The Village : Secrets Of Past...

DellaNopyta tarafından

9K 2K 9.8K

Amazing cover by @hayylaaa Kehidupan masa lalu masih belumlah berakhir. Malah kini menghampiri dalam wujud mi... Daha Fazla

Opening
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Epilog

Chapter 29

67 22 115
DellaNopyta tarafından

Waktu memang tidak pernah memedulikan apa pun yang terjadi. Seburuk dan separah apa pun hal yang telah dialami, waktu tetaplah akan terus bergerak maju tak terikat. Memerintahkan sang surya kembali mengambil alih dunia, memancarkan sinarnya pada mereka, tak lain warga desa yang mulai pun kian meramaikan suasana. Namun, kenapa keramaian yang ada bukanlah untuk menyambut hari ataupun memulai aktivitas? Melainkan keramaian yang mampu membangkitkan suatu suasana nan panas, sembari mulut terus saja berucap hingga terdengar layaknya suatu kerumunan nan samar-samar untuk didengarkan.

Lantas, apakah ini suatu pertunjukan yang baru ditetapkan dalam mengawali hari di Desa Weiji?

"Ayo kita menjauh! Jika tidak kesialan akan menimpa kita pula!"

"Bagaimana bisa? Apa yang terjadi di sini?"

"Ini jelas tanda kesialan, aku tidak ingin dekat-dekat dan berakhir tragis nantinya. Ayo pergi, tinggalkan pemiliknya sendiri."

Tak sedikit pula yang berucap, menunjuk-nunjuk betapa banyak hewan-hewan bersayap hitam berkoak-koak ini berdatangan. Apakah mungkin sebesar itu kesialan yang dibawa oleh sang pemilik rumah? Kala koakan nyaring dari gerombolan yang bertengger terus saja menajamkan sepasang netra, siap memangsa siapa saja yang dengan beraninya mendekat.

"Kenapa kalian berempat bengong begitu?" sergah Azhuang, padahal ia baru saja tiba bersama Jing Shin. "Ayo pergi, jangan libatkan diri kita dalam hal tak baik seperti ini," lanjutnya, tapi tak kunjung pula mendapati keempat temannya merespons apalagi menuruti. Tidak mungkin mereka tak mendengar, bukan? Yang mana area rumah didekat gerbang masuk dan keluar desa ini sendiri telah cukuplah sepi kini.

"Ini sungguh keterlaluan, sudah gila," rutuk Xia Chia, bergegas setelahnya pergi menjauh. Pun Jing Shin yang terkejut serta merta memandangi Azhuang, sungguh tak paham alasan kenapa wanita itu mampu sekesal dan semarah itu. Bahkan Yue Ming sendiri taklah ada niatan untuk menyusul, malah memilih tetap terpaku bersama Ji Yu dan juga Hui Yan memandangi rumah bersarangkan gagak ini. Mendapati pula kehadiran seorang wanita berusia sekitar awalan 30 tahun kini keluar, duduk pada teras menyibukkan diri dalam menyulam. Bertindak seakan tidaklah terjadi apa-apa.

Jikalau itu Hui Yan, pasti sudah ketakutan setengah mati. Lantas bagaimana bisa wanita yang terlihat lemah lembut itu bisa begitulah tenang? Apakah ia sama seperti Kwan Mei? Terlalu menderita hidup dalam desa terkutuk ini hingga hal buruk yang menimpa pun ia tak lagi peduli, justru barangkali inilah hal yang sangat dinantikan dalam hidupnya. Dan Hui Yan, mampu merasakan hal itu.

Tapi kenapa aku bisa kian peka seperti ini? Apa mungkin rasa empatiku kian menguat sejak tinggal di desa ini? Mengusap pergi air mata yang meluruh, saat itu pula wanita yang tidaklah diketahui siapa namanya ini menolehkan pandangan lurus pada Hui Yan. Pun dengan cepat pula, Ji Yu menghadang, membawa pergi Hui Yan bersama dengan teman lainnya yang telah beberapa langkah jauh di depan sana.

Begitu sang surya kian meninggi, desa akhirnya kembali beraktivitas normal. Jujur saja, warga setempat sungguhlah luar biasa, bukan? Jikalau terus tinggal di desa, rasa empati mereka barangkali lama-lama akan sama seperti penjaga desa atau bahkan makhluk penghuni hutan area terlarang tersebut.

Memuakkan, sungguhlah sangat menjengkelkan barang sejenak saja untuk tinggal dalam desa ini.

Percayalah, Xia Chia yang sibuk membersihkan sayuran di teras rumah Hui Yan ini pun akan sangat setuju akan hal tersebut. Terlihat, kekasih Yue Ming ini menjadikan sayuran sebagai bahan pelampiasan kekesalannya. Tak mengherankan jikalau Jing Shin yang masihlah belum tahu apa-apa ini berakhir angkat bicara. "Kenapa kau bersikap begitu tak biasa? Kau sedang bertengkar dengan Yue Ming? Bahkan tadi pun kau terlihat sangatlah marah."

"Tidak apa-apa, kurasa hanya karena kurang tidur saja dan ...." Terhenti, melirik Hui Yan pula untuk kemudian mendesah. "Aku hanya sedang banyak pikiran," lanjutnya, dan Hui Yan serta merta membenarkan jikalau kurang tidur memang akan sangat memengaruhi emosi. Tanpa lupa, wanita Ji Yu ini tersenyum, dipaksakan. Menyadari pula ada sesuatu yang tak beres dengan Jing Shin. "Kenapa kau terlihat sedikit pucat? Apa kau sedang sakit?"

Serta merta Xia Chia menghentikan kesibukannya, memerhatikan Jing Shin yang memanglah benar memucat. "Kau belum juga pergi ke tabib? Azhuang tak mau menemanimu?"

Pasalnya, Jing Shin, wanita ini sudah merasa tak enak badan dari beberapa hari lalu. Hanya saja, Hui Yan barulah mengetahuinya sekarang. Kala di mana memang betul dua mingguan lalu ia taklah bisa fokus ataupun bertemu dengan teman-temannya dikarenakan masalah desa dan sibuknya berkomunikasi rahasia dengan Kwan Mei dan Tang Yuan. Belum lagi, kepercayaan terhadap teman-temannya sempat goyah.

Jadi, rasa bersalah pun dirasakan kini. Namun, sejadinya Jing Shin mengatakan jikalau kesehatannya baik-baik saja. "Mungkin hanya sedikit lelah, dan juga kurang bisa tidur nyenyak belakangan ini," ucapnya, menyunggingkan senyuman untuk kembali sibuk membersihkan sayuran yang ada.

Namun, berbeda dengan Hui Yan yang menjatuhkan pandangan pada Xia Chia. Tak ada senyuman, tak ada pula ketenangan. Yang ada hanyalah kecurigaan, dan juga ... pertimbangan akan kapan memberitahukan Jing Shin kenyataan pahit terkait desa, membangunkan ia yang kini mulai bersenandung untuk bangun dari mimpi bahagianya.

Selain itu, bagaimana pula dengan para pria yang berada di area pertanian? Bernaung pula di bawah pohon rindang bukannya bekerja, yang mana pandangan diluruskan pada warga lainnya yang bekerja begitulah giat di ladang. Tak terkecuali pula, dua penjaga desa hadir, memantau atau barangkali ada misi tersembunyi yang sedang dilakukan. Entahlah, bahkan tak tahu apakah mungkin satu di antaranya malah adalah Tang Yuan sendiri.

"Wanita yang rumahnya dijadikan tempat perkumpulan gagak, namanya Xiao Zhi. Korban berikutnya."

"Hmmm, purnama tinggal seminggu lagi, tidak heran penjaga desa sudah bergerak, mengucilkannya," balas Ji Yu.

"Lihatlah tawa semua orang itu ... apa kau bisa melihat, mana yang asli dan mana yang tidak? Mereka sungguhlah pandai bersandiwara." Mendesah, menengadah kemudian. "Ji Yu, apa kau percaya jikalau kehidupan kita sudah ada yang mengaturnya?"

"Percaya, tapi ... kita sendiri yang memutuskan akan hidup seperti apa." Menepuk pundak Yue Ming, kesenduan pun tertampilkan kala pandangan kembali menangkap sosok Azhuang. Pria itu, terlihat begitulah bahagia. Semacam tak memiliki beban apa pun. "Kita harus memberitahunya, segera."

Keyakinan, itulah yang terdengar saat kata-kata itu meluncur keluar dari mulutnya, tapi desahan kecil pun ikut keluar setelahnya, pohon pun ikut bergemeresak, menyamarkan suara desahan dari penjaga desa yang entah kenapa kini menghampiri Azhuang. Tampak membantu, mendorong gerobak yang berisi rerumputan. Sontak, Ji Yu juga Yue Ming membangunkan diri, menajamkan pandangan pada adegan yang disaksikan kini. Dan mengesalkannya lagi, mereka tak berani mendekat dan hanya berdiam saja seraya curiga ... apa dan kenapa dua penjaga desa itu bersikap begitulah dekat dengan Azhuang? Bukankah tumbal untuk purnama bulan ini telah ditetapkan? Lantas ... Azhuang ... kenapa ...?

Jangan bilang ....

Yang mana ketika malam kembali mengambil alih, suasana layaknya desa mati pun menguasai. Dijadikan kesempatan pula oleh mereka untuk mulai bergerak, menghampiri suatu rumah untuk kemudian menuju area belakang dari rumah yang diketahui Kwan Mei dan Tang Yuan-lah pemiliknya.

Memang tahu jikalau pergerakan ini sangatlah berbahaya, kala penjaga desa bisa kapan saja bahkan barangkali gagak pun akan menjadi mata-mata. Berharap saja, setidaknya Tang Yuan yang kini mempersilahkan masuk tidak akan mengoceh dengan kata-kata sarkasnya. Mendapati pula, pendar temaram dari lilin yang baru saja dinyalakan memenuhi ruangan. Pun Kwan Mei dan Tang Yuan hanya bisa berdiri serius memandang keempat tamu berjubah hitam nan nekat ini memenuhi kursi dari meja dapur rumah mereka.

"Apa benar kita akan membiarkan Xiao Zhi ditumbalkan begitu saja?" Xia Chia memulai pembicaraan, melempar pandangan pada kedua pemilik rumah. Terutama pada Tang Yuan yang bersila tangan. "Sungguh tidak ada cara yang bisa kau pikirkan?"

Cara? Pun Tang Yuan tersenyum sinis, menyudahi sesi bersila tangan untuk kemudian berkecak pinggang. "Jangankan kelemahan, musuh saja kita tidaklah tahu makhluk seperti apa. Jadi bagaimana menurutmu kita bisa melawan? Setidaknya kita harus tahu siapa dan makhluk seperti apa penghuni Hutan Malam Abadi itu, bukankah itu urutan tepat yang harus kita lakukan dahulu?" kesalnya, lagian siapa pula yang tidak akan kesal kala di mana situasi atas ketidaktahuan apa pun terkait musuh sudahlah lama ia pendam, dan sekarang apa ... wanita bernama Xia Chia ini malah bertanya demikian, terkesan seperti Tang Yuan selama ini taklah melakukan apa-apa dan cuma berdiam diri saja menyaksikan satu demi satu nyawa warga desa melayang.

"Bagaimana jika kita menarik beberapa informasi dari mereka yang akan ditumbalkan?" tanya Hui Yan, tapi seketika itu pula Kwan Mei menggeleng. "Cara itu sudah pernah dilakukan, hasilnya ...." Menggeleng lagi, Kwan Mei berakhir menoleh pada sang suami.

Akan tetapi, apa yang hendak pria ini lakukan? Mulai bergerak dari posisi menetapnya, pandangan seperti biasa, menajam. Membawa diri mengelilingi keempat tamu yang bergeming. Haruskah seintimidasi ini? Sampai lilin saja bergoyang dalam ketidaktenangan yang hampir padam.

"Jika penjaga desa memiliki tanda kuncup bunga pada tengkuk leher, maka korban yang ditumbalkan memiliki tanda hitam berupa bulan. Jika berbentuk sabit, berarti korban terpilih secara acak. Namun, jika berbentuk bulan penuh ... itu adalah keinginan pribadi," jelasnya singkat, dan pandangan semua orang jelas tertuju padanya. "Mendekati korban ...? Tentu sudah dilakukan, tapi aku dan A'Mei telah berada pada titik untuk berhenti. Selain tak mendapatkan informasi apa-apa, justru empati yang terbangunkan. Lantas apa? Saat korban meregangkan nyawa, kami malah harus merasakan sakit atas ketidakberdayaan."

"Karena itu biarkan kami yang melanjutkan cara itu, siapa tahu bisa menemukan jarum emas dalam tumpukan jerami. Tidak ada salahnya mencoba lagi dan lagi, bukan? Karena selain cara itu, tidak ada pilihan lain."

Tentu saja tidak ada, Tang Yuan jelas tahu dari sekadar tahu. Namun, Ji Yu bisa saja sekarang mengatakan hal seyakin ini karena belum merasakan sendiri kegagalannya. Belum lagi, sekalinya gagal harus menanti bulan berikutnya dan seterusnya. Pada akhirnya apa, yang diharapkan tiap bulan adalah kematian seseorang. Lantas, masih sifat dari manusia,' kah hal itu? Apa bedanya dengan penjaga desa dan penghuni hutan terlarang sana? Tapi kenyataan jika mereka tak memiliki pilihan lain adalah benar adanya.

Mungkin karena itu pula, Kwan Mei meminta untuk disetujui saja permintaan Ji Yu ini. Yang mana Tang Yuan berakhir menatap nanar istrinya, sempat sesaat memejamkan sepasang netra untuk kemudian dialihkan pada keempat tamu rumahnya ini. "Sebelum itu, ada yang ingin kukatakan pada kalian." Mendesah dalam, netra berair pun memerah tertampilkan. Belum lagi, penyesalan dan rasa bersalah teramat dari pria mengintimidasi ini muncul dengan cukuplah jelas biar kata penerangan ruangan remang-remang.

Sekiranya, hal apa yang ingin disampaikan suami Kwan Mei ini? Bahkan Kwan Mei sendiri bagaikan seseorang yang tak tahu-menahu jikalau sang suami akan memiliki sisi seperti ini, tiba-tiba pula.

"Dalam desa ini, bagi mereka yang sudah tinggal selama 20 tahun secara sendirinya akan disingkirkan, alias dibunuh bukan ditumbalkan," ucapnya, memberanikan diri memandangi sang istri, Kwan Mei. "Tidak tahu apa alasannya, aku pun belum mengetahuinya."

"Kenapa tidak pernah memberitahuku hal ini?"

"Demi menguji kesetiaanku setelah menjadi penjaga desa, mereka memintaku untuk menghabisinya, A'Mei. Tuan Meng mengetahui hal itu dan ... dan ...." Meluruhkan sejumlah air mata, menunduk kemudian. "Meminum tanpa ragu racun yang kubawakan, tak ingin menambah bebanku yang saat itu meragu."

"Kenapa menutupinya dariku?"

"Bagaimana bisa aku mengatakannya padamu? Kau sudah menderita setelah kehilangan anak kita, lalu bagaimana bisa aku memberitahumu akan membunuh orang yang telah kau anggap seperti ayahmu sendiri, A'Mei."

"Aku malah mengabaikannya selama ini." Kwan Mei tak lagi bisa menahan bobot tubuhnya, terhuyung. Tiap kali cairan bening meluruh, sepasang tungkainya pun akan kian melemah. "Aku ... sungguh ...." Menutup mulutnya, isak tangis mulai terdengar tertahankan. Tak pula wanita ini mengizinkan Tang Yuan menghampirinya, apalagi menyentuh, membantunya dalam papahan.

Hui Yan dan Xia Chia-lah yang akhirnya membantu wanita ini, mendudukkannya sembari terus menenangkan. Namun, waktu tampaknya tak mengizinkan suasana kesedihan yang ada berlangsung lama, memaksa untuk sesegera mungkin dihentikan. Jikalau tidak, maka konsekuensinya pun akan sangatlah tak terbayangkan.

Oleh karenanya, dengan cepat, Tang Yuan meminta para tamunya ini bersembunyi. Dengan berani pula meminta sang istri untuk berhenti menangis, setidaknya dari permintaan yang dilakukannya ini ia mampu melihat jikalau Kwan Mei tidaklah marah. Melainkan hanya belum bisa menerima kenyataan dan kebenaran kalau-kalau Tang Yuan-lah pembunuh dari Tuan Meng itu sendiri. Kala di mana Tang Yuan kini sibuk mengenakan seragam penjaga desanya, jubah bertudung merah pun topeng tembaga hitam yang menutupi keseluruhan wajah penuh rasa bersalahnya itu.

Tok tok!

DEG!

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

71.1K 15.4K 69
(Series 2 Easter) // SUDAH TERBIT #1 in Kingdom (10-10-2021) Tristan Gale Raven diperintahkan oleh kaisar dan Pangeran Ein untuk kembali ke wilayah k...
489K 105K 83
[Fantasy & Minor Romance] Setelah mati, Stella malah terbangun sebagai karakter di cerita terakhir yang dibacanya. "The F...
1.2K 397 32
-TAMAT- Eyla terkena kutukan setelah ia berniat bunuh diri di umurnya yang ke-17. Semua tidak lain karena ia berniat bunuh diri atas kematian seluruh...
561K 40.1K 46
Pemenang Wattys Award 2016 @WattysID kategori Cerita Unik / Trailblazers. ROMANCE - FANTASY - ACTION - ADVENTURE *** Ziella dan kakaknya, Georg...