Time-Lag

By Hyewoosung

1.5K 319 18

"Katanya, kalau lo ngerasa dunia lo runtuh, sebenarnya yang runtuh itu cuma ekspektasi lo." Si perfeksionis S... More

Timeline
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Final
Epilog: Untukku Di Usia 18

Chapter 9

38 10 0
By Hyewoosung

Mamaku anak tunggal dan yatim piatu, bisa disebut sebatang kara jika tanpa Papa dan aku.

Papaku juga sama, yatim piatu namun dua bersaudara, kakak perempuannya tinggal dengan suaminya dan mereka dikaruniai empat orang anak. Sejak Papa masuk sel tahanan, kakaknya hanya menghubungi kami di awal saat aku dan Mama pindah ke kontrakan ini, setelah itu tidak lagi.

Aku tahu, mereka sibuk.

Atau mungkin, takut kalau kami akan merepotkan mereka? Padahal aku tidak pernah berpikir begitu.

Kupikir Mama juga, namun asumsiku terbantahkan siang ini, ketika ponsel Mama tertinggal di warung. Aku diajarkan untuk saling menghormati privasi sekalipun orang tuaku sendiri sejak kecil, tetapi hari itu, aku tidak bisa menahan rasa penasaranku ketika kontak Tante Dewi--Adiknya Papa-- muncul di notifikasi layar ponsel Mama. Apalagi kata pertamanya dimulai dengan kata 'maaf'.

Maaf Kak, tapi Sandra juga baru masuk kuliah tahun ini, Nana juga mau wisuda, kita belum bisa bantu pinjamkan uang. Yang kemarin saja memangnya tidak cukup? Sahara mungkin harus tunda kuliah dulu, jangan dipaksakan.

Rahangku seketika mengeras, lalu kurasakan mataku mulai memanas dan napasku menderu tak sabaran. Kuletakkan kembali ponsel Mama setelah sebelumnya menghapus pesan dari Tante Dewi.

Aku ingin kuliah kedokteran di Rajawali, tetapi Mama tidak perlu diperlakukan seolah pengemis untuk itu.

Aku ingin kuliah kuliah kedokteran di Rajawali, namun tidak menyusahkan Mama.

Gapyear.

Anehnya, saat ini kata itu terus terngiang-ngiang di otakku meskipun kemarin, aku terus menyanggah kalimat Raja. Seolah ia adalah solusi paling tepat untuk kondisiku saat ini.

Gapyear, ya?

Kalimat Raja tentang hidup itu bukanlah pertandingan juga berputar di kepalaku. Kenapa?

Pencarian tentang gap year membawaku larut berselancar di internet, hingga akhirnya aku menemukan tautan dari Twitter yang tersambung pada sebuah website. Time-Lag.

Time-Lag.

Berhenti sejenak bukan berarti kamu mengalah pada keadaan.

Join group?

Yes or No.

Website ini didesain seperti dinding Facebook, di mana semua anggotanya diizinkan untuk menuliskan tujuan dan alasan mereka melakukan gapyear. Pun mengizinkan anggotanya untuk membentuk grup belajar sendiri berdasarkan domisili. Pengikutnya bukan hanya dari satu kota, komunitas ini sepertinya menjangkau seluruh Indonesia dengan ribuan pengikut.

Kamu tidak sendiri, jutaan orang, bahkan milyaran orang di dunia juga berada di posisimu.

Aku ragu-ragu. Egoku masih ingin berjuang menghadapi ujian masuk, baik SBMPTN maupun ujian mandiri (siapa tahu tiba-tiba ada segepok uang muncul di depan rumah) tetapi hati kecilku berbisik pilu, aku harus tahu diri dengan kondiai keuangan Mama.

Mamaku mungkin akan mengusahakan uang untuk daftar SBMPTN, tapi siapa yang tau bagaimana cara mengusahakan-nya? Bisa jadi Mama meminjam uang--aku benar-benar marah jika Mama masih nekat melakukan itu, mau itu saudara atau bukan. Apalagi pinjaman bank.

Jutaan orang berada di posisi yang sama denganku, jutaan orang bisa bangkit karena bertemu dengan orang bernasib sama di situs ini. Apa sebaiknya aku daftar saja?

"Ah!" Aku baru saja menjerit dan menarik perhatian dua bocah sekolah dasar yang melewati warungku. Jempol sialan, aku baru saja menekan tombol join.

Kemudian aku diarahkan untuk membuat username, begitu berhasil, aku langsung terhubung pada sebuah laman beranda.

Ting!

Bahkan website ini punya aplikasi chat.

Aphrodite: Hai anak baru, dom mana?

Me: Tangerang

Dia tidak akan melacak alamatku, kan? Ini tidak berbahaya, kan? Di mana tombol hapus, hari ini aku impulsif sekali.

Aphrodite: Wow sama. Mau gabung di grup belajar gue?

Kemudian aku tergabung ke dalam sebuah grup berisi lima orang anggota termasuk diriku.

To the Moon: Gue Tangsel.

Hitorijanai: sama, gue juga.

Zeus: kita bikin study club yuk?

Aphrodite: boleh boleh

"Ra."

Aku buru-buru menekan tombol kunci layar, lalu menoleh dan menemukan Mama menghampiriku dengan wadah makanan berisi potongan pepaya.

"Iya?" Aku selalu suka makan buah, namun sejak pindah ke sini, yang bisa kami beli hanya pisang susu dan pepaya kecil.

"Kamu belum cerita ke Mama, gimana hasil SNMPTN-nya?" Kurasakan tangan Mama bergerak mengelus puncak kepalaku. "Lolos atau enggak lolos, Mama tetep bangga sama Sahara."

Aku menelan ludah. Aku yakin Mama mungkin sudah mengetahui kegagalanku, beliau hanya ingin aku mengatakannya secara langsung. Jadi aku menunduk, merasa membuatnya kecewa. "Ma, maafin aku."

Mama mengangkat kepala, guratan ekspresinya terlihat jelas kalau Mama tidak mempercayai kalimat yang kuucapkan barusan. Aku juga lihat gurat kekecewaan terpatri pada wajah Mama.

"Aku enggak lolos."

Beberapa sekon kemudian, air muka Mama berganti dengan senyum lebar. Mamaku memang aktris terbaik, dia pasti berusaha tersenyum untuk menenangkanku. "Enggak pa-pa, masih banyak kesempatan lain. Daftar SBMPTN atau ujian mandiri ya, Ra?"

Aku nyaris berdecak. Kugigit bibir bagian dalam untuk mengurangi rasa cemas. "Ma, kayaknya aku gapyear aja, ya. Gak apa-apa, aku kuliah tahun depan aja, biar sekarang nabung dulu."

Keputusanku tidak salah, kan?

Aku harap begitu.

Kepalaku masih tertunduk, aku tidak berani melihat raut wajah Mama sekarang. Apa beliau kecewa padaku?

"Sahara ... Yakin? Jangan khawatir soal uang, biar Mama yang cari untuk kuliah kamu. Enggak perlu Rajawali, yang penting kedokteran, kan?"

Tetapi mencari uang berjumlah banyak dalam waktu singkat juga bukan perkara mudah, kan? Barang-barang Mama bahkan sudah habis terjual untuk membuka warung. Omset warung juga belum cukup untuk mengembalikan modal, semuanya butuh waktu.

Benar kata Raja, semuanya punya waktu masing-masing.

Perlahan aku mengangkat wajah, ternyata benar, Mama menatapku dengan raut cemas. Kuulas senyum tipis untuk menenangkannya. "Aku enggak masalah nunda setahun, kuliah bisa kapan aja, semua orang punya waktu masing-masing," satu tarikan napas pendek, aku melanjutkan. "Mungkin sekarang belum waktunya aku kuliah."

Aku tidak bisa egois, juga memaksakan kehendak. Mama menawarkanku pilihan kampus lain dan jurusan lain yang lebih murah, tetapi kupikir, menunda setahun dan mengumpulkan uang untuk masuk kedokteran Rajawali rasanya lebih worth it.

Kemudian kurasakan badanku ditarik. Mama memelukku erat dan bahunya bergetar. Aku tahu kalau beliau menangis.

Tetapi aku tidak bisa ikut menangis. Dadaku masih terasa sesak, pun aku masih bertanya-tanya dan berharap, semoga aku tidak menyesali keputusanku ini di kemudian hari.

"Maafin Mama, Sahara. Seharusnya Mama lebih perhatian ke Papa, lebih terbuka ke Papa, supaya bisa menahan Papa untuk ikut pekerjaan kotor itu."

Seharusnya. Kata seharusnya dan seandainya selalu muncul bersama penyesalan akan masa lalu.

Hatiku terasa seperti diiris saat mendengarnya. Lalu menyadari bahwa manusia memang enggak akan pernah bisa menebak apa yang akan terjadi di masa depan.

Mama melepaskan pelukannya, "Mama janji, Sahara akan bisa kuliah tahun depan. Mama akan cari uangnya."

Kuanggukkan kepalaku. "Aku juga janji bakal bantuin Mama cari uang."

Ponselku bergetar lagi, dari group chat Time-Lag.

Hitorijanai: ini bukan scam kan?

To the Moon: enggak dong, saya udah dua tahun nyari temen belajar di sini

Aphrodite: atau kita ketemuan di cafe dulu aja, biar aman

Hitorijanai: setuju tuh sama aphrodite

Zeus: perkenalan dulu gak?

Aphrodite: nanti aja kalo kita ketemu, biar lebih seru

Me: jadi udah fix kapan?

Entah kenapa, perasaanku jauh lebih tenang sekarang. Seperti memiliki tempat untuk dituju walaupun sementara, atau mungkin karena aku menemukan banyak orang yang bernasib sama denganku?

To The Moon: ada yang punya ide? Pertengahan aja

"Kenapa lo? Masih galau?" Tahu-tahu Raja menepuk bahuku. "Tante Jena mana?"

Oh, aku baru sadar kalau Mama sudah tidak duduk di sampingku, malah Raja yang muncul sembari menenteng sebungkus mi instan. "Di dalam, kali? Kenapa?"

Raja mengangkat bahu. "Nanya aja. Tumben lo yang jaga."

"Yeee, seenaknya lo kalo ngomong," aku mencibir. "Gue sering jaga kok, elo tuh yang harusnya dipertanyakan, pengangguran ya lo? Ke sini mulu."

Dia menjulurkan lidah, lalu mengeluarkan ponsel sembari duduk di sebelahku.

"Ja, gue jadinya gapyear."

Congrats Raja si cowok kambing. Dulu dia menyebalkan, sekarang malah menjadi orang pertama yang mendengar berita penting tentang hidupku. Padahal biasanya aku mengatakan segala sesuatu untuk pertama kali pada Diandra.

"Wow." Reaksi Raja di luar ekspektasiku. "Terus gimana? Lo mau kerja?"

"Belum tahu." Aku mengangkat bahu. "Tapi gue udah gabung study club dari Time-Lag."

"Time-Lag?"

Kutunjukkan laman website Time-Lag pada layar ponselku. "Ini. Terus mau ketemuan buat perkenalan dulu, menurut lo di mana ya?"

Raja tampak kaget, dia pasti tidak menyangka kalau aku menemukan tujuan lebih cepat. "Di kafe?"

"Rencananya gitu. Kafe mana ya, yang nyaman buat belajar?"

Continue Reading

You'll Also Like

7M 297K 60
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
291K 27.1K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
1.1M 45.4K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
589K 27.8K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...