletakkan digantungan baju khusus tanpa menyadari ada 3 pria yang masuk keruangan itu.

"Wow lihat gaun ini, cantik sekali" Seru Aro heboh membuat ketiga wanita yang ada diruangan itu langsung menolehkan kepala menatap kearah pintu.

"Hai boys" Sapa Fai sambil melambaikan tangan pada Sharga dan Diaz.

"Hai Fai" Balas Sharga sambil melangkah menghampiri Ahra. Tanpa rasa malu, dia langsung mencium pipi Ahra. Sementara Ahra menunduk malu. Tangan mungilnya mencubit perut Sharga.

"Ck tolong sadar, disini masih ada kami" Kata Diaz yang duduk dilengan kursi disamping El.

"Bilang saja kau iri" Ledek Sharga sambil menjulurkan lidahnya seperti anak kecil.

Diaz baru akan membalas perkataan Sharga, tapi diurungkannya. Terlalu gengsi karna ada El disampingnya. Diaz ingin menjaga imagenya didepan wanita yang disukainya ini.

"Jadi ada apa kalian kesini? Ini masih jam kerja harusnya kalian masih ditempat kerja masing-masing, apalagi kau Aro, kalau kau disini lalu bagaimana restoran?" Tanya Fai sambil menatap Aro tajam.

Aro cengengesan tidak jelas "Jangan salahkan aku, tuan CEO dan orang kepercayaannya yang menyeretku kesini. Tapi tenang, dia sudah berjanji akan bertanggung jawab, benar kan?" Aro menoleh pada Sharga meminta bantuan.

"Itu benar Fai, aku yang memintanya ikut, setidaknya kau tidak sendirian saat yang lain berpasangan" Kata Sharga melirik kearah Diaz dan El.

Fai mengerti maksud dari lirikan Sharga dan ucapannya. Memang benar, setidaknya dia punya teman bicara saat Sharga dan Ahra sibuk bermesraan, lalu Diaz menjalani proses pendekatan dengan El.

"Baiklah, jadi mau memulainya sekarang?" Tanya Fai.

"Tunggu dulu, kita harus membeli beberapa cemilan, kebetulan persediaan cemilan sudah habis" Sela Diaz.

"Pasti itu ulahmu" Kata Sharga.

"Aku tidak bisa konsentrasi bekerja tanpa ditemani cemilan" Kata Diaz membela diri.

"Baiklah kalau begitu, siapa yang akan berbelanja?" Tanya Fai sambil melihat satu persatu orang diruangan itu.

"Aku tidak terlalu suka berbelanja, kau tau aku sedikit risih ditempat ramai" Jawab Ahra beralasan.

"Aku juga" Sahut Sharga.

Semua orang menatap kearahnya seolah pria itu tertangkap basah melakukan kejahatan.

"Hmm... Maksudku hal seperti itu jarang aku lakukan, ya kalian tau ada orang lain yang melakukannya"

Mereka yang ada diruangan itu memutar mata secara bersamaan. Mereka tau itu hanya alasan Sharga agar tetap dirumah bersama Ahra. Alasan klasik untuk seseorang yang dilanda kasmaran.

"Hmm... Aku sudah kebagian memasak, Aro..." Wanita itu memperhatikan Aro yang duduk bersila dilantai yang dilapisi karpet bulu tebal. Pria itu asyik dengan dunianya sendiri. Mengelus-elus bulu dikarpet tersebut.

"Mungkin dia bisa membantumu memasak" Kata Sharga memberi pendapat.

"Ah ya, aku dan Aro bagian memasak saja, jadi tinggal El dan Diaz, tidak keberatan kan jika kalian saja yang belanja?" Tanya Fai.

Sharga, Ahra, Fai dan Aro menatap kearah Diaz dan El penuh harap. Membuat keduanya terpaksa menyetujui permintaan Fai. Sebelum melangkah keluar dari ruangan itu, Fai menyodorkan selembar kertas berisi catatan apa saja yang harus dibeli El dan Diaz.

"Kau sengaja meminta mereka yang belanja kan?" Tanya Ahra setelah terdengar suara mobil Diaz meninggalkan rumah Sharga.

"Kau yang memulainya lebih dulu" Jawab Fai.

Keduanya tertawa menyadari bahwa mereka memiliki pemikiran yang sama.

"Ayo mulai bekerja" Ajak Fai sambil merangkul pundak Ahra.

"Jadi, apa yang harus kulakukan?" Tanya Ahra bingung.

"Kau bantu aku saja didapur"

"Lalu dua pria itu?" Ahra menunjuk kearah Sharga dan Aro yang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Fai tersenyum "Heh kalian berdua"

Sharga dan Aro mengalihkan perhatiannya pada Fai.

"Tolong rapikan tempat kita nanti ya, jangan sampai terlihat berantakan" Perintah Fai diiringi tawa Ahra.

"Heh kenapa aku dan Aro yang merapikan? Bukankah tugasnya memasak denganmu?" Protes Sharga yang juga didukung Aro.

"Bukannya rapi, kau dan Ahra berbuat mesum nanti, jadi sebelum itu terjadi, sebaiknya Ahra membantuku saja" Kata Fai frontal.

Sebelum Sharga mengeluarkan protesnya lagi, Fai sudah pergi meninggalkan ruangan itu dengan membawa Ahra.

"Apa maksudmu berbuat mesum? Enak saja berkata begitu" Gerutu Ahra sepanjang jalan menuju dapur.

"Heheheheh aku hanya bercanda, setelah melihat bagaimana Sharga yang langsung menciummu tanpa rasa malu, bukan tidak mungkin dia akan berbuat lebih saat hanya berdua denganmu"

Ahra terdiam mencerna perkataan Fai. Benar juga, tidak ada yang bisa menjamin Sharga tidak berbuat lebih dari sekedar ciuman. Ahra jadi ingat kejadian beberapa hari yang lalu. Saat Sharga dan dirinya berciuman dan Diaz memergoki keduanya. Mengingat hal itu, membuat Ahra tersipu. Kalau bukan Sharga yang memulai, hal itu tidak akan terjadi.

"Heh, harusnya kau berterima kasih padaku, aku menyelamatkanmu dari perbuatan tidak baik" Kata Fai bangga dengan dirinya sendiri.

"Ya ya baiklah, kau benar"

🌺🌺🌺

Mobil yang dikendarai Diaz sudah terparkir dihalaman sebuah pusat perbelanjaan. Selama perjalanan, El dan Diaz saling diam. Tidak ada yang mencoba untuk membuka pembicaraan. Terlalu canggung atau terlalu sibuk mengatur degup jantung masing-masing.

Diaz turun lebih dulu setelah mematikan mesin mobil. Lalu membukakan pintu untuk El. Awalnya El sedikit terkejut dengan perhatian Diaz. Namun melihat Diaz tersenyum hangat padanya, jadi El ikut tersenyum.

Keduanya masuk kedalam pusat perbelanjaan itu bersisihan. Diaz hanya mengikuti langkah kaki El tanpa banyak bicara. Sementara El mengecek apa saja yang akan dibeli. Diaz mengambil trolley dan mendorongnya, mengikuti El.

El mengambil beberapa bungkus sosis dan meletakkannya ditrolley. Diaz melihat rasa apa yang diambil El.

"Kenapa semua rasa ayam? Aku lebih suka rasa sapi, rasa ayam tidak begitu enak" Protes Diaz dan berniat mengembalikan sosis yang diambil El ketempat semula.

El merengut "Jangan semua dikembalikan, ambil yang sapi setengah dan setengah lagi yang ayam, ok?"

"Baiklah" Diaz mengembalikan lagi setengah sosis ayam kedalam trolly dan mengambil yang rasa sapi sebagian.

El tersenyum puas. Sekarang mereka berjalan menuju tempat daging. El memilih daging sapi yang menurutnya masih segar. Diaz memperhatikan wajah El dari samping. Sungguh melihat wajah El seolah membuatnya enggan berpaling.

"Berapa banyak ya yang harus kita beli? Fai tidak menulisnya" Gumam El sambil mengerucutkan bibirnya.

Diaz tidak menanggapi gumamam El. Dia masih asyik sendiri dengan fikirannya. Masih memandangi El. Melihat Diaz terus menatapnya, membuat El salah tingkah. Wanita itupun menundukkan kepalanya dan pura-pura memperhatikan catatan yang ada ditangannya.

"Ma'af anak muda, bisakah kau menyingkir, aku ingin mengambil daging" Suara seorang nenek membuyarkan lamunan Diaz. Dengan salah tingkah, Diazpun menyingkir dari tempat itu.

El tersenyum melihat Diaz salah tingkah. Lalu kembali fokus pada belanjaannya.

"Ehem... Jadi apa lagi yang perlu dibeli?" Tanya Diaz mengalihkan keadaan.

"Masih ada beberapa lagi, oh ya... Apa daging sapinya tidak kurang?" El memperlihatkan daging sapi yang tadi diambilnya.

Diaz berpikir sebentar. Lalu mengambil daging sapi yang sudah dikemas 2 kantong.

"Aku rasa itu sudah cukup, ayo lanjut lagi" Kata Diaz seraya mendorong trolleynya mendahului El.

Wanita itupun mengikuti Diaz sambil tersenyum geli. Wajah Diaz sangat lucu ketika salah tingkah.

"Tunggu sebentar Diaz" Keluh El.

"Kau terlalu lama, ayo cepat sedikit jalannya" Kata Diaz yang sudah berjalan beberapa langkah didepan El.

Setelah hampir 30 menit berlalu, akhirnya El dan Diaz selesai berbelanja. Ada sosis, daging sapi, daging ayam, jamur, jagung, beberapa sayuran hijau juga sudah dibeli. Sekarang mereka tengah mengantri dikasir.

"Ah aku melupakan sesuatu, tunggu sebentar ya" Kata Diaz sambil melangkah mencari barang yang ingin dibelinya.

"Memangnya apa yang ingin dibelinya?" Gumam El sambil menunggu giliran untuk membayar.

Seseorang disampingnya menepuk pundak El. Membuat wanita itu langsung menoleh. Seorang wanita cantik yang El lupa pernah bertemu dengannya dimana. Disampingnya ada seorang pria yang merangkul wanita itu posesif.

"Kau lupa denganku? Aku Chitra, apa kau ingat?" Tanya wanita itu seolah bisa membaca kebingungan El.

"Owh... Hai" Jawab El tersenyum dengan terpaksa. Jadi wanita didepannya ini kekasih Billy yang baru. Pantas saja tidak asing bagi El.

"Kau sendiri?" Tanya Chitra basa-basi.

Sebenarnya, El sangat malas menanggapi Chitra. Jika bukan ditempat umum sudah pasti El akan meninggalkannya begitu saja.

"Tidak, aku dengan seorang teman" Jawab El seadanya tanpa ada niat bertanya balik.

"Hmm... Kalau begitu aku pergi dulu ya, kapan-kapan jika kita bertemu lagi, aku harap bisa mengobrol banyak hal denganmu" Kata Chitra seraya melangkah bersama pria yang entah siapa namanya. Wanita itu masih sempat tersenyum dan melambaikan tangannya kearah El.

El sama sekali tidak berniat untuk membalas senyum maupun lambaian tangan Chitra. Perkataan Chitra juga tidak terlalu dia hiraukan. Mengobrol dengan wanita itu. Yang benar saja, El tidak sudi. Billy dan wanita itu, tidak lagi penting baginya.

🌺🌺🌺

Malam ini, El berada ditengah-tengah para sahabatnya. Ikut tertawa, bersenda gurau tanpa rasa sepi yang selama ini menemaninya. Diperhatikan satu persatu wajah sahabatnya. Ada rasa hangat yang menjalari hatinya.

Namun itu tidak bertahan lama. Tiba-tiba bayangan masa kecilnya mengusik. Dimana ibu dan ayahnya mengadakan pesta kecil untuk merayakan ulang tahunnya. Tawa bahagia menghiasi wajah keluarga kecil itu. Tidak ada yang mengira bahwa ada rahasia besar yang disimpan rapat-rapat oleh kedua orang tuanya. El kecil juga tertawa lepas tanpa beban.

El menghela nafas. Ingatan itu sedikit membuat dadanya sesak. Jika bisa, El ingin childhood amnesia yang dialami Ahra juga dialami olehnya. Sehingga dia melupakan semua kenangan masa kecilnya. Ditengah kegalauannya, seseorang duduk disampingnya. Menempelkan kaleng minuman dingin kepipinya.

"Sssshhh... Dingin" El menoleh kesamping, kearah pria yang duduk disebelahnya.

"Tidak suka pestanya?" Tanya pria itu yang tidak lain adalah Diaz. Tangannya membuka kaleng minuman yang tadi ditempelkan kepipi El.

El mengambil kaleng itu sebelum Diaz sempat meminumnya.

"Aku sangat menikmati pestanya, ini milikku, terima kasih" El berdiri dan kembali bergabung bersama yang lain.

Diaz tersenyum melihat tingkah El yang susah sekali ditebak. El menoleh kearah Diaz. Lalu mengedipkan matanya seolah menggoda Diaz. Hal itu membuat Diaz gemas sendiri. Tapi dia tidak langsung menghampiri wanita itu. Diaz memegang dadanya tepat diatas jantungnya yang berdetak tidak karuan.

"Aaaah rasanya aku benar-benar jatuh cinta" Gumam Diaz sambil terus tersenyum lebar. Tangannya dia rentangkan lebar-lebar. Lalu wajahnya menatap langit malam yang entah sejak kapan terasa begitu indah dimata Diaz.

"Ada apa dengannya?" Tanya Aro yang memperhatikan Diaz dengan tingkah absurdnya.

"Aku yakin saat ini jantungnya tidak berdetak normal" Jawab Sharga ikut memperhatikan Diaz dari kejauhan.

"Hah? Apa Diaz punya penyakit jantung?" Tanya Ahra polos.

Sharga dan Aro saling berpandangan. Bingung bagaimana menjawab pertanyaan Ahra.

"Akan aku jelaskan nanti sayang, ayo makan dulu" Kata Sharga pada akhirnya sambil menyodorkan sosis bakar pada Ahra.

Aro bernafas lega. Sementara Ahra memberengut karna tidak mengerti maksud perkataan Sharga tadi. Akan dia tanyakan nanti saja.

Sementara tidak ada komentar apapun dari El maupun Fai. Keduanya sibuk membakar daging. Malam ini mereka semua mengadakan pesta kecil dikediaman Sharga. Tidak ada yang spesial, hanya pesta berbeuque sederhana.

🌺🌺🌺

Hampir 2 jam Billy berdiri didepan gedung tempat El bekerja. Sudah 2 hari pesan yang dikirimnya tidak mendapat balasan dari El. Billy rasa, El mungkin terlalu sibuk hingga dia memutuskan untuk menemuinya secara langsung.

Tadi pagi, dia masih sempat menelepon El, tapi ponsel wanita itu tidak aktif. Satu-satunya yang dia tau hanya tempat ini. Itupun karna El mencantumkan alamat tempat kerjanya dimedia sosial. Namun sejak kedatangannya, tidak ada satupun karyawan El yang datang.

Tempat itu tampak sepi. Tidak terlihat ada kegiatan didalamnya. Billy tidak mungkin salah alamat. Karna jelas-jelas alamat itulah yang El berikan pada kliennya.

"Apa aku kembali besok lagi? Mungkin saja hari ini memang libur" Kata Billy bermonolog sendiri.

Billy akan beranjak dari tempat itu ketika dilihatnya seseorang tengah membuka pintu tempat kerja El. Billy mengurungkan niatnya lalu bergegas menghampiri orang itu.

"Permisi" Sapa Billy.

Orang yang tadinya Billy fikir salah satu pekerja ditempat El, menoleh. Alangkah bahagianya Billy, ternyata orang itu adalah El. Tidak sia-sia dia menunggu ditempat itu selama 2 jam. Disisi lain, El terkejut dan tidak percaya bahwa Billy ada dihadapannya saat ini. Entah untuk apalagi pria itu menemuinya.

"Mau apalagi kau sekarang?" Sergah El dengan nada tinggi.

"Aku mohon El, beri aku kesempatan sekali lagi, kita mulai semua dari awal El" Ucap Billy memelas.

"Tidak ada kesempatan kedua dan tidak ada memulai semua dari awal, tolong pergi dari sini sebelum..."

"Sebelum apa? Sebelum pria sok pahlawan itu datang dan membawamu pergi? Aku tidak takut El, aku tidak akan pergi dari sini sampai kau bersedia mendengar penjelasanku" Billy memotong perkataan El.

Sudah habis kesabaran El menghadapi pria didepannya ini. Tidak habis fikir kenapa dulu dia dengan mudahnya menerima Billy menjadi kekasihnya.

El menghela nafas dan melipat kedua tangannya didepan dada.

"Baiklah, aku tidak punya waktu banyak, jadi cepat katakan apa yang ingin kau katakan"

"Terima kasih El, tapi apa tidak sebaiknya kita cari tempat untuk bicara dengan santai?"

"15 menit atau tidak sama sekali" Ancam El yang sudah mulai jengah melihat kelakuan Billy.

"Ok ok, jadi pertama aku minta ma'af karna aku tidak jujur tentang Chitra padamu, dia bukan siapa-siapa, bukan kekasih apalagi calon istriku"

"Tapi dia hamil anakmu" Sela El.

"Tidak El itu tidak benar, anak yang dikandungnya adalah anak orang lain, dia hanya pura-pura agar dia bisa menikah denganku dan mendapatkan sebagian hartaku"

"Benarkah? Lalu kenapa setelah itu kau menghilang? Tidak menjelaskan langsung padaku?"

"Itu karna ibuku El, Chitra sudah merayu ibu dan beliau memintaku untuk menikahi Chitra"

"Kau bisa menolak jika kau mau"

"Iya, aku memang menolak menikahi wanita itu, tapi ibu mengancamku, dia akan mengusik hidupmu, karna itu aku hanya pasrah, aku mengikuti keinginan ibu"

"Kau menikahi wanita itu?"

"Tidak, aku meminta agar pernikahannya dilakukan setelah anak itu lahir, tapi ternyata Tuhan berbaik hati. Ibu mendengar sendiri saat Chitra menelepon kekasihnya dan mengatakan bahwa anak dikandungannya bukan anakku"

El tertegun. Semua penjelasan Billy seolah tidak masuk akal. Hatinya benar-benar tidak bisa menerima pria itu lagi. Tapi disatu sisi El menyesal tidak mendengarkan dulu penjelasan Billy. El merutuki hatinya yang plin-plan. Lalu apa yang harus dilakukannya sekarang. Dia bingung.

Ditengah fikiran El yang masih tidak jelas, Billy meraih tangan El. Menggenggam tangan itu begitu lembut. El menatap Billy yang juga menatapnya.

"Aku mohon El, beri aku kesempatan, kita mulai semua dari awal, aku tau hubungan kita kemarin tidak dimulai dengan cara yang benar, sekarang aku akan memperbaiki semuanya, kau bersedia kan, El?" Tanya Billy penuh harap.

El masih diam. Matanya terus menatap kearah mata Billy. Tidak ada kebohongan dikedua mata Billy. Yang ada adalah ketulusan.

"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang El, aku tau kau butuh waktu untuk memikirkan ini, aku harap secepatnya kau mengambil keputusan" Kata Billy pada akhirnya.

"Aku pergi dulu, terima kasih sudah meluangkan waktumu, kutunggu jawabanmu" Billy berlalu meninggalkan El setelah mengelus rambut El lembut.

Sementara El masih terdiam ditempatnya sambil terus memperhatikan Billy yang sudah menjauh meninggalkan tempat kerjanya. Hatinya seolah berada didua pilihan yang bertentangan. Satu sisi memintanya untuk menerima Billy lagi. Namun satu sisi lainnya memintanya untuk mengacuhkan pria itu.

Apa cinta untuk Billy benar-benar besar, hingga untuk mengambil keputusanpun sangat sulit. Apa sebenarnya dia tidak benar-benar membenci pria itu. Apa yang harus dilakukannya sekarang. Apa dia harus menerima pria itu lagi dan membiarkan usahanya untuk melupakan pria itu gagal. Haruskah dia menjilat ludahnya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dikepala El. Inilah saat terberat bagi El. Dia tidak suka dan tidak akan pernah suka jika harus diminta untuk memilih.

🌺🌺🌺

Waaaaah gimana nie bagian yang ini? Ada yang bisa tebak, El bakal nerima Billy lagi atau malah tetap dengan pendiriannya?

Jangan lupa vote dan komentnya ya guys... Terima kasih😘😘😘😘

Oooppppssss jangan lupa jaga kesehatan ya...

See you next part

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 17.5K 3
*Wattys 2018 Winner / Hidden Gems* CREATE YOUR OWN MR. RIGHT Weeks before Valentine's, seventeen-year-old Kate Lapuz goes through her first ever br...
55.3M 1.8M 66
Henley agrees to pretend to date millionaire Bennett Calloway for a fee, falling in love as she wonders - how is he involved in her brother's false c...
19.4M 871K 57
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...
194M 4.6M 100
[COMPLETE][EDITING] Ace Hernandez, the Mafia King, known as the Devil. Sofia Diaz, known as an angel. The two are arranged to be married, forced by...