Kennand Perfect Boyfriend

De _avocadish_

93.8K 6.1K 636

'๐ฌ๐ข๐ง๐ ๐ค๐š๐ญ ๐ฌ๐š๐ฃ๐š ๐ข๐ง๐ข ๐š๐๐š๐ฅ๐š๐ก ๐ค๐ข๐ฌ๐š๐ก ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐›๐ž๐ซ๐š๐ฐ๐š๐ฅ ๐๐š๐ซ๐ข ๐ค๐ž๐ฉ๐ฎ๐ซ๐š-๐ฉ๐ฎ๐ซ๏ฟฝ... Mais

PROLOG
Part : 1
Part : 2
Part : 3
Part : 4
Part : 5
Part : 6
Part : 7
Part : 8
Part : 9
Part : 10
Part : 11
Part : 12
Part : 13
Part : 14
Part : 15
Part : 16
Part : 18
Part : 19
Part : 20
Part : 21
Part : 22
Special parts: Tentang Hazel
Part : 23
Part : 24
Part : 25
Part : 26
Part : 27
Part : 28
Part : 29
Part : 30
Part : 31
Part : 32
Part : 33
Part : 34
Part : 35
Part : 36
Part : 37
Part : 38
Part : 39
Part : 40
Part : 41
Part : 42
Part : 43
Part : 44
Part : 45
Part : 46
Part : 47
Part : 48
Part : 49
Part : 50
Part : 51
Part : 52
Part : 53
Part : 54
Part : 55
Part : 56
Part : 57
Part : 58
Part : 59
Part 60
Part : 61
Part : 62
Part : 63
Part : 64
Part : 65
Part 66
Part 67
Part 68
Part 69
Part 70 [Ending]

Part : 17

1.2K 92 42
De _avocadish_

🌼Halooo🌼

Tiba tiba kangen bikin dialog buat Langit, hehe
Padahal baru bentaran ini ditinggal Langit.

Yang fiksi lebih ngangenin ternyata, huhu
#kangenlangit

ಥ╭╮ಥ

🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋

Happy reading 🌼

Lia menatap Langit yang terbaring lemah itu dengan mata yang berkaca-kaca. Ia ingin mengeluarkan semua keluh kesahnya selama tidak ada Langit disisinya.

"Langit,," panggilnya dengan suara bergetar, juga tangan yang meraih untuk menggenggam tangan Langit. "Gak mau bangun?" Lanjutnya mengelus punggung tangan Langit.

Lia menghapus air mata yang begitu saja menetes di pipinya. "Gue butuh Lo, bangun Lang, gue mohon," lanjutnya dengan suara lemah.

Bunyi mesin EKG menggema keras di ruangan itu. Membuat perasaannya semakin campur aduk.

"Lo janji kan, gak bakalan ninggalin gue? Lo janji kan Lang?" Ucap Lia terus menerus berharap ada suara yang Langit ucapkan, ia rindu suara khas itu terutama suara tawanya.

"Ayo tangkap kupu kupu lagi, Lo suka itu kan? Gue rindu suara Lo, ayo bangun, jangan lama-lama tidurnya" kata Lia sesekali mengusap air matanya.

"Lo capek ya? Gapapa Lo tidur, istirahat, tapi janji habis ini jangan tidur lama kayak gini lagi ya? Habis ini gue bakal jaga Lo baik baik, layaknya Lo jaga gue kemarin--"

Kejadian kemarin seperti batu besar yang menghantam keras tubuhnya.

"Lang, gue bisa gantiin posisi Lo gak? Kemarin kalau gue berhasil halangin Lo, gue yakin sekarang Lo baik baik aja"

Entah mungkin ini keajaiban Tuhan atau memang doa Lia yang terkabul, tangan Langit perlahan bergerak pelan.

Perasaanya yang tidak bisa dibayangkan lagi betapa bahagianya, Lia tersenyum lebar disela-sela tangisnya.

"Langit,," ucap Lia penuh harap, matanya berbinar saat melihat Langit perlahan membuka matanya.

Sudut bibir Langit terangkat, saat matanya sedikit terbuka, walau belum sadar sepenuhnya Lia sangat bahagia akhirnya Langit dapat membuka matanya.

"Langit," Lia menangis pelan, seperti ia kembali merasakan kehangatan hidupnya.

"Li,--" ucap Langit terpotong. "Kenapa n-nangis?" Titih Langit bergetar.

"Langit," Lia masih menangis tak percaya, Tuhan benar benar mengabulkan doanya.

"G-gue gak apa-apa, gausah nangis" lanjut Langit, perkataan singkat itu mampu mengembalikan kebahagiaan dan menghapus semua kekhawatirannya tadi.

"Jangan tinggalin gue, ini gue gak lagi mimpi kan?" Lia tersenyum kecil.

"Siapa yang tega ninggalin Lo?" ucap Langit lemah. "Cuma orang bodoh yang berani ninggalin Lo" lanjutnya.

"Langit,,"

"Apa sayang?" Respon Langit berusaha meyakinkan Lia bahwa ini bukan mimpi, walaupun ia belum sepenuhnya sadar, bahkan luka tusukannya terasa sangat sakit.

Langit tidak ingin Lia kembali khawatir, jika ia bilang 'sakit' Lia benar benar benci kata itu.

Langit mengelus puncak kepala Lia yang masih menangis pelan dalam genggaman tangannya.

"Cantiknya Langit gak boleh nangis, nanti cantiknya hilang"


Lia keluar dari ruangan ICU dengan perasaan tenang, semua yang menunggunya nampak menatapnya fokus.

"Langit mau ketemu sama kalian" ucap Lia pada Kennand, Jio, Ellio, Derry, dan Axel.

"Langit bangun?!" Seru Axel. "Eh! Sadar maksudnya?!"

Lia mengangguk pelan. "Iya, dia udah bangun"

Kelimanya bangun dari duduknya kemudian berjalan melenggang masuk ke dalam ruang ICU. Terkecuali Derry entah terlalu semangat atau bagaimana sampai ia mendorong Lia tak sengaja.

"Aw! Derry! Pelan-pelan dong!" Peringat Lia.

Langit menoleh melihat Lia yang tengah menepuk nepuk lengannya. "Oh, sakit ya? Sorry"

"Hati hati lain kali, gue belum keluar udah nyelonong masuk, pintunya kecil Lo tau" omel Lia pada Derry.

"Iya, iya, maaf"

"Punten, neng" lanjut Derry merengkuh kan punggungnya.

•••

"Langitttttt!! I miss you" ucap kuat Axel, sambil berlari menghampiri bangsal Langit.

"Axel!, Kagak boleh teriak-teriak!" Peringat Derry mengomel.

"Akhirnya Lo BANGUN JUGA-!!!" Pekik Ellio di akhiri suara yang keras.

Langit tersenyum paksa, baru saja ia bangun dan merasa baru lahir kembali sudah ada para beban di dalam pandangannya.

"I miss you, i love you, muach"

"Jijik Lo tau," ucap Langit. "Gue mending koma lagi dah, baru juga sadar udah ada babu di depan mata gue" lanjutnya.

"Dih, emang pas koma Lo ngapain?" Tanya Ellio sinis.

"Travelling sendirian, sampe niatnya satu dunia mau gue datengin" jawab Langit.

Derry mengangkat sebelah alisnya. "Emang iya?"

"Iya lah, cobain aja Lo ke tengah rel kereta api, Lo tunggu kereta dateng jangan minggir, nah baru bisa Lo rasain"

"Itu mah bukan koma, tapi Man Rabbuka" ucap Axel.

"Lo bingung ya ji?" Derry bertanya. "Gausah Lo cari tau" lanjutnya.

Pandangan Jio menurun, menatap kalung salib yang ia kenakan, kemudian mengangguk. "Ah iya ya, gue kan Kristen gue lupa"

Semuanya terdiam begini kondisi perbedaan dalam pertemanan mereka, bikin puyeng emang.

"Kennand," panggil Langit yang membuat Kennand memanggut merespon panggilannya.

"Siapa?" Tanya Kennand to the point, Langit sudah tau Kennand akan bertanya ini.

"Bukan anak buahnya Leon" jawab Langit menggeleng pelan.

"Terus?"

Langit menarik nafasnya panjang. "Dia ngikutin gue dari keluar gerbang sekolah, sampai hampir deket komplek perumahan nya Lia,-"

"Dari gerbang sekolah? Terus?"

"Dia nabrak motor gue dari belakang habis itu, gue gak inget apa-apa, bahkan gue ditusuk aja gue gak tau, gue gak sempet liat mukanya, apalagi yang lain" ucap Langit menjelaskan.

"Kalau bukan anak buahnya Leon, apa masih mungkin ada hubungannya sama Leon?" Tanya Derry.

Kennand menggeleng. "Jangan terlalu menyudutkan Leon, nanti kita lupa siapa yang sebenernya ngelakuin itu"

Jio mengangguk setuju. "This, jangan terlalu mikir ini Leon atau bukan, nanti kita malah terlalu fokus sampai lupa hal lain"

"Ditusuk sakit juga ye" Langit kambuh, dengan perkataan nyelenehnya.

"Ya Lo kira, inalillahi wa Inna ilaihi Raji'un,-"

"Gue belum mati!" Potong Langit keras.

"Udah ditusuk tinggal dibakar, jadi sate, ntar kita makan bareng bareng" lanjut Ellio.

"Definisi makan teman yang sebenarnya" lanjut Axel.

Semuanya tertawa, perasaan mereka nampak lega. Langit pulih, dia kembali memenuhi dan menepati janjinya untuk kembali.


Pagi ini, pukul 07:12, di SMA Laskar Gemilang.

Isinya orang ganteng semua 😎🤟
6 anggota, online

Derry
•Woy Lo pada liat cewek
gue gak?

Ellio
Ya dikelasnya lah, bego

Axel
•Kennand, nyimak doang
gak kasih respon

You
•/send photo

Langit
•Ya Allah, mudeng gue,
untung gak sekolah!

Jio
•Gak usah nge gas, Lo
bukan motor

Langit
siapa yang nge gas?!

Derry
laper gue

Ellio
•onichan~

Jio
•Wibu! Lari ada wibu!

Ellio
•Mending jadi wibu, daripada
jadi menantu mama mu

Axel
•Lio gay! Pantes gak punya cewek

Ellio
•Axel bacot! Gue ada cewek!
Lo aja gak tau!

Axel
lio prenjon


"Semuanya isi lembaran ini dengan lengkap ya, nama orang tua juga pekerjaan orang tua, atau kalian bisa isi keterangan lain disitu" jelas pak Azis.

Orang tua, sepatah kata biasa yang sangat Hazel benci, bukan tanpa alasan. Hazel tak pernah tau nama dari orangtuanya bahkan wajahnya bagaimana saja pun Hazel tak tau.

Berapa puluh kali Hazel berusaha bertanya pada kakak laki-laki nya, namun nihil Azlan sama sekali tidak mau memberi tahu siapa nama orang tua mereka.

Hazel mengepalkan tangannya kuat, ia benci situasi ini. Entahlah, melihat orang lain yang bisa hidup bersama dengan orang tuanya membuatnya cemburu. Mereka orang beruntung.

Hazel melipat kertas itu rapi, tadinya ia sangat ingin merobek kertas itu sekarang juga, tapi tak mungkin. Ia lemah apabila ia kalah dengan semua ini.

"Normal questions I don't want to get, or even hear" gumam Hazel.

•••

Hazel mengucap salam saat ia memasuki rumahnya, rumah yang selalu nampak rapi walau bisa dibilang Hazel dan Azlan sangat jarang rapi rapi.

"Assalamualaikum" salam Hazel, kemudian memasukkan sepatunya ke dalam lemari sepatu.

Azlan menoleh, saat menangkap keberadaan Hazel. "Waalaikumsalam"

"Baru pulang dek?" Tanya Azlan mengunyah makanannya, pandangannya masih fokus menatap layar televisi.

Hazel hanya membuang nafas, lalu menatap Azlan sinis tanpa menjawab pertanyaan nya. Ya, kalau gak pulang mana mungkin Hazel ada di rumah.

"Yeeeh ditanya, malah kabur" gerutu Azlan.

•••

Hazel menyimpan tas nya diatas meja, kemudian mengeluarkan lembaran tadi dan menatapnya dengan tangan gemetar.

"Kenapa harus pertanyaan ini? Gaada pertanyaan lain? Harus banget tanya soal orang tua? Kalau yang gak punya orang tua gimana?" Gumam Hazel lalu melempar kertas itu ke meja dan menjatuhkan badannya ke atas ranjang.

Membuang nafasnya panjang dan mulai berfikir bagaimana caranya Hazel mengetahui nama orang tuanya, akhirnya ia mendapatkan ide, ia pun berlari ke bawah untuk menemui Azlan.

"Abang," panggil Hazel.

Azlan menoleh. "Apa?"

"Acel boleh.. boleh.." ucapnya terbata-bata.

"Boleh apa?" Tanya Azlan.

"Tau nama ibu sama ayah" lanjutnya langsung.

Seketika Azlan menghentikan aktivitasnya, kemudian menatap Hazel tajam. "Dek, udah berapa kali Abang bilang kamu gak usah tau"

"Tapi ini penting" kekeh Hazel paksa.

"Penting buat apa? Kamu gak perlu tau nama ayah sama ibu, cukup Abang yang tau" Azlan tetap tidak ingin Hazel mengetahui nama orangtuanya.

"Lagian kenapa si? Acel dari kecil gak boleh tau nama ayah sama ibu, Hazel gak bakal benci itu"

Azlan mengangguk kuat. "Iya! Itu juga pikiran Abang dulu, Abang janji sama diri Abang kalau Abang tau nama ayah ibu Abang gak benci mereka,"

"Sekarang Abang salah, Abang nyesel tau nama itu Abang benci nama itu, Abang gak mau kamu juga ngalamin hal yang sama sama Abang" lanjut Azlan.

"Tapi kenapa Acel sampe gak boleh tau? Ada masalah?"

Azlan kembali mengangguk. "Iya! Ada masalah, yang Abang juga gak mau kamu tau, cukup Abang yang tau dan kamu gak usah cari tau"

Nada bicara Azlan membentak, Hazel tak menyukainya, ia tak suka diperlakukan kasar. Hazel tak memperdulikan itu ia kembali naik ke kamar lalu menutup kuat pintu kamarnya.

Ia terduduk di kursi di depan meja belajarnya, tetesan air mata jatuh begitu saja, ditambah lagi tatapannya yang kembali menangkap tulisan di kertas pendataan itu.

'Nama orang tua: '
'Usia orang tua: '
'Pekerjaan orang tua: '

Pertanyaan kecil namun menyayat hatinya.

Ia terus-menerus menatap kertas itu tanpa berpaling, sebelum ia pergi ke balkon rumahnya untuk menenangkan diri.

•••

Sampai sekarang pukul 23:50 Hazel masih seperti menyimpan dendam pada kertas itu.

Azlan menatap adiknya yang masih terduduk di kursi belajar di waktu yang selarut ini dari sela sela pintu kamar Hazel yang tak tertutup rapat.

Akhirnya ia masuk ke dalam kamar Hazel dan menghampiri adik perempuannya itu.

Matanya langsung saja menangkap tulisan di lembar data itu. Tulisan yang membuat Azlan terdiam, ia paham akhirnya kenapa Hazel bertanya siapa nama orangtuanya.

"Dek,--"

"Udah malem bang, Acel ngantuk, Acel mau tidur" ucap Hazel mengalihkan, lalu ia berjalan menuju kasurnya tanpa memperdulikan apa yang selanjutnya akan Azlan katakan.

Azlan merasa bersalah kenapa tadi ia membentak adiknya, tanpa tahu apa alasan Hazel bertanya itu.

Azlan mengangguk lalu berjalan menuju saklar lampu dan mematikannya. Ia tau Hazel marah, Azlan membentaknya tanpa alasan, padahal Hazel sangat benci kekasaran dan Azlan tau itu, tapi Azlan malah melakukannya.

Menunggu adiknya itu benar benar terlelap, Azlan dengan cepat mengambil kertas itu ia yang akan mengisinya, dengan begitu Hazel tetap tak akan tau apa-apa tentang orangtuanya.


Pagi ini, dari bangun tidur tadi sampai sekarang Hazel masih sibuk mencari dimana kertas itu berada, seingatnya ia menaruh di meja semalam. Kenapa pagi ini tiba-tiba tidak ada.

"Cari apa?" Tanya Azlan yang tak sengaja berjalan melewati kamar Hazel.

"Kertas semalem" jawab Hazel singkat.

"Biar Abang yang isi, nanti Abang yang kasih ke guru kamu" lanjutnya.

Hazel berdecak sebal. "Bilang kek dari tadi"

•••

"Lia Langit gimana?" Tanya Hazel.

Ketiganya seperti biasa berkumpul di satu meja dengan tiga bangku yang disusun secara melingkar.

"Dia kemaren udah sadar, tapi gue yakin dia sembunyiin sesuatu" jawab Lia.

Qila menaikan sebelah alisnya. "Maksud?"

"Dia bilang dia gak sakit, atau gak kerasa apa-apa, tapi gue yakin dia bohong" lanjut Lia menjelaskan.

Qila menyilakan tangannya. "Kalau ngebayangin pas nusuknya gimana, ngeri juga ya?"

Lia mengangguk pelan. "Lo ngebayangin, gue liat langsung" ucapnya.

"Pas jatuh Langit langsung dorong gue, dan --, semuanya kejadian cepet banget, gak ada satu menitan" lanjutnya.

"Ngeri njir, Lo gak trauma gitu?"

Lia menggeleng. "Trauma kayaknya enggak, cuma ya Lo tau lah butuh waktu buat ilangin semua bayang-bayang itu"

"Bagus lah kalau Langit udah bangun, seenggaknya pikiran kita tenang, gak mikirin dia mulu" ucap Qila.

Hazel mengangguk, tanpa memahami apa yang sebenarnya yang Qila dan Lia bicarakan.

"Cel,"

"Cel," panggil Lia lagi.

"Hazellia!"

Hazel sedikit terkejut mendengar panggilan Qila yang tepat di sebelah telinga kirinya.

"Apa?" Tanya Hazel kebingungan.

"Dari tadi Lo nyimak tanpa tau apa yang kita omongin?" Lanjut Lia bertanya.

"Tau, Langit kan?" Jawab Hazel percaya diri.

"Lo kenapa? Ada pikiran?" Tanya Lia.

"Iya, ada pikiran kalau gak ada pikiran gue gila" jawab Hazel.

Lia mengusap gusar wajahnya. "Bukan itu maksudnya, maksud gue Lo ada masalah yang Lo pikirin?"

"Kalau ada kenapa? Mau Lo ambil? Ikhlas sumpah gue mah" katanya mengelus dada.

"Gak gitu juga, apa yang Lo pikirin?" Tanya Qila.

"Ibu Ayah"

Qila dan Lia mengangguk paham. "Terus emang kenapa?"

"Gak kenapa-napa, kepikiran aja, selama ini orang tua gue masih hidup apa enggak ya?"

Sebuah pertanyaan singkat yang mampu membuat Lia dan Qila terdiam, sebenarnya mental seorang anak dari keluarga yang hancur tidak bisa dibuat bahan bercandaan.

Maksudnya, mental itu kata yang serius kata yang tidak boleh diremehkan. Meskipun Hazel terlihat baik baik saja di depan teman-temannya, kakak laki-laki nya, dan yang terjadi dibalik itu semua cukup menguji mental.

Pikirannya kemana mana, alias tidak bisa fokus pada satu hal. Bahkan beban pikiran yang bisa membuat stress yang bahkan bisa membuat seseorang depresi, pasti tau kan kalau sudah depresi ada kemungkinan buruk? Ya, bunuh diri.

Sikap biasa saja di depan tidak akan sama dengan sikap di belakang, rahasia tersembunyi bisa saja terluapkan disana.

I hope you can understand, someone must have different mental strength will not be the same but don't let you underestimate that. That's not the right thing.


Thank you for reading this chapter, I hope you like it <3

Jangan lupa vote nya ya bestie

•-cast-•

#Kennand

#Jio

#Axelliano

#Ellio


#Derry

#Langit


#Hazel


#Aqila

🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋

Continue lendo

Vocรช tambรฉm vai gostar

ALZELVIN De Diazepam

Ficรงรฃo Adolescente

5.6M 309K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
Why Should I (COMPLETE) โœ“ De amanda

Ficรงรฃo Adolescente

3M 160K 75
#BOOK1SAGARA (PART LENGKAP) *sudah di revisi* HAPPY READING :) Keysa Cantika namanya. Ia bukan gadis dari keluarga miskin atau menengah, ia anak dari...
43.4K 2.1K 33
"Apa?," sahut Rey tidak mengerti. Olin mendengus kesal. "Huft, anterin kekelas," rengek gadis itu bak anak kecil. "Emangnya kelas lo baru?. Lo lupa j...
MR. MTK ( On Going ) De P U T R I ๐Ÿญ

Ficรงรฃo Adolescente

2.9M 195K 35
"Pak tunggu!" Satria tidak mengubris laki-laki itu tetap berjalan tak mau menanggapi tingkah aneh Alya. "Sayang?!" Entah ide dari mana Alya malah ber...