ALDRICH

By shintasandani

137K 10.8K 2.7K

Aldrich Bagaskara. Julukannya penguasa jalanan, ketua geng motor terkenal di Jakarta. Si tampan bak dewa yang... More

VISUAL TOKOH
1 - Raja Jalanan
2 - New School
3 - Tatapan ketua Wynzelle
4 - Salah Sasaran?
5 - Hampir Jatuh
6 - Markas
7 - Duh Ketauan
8 - Heboh
9 - Saturday Night
10 - Aldrich vs Nindys
11 - Konsekuensi
12 - Serangan Ravens
13 - First Request
14 - Arsen Bertingkah
15 - Dinner
16 - Bagaskara Big Family
17 - TPU
18 - Cemburu
19 - Balas Dendam
20 - Mall
21 - Baper
22 - Sesi Curhat
23 - Insiden Pagi Hari
24 - Galium (Ga)
25 - Class Meeting
26 - Loser
28 - Tidak A6!
29 - ILY
30 - Yakali Gak Resmi
31 - 💖

27 - Amarah & Pernyataan

2.5K 248 47
By shintasandani

KECE SEKALI READERSKU, MAKASI YANG UDAH SPAM NEXT<3 TOLONG TANDAI JIKA ADA PENULISAN YANG SALAH, LUNAS NI YE BRO

Let's vote and komen! Jangan sider pren! 🔥

“Peraturan ada emang buat di langgar,”

•••

"BERENGSEK!"

Umpat Aldrich setelah mendapat telepon mendadak dari Nindys. Lebih parah keadaannya jauh dari kata baik-baik saja. Darah cowok itu mendidih mendengar nada bicara Nindys gemetar disertai ringisan tertahan.

Gerak cepat memakai jaket lalu menyambar kunci motor. Berlari kilat dari dalam warunk Babeh menuju motornya terparkir. Tanpa menyahuti temannya yang bertanya ingin pergi ke mana.

"Perasaan aye nggak enak, mending lu pada susul dah," Babeh memberi saran seketika. Pasalnya Aldrich termasuk jarang marah, namun sekalinya ada yang mengusik, cowok itu bisa hilang kendali emosinya. Bahaya.

"Iya, Beh kayaknya ada yang gak beres. Kita pamit dulu. Assalamualaikum," pamit Nathan mewakili.

Aldrich mengemudikan motor bak orang kesetanan. Menulikan telinga terhadap makian orang sekitar saat dirinya menyalip kendaraan lain dengan begajulan. Masa bodo tindakan tersebut akan membahayakan keselamatannya sendiri. Ia tidak peduli apapun lagi selain ingin segera sampai pada tujuan.

Satu nama terus memenuhi benaknya.

Tidak lama ninja merah milik Aldrich sampai di Jalan Ampera. Bertepatan Nindys tengah berlari terseok-seok dan di belakangnya cowok-cowok bajingan yang ternyata anak Ravens mencoba keras mengejarnya. Sialan, cari mati mereka? Emosi Aldrich memuncak ke ubun-ubun, siap kapan pun untuk meledak.

Meninggalkan asal motornya, kaki panjang Aldrich lantas melangkah lebar menuju gadis itu. Nindys melempar senyum lega karena kehadiran cowok yang kini menatapnya khawatir bercampur marah.

Ia langsung menubrukan badannya memeluk Aldrich. Dan detik itu juga jantung cowok itu nyaris berhenti berdetak menyadari darah melumuri sekitaran telapak tangan Nindys. Bahkan terkena ke seragam putihnya.

"Tangan aku perih, Al," rintih Nindys, suaranya terendam di dada Aldrich. Sengaja menyembunyikan mukanya yang terasa nyaris menitikkan air mata, tidak sudi kalau sampai antek-antek Darka melihat sisi lemahnya.

Sedikit tidak ikhlas Aldrich melonggarkan pelukan, memberi jarak keduanya. Berganti merogoh kantong dan kebetulan menemukan sapu tangan. Tanpa basa-basi ia membalut benda itu di lengan Nindys berharap darah yang terus mengalir dapat tersumbat.

"Wow pahlawan kesiangan pengganti Almarhum nih," Darka tepuk tangan, berdiri di antara Vigo dan Ethan. Dia terakhir menyusul lantaran kesulitan berjalan. Nyeri di bagian bawahnya amat menyiksa.

Samar-samar deruman knalpot motor lain terdengar. Nathan, Arsen, Gilang, dan Dimas berhenti di belakang Aldrich. Untuk sementara cowok itu mengabaikan celotehan Darka.

"Arsen, tolong bawa Nindys ke rumah sakit." suruh Aldrich. Gadis itu malah menarik-narik ujung jaket Aldrich dan menggeleng samar. Tanpa sadar dia bertingkah menggemaskan, sayangnya pada waktu kurang tepat.

"Mau sama kamu."

Aldrich menangkup pipi gadis di hadapannya juga membalas tatapan dalam. "Aku nyusul, ya?"

Membuang napas pasrah, alhasil Nindys manggut. "Tapi motor aku?"

"Biar aku urus. Gak usah di pikirin."

Selepas dua remaja tersebut telah berangkat barulah Aldrich mendatangi anak Ravens. Aura cowok itu sudah tidak mampu di remehkan lagi, bahkan bola matanya menggelap. Salah kan Darka berhasil membangkitkan jiwa iblis dalam dirinya.

Darka terkekeh menyaksikan pemandangan memuakkan seperti itu, atau mungkin lebih betulnya dia iri karena dulu Nindys tidak pernah begitu dengannya. "Aldrich, Ketua Wynzelle yang terhormat. Nggak nyangka ternyata lo demen bekasan gue,"

BUGH!

Anggota Ravens lainnya menyerang Aldrich seakan tak terima ketua mereka di pukul hingga tersungkur. Refleks teman-teman Aldrich maju berniat ikut membantu namun dia berkata tegas mendahului. "Tetap di tempat."

Ya, Aldrich bakal menuntaskan ini sendiri. Bermodalkan tiga bogeman sekuat tenaga membuat Ojan, Vigo, dan Ethan terkapar lemah serta mukanya babak belur. Beralih pada Darka yang nampak kelabakan tapi pura-pura menaikan dagu angkuh.

Memberikan pukulan membabi buta.

Tendangan.

Cekikan.

Napasnya tersendat, Aldrich membanting tubuh lemas itu ke bebatuan. Ia menghajarnya habis-habisan, tanpa memberi kesempatan untuk lawannya membalas. Darka terbatuk hingga memuntahkan darah. Lalu kaki cowok itu terangkat menginjak dada Darka dan sedikit membungkuk memandangnya tajam.

"This is not much of what you have done to Nindys. Once again you touch him, say goodbye to the world."

•••

Berjalan mondar-mandir bak setrikaan menunggu dokter keluar ruangan. Ditambah ponsel Nindys yang berada pada genggamannya terus berdering. Nama Papa tertera di sana. Arsen makin bingung dibuatnya.

"Angkat, nggak, angkat, nggak ... angkat!" cowok itu berhitung kelima jari menimang-nimang.

"Gimana nih? Kalo gak di angkat nanti orangtua Nindys takutnya cemas terus mikir macem-macem lagi," monolog Arsen.

"Ya udahlah angkat aja." Arsen spontan menjawab panggilan lalu menempelkan ponsel ke dekat telinga.

"Sayang, kamu di mana? Mama Vanes bilang kamu belum pulang." Chrys berujar, nada bicaranya nampak gelisah karena menunggu kabar putri kecilnya yang tidak kunjung pulang.

"Halo," Arsen menggaruk pelipis— lebih tepatnya sedang berpikir mesti kasih penjelasan bagaimana ketika orangtua Nindys bertanya keberadaannya nanti.

Sempat terdiam sejenak, Chrys kembali bersuara tegas. "Siapa kamu?"

"Saya Arsen, Om. Temannya Nindys."

"Mana putri saya? Berikan ponselnya pada dia. Saya ingin bicara penting."

"Anu, sebenernya anak Om—"

"Kamu bisa bicara dengan benar tidak?!" intrupsi Chrys tidak sabaran. Intonasinya meninggi dan sukses membuat Arsen terperanjat. Tangannya terangkat mengelus dada.

"Nindys masuk rumah sakit, Om." balas Arsen dengan satu tarikan napas tanpa jeda.

"APA?! Bagaimana bisa?"

Membuang napas pelan, Arsen memilih jalan cepat. "Sebaiknya Om langsung ke lokasi. Nanti saya share lock."

Sambungan diputuskan sepihak oleh Chrys. Arsen mengotak-atik benda itu sebentar untuk mengirim lokasi. Berakhir menyimpan ponsel Nindys di sakunya. Derap langkah kaki tergesa-gesa membuat kepalanya menoleh, menemukan Aldrich dan ketiga temannya.

Dapat Arsen tangkap kondisi Aldrich sangat berantakan. Seolah menggambarkan betapa kacaunya cowok itu. Baju seragam yang terbalut jaket sudah tidak karuan bentuknya, keringat mengucur di mana-mana, ditambah terdapat lebam dekat pelipisnya.

"Gimana keadaan Nindys? Dia baik-baik aja, kan?"

"Sen, jawab gue!"

"Pas baru sampe dia pingsan. Terus sekarang masih di tangani dokter." ungkap Arsen seadanya.

Sorot tajam Aldrich berganti frustrasi dalam sekejap, jemari besarnya menarik rambut dengan kasar. Seperdetik kemudian tangan cowok itu berubah mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Kepalan tersebut melayang kencang menghantam tembok rumah sakit.

Bugh

Bugh

"ANJING!"

"HARUSNYA GUE LEBIH WASPADA KALO HAL INI BAKAL TERJADI!"

Nathan menarik paksa bahu Aldrich untuk menghentikan tindakan yang hampir hilang kendali. Lagi pula tak patut bikin keributan di rumah sakit. "Tenangin diri lo. Jangan kayak gini!"

"Tenang gimana maksud lo?! Jelas-jelas Nindys terluka, Nat. Karena kelalaian gue! Gue lalai ngejaga dia!"

Bugh

"ARGHHH GOBLOK!"

"INI RUMAH SAKIT, AL. KENDALIIN EMOSI LO BODOH!" kesal, Nathan jadi ikutan menyentak berharap dengan demikian kewarasan Aldrich muncul.

"Masalah gak bakal kelar kalo lo pake otot." Gilang menepuk bahu Aldrich. Jujur antara prihatin sekaligus takut melihat kemurkaan sang ketua.

Kepalan jari Aldrich mengendur walau napasnya masih memburu. Ia menarik napas dalam kemudian membuangnya perlahan, berulang kali seperti itu sampai berangsur stabil.

"Di mana putri saya?" Chrys mengenakan pakaian kantornya menatap penuh intimidasi ke arah mereka bergantian, terutama cowok yang nampak familiar di matanya.

"Masih dalam penanganan dokter, Om." jawab Arsen mewakili.

Beberapa menit terlewati terisi oleh keheningan. Suara decit pintu terbuka membuat perhatian otomatis tepusat ke sana. Dokter keluar sembari membetulkan letak stetoskop miliknya. "Keluarga pasien?" tanya Dokter itu.

"Saya Ayahnya, Dok. Bagaimana keadaan putri saya?"

"Tidak ada luka serius Pak, hanya saja luka di lengan pasien mengalami 10 jahitan. Dan kondisi tubuhnya masih sangat lemas sehingga membutuhkan bedrest kurang lebih satu sampai dua hari."

Semua orang mendesah lega tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Dokter. Kecuali Aldrich, dia belum bisa tenang kalau belum bertemu langsung dan memastikan sendiri kondisi Nindys.

"Baik jika tidak ada yang ingin di tanyakan kembali saya pamit ke ruangan. Permisi,"

Chrys melirikan mata ke arah Aldrich, serta jaket berlogo tengkorak yang mereka pakai. "Kamu yang namanya Aldrich?"

"Iya saya Aldrich, Om."

"Bisa tinggalkan kami? Saya ingin bicara empat mata dengan teman kalian." ucap Chrys secara halus mengusir keempat cowok asing di sisi kanan dan kiri Aldrich.

Kompak mereka menatap sang empu, direspon anggukan Aldrich seolah menyampaikan bahwa dirinya akan baik-baik saja. Sebelum beranjak Arsen menyerahkan ponsel Nindys pada Papanya.

Kesunyian melanda. Aldrich akhirnya memulai pembicaraan, berujar sesal. "Saya minta maaf. Semua ini terjadi karena kecerobohan saya, Om."

Seharusnya sewaktu bentrok dengan anak Ravens tempo lalu Aldrich mewanti-wanti kemungkinan yang bakal terjadi selanjutnya. Apalagi perihal Darka kayaknya tidak terima karena tamparan yang pernah Nindys layangkan mengakibatkan dia turut mengincar gadis itu.

"Bagus kalau kamu menyadarinya," ceplos Chrys manggut dua kali tanpa ekspresi, kedua tangannya masuk ke saku celana,

"Kehadiran kamu cuma akan membuat Nindys dalam bahaya!"

"Mas!" panggil Vanes dengan napas tersengal. Ketika hendak membuka mulut mengeluarkan suara Chrys mengisyaratkan lewat tatapannya agar diam. Dia mengernyit, lalu mata Vanes tertuju pada Aldrich, menatapnya tidak bersahabat.

Chrys memutuskan. "Mulai detik ini jangan temui Nindys lagi. Jauhi putri saya."

Belum sempat protes, Chrys melanjutkan cepat. "Silahkan kamu boleh pergi sekarang."

"Maaf sebelumnya Om tapi saya nggak bisa jauhi Nindys. Kasih saya kesempatan buat perbaiki semuanya. Saya pastiin kejadian ini nggak bakal terulang."

"Omong kosong. Pergi atau saya panggil security untuk membawa paksa kamu dari sini?"

"Tap—"

Vanes muak, sontak menyetus ngegas. "KAMU GAK DENGER KATA SUAMI SAYA HAH? PERGI!"

Aldrich menghela napas. Terpaksa mengangguk dan menuruti kemauan pria yang merupakan Ayah Nindys supaya pergi dari sana. Namun bukan berarti dirinya menyerah, untuk sekarang ia hanya tidak mau bikin keributan.

Senyum tipis terukir di bibir Aldrich. Tiba-tiba perkataan Nindys dulu terlintas di benaknya. "Peraturan ada emang untuk di langgar," gumam Aldrich berulang kali.

•••

Dalam tidurnya bola mata cantik itu bergerak. Perlahan tapi pasti kelopak mata Nindys terbuka dengan dahi mengernyit berusaha menyesuaikan cahaya. Ruangan serba putih serta aroma khas obat-obatan menyambut alam sadarnya.

Tangan kiri yang terpasang infus terangkat memijat pelipisnya. Pening.

"Sayang?"

Nindys nengok ke arah pintu di mana Chrys melangkah masuk. "Papa," panggilnya serak.

"Apa yang kamu rasa? Pusing?" dengan sayang telapak tangan Chrys mengusap kepala putrinya. Nindys mengangguk seraya memejamkan mata menikmati usapan tersebut.

Sesaat matanya terbuka lagi. Menatap penuh tanya pada Chrys, ia baru mengingat kejadian yang mengharuskan Nindys berada di tempat ini. "Teman-teman aku, Al—"

"Tidak ada." Chrys memotong.

"Maksud Papa?"

"Mereka semua sudah pergi. Kamu jangan memikirkan itu, pikirkan saja kesehatan kamu supaya cepat pulih."

"Tapi mereka udah nolongin aku. Nindys nggak tau lagi gimana jadinya kalau mereka nggak datang saat itu." Nindys menyeletuk seadanya. Pikirannya campur aduk, ia yakin kini pasti Aldrich sedang mencemaskannya.

Raut Chrys bertukar datar dan menggelengkan kepala, "Justru dia penyebab kamu terluka, Nindys. Bahkan dia sendiri yang mengaku. Kamu tidak perlu membelanya."

"Dia?" beo Nindys bingung.

"Aldrich teman kamu. Si ketua geng motor, right?" Chrys memasang senyum kecil melihat Nindys mematung. Mungkin terkejut, atau bertanya-tanya dalam hati mengapa Chrys bisa mengetahuinya.

"Papa kenal?"

"Jauhi cowok itu, ya? Papa tidak suka." manik mata Chrys teduh memandang Nindys penuh harap.

Nindys menyangkal. "Mereka baik, Pa. Al cowok baik dan bertanggung jawab. Papa harus percaya aku."

"10 jahitan." Chrys menatap terluka perban yang membalut lengan putrinya. "Nanti apalagi yang akan kamu dapat jika masih bergaul dengan anak geng motor? Bisa saja lebih parah dari sekarang. Papa tidak ingin hal itu terjadi."

"Aku bakal buktiin kalo Aldrich nggak seperti yang Papa pikir," ujar Nindys kekeuh pada pendiriannya.

Menghela napas kasar, Chrys tidak menggubris. Setia mengusap puncak kepala Nindys. Bukan solusi tepat untuk dirinya terbawa emosi di saat kondisi putrinya begini, takut malah memperburuk keadaan nanti.

"Papa tinggal keluar sebentar. Ingin mencari Mama Vanes sekalian memanggil dokter. Kamu istirahat." pria tersebut nunduk, meninggalkan kecupan di kening Nindys.

Sedangkan Nindys meneteskan air mata dalam diam. Tangannya terkepal di sisi tubuh. Nyatanya, pernyataan dirinya harus menjauhi Aldrich teramat menyakitkan. Membuat dadanya sesak bukan kepalang. Bahkan jauh lebih sakit daripada luka yang diciptakan oleh Darka pada tubuhnya.

•••

GIMANA CHAPTER INI?

Chrys kadang memang agak menyebalkan yeah, tp aslinya dia bgtu karena terlalu sayang sama Nindys 🌸🌤💒✨💗

Sampai ketemu nanti, komen yang banyak love! Share cerita ini ke temen kalian juga oke

FOLLOW IG : @wynzelle_ofc

tertanda, —shinta

Continue Reading

You'll Also Like

5.4M 368K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 221K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
6.3M 121K 30
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
857K 74K 46
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...