The Village : Secrets Of Past...

By DellaNopyta

9K 2K 9.8K

Amazing cover by @hayylaaa Kehidupan masa lalu masih belumlah berakhir. Malah kini menghampiri dalam wujud mi... More

Opening
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Epilog

Chapter 25

76 21 126
By DellaNopyta

Langkah terus saja dilajukan, tapi pandangan tiada hentinya diedarkan seraya kewaspadaan terus menemani, apalagi kala angin berembus menciptakan suatu bentuk keramaian gemeresak dedaunan menari-nari. Pun pencahayaan dari sang surya tepat di atas kepala sesekali akan menghujani dan sesekali pula akan bersembunyi di antara dedaunan menari tersebut.

Asing. Itulah hal yang tertangkap dan dirasakan. Bahkan serangga-serangga kecil yang bersembunyi di antara semak-semak terus saja berkoar seakan sedang mengajak mengobrol. Entahlah, kala burung-burung yang bertengger di pepohonan malah silih berganti bepergian semacam terusik akan kedatangan dua tamu asing dalam cakupan wilayah kekuasaan mereka.

"Ke mana dia akan pergi sebenarnya? Apa yang ingin dilakukannya di tengah hutan begini?" Pun yakinlah, bukan hanya Xue Jing, melainkan Hui Yan selaku pengekor juga akan mempertanyakan hal-hal ini. Pasalnya, area hutan tidak lagi bisa dikatakan dekat dengan desa, melainkan sudah cukup jauh tertinggal di belakang sana. Oleh karena itu, mau tidak mau Hui Yan sendiri haruslah mengingat-ingat dengan jelas jikalau tidak ingin berakhir tertinggal apalagi tersesat nantinya.

Hanya saja, kenapa Hui Yan kini malah menghentikan langkahnya? Edaran dari sepasang netra bagaikan tak lagi merasa asing akan area hutan ini, dan kian teryakini ketika sepasang pendengarannya mulai menangkap suatu jenis suara ... tepatnya suatu aliran air. Belum lagi, apa ini? Jalanan setapak yang ditelusuri pun layaknya pernah dilaluinya belum lama ini.

Namun, ke mana Kwan Mei pergi telah menciptakan sejumlah jarak cukuplah jauh? Pun Hui Yan kembali melanjutkan aksi mengekorinya, mengikis kembali jarak seaman mungkin dengan penuh harapan jikalau aksinya ini tidak akan berakhir sia-sia. Akan tetapi, siapa sangka kalau wanita yang dianggap aneh oleh warga desa ini malah akan kemari.

Sungai ini .... Buru-buru menyembunyikan diri di balik pohon besar, mendapati Kwan Mei berdiri pada pinggiran sungai. Benar, ini tempat aku dan Ji Yu terbangun pertama kali setelah melompat. Entah apa pula yang sedang diperhatikan wanita itu, terus saja mengedarkan pandangan. Yang mana terlihat seperti sedang .... Tidak mungkin, bukan? Dan untuk tahu benar atau tidaknya kemungkinan itu, Hui Yan hanya bisa menanti dan menanti. Membiarkan sejumlah kawanan nyamuk berdatangan, mengganggu. Setidaknya menemani.

Namun, seberapa lama lagi Kwan Mei akan tetap mematung begitu? Lantas, benarkah tebakan Hui Yan ... jikalau Kwan Mei tidaklah melakukan hal mencurigakan, melainkan hanya sedang ingin menikmati pemandangan atau bahkan sekadar mencari udara untuk menenangkan pikiran atas sikap para warga yang suka mengasingkan dirinya dan sang suami, Tang Yuan.

Kurasa aku memang telah berpikir terlalu jauh. Mendesah, dengingan nyamuk kelaparan pun tak lagi kuat ditahan. Alih-alih terus seperti ini, bukankah lebih baik pergi dan kembali pulang saja sebelum Ji Yu tahu? Akan seperti apa khawatirnya pria itu jikalau melihat rumah kosong, Hui Yan sendiri bahkan tidaklah ingin membayangkannya. Oleh karena itu, Hui Yan pun tak tanggung-tanggung memeriksa kembali suhu tubuhnya sembari membawa sepasang tungkai bergerak pergi, menyudahi aksi memata-matai Kwan Mei.

Akan tetapi, apa yang sedang wanita aneh itu lakukan kini sukses membuat Hui Yan mengurungkan kembali niatnya. Kembali pula ke posisi awal hanya untuk kemudian menyaksikan Kwan Mei melajukan beberapa langkah lebih mendekati sungai, mengulurkan pula sebelah tangan kosongnya semacam hendak menyentuh sesuatu.

Namun, apa sesuatu tersebut? Jelas-jelas tak ada apa pun selain semilir angin. Apa aku berpikir terlalu jauh lagi? Kekecewaan pun kembali dirasakan Hui Yan, tapi seruan seseorang yang memanggil Kwan Mei sukses menghilangkan kekecewaan tersebut menjadi keterkejutan. Mencari-cari asal seruan tersebut datang dari mana dan dari siapa pula. Xiao Tang Yuan.

"A'MEI!" serunya lagi, terburu-buru pula mendekati Kwan Mei seraya menghentikan, menurunkan sebelah tangan terulur dari istrinya ini. "Hentikan," tekannya, menggeleng. Yang mana mau tak mau, Kwan Mei menuruti tanpa bertanya apa-apa, tapi sepasang netra wanita ini justru berkata lain. Mengikuti arah pandang edaran sang suami, Tang Yuan yang berakhir menjatuhkan ke satu arah seakan tahu jikalau sedang dibuntuti atau dimata-matai. "Keluarlah! Aku tahu kalian mengikuti kami!"

Kalian? Kebingungan, tapi tak pula Tang Yuan, pria aneh itu membiarkan Hui Yan berpikir barang sejenak saja maksud dari ucapan 'kalian' itu apa sebenarnya. Terus saja berseru dengan nada mengecam, dingin dan cukuplah ... menyeramkan. Tak heran apabila Hui Yan kembali mengingat bagaimana kemarin ia sempat bertemu pandangan dengan suami Kwan Mei ini, menciutkan seketika keberanian. Namun, kenyataan bahwa ia membuntuti Kwan Mei dan kini diketahui tak bisa terelakkan. Mau tak mau pun ia haruslah keluar dari persembunyian, terima saja risiko. Lagian tidak mungkin Kwan Mei atau bahkan Tang Yuan akan membunuhnya, bukan?

Hanya saja, apa-apaan ini? Mematung pula Hui Yan dibuatnya, membulatkan sepasang netra akan sosok yang mendekat sembari bertanya-tanya bagaimana bisa prianya ini di sini. Tak mengherankan pula alasan kenapa Tang Yuan mengatakan 'kalian' tadi, rupanya karena hal ini.

"Bukankah sudah kuminta istirahat, kenapa bisa kau di sini bukannya di rumah?" Dan Hui Yan hanya bisa bergeming, lantas jikalau sudah begini apa yang bisa dilakukan Ji Yu selain ikut terdiam pula, bukan? Yang terpenting sekarang bagaimana harus menghadapi sepasang suami-istri aneh itu dahulu.

Alhasil, pertemuan keempatnya tak terhindarkan. Saling berhadapan dan saling menatap curiga pula. Pun keterdiaman mereka ini sukses mengundang sejumlah ikan-ikan di sungai, mengintip dari permukaan jernih air yang ada hanya untuk kemudian kembali pada kedalaman air. Kala di mana lengkingan dari seekor elang menggema, menyadarkan pula masing-masing dari mereka berempat.

"Kami tahu, kalian pasti merasa kesal dan marah. Siapa juga yang tidak akan merasa seperti itu jika ada yang membuntuti diam-diam, bukan?" Ji Yu memulai pembicaraan, jelas memecahkan situasi aneh setelah tertangkap basah. Namun, harus bagaimana melanjutkan sekarang sungguhlah Ji Yu tak tahu. Lantas, haruskah langsung ke intinya? Kurasa lebih baik demikian daripada berbasi-basi, bukan? Tang Yuan jelas bukanlah orang yang suka berbasa-basi.

Hanya saja, belum sempat mengutarakan, Hui Yan telah lebih dahulu menyela. Lalu bagaimana Ji Yu harus bersikap? Selain meminta wanitanya ini berhenti, biarkan ia yang menanyakan.

Akan tetapi, Hui Yan cukuplah keras kepala dengan menolak sembari meminta Ji Yu untuk mengizinkan. Yang mana dengan tegas dan penuh keberanian pula, Hui Yan melemparkan pandangan pada sepasang suami-istri aneh ini. "Beritahu kami, tepatnya apa yang membuat kalian hidup dalam kesendirian dan kesedihan? Tepatnya apa yang tidak atau belum kami ketahui akan desa ini?" tanyanya, memulai. Angin pun berembus, semacam berusaha meredamkan suara. "Dari awal kami menemukan dan bergabung dalam desa ini, sudah kami rasakan keanehan, tapi berkat keberadaan kalian justru menjadikan desa ini terlihat cukuplah normal. Setidaknya begitu bagiku," ungkap Hui Yan.

"Setiap orang tersenyum dan tertawa bahagia, selain perasaan itu tampaknya tidak ada jenis perasaan lain lagi. Yang mana senyuman dan tawa para warga entah kenapa mulai kami rasakan aneh. Semacam ... senyuman dan tawa itu hanya bentuk palsu sebagai harga untuk tinggal di sini, di Desa Weiji," sela Ji Yu, mendekatkan diri beberapa langkah dengan Tang Yuan yang memandang tajam. "Ataukah barangkali ... sebagian orang belum mengetahui kebenaran terkait desa ini," lanjutnya.

"Terkadang di dunia ini, akan lebih baik jika kita tidak mengetahui segalanya ketimbang mengetahuinya," ucap Tang Yuan, netra menajam pun seketika berubah pula mengecam. Menebarkan rasa takut, mematikan rasa penasaran dan keingintahuan dari mereka yang mendengarnya. "Kalian yakin masih ingin mendengarnya? Mengetahuinya? Yakin kalian siap akan risiko serta kehilangan yang siap direnggut dari kalian?"

"A'Yuan, hentikan. Jangan katakan apa pun lagi pada mereka," henti Kwan Mei, kemudian mengalihkan pandangan pada Ji Yu dan juga Hui Yan secara bergantian. "Berhentilah memerhatikan kami, jika masih saja melakukannya maka aku tidak akan segan-segan membunuh kalian," ancamnya, sepasang netra menajam bagaikan terdapat bilahan pedang yang siap menghunjam kapan saja. Barulah kemudian, Kwan Mei menarik diri pergi bersama sang suami. Kala di mana Hui Yan sukses dibuat mengembuskan napas kelegaan, mencoba menormalkan kembali napas tercekatnya.

Bukankah bagian kecaman Kwan Mei, sungguhlah tak bisa dianggap sekadar gertakan saja? Wanita itu, jelas tak main-main, bukan?

"Ji Yu, apa memang sebaiknya kita pergi saja sebelum semuanya semakin memburuk?"

Yang mana Ji Yu mengangguk, memberikan pelukan hangat nan menenangkan sembari sepasang netra tak bisa lepas pula memerhatikan sepasang suami-istri yang telah menjauh itu. Akan tetapi, apakah begini pandangan dari seseorang yang akan menyerah mencari tahu? Bukannya kegentaran, malahan tanda tanya baru kian bermunculan.

Ucapan Kwan Mei jelas bukan ancaman, melainkan peringatan untuk menjauh dari masalah ... Desa Weiji, desa seperti apa sebenarnya?

Mau ditanyakan seribu kali pun, jawaban tidak akan didapatkan jikalau hanya ditanyakan dalam hati, bukan? Sama seperti Xue Jing dan He Ting, seberusaha apa pun agar mampu berkomunikasi dengan Hui Yan dan Ji Yu, hal itu tidak akan mampu dan tidak akan pernah bisa terjadi.

Karena itulah aturannya, kedatangan mereka dari masa depan bukanlah untuk mengubah masa lalu melainkan hanya untuk menyaksikan apa yang telah dialami pada masa ini. Sampai titik di mana sang surya yang kian merendah saja tak lagi terasa, tahu-tahu langit siang telah berganti menjadi langit sore kemerahan. Langit ini pula yang mengantarkan mereka kembali ke desa, tanpa ada maksud untuk menyapa sejumlah warga.

Namun, kecualikan Azhuang dan Jing Shin, bagaimana bisa mengabaikan tetangga sekaligus teman ini, bukan? Yang mana Azhuang terus saja memprotes hilangnya Ji Yu di tengah-tengah pekerjaan membangun ulang rumah mendiang Tuan Meng. Pun dengan cepat Jing Shin menghentikan koaran tak jelas suaminya ini, semacam meminta Azhuang berkata jujur saja. Jikalau memang khawatir maka bilang saja khawatir atas menghilangnya Hui Yan dan Ji Yu hampir setengah hari ini. "Xia Chia dan Yue Ming pun tak kalah khawatirnya, kalian benar baik-baik saja, bukan?"

"Tidak apa-apa, sungguh, Jing Shin," balas Hui Yan, menimbang-nimbang harus menggunakan alasan apa agar dua temannya ini akan percaya dan tak menanyakan apa-apa lagi.

Oleh karenanya, hutan area belakang desa pun dikeluarkan dari mulut Hui Yan, memberitahukan jikalau pemandangan area hutan sana cukuplah bagus untuk dinikmati bersama. Dan Hui Yan serta merta menghentikan ucapannya, tepat ketika mendapati Yue Ming dan Xia Chia hadir. "Kalian tidak pergi ke area terlarang, bukan?" tanya Yue Ming, sedangkan Xia Chia bertindak seakan menanti dengan sangat respons balik seperti apa yang akan didengarkan.

"Tentu tidak, jangan khawatir," jawab Ji Yu, mengembangkan senyuman dengan sejadinya menutupi kecurigaan terhadap pasangan ini.

"Syukurlah, yang penting semua baik-baik saja sekarang," balas Xia Chia, membalas pula senyuman Ji Yu untuk kemudian mengundang keempat temannya ini makan malam bersama, dan dengan sangat Azhuang serta Jing Shin menerima niatan baik ini. Akan tetapi, bagaimana dengan Ji Yu dan Hui Yan? Haruskah ikut serta atau menolak dengan cara halus? Jadikan kesehatan Hui Yan yang kurang baik ini sebagai alasan.

Namun, belum sempat menolak, Azhuang dan Jing Shin telah lebih dahulu menarik paksa. Pun mau tak mau Ji Yu dan Hui Yan hanya bisa ikut bergabung, menikmati ragam masakan yang tersaji sembari bersenda gurau mengundang sejumlah tawa kebahagiaan pula.

Terasa seperti ... hal-hal jahat tak akan berani masuk atau bahkan mengetuk rumah Yue Ming dan Xia Chia ini. Tanpa satu pun dari mereka ketahui, jikalau tawa dan kebahagiaan yang dikeluarkan Hui Yan dan Ji Yu tidaklah setulus dan senyata itu, melainkan seperti sedang mengenakan topeng kebahagiaan. Kala langit sore di luaran sana terganti sudah oleh kegelapan yang mendatangkan sejumlah kerlipan bintang.

Continue Reading

You'll Also Like

247K 21.1K 20
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
420K 33.3K 47
Ketika hati Lady Alice Buckley diliputi keserakahan, prasangka, dan dendam. Rank #4 in Historical Fiction (23 Juni 2018)
34.3K 1.4K 38
-Status- Editing: 80% (edit total) Ilustrasi: 1 dari 10 Sinopsis: Putra Fajar adalah seorang raja iblis sekaligus mantan manusia. Dahulu ia adalah s...
489K 105K 83
[Fantasy & Minor Romance] Setelah mati, Stella malah terbangun sebagai karakter di cerita terakhir yang dibacanya. "The F...