Ineffable

By Ayyalfy

226K 29K 8.3K

Ineffable (adj.) Incapable of being expressed in words. . . Kisah cewek yang ditembak oleh pemilik hotspot be... More

Prolog
1 | Orang Ganteng
2 | Iklan KB
3 | Dasi
4 | Akrobatik
5 | Friendzone
6 | Bu Jamilah
7 | Adik Ipar
8 | Monyet Terbang
9 | Hotspot
10 | Bungkus!
11 | Putri Tidur
12 | Mr. Sastra
13 | Mr. Sastra II
14 | Laki-laki Bertopeng
15 | Ice Cream
16 | Mamang Rossi
17 | Grup Sepak Bola
18 | Don't Go
19 | Bad Genius
20 | Pergi
21 | Dendam
22 | Bunuh Diri
23 | Berantakan
24 | Cinta Segitiga
25 | Memilih
26 | Hotspot 'Lagi'
27 | Andra
28 | Makna Cinta
29 | Ich Liebe Dich
30 | Bubble Tea
31 | Centang Biru
32 | 9u-7i > 2(3u-3i)
33 | Sundel Bella
34 | Couple Al
35 | Gelang Hitam
36 | Uncle Rafka
37 | Bolos
38 | Pak Moderator
40 | My Lil Sister
41 | It's Only Me
42 | Tom & Jerry
43 | The Moon is Beautiful, isn't it?
44 | The Sunset is Beautiful, isn't it?
45 | Meant 2 Be
EPILOG
EXTRA PART I

39 | Kejutan

1.5K 350 120
By Ayyalfy

Maaf ya telat update👉👈
Kirain udah up tadi malem, tapi ternyata cuma di dalem mimpi😭

Yaudah gitu aja.
Kayaknya part ini perlu dikasih tanda ini deh ⚠️🔞
Jangan emosi ya abis baca part ini:)

Happy reading!

• • •

ALFY

"Gue pake baju apa ya, Ann?" tanyaku sambil mengobrak-abrik isi lemari. "Seumur-umur gue nggak pernah ngerayain anniversary karena nggak pernah langgeng kalau pacaran."

Anna yang sedang berbaring santai di tempat tidurku melirik jengah. "Perasaan semalem ada yang ngamuk-ngamuk karena nggak dianter balik, deh. Kok sekarang malah milih-milih baju?"

Aku berdecak. "Lo mau gue usir?"

"Jadi beneran butuh saran gue nih?" Cewek berpenampilan gembel itu mengubah posisinya menjadi duduk dan menatapku serius. "Nggak usah pake baju. Cowok lebih suka gitu."

"Sinting."

Anna terbahak. "Nyesel kan lo minta saran gue?"

Aku melemparinya dengan bantal terdekat. "Ga guna lo jadi temen."

Ini memang terdengar lebay, tapi memilih baju untuk dipakai saat anniversary nanti sore benar-benar membuatku gila. Sudah hampir dua jam aku berkutat di depan lemari dan semua baju di di dalamnya terlihat jelek tak layak pakai. Karena sedang libur kuliah, aku bermaksud memanggil Anna kesini untuk membantuku, tapi aku malah menyesalinya sekarang.

"Nah! Ini yang gue cari, Bray!" Anna mengejutkanku dengan suaranya yang menggelegar itu. "Lo dari tadi ngapain, anjir?! Ini ada baju bagus tapi nggak lo lirik? Picek ya mata lo?"

Aku langsung menoleh padanya dan terkejut dengan dress yang sedang Anna pegang. "Nggak, Ann. Lo gila."

"Lah? Gila kenapa?" Anna mengernyit aneh ke arahku. "Ini bagus banget, anjir. Kayaknya mahal juga deh."

"Itu dari Pak Rafli," cicitku. Ya, dress yang Anna bilang sangat bagus itu adalah pemberian Pak Rafli tadi malam. Hadiah kecil yang dia maksud itu bagiku terlalu berlebihan. Seperti kata Anna, dress itu sepertinya mahal.

Anna menatapku terkejut. "Rafli kakaknya Rafka?"

Kepalaku mengangguk.

"Tapi Rafka tau?"

Aku menggeleng.

"Yaudah, apa yang dipusingin?" Anna melempar dress itu ke arahku dan aku menangkapnya dengan perasaan campur aduk. "Pakai baju dari kakaknya, kencan sama adiknya. Perfect!"

Anna gila.

• • •

RAFKA

"Ini letakin di sebelah mana, Mas Rafka?"

Gue yang sedang menata lilin-lilin teralihkan dengan kedatangan Mang Enjun yang sedang membawa satu buah meja. Gue segera bangun, menggantikannya membawa meja itu. "Sini, Mang, biar saya aja. Aduh, maaf ya, Mang, jadi ngerepotin."

"Santai, Mas Rafka. Ini kejutan buat Neng Alfy, kan? Pasti dia seneng banget kalau tau pacarnya seromantis Mas Rafka."

Ucapan Mang Enjun membuat gue terkekeh kecil. "Ralat, Mang, calon suami."

"Aduh, iya saya lupa. Calon suami maksud saya."

Gue terkekeh lagi. Mang Enjun ini memang manusia paling baik dan paling mulia jasanya se-SMA Yapita. Dia dengan suka rela membantu gue menyiapkan kejutan untuk Alfy di rooftop sekolah. Merelakan waktu ngopinya untuk menyukseskan acara spesial gue sore ini.

Rasa bangga menyeruak dalam diri gue saat melihat rooftop ini telah disulap sempurna oleh tangan gue dan Mang Enjun. Persiapan sudah berjalan 90% dan ini waktu yang tepat untuk menghubungi pacar gue.

Badan gue bersandar pada pembatas rooftop lalu mengambil ponsel untuk mengirim pesan kepada cewek itu.

To: Calon Makmum 24434
Aku tunggu kamu di rooftop
See you, By

Eh astaga salah
Maksudnya yang ini

Gue tersenyum geli dengan tingkah gue sendiri. Astaga, jantung gue hampir mau meledak rasanya. Apalagi saat gue memeriksa kotak beludru itu. Sial, mau mati aja rasanya.

Bisa, Rafka. Lo bisa! Ini demi milikin dia seutuhnya.

• • •

ALFY

Sumber Overthinking
Aku tunggu kamu di rooftop
See you, By

Eh astaga salah
Maksudnya yang ini

Aku refleks tersenyum saat melihat pesan-pesan yang dikirim laki-laki itu. Dasar Rafka mesum.

Alfy


Setelah membalas pesannya aku kembali menyimpan ponsel ke dalam tas dan melanjutkan langkahku menyusuri lorong rumah sakit. Aku perlu mengembalikan jaket Pak Rafli yang terbawa olehku kemarin sebelum menemui Rafka di rooftop sekolah. Sedikit informasi, aku mengikuti saran gila Anna soal dress yang aku pakai sekarang. Memang cukup gila, tapi aku tidak punya pilihan lain karena dress ini memang sangat cantik dan aku sangat menyukainya.

Aku juga membawa beberapa alat rajut untuk Mbak Ratna yang mengaku sangat bosan di rumah sakit karena tidak ada kegiatan. Perempuan itu pernah bilang kalau dia ingin sekali membuatkan Ruby—putri kecilnya—baju rajutan hasil tangannya sendiri. Makanya aku berinisiatif memberikannya hadiah ini sebelum Pak Rafli yang melakukannya.

Tapi sepertinya aku tidak perlu datang ke ruang perawatan karena dua manusia yang ingin kutemui itu sedang mengumbar keromantisan di taman rumah sakit. Meski hanya sesederhana mendorong kursi roda wanitanya, bagiku apa yang dilakukan Pak Rafli itu adalah bentuk ketulusan yang tak terhingga. Perempuan memang akan selalu bahagia di tangan laki-laki yang tepat. Betapa Pak Rafli dengan jelas menunjukkan hal itu kepada semua orang yang melihatnya.

Aku memutuskan untuk mendekati mereka.

"Menurut kamu kapan kita harus beritahu Alfy dan Rafka soal ini?"

Langkahku refleks terhenti saat mendengar Mbak Ratna mengatakan hal itu.

Pak Rafli lama terdiam. "Aku nggak tau, Ratna, aku ragu. Ini pasti nggak akan mudah buat mereka."

"Aku menyesal karena nggak terus terang tentang semua ini dari awal, Raf." Mbak Ratna terisak dan Pak Rafli segera memeluknya untuk menenangkan. "Maafin aku."

Aku semakin tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan. Sebenarnya apa yang mereka sembunyikan dari aku dan Rafka?

"Kalau semisal hidup aku nggak lama lagi, kamu mau kan buat—"

"Syut! Aku dan Ruby percaya kalau kamu bisa melewati ini semua dengan baik. Kamu nggak sendiri, Ratna. We'll always with you."

Mengapa Mbak Ratna tiba-tiba mengkhawatirkan kondisinya seakan-akan dia—tunggu, jangan-jangan ...

"Alfy?"

• • •


RAFKA

Pukul empat lewat tiga puluh menit.

Ini sudah kelima kalinya gue memeriksa jam tangan tapi gadis itu belum datang-datang juga. Gue mengirimkannya pesan berulang kali, tapi tidak ada balasan. Bahkan panggilan gue pun tidak dijawabnya.

Alfy, is everything okay?

• • •


ALFY

Aku menormalkan napas setelah berhasil sampai ke lantai empat sekolah. Pintu rooftop tertutup, aku yakin Rafka sedang menungguku di sana dengan perasaan cemas karena aku tidak kunjung membalas pesannya. Sengaja aku lakukan itu agar dia terkejut dengan kedatanganku nanti.

Setelah menghitung mundur angka satu sampai tiga, aku membuka pintu gerbang dengan perlahan dan berteriak untuk mengejutkannya.

"Kejutan!"

Mataku langsung membelalak sempurna saat melihat ke sekitar. Bermaksud membuatkannya kejutan malah aku yang terkejut sungguhan. Aku bertanya-tanya dalam hati, apa ini benar-benar rooftop yang biasa kami datangi?

Di tempatnya berdiri Rafka terkekeh. "Skor 1-0 ya. Kejutan aku lebih keren ketimbang kamu."

Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Dia menata tempat ini dengan sangat apik dan aestetik. Lampu hias dan lilin-lilin kecil mengambil alih penerangan, menemani cahaya senja yang mulai tenggelam di telan malam. Ada sebuah tenda kecil yang berhadapan dengan pemandangan langit sore juga di luarnya terdapat yang meja berisikan berbagai makanan dan minuman ringan. Rooftop yang sebelumnya kosong dan tampak tidak terawat menjadi begitu nyaman dilihat.

"Jangan mendekat!" teriaknya saat aku hendak mengambil langkah.

"Kenapa? Karena kamu sudah minum sudah mandi?" candaku.

"Bukan. Karena aku mau bacain surat cinta untuk pacar di anniversary kita yang pertama. Sekalian pamer bakat, masa guru bahasa Indonesia nggak bisa bikin puisi. Dengerin, ya."

Aku menahan senyum. "Oke."

Laki-laki itu membuka lipatan surat yang dipegangnya lalu membacakan isinya untukku.

Rafka mendekat dan berhenti di hadapanku. Dia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah kotak dari dalam sana. Yang tidak aku percaya adalah dia sekarang berlutut di hadapanku.

"Will you marry me?"

Detik itu juga kakiku lemas. Jantungku serasa mencelus dari tempatnya. "By, nggak usah berlutut kayak gitu. Bangun, nggak!"

Laki-laki itu menggeleng. "Bilang iya dulu baru aku bangun."

"Nggak, kamunya bangun dulu."

"Jawab iya dulu, sayang."

Aku berakhir ikut berlutut dan menatapnya, mencoba mencari celah ketidaktulusan di sana tapi aku gagal. Sama sekali tidak menemukan hal itu dari caranya menatapku sekarang. Hanya cewek bodoh yang menolak hidup bahagia selamanya bersama laki-laki ini.

"Aku mau, tapi nggak sekarang, Rafka."

Dan cewek bodoh itu adalah aku.

"Aku masih kuliah, kamu juga. Kita masih punya banyak waktu sebelum melangkah ke tahap itu. Bahkan masih banyak tempat mie ayam yang belum kita datengin, dan masih banyak seblak-seblak di luar sana yang belum kita cobain jadi—"

"Jadi kamu nolak aku?" potongnya begitu saja. Raut wajahnya seketika berubah.

"Nggak!" sahutku cepat. "Aku nggak ada bilang kayak gitu. Cuma waktunya nggak sekarang, oke?" Aku mengusap pipinya lalu berdiri dan mencoba mengalihkan suasana. "Kamu nyiapin tempat ini sendirian? Atau dibantu Mang Enjun?"

Aku berjalan ke tepi rooftop, menghindari bertemu tatap dengannya.

"Kamu nolak aku benar-benar karena alasan kuliah ..." tanyanya setelah lama terdiam. "atau ... karena kamu tau kalau kita berdua kakak dan adik?"

Deg!

"Jawab, Al!" bentaknya dengan keras. "Siapa yang udah ngasih tau kamu?!"

Tubuhku lemas, nyaris ambruk, tapi tiba-tiba Rafka sudah berada di belakangku dan langsung memutar tubuhku agar berhadapan dengannya. Tangannya mencengkram keras bahuku dengan sorot mata penuh penekanan yang membuatku bergetar ketakutan.

"Kamu pikir dengan fakta itu kita bisa selesai?" Rafka menggeleng ringan sambil tersenyum miring. "Kamu adik aku atau bukan, I don't fu*king care about that shit, Alfy."

Ini tidak benar. Aku berusaha melepaskan diri dari cengkaramannya tapi tangannya malah menahan tengkukku. Dia mendekatkan wajahnya dan berbisik rendah di telingaku.

"Beat me to the ground, I'll stand. Stab me 'till I bleed, I heal. But take your love from me, I'll surely die."

"Raf—"

Dia membungkamku dengan bibirnya. Hal yang tidak pernah aku duga sama sekali.

"Raf—"

Aku mulai kehabisan napas dan berusaha melepaskan pagutan kasarnya dengan memukul dadanya berulang kali. Air mataku mengalir deras. Rafka seperti kehilangan kewarasannya. Dia tidak mengasihaniku sedikit pun dan malah memperkuat cengkramannya di tengkukku sampai aku merasa kuku-kuku panjangnya menusuk tajam di sana.

Tik!

Air hujan. Langit yang sebelumnya cerah mendadak menumpahkan hujan dengan derasnya.

Aku mulai lelah menangis. Rafka semakin menuntut tanpa memedulikan derasnya hujan yang mengguyur badan kami berdua. Dia menekan, memaksa dengan liar, bahkan menggigit bibirku sampai aku merasakan amis darah di dalam mulutku. Sebelah tangannya yang lain menahan punggungku, membatasi gerakanku yang mulai melemah.

Ini salah, Rafka. Ini seharusnya nggak boleh terjadi.

Sampai akhirnya kesadaranku kembali saat tangan Rafka menyentuh kancing bajuku. Mataku terbuka sempurna dan tanganku mendorongnya dengan sekuat tenaga.

Bug!

"Pak Rafli!"

Aku terkejut karena Pak Rafli tiba-tiba muncul dan langsung menghajar Rafka tanpa ampun. Laki-laki itu tidak memberikan Rafka ruang sedikitpun untuk membalas.

"Kakak nggak nyangka kalau kamu sebrengsek ini, Rafka!"

"Brengsek?" Rafka terkekeh sumbang sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah. "Gue berhak ngelakuin apapun ke pacar gue termasuk mencium dia sekalipun, kenapa lo yang kesel? Ah, gue lupa. Dia adik lo, ya?"

Pak Rafli menarik kerah baju Rafka dengan kasar. "Jangan lewatin batas, Rafka."

Rafka menghempaskan cengkraman Pak Rafli dengan sekali hentakan. "Bentar, sekarang gue harus manggil lo apa? Kakak atau ... Kakak Ipar?"

"Kamu—"

Aku menahan Pak Rafli yang berancang memukuli Rafka lagi dengan memeluknya erat-erat. "Kak, udah. Alfy mohon."

Di tengah riuhnya hujan aku masih bisa mendengar suara napasnya yang tersengal. Ini pertama kalinya aku melihat laki-laki setenang dia bisa semarah ini.

"Kakak?" Rafka berdecih. "Kamu manggil dia Kakak, Alfy?! Jadi kamu percaya sama dongeng yang dia buat?"

Aku menatap Rafka tajam. "Iya, aku percaya!" teriakku, membuat laki-laki itu terhenyak di tempatnya. "Tapi bukan berarti aku bisa nerima ini semua dengan mudah, Rafka. Aku juga terluka, sama seperti kamu! Jadi please, jangan bertindak seolah cuma kamu yang ingin mempertahankan. Karena kalaupun itu bisa, aku adalah orang yang paling berjuang untuk itu."

Rafka terdiam cukup lama. Aku mengambil kesempatan itu untuk mengajak Pak Rafli pergi tapi apa yang diucapkannya setelah itu membuat tubuhku membeku.

"Tapi kenyataannya emang cuma aku kan yang mempertahankan?"

Aku membalik badan, menatapnya yang juga tengah menatapku dengan tatapan nanar menyakitkan.

"Di saat aku tau fakta sial itu dan nyaris menyerah dengan hubungan kita, kamu saat itu bilang kalau kamu cinta sama aku lebih dari aku cinta sama kamu. Dan kamu bahkan setuju kalau aku akan mencintai kamu sampai akhir tanpa peduli dengan apapun yang terjadi nanti. Aku kira itu cukup untuk mempertahankan ini semua. Tapi sekarang apa? Kamu mau nyerah gitu aja dengan kita?"

Ingatanku kembali pada hari itu. Hari dimana Rafka terlihat berantakan dan mencoba menutupi sesuatu dariku.

"Kamu cinta sama aku, kan?"

"Lebih dari kamu cinta sama aku. Kenapa emang?"

Rafka tersenyum. "Makasih. Jawaban kamu bikin aku yakin dengan keputusan aku."

"Keputusan apa?"

Bianglala yang kami naiki telah berhenti sempurna. Rafka keluar lebih dulu sambil mengulurkan tangannya untuk membantuku keluar.

"Mencintai kamu sampai akhir. Tanpa peduli dengan apapun yang terjadi nanti."

Jadi di hari itu Rafka sudah mengetahui semuanya. Aku seperti orang bodoh yang tidak mengetahui apa-apa.

"Ini semua gara-gara lo!" Aku terkejut karena Rafka menyerang kakaknya dengan bogeman mentah bertubi-tubi. "Gue sengaja menyimpan semuanya rapat-rapat di malam gue denger obrolan lo dengan Mbak Ratna, tapi kalian berdua malah membongkarnya padahal kalian tau kalau ini bakalan nyakitin kami berdua!"

Aku mencoba menahan tangan Rafka tapi dia menyingkirkanku dengan kasar.

"Kalau Alfy nggak tau, hari sial ini nggak akan terjadi, bangsat!"

"Rafka!" Aku berteriak histeris saat Rafka menendang perut kakaknya sampai tubuh laki-laki itu terpental jauh dan menabrak dinding dengan keras. "Aku mohon berhenti, Rafka. Please."

Rafka lagi-lagi mengabaikanku dan terus memukuli Pak Rafli yang tidak memberikan perlawanan apapun. Tubuhku bergetar ketakutan saat melihat Pak Rafli mulai kehilangan kesadarannya. Hingga saat itu yang terpikirkan olehku hanyalah satu. Menyelamatkan Pak Rafli bagaimanapun caranya.

Aku tidak sengaja melihat balok kayu berukuran sedang di pojok rooftop. Aku tidak percaya dengan diriku sendiri karena aku langsung bergerak untuk mengambilnya dan membawanya mendekat pada Rafka yang masih setia memukuli kakaknya yang sudah tidak sadarkan diri.

Bug!

Balok kayu itu mendarat keras di atas kepala Rafka dan membuat tubuh laki-laki itu bergeming seketika. Rafka kemudian menoleh, menatapku tak percaya sambil menyentuh belakang kepalanya.

Tubuhku bergetar, balok kayu itu terlepas dari genggamanku saat melihat darah segar menutupi telapak tangan laki-laki itu.

Aku ... aku tidak mungkin melakukan itu. Tidak mungkin!

• • •
TBC!
JANGAN LUPA VOTE & KOMEN

Ada keluh kesah untuk Author?:) Waktu dan tempat disilakan:)

Continue Reading

You'll Also Like

Rahasia Hati By ✨

Teen Fiction

52.1K 4.6K 52
"Kalau cuma di liatin doang, nggak akan bisa jadian, Nggi." "Kodrat cewe itu nunggu, kalau lo lupa." Sudah genap satu bulan Anggi Zelina Nayara menyu...
5.6K 133 36
tentang seorang adik kelas yang jatuh cinta kepada seorang kakak kelas
1M 39.2K 25
[Part lengkap tersedia di Karya karsa] Sebagai anak Sulung Arsyad mempunyai beban berat yang harus ia pikul untuk adik-adiknya. Hidup hanya bermodal...
78.6K 2.3K 49
Aku mundur itu tandanya aku menyerah. Angela Mareta Zander Aku tau caraku mencintaimu salah, tapi itulah diriku. Arga Wilson Wiliam Terima kasih a...