Love For Eleanor

By FatimahIdris3

1.1K 807 528

Kutulis kisah ini untuk banyak orang. Untuk mereka yang pernah terluka dan ragu untuk kembali membuka hatinya... More

BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24.1
BAGIAN 24.2
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30
BAGIAN 31

BAGIAN 16

20 14 0
By FatimahIdris3

Sejak kejadian di restoran Fai itu, El seolah menghindar untuk sekedar bertemu Diaz. El bukan tidak tau jika pria itu mulai menyukainya bahkan mencintainya. El juga perlahan mulai tertarik pada sosok Diaz. Hanya saja lagi-lagi El tidak ingin hatinya kembali terluka.

Luka yang ditorehkan Billy belum sepenuhnya sembuh. Masih butuh waktu untuknya kembali membuka hati. Jika sudah siap, pasti dia kembali menjalin hubungan yang lebih serius.

"Jadi, kau menghindar lagi darinya?" Tanya Ahra yang tiba-tiba berbaring disamping El.

Malam ini El memutuskan menginap ditempat kost Fai dan Ahra. Sebenarnya, Ahra dilarang untuk tinggal di kost lagi oleh tunangannya Sharga. Namun karna status keduanya yang belum resmi sebagai suami istri, jadilah Ahra masih tinggal ditempat yang sama dengan Fai.

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti" El pura-pura tidak mengerti apa yang sedang dipertanyakan Ahra. Padahal dia sangat paham siapa yang dimaksud sahabatnya itu.

"Owh ayolah El, aku tau kau menghindar dari Diaz, benarkan?" Tebak Ahra tepat sasaran.

  El tidak menjawab. Dia hanya menghembuskan nafas panjang. Tidak perlu bertanya dua kali, Ahra sudah paham. Ahra memilih untuk tidak lagi banyak bertanya. Wanita itu memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

"El, kau tau Sharga membelikan kalung untukku, katanya ini hadiah pertunangan kita"

"Benarkah? Coba lihat" El kembali ceria lalu bersemangat menanggapi cerita Ahra.

Ahra merasa lega karna begitu mudah mengalihkan perhatian El. Setidaknya sahabatnya itu tidak terlalu memikirkan hatinya yang penuh dilema.

"Woaaaaah ini indah sekali, ada inisial nama kalian, Sharga pasti memesannya khusus untukmu, kau sangat beruntung" Seru El setelah melihat kalung yang dipakai Ahra.

"Tidak juga" Kata Ahra terlihat lesu.

"Heh, apa maksudmu?"

"Aku tidak seberuntung itu, buktinya aku kehilangan memori masa kecilku dengannya, padahal aku sangat ingin mengingat bagaimana dulu aku dan dia saling menyukai, dimana letak beruntungnya?"

"Ckckck dasar kau ini, setidaknya Sharga masih menerimamu walau kau tidak mengenalnya lagi, lihat saja bagaimana dia menyiapkan pertunangan kalian dan pernikahan kalian dengan sangat mewah, dia ingin terbaik untukmu, dia sangat mencintaimu"

"Kau benar, dia sangat mencintaiku, lalu bagaimana denganmu?" Terkutuklah mulut Ahra yang lalu lepas kendali. Wanita itu langsung menutup mulutnya. Lalu memukul mulutnya sendiri merasa menyesal sudah menanyakan hal yang sangat dihindari El.

"Ma... Ma'af El, aku tidak bermaksud.."

"Tidak apa-apa, karna sudah terlanjur kau tanyakan jadi akan kujawab" El menghela nafas sebentar.

"Untuk saat ini aku tidak ingin memiliki hubungan dengan siapapun, kau pasti sudah tau alasannya tanpa ku beritahu"

 Ahra mengangguk paham dan memilih diam tanpa mengeluarkan suara lagi. Takut salah bicara lagi dan membuat El sedih. Beberapa detik tidak ada yang bicara. El kembali sibuk dengan ponselnya. Sementara Ahra dengan pikirannya yang berkeliling kemana-mana.

"Ceklek" Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok Fai yang baru saja pulang dari restoran. Tanpa mengatakan apapun, wanita itu merebahkan tubuhnya dikasur tepat ditengah-tengah Ahra dan El membuat kedua sahabatnya itu memakinya.

"Dasar bau asam, mandi dulu sana" Gerutu Ahra sambil menyingkirkan lengan Fai yang mengenai pahanya.

"Fai jorok" Sahut El disertai tangannya yang menutup hidungnya.

"Ckckck aku lelah, ingin cepat tidur" Kata Fai tanpa mendengarkan protes kedua sahabatnya.

     Baru saja Fai menutup matanya, kedua kakinya ditarik paksa oleh Ahra dan El. Alhasil, Fai terjatuh dari kasur. Ahra dan El tertawa puas melihat wajah kesal Fai.

"Iya iya aku mandi" Kata Fai sambil beranjak ke kamar mandi dengan sedikit menghentakkan kakinya.

     Ahra dan El yang melihat itu terkekeh.

🌺🌺🌺

Malam ini tidak seperti malam sebelumnya. Tidak ada bintang bertebaran dilangit. Tidak ada suara Sharga yang sedang bermesraan dengan Ahra. Rumah itu sunyi dan tenang. Diaz mendesah sambil menenggelamkan kepala ditumpukan bantal.

Memang bukan pertama kalinya dia merasakan kesepian setiap malamnya. Tapi malam ini dia benar-benar sendiri dirumah. Beberapa maid dirumah itu diliburkan Sharga untuk beberapa hari. Katanya sebagai ganti libur saat lebaran. Sementara Sharga sendiri entah kemana bersama tunangannya, Ahra. Jadilah dia sendiri dirumah.

Tadinya Sharga mengajaknya. Tapi daripada menjadi kambing congek yang melihat adegan mesra Sharga dan Ahra, akhirnya Diaz memilih dirumah saja. Diaz sudah berancana akan menyelesaikan pekerjaan Sharga yang biasanya belum selesai. Atau dia akan menonton apapun itu hingga tertidur.

Tapi sayang malam ini sepertinya bukan malam keberuntungannya. Sharga tidak memberitahunya jika semua pekerjaan dikantor sudah pria itu selesaikan. Jadilah Diaz memilih menonton. Lagi-lagi dia menggerutu sendiri. Pasalnya semua film sudah dia tonton.

Sekarang Diaz tidak tau harus melakukan apa. Lalu berakhir ditumpukan bantal. Entah berapa lama dia membenamkan wajahnya dibantal yang disusunnya sendiri. Lalu dia beranjak dari tempat tidur karna mendengar ponselnya berdering.

Diaz berkeliling mencari dimana dia meletakkan ponsel itu. Terkadang penyakit pikunnya kambuh saat tidak tepat. Diaz mengacak tumpukan bantal. Membuka satu persatu laci di meja samping tempat tidurnya. Tapi tidak ada ponselnya disana. Diaz mengacak rambutnya frustasi.

Dering ponselnya berhenti. Diaz masih mencari keberadaan benda kecil berbentuk persegi itu. Hampir saja Diaz putus asa dan membiarkan saja ponselnya tidak ketemu. Namun dering ponselnya kembali terdengar.

Kali ini Diaz menajamkan pendengarananya. Samar dia mendengar suara ponselnya dari arah kamar mandi. Diaz melangkah menuju ruang kecil disudut kamarnya itu. Tepat diatas wastafel, ponselnya berada. Dengan cepat Diaz mengambil benda itu dan menjawab panggilan masuk sebelum panggilan berakhir.

"Hal...o"

"Kemana saja kau ini, cepat datang ke Shara restoran, tidak ada bantahan" Belum sempat Diaz menyapa orang diseberang sana, suara orang itu yang Diaz tau suara Sharga sudah seenak jidatnya memberi perintah.

"Tapi..."

"Tidak ada tapi, sekarang juga atau kau menyesal nanti" Lagi-lagi perkataannya terpotong oleh suara tegas Sharga.

Dengan pasrah, Diaz mematikan ponselnya dan bergegas mengambil jaket kulit dan kunci motor dimeja dekat tempat tidur. Diaz memilih mengendarai motor kesayangannya daripada harus naik mobil.

Butuh setengah jam untuk Diaz hingga motornya memasuki halaman depan Shara restoran. Setelah memarkirkan motornya dengan benar, Diaz melangkah memasuki restoran. Pria itu menghela nafas, dia tidak tau mengapa Sharga memintanya datang ketempat ini.

Diaz mengedarkan pandangannya kesekitar restoran, sambil berusaha menunggu teleponnya tersambung. Diaz menelepon Sharga, namun pandangannya jatuh pada meja yang tidak jauh dari pintu samping restoran. Diaz menurunkan ponselnya dari telinga dan membantalkan panggilan pada Sharga.

Tanpa sadar, pria itu berjalan mendekati meja itu. Ada wanita yang dikenalnya disana. Dihadapannya berdiri seorang pria yang dia tau pernah mengisi hati wanita yang sekarang tengah diperjuangkannya. Dalam benaknya bertanya, untuk apa pria itu muncul lagi dihadapan wanitanya, bolehkah dia menyebutnya begitu.

Diaz tidak bisa melihat bagaimana raut wajah El karna wanita itu membelakanginya. Sementara ada pancaran rasa rindu dari wajah pria yang dia tau bernama Billy.

"Jadi apa maumu sekarang? Kita tidak ada urusan apapun lagi, sebaiknya kau pergi" Kata El terdengar tenang dan tegas.

"Kau semakin cantik, aku menyesal pernah menyerah dengan melepasmu begitu saja" Kata Billy dengan tatapan yang tidak bisa ditebak.

El memutar matanya jengah. Jika dulu dia mendengar kata-kata itu, mungkin dia akan tersipu malu atau seperti kebanyakan wanita, salah tingkah. Tapi untuk kali ini, kata-kata itu hanya kalimat memuakkan yang tidak berarti apa-apa.

"Sebaiknya simpan kata-kata manismu untuk wanita yang akan menjadi istrimu, owh atau mungkin sekarang dia sudah benar-benar jadi istrimu, aku tidak membutuhkannya, terima kasih" Kata El masih dengan sikap tenangnya.

Diaz yang berdiri beberapa langkah dibelakang tersenyum bangga. Inilah yang disukai Diaz. Wanita yang disukainya itu punya ketenangan yang tidak semua orang punya dalam menghadapi orang lain.

"Dia bukan calon istriku, El dan tidak akan pernah menjadi istriku, aku tidak mencintainya. Hanya ada satu wanita yang kucintai hingga saat ini dan wanita itu kau" Billy mengangkat kepalanya yang dari tadi menunduk. Menatap tepat kemanik mata milik El.

"Kau satu-satunya yang aku sukai dan aku inginkan menjadi pasanganku, bukan Chitra atau wanita manapun" Lanjut Billy.

Diaz mengepalkan tangannya. Emosinya tersulut dan jika tidak ingat dia berada ditempat umum, sudah dipastikan satu tonjokkan keras melayang pada wajah Billy. Tapi dia menahannya, ingin tau bagaimana tanggapan El.

"Aku senang dan menerimamu kembali, itukah yang kau inginkan? Tapi sayang sekali, kau bukan lagi orang yang spesial bagiku, aku terlalu bodoh saat itu hingga dengan mudahnya percaya begitu saja" El tersenyum sinis. Jenis senyum yang Ahra bilang senyum devil dengan banyak makna meremehkan.

"Haruskah ku ucapkan selamat karna sudah berhasil membuatku berkencan denganmu? Haruskah aku juga mengatakan terima kasih atas luka yang kau goreskan padaku? Sepertinya itu prestasi yang menakjubkan"

"Kau salah paham, El. Aku punya penjelasan untuk semua yang terjadi, tentang hubunganku dengan Chitra, semua tidak seperti yang kau fikirkan"

"Tidak ada yang harus dijelaskan, aku tidak suka kebohongan sekecil apapun itu"

"Kau tidak pernah memberiku kesempatan untuk menjelaskan semuanya, kau memutuskan hubungan kita begitu saja"

El terdiam. Bukan karna apa yang dikatakan Billy benar. Tapi karna wanita itu benar-benar muak. Ingin sekali dia pergi tanpa memperdulikan pria dihadapannya ini. Namun masih ada sopan santun yang menahannya tetap ada disini.

Billy memberanikan diri meraih tangan El. Sedikit tersentak saat tangan Billy menyentuh tangan El. Namun wanita itu tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya hanya pasrah.

"Tolong beri aku kesempatan memperbaiki semuanya, El" Kata Billy dengan suara memelas.

Melihat hal itu, membuat Diaz tidak bisa hanya berdiam diri. Dia melangkah menghampiri El dan Billy. Disingkirkannya tangan Billy dan menggenggam tangan El begitu erat. El terkejut saat melihat Diaz sudah ada disampingnya dengan tangannya ada digenggaman pria itu. Ada kilat marah diwajah Diaz. Matanya menatap Billy tajam seolah ingin membunuh Billy dengan hanya menatapnya.

"Sudah kukatakan jangan muncul lagi didepan kekasihku, apa peringatanku tidak cukup untukmu? Haruskah kugunakan cara kasar untuk memberimu peringatan?" Tanya Diaz.

"Aku tidak punya urusan denganmu, walaupun seribu kali kau mengaku sebagai kekasihnya, bagiku kau hanya orang asing tidak penting" Jawab Billy angkuh.

"Aish..." Hampir saja Diaz menghantamkan pukulannya kearah Billy kalau saja El tidak menahannya.

"Ayo pergi, jangan hiraukan dia" El menuntun Diaz untuk keluar dari restoran. Diaz hanya menurut tanpa membantah.

Baru beberapa langkah, terdengar suara Billy dibelakang El dan Diaz.

"Urusan kita belum selesai El, aku pasti akan menemuimu lagi dan kupastikan kau akan kembali padaku"

Mendengar itu, El menghentikan langkahnya. Beberapa saat, El memejamkan matanya sambil membuang nafasnya. Mencoba untuk tidak mendengarkan apapun yang dikatakan Billy. Sementara Diaz memperhatikan ekspresi El. Diaz sama sekali tidak tau apa yang ada difikiran El saat ini. Diaz berharap El tidak termakan kata-kata Billy tadi.

Diaz mengeratkan genggaman tangannya membuat El melihat kearahnya. Lalu senyum tipis milik El terbentuk. Keduanya melangkah keluar dari restoran itu tanpa menghiraukan Billy atau orang-orang sekitar yang sudah menjadikan mereka bahan obrolan.

🌺🌺🌺

Billy mengacak rambutnya yang sudah tidak lagi serapi beberapa menit yang lalu. Tangannya mengepal saat mangingat bagaimana El dan Diaz pergi meninggalkannya. Sangat terlihat Diaz memiliki perasaan lebih sebagai seorang pria pada El.

Billy juga seorang pria. Dia tau benar jika Diaz menyukai El. Tapi dia mencoba mengacuhkan itu. Billy masih berharap bisa memperbaiki hubungannya dengan El. Persetan dengan kenyataan bahwa wanita itu sudah tidak lagi mencintainya.

"Kau disini rupanya, ibu kira kau belum pulang" Suara ibunya terdengar diambang pintu kamarnya.

Billy hanya membiarkannya saja. Hubungannya dengan sang ibu semakin memburuk sejak kejadian seminggu yang lalu. Saat semua kebohongan Chitra terbongkar dan diketahui sang ibu. Saat itu...

Flashback on :

"Chitra, bagaimana kalau hari ini kita memeriksakan kandunganmu? Ibu ingin tau bagaimana perkembangan cucu ibu" Kata ibu Billy memecah kesunyian di meja makan pagi itu di kediamannya.

Billy berdecak tidak suka dengan topik pembicaraan itu. Dia memilih untuk tidak menghiraukan dan terus melanjutkan sarapannya.

"Hmm... Ma'af ibu, ini belum waktunya untukku memeriksakan kandungan, aku punya jadwal sendiri dengan dokter kenalanku" Elak Chitra dengan senyum yang dibuat-buat.

"Benarkah? Kalau begitu, kapan kau akan kedokter? Nanti biar ibu yang menemani, ibu tau selama ini kau hanya seorang diri memeriksa kandunganmu" Kata ibu Billy sambil melirik kearah Billy yang masih menikmati sarapannya tanpa rasa bersalah.

"Nanti akan kuberi tau, lagipula aku tidak masalah memeriksa kandunganku sendirian, Billy mungkin terlalu sibuk dengan pekerjaannya, aku bisa mengerti"

"Kau memang wanita yang baik Chitra, tidak salah ibu memilihmu untuk menjadi pendamping Billy" Kata ibu Billy sambil meraih tangan Chitra dan mengelusnya lembut.

Billy sudah muak dengan semua drama yang disuguhkan didepannya. Setelah menghabiskan sarapannya, Billy beranjak dari kursi. Dia siap pergi ke kantor dengan tas kerja yang sudah disampirkan dilengan sebelah kanannya.

Sejak Chitra mengaku hamil dengannya, sang ibu memaksanya untuk berhenti menjadi fotografer. Memaksa Billy untuk bekerja di perusahaan milik ayahnya. Walau terpaksa, Billy tidak membantah. Dia menuruti permintaan sang ibu. Meski terkadang dia akan meliburkan diri sehari atau dua hari untuk menjalani perannya sebagai fotografer.

"Aku pergi" Kata Billy seraya melangkah meninggalkan ibu dan Chitra.

"Ckck selalu seperti itu, jangan dimasukkan dalam hati ya, Billy memang sedikit keras kepala, tapi nanti juga akan baik dengan sendirinya" Kata ibu Billy menasehati.

"Tidak apa-apa ibu, aku mengerti" Chitra tersenyum masam. Namun jauh dilubuk hatinya, dia tersenyum sinis.

"Kali ini akan kubiarkan kau bersikap acuh padaku, tapi lihat saja saat nanti aku sudah mendapatkan apa yang aku mau" Batin Chitra.

Setelah menyelesaikan sarapan, ibu Billy pergi entah kemana. Sementara Chitra ditinggal sendiri di rumah besar milik keluarga Billy. Wanita itu dilarang keluar rumah oleh ibu Billy. Takut terjadi sesuatu pada bayi yang dikandungnya, itu yang dikatakan wanita itu.

Chitra meringis saat mengingat bagaimana hebohnya ibu Billy saat dia mengatakan ada calon cucunya diperut Chitra. Segala perhatian dicurahkan pada Chitra. Walau hingga kini statusnya belum jelas. Billy tidak mau menikahinya sebelum anak yang dikandungnya terbukti adalah darah daging pria itu.

Bagi Chitra itu tidak masalah, yang terpenting dia sudah mendapat kepercayaan dari ibu Billy. Wanita paruh baya itu terlalu mudah termakan bujuk rayunya. Beberapa hari lalu dia mendapatkan mobil mewah yang harganya sangat fantastis. Itu sebagai permintaan ma'af ibu Billy karna mengira Billy sudah berbuat tidak baik padanya. Juga ada beberapa barang mewah yang juga diberikan padanya yang entah untuk alasan apa. Chitra tidak peduli hal itu. Yang pasti dia tidak perlu lagi susah-susah bekerja.

Chitra bosan karna tidak melakukan apapun. Lalu diraihnya ponsel yang ada diatas meja rias dikamarnya. Dia ingin menghubungi seseorang. Dia tersenyum saat suara serak khas orang bangun tidur menyapanya diseberang sana.

"Kau baru bangun? Ini sudah siang, honey" Kata Chitra dengan suara yang dibuat semanja mungkin.

"...."

"Ah benarkah? Kau merindukanku hingga tidak bisa tidur? Apa kau juga merindukan anak kita?"

"..."

"Baiklah, aku akan menemui nanti, aku juga merindukanmu"

"..."

"Tidak bisa sekarang honey, kau tau kan rencanaku belum sepenuhnya berhasil, aku harus pelan-pelan merayu ibu Billy, kau bersabarlah sebentar lagi"

"..."

"Iya iya, kau tenang saja, aku dan anak kita pasti bisa mendapatkan harta Billy, kau tau aku juga bosan berpura-pura mengandung anak Billy, dia kan anakmu, anak kita" Kata Chitra dengan suara manjanya. Tangannya mengelus perutnya yang sedikit membuncit.

Tanpa disadari, ibu Billy mendengar semua yang dikatakan Chitra. Dia tidak menyangka wanita yang sudah dianggapnya anak sendiri itu ternyata berbohong. Ternyata benar kata Billy, Chitra tidak sebaik yang dibayangkannya. Perlahan, ibu Billy menjauh, membiarkan Chitra bicara dengan entah siapapun itu.

Hari mulai malam ketika Billy, ibu, ayah serta Chitra bersiap untuk menikmati makan malam. Chitra duduk disamping Billy seperti biasa. Seolah tidak terjadi apa-apa, ibu Billy juga duduk diseberang tempat duduk Billy. Namun tiba-tiba acara makan malam itu diganggu oleh suara bel dari arah pintu utama.

"Ah sudah datang rupanya, biar kubuka pintunya sebentar" Kata ibu Billy seraya beranjak untuk membukakan pintu.

Semua yang ada dimeja makan terlihat bingung. Pasalnya ibu Billy tidak mengatakan bahwa akan ada tamu malam ini. Tidak berapa lama, ibu Billy kembali. Kini tidak hanya sendiri, seorang pria mengekor dibelakangnya.

"Kau pasti terkejut siapa yang datang berkunjung, Chitra" Kata ibu Billy sedikit menyindir.

Chitra berdiri dari duduknya. Dia tidak menyangka, pria yang tadi diteleponnya sekarang berdiri tepat dihadapannya. Lebih terkejut lagi, ibu Billy yang mengundang pria itu.

"Siapa dia?" Tanya Billy.

"Owh kau tidak tau? Biar Chitra yang mengenalkannya pada kita disini, ayo Chitra perkenalkan siapa pria ini" Jawab ibu Billy sambil memamerkan senyum. Bukan senyum hangat seperti yang biasa didapat Chitra. Itu jenis senyum yang memiliki banyak kebohongan.

Chitra bergeming. Dia dan pria itu saling menatap. Cukup lama keduanya berdiam dan tidak mengatakan apapun.

"Sebenarnya ada apa ini?" Akhirnya ayah Billy membuka suara.

"Baiklah karna Chitra tidak mau mengenalkan pria ini, biar aku saja yang mengenalkannya" Kata ibu Billy sambil berjalan mendekati pria itu.

"Dia seorang model, kariernya baru saja dimulai beberapa bulan yang lalu, dia bertemu Chitra disalah satu acara yang ternyata Chitra juga ada disana, lalu keduanya menjalin hubungan, tanpa diketahui publik tentu saja. Dari hubungan itulah, tercipta makhluk tidak berdosa yang kini ada diperut Chitra. Karna obsesinya untuk memiliki sebagian dari harta keluarga kita, maka Chitra mengatakan jika bayi itu anak Billy" Terang ibu Billy tenang walaupun ada kilatan marah dan kecewa dimatanya.

Skak matt, tidak ada lagi yang bisa dikatakan Chitra untuk menyanggah kata-kata ibu Billy. Semua benar dan dia sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk melawan wanita paruh baya itu. Dia benar-benar menyerah sekarang.

"Ckck lalu apa sekarang? Ibu ingin melakukan apa? Bukankah aku sudah menyangkalnya berungkali, anak itu bukan anakku, tapi ibu sangat percaya jika anak itu darah dagingku, sekarang ibu sudah mengetahuinya sendiri, lalu ibu ingin mengusir Chitra dari rumah ini? Benar-benar drama" Billy melangkah pergi meninggalkan mereka semua. Dia terlalu muak dengan semua yang terjadi dihidupnya.

Bukan dia bermaksud tidak menghormati ibunya. Hanya saja terkadang ibunya bertindak sesuka hatinya. Terlalu egois tanpa memikirkan perasaan orang lain. Sekarang terserah ibunya, karna masalah itu bukan masalah yang dia lakukan tapi murni kesalahan ibunya yang dengan mudah mempercayai Chitra.

Sementara diruang makan, keadaan masih tegang. Ayah, ibu Billy, Chitra dan pria itu masih diposisi mereka masing-masing. Tidak ada satupun yang bergerak dari tempat.

"He'em... Chitra, apa benar semua yang dikatakan ibu Billy kalau anak yang ada diperutmu bukan anak Billy?" Tanya Ayah Billy.

"B-benar, paman. Ma'af sudah membohongi kalian semua selama ini, a-aku melakukan ini karna..."

"Sudah tidak perlu dilanjutkan" Kata Ayah Billy memotong perkataan Chitra.

"Dengar Chitra, kau salah jika kau akan mendapatkan sebagian harta keluarga ini jika menikah atau hamil anak Billy"

Bukan hanya Chitra yang terkejut mendengar pernyataan ayah Billy. Ibu Billy dan pria itu juga sama terkejutnya.

"Billy, sejak awal tidak menginginkan harta ini, dia sering mengatakan akan berusaha sendiri, jikapun saat ini dia bekerja diperusahaan, itu semata karna ingin membantu, niat awalnya sama, harta ini milik ayah bukan milik Billy atau siapapun, jadi percuma kau melakukan ini"

"Ayah tidak akan mengusirmu, ayah tidak ingin ikut campur, tapi ayah hanya berpesan, jangan terus hidup berpura-pura, hiduplah apa adanya itu lebih baik" Setelahnya, ayah Billy melangkah masuk kekamarnya.

Hanya ada ibu Billy, Chitra dan pria itu sekarang. Chitra melangkah menghampiri ibu Billy. Berlutut didepan wanita itu sambil menangis. Bukan air mata yang dibuat-buat sekarang. Chitra benar-benar menangis. Menyesal karna menyia-nyiakan kebaikan dan kepercayaan ibu Billy.

"Ma'af bibi, ma'afkan aku"

Ibu Billy bergeming. Terlalu kecewa pada Chitra. Hatinya sakit karna sudah dibohongi oleh wanita muda itu. Dia tidak percaya pada anaknya sendiri dan lebih mempercayai orang lain. Ibu Billy bukan benci pada Chitra. Rasa sakit dihatinya bukan hanya rasa kecewa untuk Chitra tapi juga untuk dirinya sendiri. Harusnya dia lebih percaya pada anaknya.

Tidak mendapat respon apapun, pria yang sejak tadi hanya diam, akhirnya menghampiri Chitra. Dia merengkuh Chitra kedalam pelukannya. Lalu perlahan membawa wanita itu pergi dari kediaman keluarga Billy.

Flashback off.

🌺🌺🌺

"Ibu hanya mengantarkan pakaianmu yang sudah dicuci" Ibu Billy melangkah masuk dengan sekeranjang baju yang sudah rapi. Merapikannya di lemari pakaian milik Billy.

"Hari ini aku bertemu dengan El" Kata Billy tiba-tiba. Membuat sang ibu menghentikan tangannya yang masih merapikan pakaian Billy.

"Dia tidak seperti dulu, tatapannya dingin dan penuh kebencian, mungkin"

Tidak ada sahutan dari ibunya. Billy tau ibunya memang tidak pernah bertemu dengan El. Tapi dia ingin membagi keluh kesahnya. Setidaknya sang ibu bisa merasakan bahwa El orang yang baik lewat ceritanya.

"Aku baru mengenalnya tapi aku sudah sangat mengaguminya, aku ingin dia, bukan yang lainnya. Aku ingin menjadikannya satu-satunya dihidupku"

"Kalau begitu, perjuangkan dia" Kata ibunya.

Billy menatap kearah ibunya yang kini sudah berbalik menghadap kearahnya. Ibu Billy tersenyum.

"Kali ini ibu tidak ingin mencampuri urusan percintaanmu lagi, jika memang menurutmu El yang terbaik, ibu akan mendukungmu, bawa dia pada ibu saat kau sudah berhasil mendapatkan hatinya kembali"

Billy berdiri lalu memeluk ibunya.

"Terima kasih ibu"

"Sama-sama, ma'af jika sebelumnya ibu salah"

Billy mengurai pelukannya pada sang ibu. Lalu tersenyum tulus.

"Ibu tidak sepenuhnya salah, aku tau ibu hanya ingin yang terbaik untukku, sekali lagi terima kasih" Kembali dipeluknya sang ibu begitu erat.

🌺🌺🌺

Jangan lupa vote dan komentnya ya....
Makasi muaaaaaaaaaach😘😘😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

831K 31.1K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
733K 6.4K 20
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
724K 67.5K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...
9.8M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...